imageProfile
Potential Junk
Potential Spam

#23 : Laporan Posisi Keuangan (Neraca) -> Liabilitas -> Pinjaman Jangka Panjang

Pinjaman jangka panjang adalah pendanaan dalam bentuk utang (kredit) yang diberikan pihak lain kepada perusahaan, dengan tempo pelunasan lebih dari satu tahun.

Karena bentuknya pinjaman (utang / kredit), maka ada imbal hasil atas fasilitas pemanfaatan dana tersebut yang harus diberikan oleh perusahaan kepada pemberi pinjaman (kreditur), umumnya dalam bentuk bunga.
Oleh karena itu dalam Keystats Stockbit, pinjaman jangka panjang ini termasuk dalam perhitungan rasio terkait debt (utang berbunga).

Pada laporan posisi keuangan (neraca), bagian pinjaman jangka panjang yang sisa waktu hingga jatuh temponya masih di atas 1 tahun diklasifikasi sebagai Liabilitas Jangka Panjang.
Sementara, bagian yang sisa waktunya sudah di bawah 1 tahun diklasifikasi sebagai Liabilitas Jangka Pendek.
Dari sini bisa diperkirakan kebutuhan dana atau langkah apa yang mesti disiapkan perusahaan untuk melunasi utang-utangnya yang mau jatuh tempo.

Khusus untuk pinjaman yang memang dari awal jangka waktunya (tenor) di bawah 1 tahun, maka langsung diklasifikasi sebagai Pinjaman Jangka Pendek, sudah dibahas di postingan berikut :
https://stockbit.com/post/16851088

.............................................................................
Jenis pinjaman jangka panjang diantaranya :

1. Utang Bank

Fasilitas pendanaan jangka panjang dari bank, umumnya mesti dikembalikan ke bank dengan cara mencicil pokok utang plus beban bunga setiap periode tertentu sampai lunas sesuai perjanjian.

Walaupun ada juga yang setiap periode (bulan, triwulan, semester, atau tahun) hanya bayar beban bunga saja, lalu pelunasan pokok utang dilakukan sekaligus di akhir.

Umumnya utang bank mensyaratkan jaminan khusus berupa aset yang spesifik, misalnya tanah, mesin, bangunan, kendaraan, piutang, dll yang dijabarkan pada catatan atas laporan keuangan.
Walaupun ada juga yang tidak mensyaratkan jaminan aset khusus, hanya jaminan umum saja berupa tanggung jawab pribadi direksi atau grup pengendali dan seluruh aset perusahaan.
Disertai klausul pengikatan lainnya seperti pembatasan pengalihan aset, pembatasan penerimaan kredit dari pihak lain, pembatasan rasio keuangan, pembatasan dividen, dll.

Utang dari bank bisa diperoleh perusahaan dengan perjanjian satu per satu antara perusahaan dengan masing-masing bank (bilateral), maupun beberapa bank bersama-sama memberi pendanaan ke perusahaan dalam satu komitmen perjanjian utang (sindikasi).

Utang yang berasal dari perbankan syariah mengganti istilah beban bunga dengan imbal hasil atau nisbah dalam perjanjian (akad) utang.

2. Obligasi / Sukuk

Obligasi (Bonds) adalah surat utang yang diterbitkan perusahaan yang baru akan dilunasi seluruh pokok utangnya saat jatuh tempo. Bentuk syariah dari Obligasi adalah Sukuk.

Di Indonesia, penerbitan obligasi atau sukuk ini wajib tercatat melalui mekanisme bursa efek, sehingga membuka kesempatan bagi banyak pihak untuk menjadi kreditur.

Sebagai imbal hasil pemakaian dana yang baru akan dilunasi dalam tempo yang lama, maka pemegang obligasi (kreditur) akan menerima kupon (bunga) setiap periode.

Selain itu, kreditur atau pemegang obligasi bisa memperdagangkan surat utang tersebut di pasar sekunder (bursa efek).

