CYCLE
Coal business = cyclical, CPO business = cycilical, shipping business = cyclical, bahkan defensive business pun ada cyclical-nya, dan secara keseluruhan business selalu cyclical, yang oleh karena itu ekonomi juga selalu cylical.
Kalau kita naik pesawat terbang, walaupun kita tahu bahwa pesawat terbang adalah 100x lebih aman daripada berkendara mobil, kita berharap perjalanan kita selalu mulus tidak ada gangguan turbulence yang bikin jantungan. Demikian juga harapan dari pemerintah, investor, BOC BOD perusahaan, dan hakikat-nya seluruh orang, bahwa tidak ada turbulence dalam mengarungi hidup ini, ekonomi dan bisnis selalu growing dan semakin sejahtera selama-nya. Harga saham naik sedikit tidak apa2, selama setiap hari naik dan terus begitu selama-nya.
Sayang-nya hal ini tidak pernah terjadi, dan mungkin selama-nya tidak akan pernah terjadi. Sejak pertama kali ilmu ekonomi ditemukan, goal mereka tidak ada hal lain selain daripada bagaimana membuat ekonomi bisa berjalan mulus. Tetapi hingga hari ini pun, bahkan apa penyebab cycle atau naik-turun-nya ekonomi masih menjadi perdebatan seru di antara para pakar ekonomi.
Oleh karena itu, sebagai investor, hidup berdampingan dengan cycle adalah sebuah keniscayaan hakiki. Nah bagaimana kita menavigasi cycle dengan sebaik mungkin, dan hanya bisa sebaik mungkin karena tidak ada yg bisa terhindar dari cycle, harus selalu menjadi pemikiran panjang kita. BH siap jika bahkan seluruh market di dunia crash, mereka yakin business mereka akan baik2 saja tanpa harus perlu mengemis2 bantuan dari bank. Tetapi mereka dengan jujur tidak siap jika terjadi perang nuklir.
Kita mulai dengan paling sedikit memahami satu dua sebab mengapa business cycle terjadi. Satu dua saja?? Yup, karena penyebab business cycle sangat beragam dan kompleks, dan tidak ada satu orang pun yang paham ini seluruh-nya. (Kalau ada, problem done, kita sudah hidup di jaman utopia ekonomi.)
Perlu dipahami bahwa SELURUH business di dunia ini, SELALU dimulai dari meng-extract Mother Earth, baik hard commodity seperti batubara dan minyak, maupun soft commodity seperti hasil2 pertanian. Sebut company2 yg melakukan ini adalah company A. Company A akan menjual produk2-nya ke company B, company B ke C dan seterus-nya hingga menjadi produk akhir seperti mie instan, snacks, drink, TV, mobil, motor, apartemen dan lain sebagai-nya yang bisa dinikmati SECARA LANGSUNG oleh end-consumer yaitu kita semua. Proses dari company A sampai menjadi produk akhir di tangan kita itulah yang dinamakan supply-chain.
Supply-chain ini sangat kompleks. Misal company A, selain mejual ke company B, mereka juga menjual ke company D, company D menjual ke E, dan kemudian company C dan E bersama2 menjual produk-nya ke company F dan seterusnya seperti sliweran mobil di jalan layang dengan ratusan tingkat. Dari data tahun 2020 ada 213 juta company di seluruh dunia. Bayangkan rumit-nya jalinan supply chain di antara mereka semua itu.
Pada saat kita berkendara di jalan, tentu pernah mengalami kemacetan. Penyebab kemacetan ini bisa terjadi di salah satu titik jalan, tetapi imbas-nya kemana2. Pada saat kita terjebak macet, kita otomatis bertanya2, waduh macet, apa ya penyebab-nya??? Dan hampir dipastikan pada saat itu kita tidak akan mendapatkan jawaban-nya, dan baru kemudian setelah kita mencek berita, mendengarkan radio, bertanya ke mobil sebelah, kita punya gambaran lebih jelas apa penyebab-nya. Lebih jelas, tetapi tidak seluruh-nya, misalnya kita tidak pernah tahu pasti kapan kemacetan tersebut akan berakhir.
