Volume
Avg volume
PT. Metrodata Electronics Tbk (MTDL) mulai beroperasi secara komersial pada tahun 1983. Perseroan merupakan perusahaan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) terdepan di Indonesia yang telah bermitra dengan perusahaan-perusahaan TI kelas dunia selama lebih dari 45 tahun dan dikenal memiliki portofolio yang komprehensif dalam bidang distribusi perangkat keras dan peranti lunak TI seperti Acer, Asus, Apple, Dell, HP, AMD, Intel, dll. Perseroan pada saat ini memiliki tiga bisnis utama yaitu Bisnis Distribusi yang menangani bidang usaha distribusi kepada dealer, perusahaan solusi TIK, dan e-commerce; Bisnis Solusi yang menyediaka... Read More
Investasi saham itu seperti deketin orang / cari pasangan.
Kalo udah dapat yang cakep, hot, pinter, mapan, mau terus belajar (growing), dari keluarga baik baik, sepi gak banyak lirik lirik, dan COCOK dengan gaya Anda, YA UDAH JANGAN TENGAK TENGOK CARI LAIN LAGI. Ga usah liat IG orang lain lebih cantek
Kayak ada saha misialnya growing luar biasa >15%, gak hype (saingan dikit), mapan (labanya bagus), pinter (manajemennya bagus), GCG nya bagus YA UDAH GAK USAH IKUT IKUTAN ORANG LAIN HYPE GAK JELAS. Cuan dikit TP pindah.
Pas pindah malah BONCOS.
Gak usah iri atau tengak tengok stream pamer cuan ribuan persen / ratusan persen / pamer porto bisa aja editan, bisa aja saham lainnya boncoS, BISA AJA CUMAN 1 LOT TAPI SOK 1000% PADAHAL CUMAN MAU BUKA KELAS.
Kenyataan tidak seindah screenshot cuan di stream Stockbit.
Kuapokmu kapan.
$BBCA $ADES $MTDL
$ATIC LK Q2 2025: Gorengan Masa Lalu
Diskusi tadi malam di External Community Pintar Nyangkut di Telegram dengan Kode External Community A38138 https://stockbit.com/post/13223345
ATIC atau Anabatic itu mengalami penurunan revenue yang cukup besar dari Rp4,52 triliun di semester I 2024 menjadi Rp3,46 triliun di 2025 atau turun -23,58%. Penurunan ini menyentuh hampir semua lini utama mulai dari penjualan hardware dan software yang merosot dari Rp3,7 triliun ke Rp2,8 triliun sampai jasa IT solution yang ikut susut dari Rp421,4 miliar ke Rp323 miliar. Secara teori kondisi ini mestinya ikut menyeret laba bersih tapi yang terjadi justru sebaliknya laba bersih naik +21,25% dari Rp134,2 miliar menjadi Rp162,8 miliar. Lonjakan ini bukan lahir dari perbaikan bisnis inti melainkan dari kombinasi penghematan biaya keuntungan kurs dan hasil sekali jalan dari penjualan anak usaha. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf
Biaya pokok pendapatan dipangkas tajam -25,39% dari Rp3,93 triliun menjadi Rp2,93 triliun sehingga margin kotor menyusut lebih ringan hanya -11,67%. Lalu ada keuntungan selisih kurs sebesar Rp1,23 miliar yang membalik kerugian kurs Rp21,6 miliar di 2024 setara +105,70%. Faktor besar lainnya adalah gain divestasi PT Harsya Remitindo (HRM) yang melonjak +1.107,12% dari Rp2,16 miliar menjadi Rp26,03 miliar. Beban bunga ikut berkurang +23,23% dari Rp64,48 miliar ke Rp49,51 miliar dan beban umum-administrasi turun -15,52% dari Rp319,6 miliar ke Rp270 miliar terutama di pos gaji dan tunjangan. Namun beban penjualan justru naik +99,07% dari Rp10,8 miliar menjadi Rp21,5 miliar karena dorongan biaya promosi dan pameran. Pajak penghasilan badan juga lebih ringan -18,45% dari Rp75,99 miliar ke Rp61,97 miliar.