Umumnya obligasi diterbitkan tanpa jaminan aset khusus, melainkan hanya jaminan umum saja (clean basis / unsecured bonds).

Obligasi ini juga akan diberi penilaian (rating) oleh lembaga pemeringkat untuk menilai kualitas kreditnya. Rating ini akan diperbarui secara berkala sesuai perkembangan kondisi.
Contoh lembaga rating seperti Pefindo, S&P (Standard and Poor's), Moody's, dan Fitch.

3. Medium Term Notes (MTN)

MTN adalah surat utang yang mirip dengan Obligasi, namun sesuai namanya biasanya tenor MTN ini jangka menengah di kisaran 3 tahun.

Perbedaan selanjutnya dengan obligasi adalah MTN tidak disyaratkan untuk diterbitkan melalui mekanisme bursa efek, sehingga target kreditur atau pemegang notes ini spesifik, tidak lebih dari 49 pihak.

Syarat dokumen juga tidak seketat penerbitan obligasi, dan tidak ada kewajiban pemeringkatan (rating).
Dengan demikian, proses penerbitan MTN lebih mudah dan cepat, dengan biaya penerbitan yang lebih kecil dari Obligasi.

MTN ini juga bisa diperjualbelikan dan biasanya akan memberi kupon dengan rate yang lebih tinggi dari obligasi.
Namun risiko bagi pemegang MTN (kreditur) lebih tinggi karena syarat penerbitannya yang longgar.

Sama seperti obligasi, umumnya MTN diterbitkan tanpa jaminan aset khusus, melainkan hanya jaminan umum saja (clean basis / unsecured notes).

4. Utang Pembiayaan

Utang pembiayaan ini timbul dari pembelian aset tetap tertentu misalnya tanah bangunan, kendaraan, mesin, peralatan, dll, yang dananya ditalangi dulu oleh Lembaga Pembiayaan atau Bank sebagai kreditur, dan perusahaan akan cicil ke kreditur tersebut beserta bunganya.
Masyarakat umum bilangnya 'leasing'.

Selama belum lunas, maka aset tersebut akan menjadi jaminan di lembaga pembiayaan, dan bukti kepemilikan ditahan oleh 'leasing'.

5. Utang Pihak Berelasi

Utang pendanaan yang diberikan oleh grup perusahaan (entitas sepengendali, atau usaha lainnya dalam satu grup namun tidak dikonsolidasi ke laporan keuangan perusahaan, termasuk entitas asosiasi / ventura bersama), pemegang saham pengendali (owner / PSP), dan afiliasi lainnya (direktur, komisaris, dll).

Klausul perjanjiannya bisa beragam terutama yang terkait bunga. Ada yang tingkat bunganya mengikuti rate umum, ada yang di bawah rate, bahkan ada yang tanpa bunga.

6. Pinjaman Penerusan (Two-Step Loans)

Contohnya di kasus $TLKM, ketika Pemerintah Indonesia sebagai pemegang saham pengendali TLKM mendapat pinjaman tanpa jaminan dari luar negeri, dana pinjaman tersebut diteruskan ke TLKM untuk membiayai pengembangan infrastruktur.

Contoh kasus lainnya misalnya pengendali mendapat fasilitas pinjaman, namun dananya diteruskan untuk dimanfaatkan oleh perusahaan dan menjadi tanggungan perusahaan.

7. Liabilitas Sewa dan Liabilitas Kontrak juga sering kali diklasifikasikan sebagai Pinjaman Jangka Panjang.

Walaupun realitanya akun-akun tersebut bukanlah utang dalam bentuk pendanaan yang harus dikembalikan dengan uang.
Beban bunga yang timbul pun lebih karena ketentuan akuntansi, bukan beban bunga asli yang harus dibayar.