Demikian juga seluruh pemangku kebijakan ekonomi dunia. Dengan berbagai indikator yang mereka punya, mereka MUNGKIN bisa meng-identifikasi jika terjadi kemacetan ekonomi, tetapi MENCARI penyebab-nya adalah seperti mencari jarum di lautan. Ada 213 juta company, kemana sajakah mereka harus cek. Dan bahkan jika mereka sudah berhasil menemukan penyebab-nya, akan perlu waktu lama untuk mengurai kemacetan ini. Sering lihat lampu merah mati, kemudian stuck, kemudian menunggu sampai Polantas atau Pak Ogah datang, kemudian mereka mulai mengurai kemacetan tersebut?? Semua-nya membutuhkan waktu sampai semua nya berjalan lancar kembali. Demikian juga dengan ekonomi, sama persis, hanya bedanya ekonomi sering membutuhkan waktu bertahun2 kalau tidak puluhan tahun untuk memulihkan kemacetan yang terjadi.
Oleh karena itu seluruh pemangku kebijakan ekonomi dan seluruh pakar ekonomi berusaha menciptakan sebuah sistem supaya KALAU bisa kemacetan jangan pernah terjadi. Sama seperti di jalan raya, dibuatlah aturan ganjil-genap, lampu merah ditambahkan, Polantas diturunkan sebelum kemacetan terjadi, dan lain sebagai-nya.
Tetapi problem selalu bisa muncul dimana saja dan dalam bentuk yang tidak terduga. Ya lah, kalau terjadi kecelakaan siapa sih yang bisa menduga. Sebuah truk meletus ban-nya dan terguling, siapa yang bisa menduga dan mencegah secara sempurna, tetapi sekali saja terjadi, macet-nya bisa puluhan kilometer. Ini adalah keniscayaan seperti halnya cycle di bisnis dan ekonomi.
Waktu end-consumer kehilangan daya beli-nya, mungkin retailer akan bisa mendeteksi ini dengan cepat -- cepat di sini pun maksudnya setelah terjadi beberapa bulan berturut2 karena kalau penurunan hanya 1 bulan kita akan berasumsi dulu ini hanya fluktuatif biasa -- dan akan perlu waktu lebih lama lagi sebelum berita ini sampai ke company A yang menambang batubara. BAHKAN setelah company A tahu pun, akan perlu waktu bagi company A untuk menurunkan produksi-nya. Tidak mungkin operasional sebuah bisnis bisa diberhentikan begitu saja. Wahasil daya beli menurun, tetapi supply batubara akan kurang lebih tetap sama sampai paling sedikit beberapa bulan kemudian, banjir lah pasar dengan batubara yang tidak terserap. Harga batubara otomatis turun. Saham batubara mulai ambrol.
Atau di sisi sebalik-nya, bencana alam, perang, kebijakan energi baru dan terbarukan, dan segala macam random events lain-nya, bisa menyebabkan terganggu-nya supply batubara, CPO dan gandum yang berada di ujung paling hulu dari supply-chain alias Mother Earth. Tetapi akan perlu waktu berbulan-bulan sebelum end-consumer menyadari hal ini. Harga batubara, CPO dan gandum meroket, ujung-nya pasti terjadi kenaikan harga, tetapi end-consumer yang tidak tahu ini terus belanja dengan spending seperti biasa-nya.
Pada saat harga meroket ini mencapai retailer, sudah terlambat, karena end-consumer sudah kehabisan uang-nya dulu, alias tidak punya tabungan tetapi pendapatan sudah menurun karena ancaman resesi mulai membayang. Penjualan retailer menjadi anjlok. Dan akan perlu mungkin paling tidak satu tahun sebelum perusahaan2 Mother Earth ber-investasi menambah kapasitas-nya, tambang2 lama dibuat beroperasi kembali, menanam lahan baru, penambahan jumlah kapal, tanker, container dan lain sebagai-nya, sehingga harga batubara, CPO dan gandum menjadi lebih AFFORDABLE dan menjadi keseimbangan baru.