Di neraca total aset naik tipis +1,69% dari Rp4,73 triliun menjadi Rp4,81 triliun. Piutang usaha turun -15,24% dari Rp1,64 triliun ke Rp1,39 triliun yang secara kas positif tetapi kualitasnya memburuk karena piutang jatuh tempo dan bermasalah naik +32,67% dari Rp20,2 miliar ke Rp26,8 miliar. Persediaan melonjak tajam +35,61% dari Rp943,9 miliar ke Rp1,28 triliun menandakan modal kerja besar yang terkunci di barang. Pajak dibayar dimuka juga naik +301,96% dari Rp10,2 miliar ke Rp41 miliar. Aset pajak tangguhan turun -10,52% dari Rp138,8 miliar menjadi Rp124,2 miliar karena manajemen tidak mengakui potensi manfaat pajak Rp186,3 miliar akibat ketidakpastian pemanfaatannya. Belanja modal naik +287,32% dari Rp7,1 miliar di 2024 ke Rp27,5 miliar di 2025 yang sebagian untuk aset tetap dan pengembangan software.Upgrade skill https://cutt.ly/ge3LaGFx
Total liabilitas naik +0,73% dari Rp4,13 triliun ke Rp4,16 triliun tetapi ada perubahan profil utang. Pinjaman bank jangka pendek melonjak +48,15% dari Rp660,7 miliar ke Rp978,8 miliar mencerminkan ketergantungan yang lebih besar pada pembiayaan jangka pendek untuk operasional. Utang usaha pihak ketiga anjlok -50,13% dari Rp511,1 miliar ke Rp254,9 miliar kemungkinan karena pembelian barang lebih sedikit atau pembayaran lebih cepat ke pemasok. Liabilitas kontrak naik +60,66% dari Rp158,1 miliar ke Rp254 miliar karena lebih banyak uang muka dari pelanggan. Obligasi konversi tetap di Rp559,9 miliar tetapi jatuh temponya diperpanjang ke Juli 2026 memberi ruang bernapas di likuiditas. Mayoritas obligasi ini dimiliki oleh TIS Inc. pihak berelasi.
Ekuitas naik +8,37% dari Rp603,6 miliar ke Rp654,1 miliar berkat laba periode berjalan. Akumulasi rugi berkurang +39,09% dari Rp280,9 miliar menjadi Rp171,1 miliar meski masih tersisa saldo rugi Rp135,31 miliar per Juni 2025. Noncontrolling interest menyusut sebagian karena efek divestasi anak usaha dan pembelian saham minoritas oleh induk.
Masalah paling serius terlihat di arus kas. Arus kas operasi yang tahun lalu positif Rp574,4 miliar sekarang anjlok -116,92% menjadi negatif Rp97,2 miliar. Ini karena kas tersedot ke persediaan dan pajak dibayar dimuka walaupun piutang usaha turun. Arus kas investasi juga berbalik -131,22% menjadi negatif Rp66,6 miliar karena belanja modal lebih besar dan berkurangnya penerimaan dari pihak berelasi. Satu-satunya sumber likuiditas datang dari arus kas pembiayaan yang naik +113,94% menjadi positif Rp139,3 miliar terutama penarikan pinjaman bank jangka pendek Rp318,2 miliar. Dengan kata lain operasional dan investasi dibiayai oleh utang baru sebuah pola yang berisiko bila tidak diimbangi perbaikan kas operasi.Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf
Bisnis inti ATIC tetap berputar di tiga pilar utama Mission Critical Digital Solution Digital Enriched Outsourcing Services dan Cloud Digital Platform Partner. Divestasi HRM menunjukkan fokus pada unit yang strategis dan profitabel saja. Basis pelanggan dan pemasok cukup terdiversifikasi tanpa ketergantungan besar pada satu entitas baik pihak ketiga maupun pihak berelasi meski hubungan dengan pihak berelasi tetap signifikan termasuk kontribusi pendapatan dan kepemilikan obligasi konversi.