Saya sudah bahas Liabilitas Sewa di postingan ini, bersamaan dengan pembahasan Aset Hak Guna
https://stockbit.com/post/16317002
Sementara, Liabilitas Kontrak disini
https://stockbit.com/post/16776731

......................................................
Terlepas dari rasio-rasio terkait yang menilai solvabilitas dan likuiditas perusahaan, serta tingginya risiko beban bunga jika perusahaan punya banyak debt dari pinjaman jangka panjang dan jangka pendek.

Keberadaan pinjaman jangka panjang pada dasarnya digunakan untuk investasi. Atau istilahnya 'Kredit Investasi'.

Jadi sebenarnya ini bermanfaat untuk ekspansi perusahaan. Tidak perlu tunggu kumpulan laba cukup, tidak perlu minta duit lagi dari investor (lewat right issue saham atau IPO), perusahaan bisa langsung memanfaatkan kesempatan untuk ekspansi.

Selama kinerja revenue dan profit ke depan lebih besar dari beban bunga, maka bagus-bagus saja.

Namun masalahnya banyak kasus untuk pemenuhan modal kerja saja perusahaan harus tarik pinjaman jangka panjang. Padahal dalam kasus normal harusnya pakai pinjaman jangka pendek pun cukup.
Dan lebih ekstrem lagi, utang terus menumpuk hingga aset berharga nilainya lebih kecil dibanding besarnya utang.
Kalau begini, maka tujuan awal dari pinjaman jangka panjang untuk menunjang ekspansi sudah melenceng.

Saya pribadi mengklasifikasi suatu emiten dalam mengelola pinjaman jangka panjang sebagai berikut :

1. Bagus -> kalau pinjaman jangka panjang dipakai beneran untuk investasi ekspansif. Hingga akhirnya dari hasil ekspansi perusahaan punya kemampuan untuk melunasi seluruh pokok utang waktu jatuh tempo nanti, bukan cuma bunganya.

Disini saya menitikberatkan pada kata 'kemampuan', walaupun misal perusahaan memilih untuk memperpanjang tenor atau refinancing, yang penting secara real dia mampu lunasi itu tanpa mengganggu operasional.

2. Lumayan -> kalau pinjaman jangka panjang dipakai untuk investasi ekspansif, namun pada akhirnya perusahaan hanya mampu cover beban bunga dari hasil ekspansi, pokok utangnya belum bisa lunas.

3. Berisiko -> kalau dari hasil pemanfaatan dana untuk ekspansi tersebut buat bayar beban bunga saja tidak cukup. Beban bunga harus dicover oleh hasil operasional lainnya, dan pokok utang harus diperpanjang temponya. Istilah kata 'investasi gagal'.

Atau, operasional keseluruhan sehari-hari hanya bisa bertahan dari pokok utang yang terus-menerus diperpanjang. Walaupun beban bunga masih bisa tercover, dan besaran pokok utang masih bisa dijaga tak perlu bertambah.

Namun biasanya perusahaan model begini sudah stagnan. Kreditur enggan memberi tambahan kredit. Alhasil perusahaan tidak bisa ekspansi.

4. Buruk -> kalau pokok utang terus bertambah, bahkan beban bunga sudah tak terbayar, dengan kinerja laba dan revenue yang menurun, cash flow mandeg.
Aset makin usang, tidak banyak yang berharga lagi, sementara saldo utang sudah menumpuk.

Ujungnya ya digugat ke pengadilan, PKPU (penundaan kewajiban pembayaran utang, sampai perusahaan mampu lunasi atau disepakati skema perjanjian pelunasan utang), kalau masih gak selamat ya Pailit (owner kehilangan kendali, aset diurus kurator).

................ Ragam rasio keuangan di keystats memang bisa dipakai untuk screening cepat. Namun untuk memperoleh gambaran utuh, perlu pengamatan ke bisnis, langkah manajemen, termasuk ke laporan keuangan.