Bayangkan Anda sebagai perusahaan A akan mengalami business-nya pasang surut, demikian juga retailer di ujung paling hilir dari supply-chain, dan tentu saja SELURUH pelaku bisnis di sepanjang supply-chain all the way sampai ke end-consumer. Seharus-nya sudah terbayang bagaimana cycle ini pasti akan terjadi. Karena se-agile2-nya sebuah business TIDAK AKAN PERNAH BISA setiap saat meng-adjust output-nya. (Jika ada business yang bisa seperti itu, tutup mata, invest segera all in, pasti akan kaya mendadak.)
213 juta companies di seluruh dunia dan story di atas masih terlalu sederhana, karena pertama, masih banyak lagi problem yang akan terjadi yang tidak mungkin disebutkan semua di sini dan selalu akan terus terjadi. Perang di Ukraine belum selesai sudah terjadi Taiwan incident. Kalau China jadi memblokade Taiwan, ntah akan jadi bagaimana itu perubahan supply-chain dunia?? Global warming akan meningkat drastis karena kenaikan pemakaian batubara yang drastis alias cuaca akan semakin gak keru2an?? G20 gagal?? Pemilu 2024?? Rating Biden terendah sepanjang sejarah seluruh presiden US?? US mid elections?? Pelosi akan nyapres?? Akhir masa jabatan Xi Jinping?? Sangking sukses-nya SMDR mendadak lupa diri dan menghabis2kan uang-nya dan berhutang seenak jidat-nya sendiri??
Kedua, efek-nya itu saling mengait membuat semua-nya semakin rumit. So, siapapun meramal apapun, nilai kebenaran-nya hanya selalu 50:50. Hanya mahluk yang bisa menembus empat dimensi ruang dan waktu yang bisa meramal ini, bukan Bakrie.
Harusnya sudah cukup jelas betapa kompleks-nya business cycle ini. Tetapi psikologis kita memang selalu diset oleh suasana market -- dan ini membuat kita selalu merasa yakin tebakan kita akan betul. SELALU ada 3 alasan untuk naik dan 3 alasan untuk turun, dan ada nasihat super bagus dari seorang suhu, yaitu jika saja setiap decision investasi kita dicatat alasan-nya, dan di-compare hasilnya, mungkin akan membantu melawan psikologis kita yang tidak berdasar tersebut.
Terus terang, saya SANGAT yakin tidak akan bisa merubah pikiran bahwa menebak2 market adalah kegiatan yang sia2 karena hasilnya adalah zero besar dan rugi fee transaksi. Haha bagaimana bisa, jika bahkan yang pakar pun -- ANEH-nya -- malah semakin yakin bisa menebak market. Tetapi paling tidak semoga tulisan ini bisa menjadi pemikiran baru.
********** (Tarik nafas panjang 3x, relax sejenak, renungkan, dan kemudian lanjut.) **********
Berita baik-nya untuk investor adalah trend ekonomi selalu growth, dan karena pendorong ekonomi utama adalah business, begitu juga business selalu growth. Perlu kita pahami juga bahwa ini adalah sebuah keniscayaan, sehingga ber-investasi di company yang bagus sudah seperti memegang chip judi anti-kalah.
Indikator ekonomi yang paling umum digunakan adalah yg disebut GDP (gross domestic product atau PDB = Produk Domestik Bruto). Ini adalah total dari nilai barang dan services yang dihasilkan oleh sebuah negara. Jika kita membeli sebungkus Indomie senilai 2500 perak, GDP kita akan bertambah sebesar 2500 perak. Atau bisa juga diukur dari produksi-nya, yaitu jika INDF memproduksi sebungkus Indomie lebih banyak senilai 2500 perak (harga jual end-consumer), maka GDP kita akan bertambah 2500 perak.