Kondisi ini menegaskan bahwa kenaikan laba di tengah penurunan penjualan lebih disebabkan oleh efisiensi biaya keuntungan kurs dan divestasi bukan pertumbuhan organik. Masalah utama terletak pada arus kas operasi yang negatif dan ketergantungan pada utang jangka pendek. Selama bisnis inti belum bisa menghasilkan arus kas positif secara konsisten kesehatan keuangan jangka panjang masih rapuh. Strategi manajemen yang mencakup efisiensi penjualan aset nonproduktif dan konversi utang ke ekuitas adalah langkah yang masuk akal tetapi keberhasilan jangka panjang akan sangat ditentukan oleh kemampuan mereka memperbaiki kinerja operasional dan konversi laba menjadi kas nyata. Upgrade skill https://cutt.ly/ge3LaGFx
ATIC bersama entitas anaknya menjalankan model bisnis yang fokus pada penyediaan solusi teknologi dan layanan outsourcing, dengan posisi ganda sebagai reseller atau distributor produk IT besar dan sebagai penyedia layanan solusi IT serta proses bisnis. Perusahaan ini memulai operasi komersialnya pada 2002 dan berkedudukan di Jakarta Selatan, Indonesia. Selama lebih dari dua dekade, ATIC membangun jaringan kemitraan yang luas dengan vendor teknologi global sekaligus melayani basis pelanggan yang beragam lintas sektor industri di dalam negeri.
Kegiatan usaha utamanya terbagi dalam tiga pilar. Pertama, Mission Critical Digital Solution yang berfokus pada penyediaan layanan integrasi sistem dan implementasi, terutama untuk kebutuhan teknologi yang sifatnya kritis bagi operasional klien. Kedua, Digital Enriched Outsourcing Services yang menawarkan jasa outsourcing proses bisnis, memungkinkan klien mengalihkan sebagian beban operasionalnya kepada ATIC untuk efisiensi dan fokus pada bisnis inti. Ketiga, Cloud and Digital Platform Partner yang mencakup penjualan hardware, software, serta jasa solusi IT yang dirancang sesuai kebutuhan pelanggan. Selain itu, ada segmen lainnya yang mencakup pendapatan dari penyewaan dan jasa lain di luar tiga pilar utama tersebut.Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf
Dalam relasi dengan pelanggan, ATIC mengakui pendapatan ketika pengendalian barang atau jasa berpindah ke pihak pelanggan, sesuai dengan nilai yang diharapkan perusahaan terima. Untuk penjualan barang, terutama hardware dan software, pengakuan pendapatan dilakukan pada titik waktu tertentu, biasanya saat produk diserahkan dan diterima pelanggan. Sementara itu, untuk layanan seperti solusi IT, outsourcing, integrasi sistem, dan implementasi, pendapatan diakui secara bertahap selama layanan diberikan dan manfaatnya dinikmati pelanggan. Perusahaan menegaskan bahwa mereka bertindak sebagai principal dalam transaksi utama, artinya mengendalikan barang atau jasa sebelum diserahkan, sehingga pendapatan dicatat secara bruto. Basis pelanggan ATIC cukup luas dan tidak ada satu pun yang menyumbang lebih dari 10% dari total pendapatan konsolidasian, sehingga risiko konsentrasi relatif rendah. Piutang dagang umumnya tidak berbunga dengan jangka waktu kredit antara 14 hingga 60 hari, sementara untuk proyek besar yang berjalan 2 hingga 3 tahun terdapat komponen pembiayaan signifikan yang membuat harga transaksi mengalami diskon.