Siapa tau pinjaman jangka panjangnya memang banyak, tapi perusahaan bisa ekspansi dan makin produktif, karena manajemennya punya arah jelas memanfaatkan dana pinjaman yang ada.
Pada akhirnya, utang tersebut juga bisa lunas. Malah krediturnya yang percaya dan nawarin dana lagi.

Atau pinjaman jangka panjangnya kelihatan sedikit, tapi yang sedikit begitu aja perusahaan gak mampu memenuhi kewajibannya.
Kreditur enggan kasih pinjaman lagi. Perusahaan mandeg, gak punya arah ekspansi yang jelas.

..........................................................
Selain pelunasan, ada lagi cara untuk 'selamat' dari pinjaman yang jatuh tempo.

1. Refinancing.

Ini cara 'sehat' dan lumrah. Termasuk kalau perusahaan memperoleh fasilitas perpanjangan jatuh tempo dari kreditur existing.
Atau ada kreditur lain yang mau membiayai pelunasan utang tersebut, sehingga secara tidak langsung perusahaan dapat perpanjangan jatuh tempo.

2. Restrukturisasi.

Ini cara yang kurang sehat. Artinya perusahaan sudah dianggap berisiko bahkan lalai untuk memenuhi kewajibannya.
Kreditur biasanya sudah rugi kalo begini, karena perusahaan sebenarnya sudah tidak punya kemampuan melunasi atau bayar bunga.

Kreditur harus terima skema pelunasan yang merugikan, yang penting masih ada harapan uang bisa balik.
Dalam beberapa kasus ini adalah hasil dari putusan pengadilan.

Misalnya, pelunasan utang dengan opsi konversi ke saham, penundaan pembayaran, pelunasan sebagian saja, penukaran dengan aset perusahaan yang tersisa, atau bahkan cicilan yang kecil-kecil dengan tempo yang sangat panjang.

......................................................................
Jadi, kalau perusahaan sehat, biasanya kreditur pun rela memberi fasilitas keringanan tempo, keringanan jaminan, keringanan syarat, dan suku bunga yang rendah.

Namun, kalau perusahaan kurang sehat, biasanya kreditur punya standar risiko yang lebih tinggi, alhasil suku bunga tinggi, jaminan diperbanyak, dan syarat diperketat.

Ini bisa diamati sekilas dalam catatan atas laporan keuangan, dan perlu pemahaman kondisi bisnis perusahaan secara keseluruhan.

Selain TLKM sebagai contoh,
Saya tag $ASRI dan $PBRX yang sama-sama punya pinjaman jangka panjang yang besar, tapi kondisi keduanya sangat jauh berbeda.

ASRI baru refinancing obligasi lebih cepat dari jatuh temponya, dengan menggunakan fasilitas utang bank dari BBCA, yang bakal lebih menguntungkan untuk ASRI kedepannya termasuk untuk para krediturnya.

Sementara PBRX baru saja selamat dari gugatan PKPU.
Namun dengan perjanjian restrukturisasi perdamaian pelunasan utang yang terpaksa harus diterima kreditur, yang penting PBRX selamat dan ada harapan uang balik.

..................................
Kemudian, hati-hati dengan emiten yang punya pinjaman jangka panjang besar dalam mata uang asing.
Risiko fluktuasi kursnya sangat tinggi terhadap laba rugi, ini akibat selisih kurs konversi waktu bayar beban bunga dan pelunasan termasuk setiap periode pelaporan, dan ini harus dicatat di laporan keuangan.

Contoh di INDF ICBP.
Jika tidak mau rugi, maka berharap Rupiah menguat terus.

.................................................................
Tiga series laporan keuangan sebelumnya
#22 : Pinjaman Jangka Pendek
https://stockbit.com/post/16851088
#21 : Pendapatan Ditangguhkan
https://stockbit.com/post/16835841
#20 : Pendapatan Diterima di Muka
https://stockbit.com/post/16822131

Read more...

1/10

testestestestestestestestestes
2013-2025 Stockbit ·About·ContactHelp·House Rules·Terms·Privacy