Jika GDP bertambah besar artinya ekonomi maju. Jika orang tadinya makan Indomie 2x sehari kemudian menjadi 3x berarti dia bertambah makmur. Atau jika INDF memproduksi Indomie lebih banyak 1 bungkus artinya demand meningkat yang artinya juga orang2 bertambah makmur.
GDP ini sering disebut juga sebagai output dari ekonomi. Output dari ekonomi disumbang oleh 3 input: jumlah tenaga kerja, belanja modal (capex atau penambahan mesin produksi) dan productivity. Peningkatan di 2 input pertama jelas akan meningkatkan output tetapi besar-nya tidak bisa significant.
Yang dimaksud productivity adalah peningkatan output dari jumlah tenaga kerja dan belanja modal yang sama, dan hanya bisa ditingkatkan kalau ada teknologi baru atau cara2 produksi baru -- dan ini PENYUMBANG growth economy PALING UTAMA karena bisa menyebabkan lonjakan output besar DAN SELAMA-NYA. Sayang-nya, terobosan teknologi significant hanya terjadi mungkin 30 tahun sekali. Tahun 1990 lonjakan productivity dipercaya orang disebabkan oleh kemajuan di teknologi informasi (so thanks to BG dan SJ). Sekarang ini konon productivity meningkat jauh karena mobile phone yang meng-enable-kan sharing economy (if it's true, than thanks to almarhum SJ again).
Oleh karena itu jika menemukan company yang memiliki terobosan terkait dengan productivity, tutup mata, invest. Itulah kenapa self-driving car, mass nuclear power, fussion, carbon capture, drone, robotic, AI, genetic based medicine, anti-aging, moon mining, metaverse dan segala company teknologi futuristik lain-nya sangat menarik utk investor. Return-nya GILA. Sayang, sekarang terlalu banyak hoax di pasar modal sehingga susah mencari company mana yg truly memiliki keunggulan ini. GOTO itu sangar sekali, sayang valuation-nya sangat super super nggak banget. WIRG jelas bukan, karena mereka hanya implementor metaverse, bukan penghasil metaverse.
Seperti halnya semua indikator ekonomi, tidak ada yang sempurna. Termasuk GDP ini, nilai-nya selalu berfluktuatif. Indikator pasangan-nya adalah business cycle. Business cycle ini diukur dari berbagai macam index yang kompleks, yang tenanggg tidak akan saya jelaskan di sini.
Seharusnya ekonomi berjalan berdampingan dengan business cycle, tetapi kenyataan-nya mereka sering berseberangan alias tidak sinkron. Perbedaan di antara mereka adalah disebabkan oleh random event. Perang terjadi, GDP pasti turun, iya donk, input-nya berkurang ya output-nya pasti berkurang. Tetapi perusahaan2 batubara mendapatkan windfall gratis, dan market yg tidak rasional bisa membuat kenaikan mereka tidak rasional, sehingga indikator business bisa saja menunjukkan sebaliknya.
Tetapi jika SETELAH KEJADIAN, kita buat trend-nya, trend ini selalu positif. Ini bisa dilihat di Gambar 1 di bawah ini. Walaupun GDP yang menjadi tolak ukur ekonomi cyclical, dan business juga cyclical, TETAPI trend jangka panjang-nya adalah SELALU positif. Jadi kemakmuran dalam jangka panjang selalu meningkat. Gampang melihat-nya, 30 tahun lalu mempunyai motor dan hp adalah barang mewah, sekarang motor dan hp seperti kacang goreng.
Kemudian ada istilah super-cycle, yang gambar-nya bisa dilihat di Gambar 2. Karena komoditi adalah supply utama untuk seluruh produk dan service apapun, naik turun-nya harga komoditi juga in a way menggambarkan business cycle. Kurva super-cycle ini menggambarkan trend yg terjadi dari naik turun-nya harga komoditi yang sangat befluktuasi, tetapi di-smoothing sehingga terlihat ada cycle (pattern) lebih besar yang terjadi dalam jangka yg lebih panjang thus disebut super-cycle.