Dari sisi pemasok, ATIC bekerja sama dengan banyak vendor pihak ketiga untuk menyediakan produk dan layanan yang dijual atau diintegrasikan ke dalam solusi mereka. Jaringan kemitraannya meliputi berbagai distributor agreement dengan pemain global seperti F5 Network Inc., PT Lenovo Indonesia, Imperva Inc., Extreme Networks Inc., Alibaba Cloud, PT Huawei Tech Investment, PT Dell Indonesia, Sophos Ltd, Trend Micro, Arista Networks, Red Hat, Palo Alto Networks, Rubrik, Micro Focus, CrowdStrike, Oracle, NetApp, Ruijie Networks, Darktrace, Malwarebytes, Hewlett-Packard, Aruba, Samsung, Cloudflare, Sangfor Technologies, Tencent, Nutanix, Microsoft, dan Amazon Web Services. Selain itu, ada reseller agreement dengan Dynatrace, Zscaler, Oceanbase, TData, BeyondRisk, BlackDuck, DBVisit, dan Microstrategy, serta partner agreement dengan Temenos dan Hitachi Vantara. Biaya pokok pendapatan mereka didominasi oleh biaya pembelian hardware dan software, biaya layanan solusi IT, outsourcing, integrasi, dan implementasi, serta biaya sewa. Utang usaha ke pemasok biasanya tidak berbunga, tidak dijaminkan, dan memiliki termin pembayaran 30 hingga 60 hari. Sama seperti di sisi pelanggan, tidak ada satu pemasok pun yang menyumbang lebih dari 10% total pendapatan konsolidasian, sehingga risiko ketergantungan pada satu vendor relatif kecil.Upgrade skill https://cutt.ly/ge3LaGFx
Dengan model ini, ATIC berperan sebagai penghubung strategis dalam rantai pasok teknologi informasi, mengamankan produk dan teknologi dari vendor global kemudian menyampaikannya kepada pelanggan di Indonesia, baik sebagai produk mandiri maupun solusi terintegrasi. Pendekatan ini membuat ATIC mampu memanfaatkan kekuatan jaringan globalnya untuk menghadirkan layanan dan produk yang sesuai dengan kebutuhan transformasi digital berbagai industri di dalam negeri.
ATIC dan entitas anaknya memiliki sejarah panjang sejak berdiri pada 1 November 2001 dengan nama awal PT Anabatic Teknologi. Perusahaan mulai beroperasi komersial pada 2002 dan pada 17 Maret 2015 berganti nama menjadi PT Anabatic Technologies Tbk seiring rencana IPO yang disahkan oleh Kementerian Hukum dan HAM pada 24 Maret 2015. Sesuai Anggaran Dasar, ruang lingkup usahanya mencakup real estat, aktivitas kantor pusat dan konsultan manajemen, pemrograman, konsultasi komputer dan layanan TI terkait, serta perdagangan eceran non-kendaraan bermotor. ATIC berkantor pusat di Graha BIP, lantai 7, Jl. Gatot Subroto Kav. 23, Jakarta Selatan, dan tidak memiliki induk langsung maupun ultimate parent. Pada 11 Juli 2018, perusahaan menerbitkan obligasi konversi senilai Rp560,00 miliar yang jatuh temponya diperpanjang setahun hingga 11 Juli 2026 sesuai persetujuan pemegang obligasi pada 19 Juni 2025. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf
Struktur grup ATIC mencakup beberapa anak usaha besar berdasarkan total aset konsolidasi sebelum eliminasi per 30 Juni 2025. PT Virtus Technology Indonesia (VTI) bergerak di perdagangan komputer dan elektronik dengan aset Rp1,71 triliun, dimiliki 70% secara tidak langsung melalui PT Computrade Technology International (CTI), dan memberikan kontribusi NCI signifikan dengan laba komprehensif Rp30,98 miliar serta aset bersih Rp62,14 miliar. PT Computrade Technology International (CTI) sendiri dimiliki 99,99% langsung, memiliki aset Rp805,09 miliar, dan menjadi entitas kunci yang menaungi beberapa anak usaha besar lain. Segmen “Cloud and Digital Platform Partner” yang dikelola CTI dan anak usahanya menghasilkan Rp3,20 triliun pendapatan selama enam bulan pertama 2025. PT Helios Informatika Nusantara (HIN) dimiliki 55% melalui CTI, memiliki aset Rp611,33 miliar, dan NCI dengan laba komprehensif Rp18,46 miliar serta aset bersih Rp56,63 miliar. PT Blue Power Technology (BPT) dimiliki 99% melalui CTI dengan aset Rp501,39 miliar. PT Karyaputra Suryagemilang (KPSG) di bidang outsourcing service dimiliki 99,99% langsung, asetnya Rp283,97 miliar, dan berada di segmen “Digital Enriched Outsourcing Services” yang berkontribusi Rp246,22 miliar pendapatan di semester pertama 2025.