Yang menarik adalah (MUNGKIN) karena memang trend dalam jangka panjang selalu naik, walaupun fluktuatif terjadi, setiap penurunan harga tidak serta merta jatuh mendadak. Memang, dari sejarah inflasi, penurunan harga, paling sedikit dalam jangka waktu yang cukup panjang, tidak sebesar kenaikan-nya. Mengenai hal ini bisa dibaca di Gambar 3. Saya tidak tahu reason pasti-nya, tetapi mungkin penjelasan di level mikro-nya adalah kalau sebuah business sudah menaikkan harga-nya dan barang tetap laku, kenapa harus diturunkan, dan barang laku pasti-nya yang lebih mendominasi ekonomi. (Good news tuh buat para holder si hitam manis bisa lebih tenang lagi hehe)
Berita baik kedua adalah perhatikan jarak antara fluktuatif ekonomi atau business dengan trend jangka panjang-nya, baik di Gambar 1 maupun Gambar 2 SANGAT LAH JAUH. Jika kita berpikir bahwa perbedaan 1% adalah kecil, itu SALAH BESAR. Kurva ini adalah kurva dari rata2 seluruh sendi2 ekonomi dan seluruh bisnis, TETAPI SANGAT BESAR jika kita melihat per individual company.
Maksudnya begini. Pada saat terjadi fluktuatif -- dan thanks fluktuatif selalu terjadi dan BAHKAN masih bisa dideteksi di tingkat makro -- fluktuatif yang terjadi di setiap individual company dan tenaga kerja sebetulnya SANGAT BESAR. Dalam kondisi turbulence, perhatikan ada company yang mendadak valuation-nya bagger misalnya 100% tetapi ada juga company yang valuation-nya hilang 100% (well, jadi gocap lah), tetapi jika seluruh company ini valuation-nya di-rata2 dan kemudian dibuatkan kurva-nya dasar rata2 tersebut, perbedaan-nya hanya beberapa % saja.
Jarak antara fluktuatif ekonomi atau business dengan trend jangka panjang-nya yang besar, memberikan dua kesimpulan. Ada banyak kesempatan besar dimana kita bisa menemukan company2 yang harga-nya terlalu murah atau sebaliknya melepas company yang harga-nya sudah menjadi terlalu mahal. Kemudian kita juga mendapatkan jaminan bahwa value dari sebuah company yang baik pasti akan meningkat karena trend jangka panjang ekonomi selalu meningkat. Bet kepada company-company ini adalah seperti main ke casino, tetapi chip yang kita pegang adalah chip anti kalah. Result-nya hanya tidak rugi atau cuan besar.
Memang seluruh cerita panjang lebar dan bertele-tele ini, berujung pada dua aliran besar di stock investment. Aliran penebak market akan mati2an menebak fluktuatif yang terjadi seperti GDP dan business cycle, tetapi (semoga) kita sudah sadar bahwa hal ini tidak mungkin.
Sedangkan aliran value investing adalah menentukan value sebuah company. Well, ini juga memang in a way menebak, tetapi jika rajin mencari tahu story sebuah company dan membedah LK-nya, mencari harmoni yang indah, tebakan ini mempunyai presisi yang jauh jauh jauh lebih besar. Kenapa?? ADA DUA ALASAN:
1. Company jauh jauh jauh lebih simple. Business itu hakikat-nya sangat sangat sangat sederhana, beli material, produksi, pasarkan dan jual dengan harga lebih tinggi. Selisihnya adalah added value dan itulah profit kita. Semakin laku barang-nya semakin besar profit kita. Kalau tidak laku putar otak transform business-nya. Semakin tinggi profit-nya semakin besar valuation business-nya. Kalau dalam 5 tahun profit-nya adalah 100 perak, dan jika kita beli business itu dengan harga 100 perak ya cuan kita sudah lumayan. High school student pun bisa paham ini. What could go wrong? BANYAK tapi SANGAT MANAGEABLE.
2. Company itu BUKAN benda mati, sedangkan ekonomi itu NYARIS seperti benda mati. Perbaikan ekonomi itu tidak bisa seketika. Sebuah terobosan teknologi akan butuh waktu puluhan tahun sehingga menjadi mass market. Stimulus ekonomi akan perlu waktu bertahun2 sebelum efek-nya bisa dirasakan dan karena dalam jangka panjang stimulus ekonomi adalah jelek bisa bertahun2 baru kita sadar bahwa ini adalah kebijakan yang salah. Perubahan economy policy ntah kapan efek-nya bisa dirasakan.
Company, begitu salah, besok pun bisa berubah. Coal akan di-ban di seluruh dunia dalam waktu 5 tahun, company solid dengan sedikit hutang, BOD bisa maximal-kan produksi, convert semua menjadi cash. Shareholder aman menerima cash yang melimpah-ruah. Company dengan managemen yang solid -- tidak ada mati-nya. Serahkan kerumitan2 ini ke mereka untuk menavigasikan-nya seperti pilot pesawat terbang yang handal.
Value investing tidak menebak atau men-timing market -- tetapi menunggu market. Menunggu market tidak peduli dengan market, tetapi kita sudah tao TERLEBIH DAHULU apa yang akan terjadi atas sebuah company (yg jauh lebih simple dianalisa). Market crash dan market bull adalah trigger utk switching company2 ke company2 yang potensi value-nya lebih baik. Unsur tebakan-nya sangat minim karena fluktuatif di ekonomi dan business memberikan margin of safety yang besar.
Kalau market crash, harga saham sudah pasti rontok, tetapi company yang bagus -- nilai-nya itu BUKAN tertera di harga saham-nya -- karena nyata pabrik-nya masih ada, nyata cash nya masih ada, nyata perkebunan-nya masih ada, nyata tambang-nya masih ada, nyata toko-nya masih ada, nyata teknologi-nya masih ada, jadi duid kita itu tidak hilang -- dan PASTI akan rebound karena orang pada akhirnya akan spending lagi yang memberikan kenikmatan. Sehingga risk kehilangan uang lebih minim lagi karena kita sudah tao ada jaminan trend ekonomi dan business selalu growth -- dunia selalu mengejar kenikmatan lebih dan oleh karena-nya selalu bertambah kaya. Orang yang berinvestasi terhadap object yang menghasilkan kenikmatan lebih akan ikut bertambah kaya.
Ini adalah sebuah keniscayaan yang bisa kita pegang seumur hidup kita dan yang mungkin akan baru bisa dipatahkan jika terjadi perang nuklir. Jangan ini malah dipakai sebagai alasan untuk tidak berinvestasi ya, karena JUSTRU jika perang nuklir terjadi, semua investasi kita 100% aman karena tidak ada lagi orang yang peduli dengan harga saham.
Sebagai penutup, WB mengatakan hal yang menarik, bahwa bagi yang pernah membaca soal value investing, itu terbagi dalam dua kategori yaitu antara yang klik dalam 5 menit atau tidak akan pernah seumur-hidup-nya. So, good luck and happy weekend.
********** (Tarik nafas panjang 6x, relax sejenak, renungkan, dan kemudian lanjut.) **********
Artikel2 lain terkait dengan tulisan ini:
Interest rate, inflation, dan recession https://stockbit.com/post/8631841
Kalau beli saham, apa sih yang harus dilihat https://stockbit.com/post/8962925
Value dari cash https://stockbit.com/post/9067808
Turbulensi market https://stockbit.com/post/9025603
Timing market https://stockbit.com/post/8981880
INVESTASI DAN SPEKULASI https://stockbit.com/post/8566593
Blackjack https://stockbit.com/post/7122533
$IHSG $PTBA $ITMG $SMDR $INDF
1/3