Model bisnis ATIC memadukan peran sebagai penyedia solusi TI dan jasa outsourcing dengan posisi ganda sebagai distributor produk TI global dan penyedia jasa solusi TI. Segmen utama mereka adalah Mission Critical Digital Solution (integrasi sistem dan implementasi), Digital Enriched Outsourcing Services (outsourcing proses bisnis), Cloud and Digital Platform Partner (penjualan hardware, software, dan layanan solusi TI), serta kategori lain seperti pendapatan sewa dan jasa tambahan. Hubungan dengan pelanggan dibangun melalui kontrak di mana pendapatan diakui saat pengendalian barang atau jasa berpindah ke pelanggan, baik secara titik waktu (untuk barang) maupun bertahap (untuk jasa). Perusahaan bertindak sebagai principal sehingga mencatat pendapatan bruto, dengan basis pelanggan yang terdiversifikasi tanpa satu pun yang menyumbang lebih dari 10% total pendapatan konsolidasian. Piutang dagang umumnya memiliki termin 14-60 hari, dan untuk proyek jangka panjang 2-3 tahun terdapat komponen pembiayaan signifikan.
Di sisi vendor, ATIC bermitra dengan banyak pemasok global. Ada master partner agreement dengan Temenos, distributor agreement dengan Wolters Kluwer, F5 Network Inc., PT Lenovo Indonesia, PT Huawei Tech Investment, PT Dell Indonesia, Oracle, Microsoft, dan AWS, serta partner agreement dengan Hitachi Vantara. Kesepakatan ini menjadi tulang punggung segmen Cloud and Digital Platform Partner. Biaya pokok pendapatan terutama berasal dari pembelian hardware dan software, biaya layanan solusi TI, outsourcing, integrasi, dan implementasi. Utang usaha ke pemasok umumnya tidak berbunga, tidak dijaminkan, dan bertenor 30-60 hari, dengan basis pemasok yang terdiversifikasi tanpa ketergantungan besar pada satu pihak.Upgrade skill https://cutt.ly/ge3LaGFx
Per 30 Juni 2025, ATIC memiliki 1.547 karyawan tetap, naik dari 1.516 karyawan di akhir 2024. Dengan struktur anak usaha yang kuat di bidang perdagangan perangkat TI dan outsourcing, jaringan kemitraan strategis dengan vendor global, serta basis pelanggan yang luas, ATIC menempatkan dirinya sebagai penghubung penting dalam rantai pasok TI Indonesia, menggabungkan distribusi produk dengan layanan bernilai tambah untuk memenuhi kebutuhan transformasi digital lintas industri.
Ini bukan rekomendasi jual dan beli saham. Keputusan ada di tangan masing-masing investor.
Untuk diskusi lebih lanjut bisa lewat External Community Pintar Nyangkut di Telegram dengan mendaftarkan diri ke External Community menggunakan kode: A38138
Link Panduan https://stockbit.com/post/13223345
Kunjungi Insight Pintar Nyangkut di sini https://cutt.ly/ne0pqmLm
Sedangkan untuk rekomendasi belajar saham bisa cek di sini https://cutt.ly/Ve3nZHZf
https://cutt.ly/ge3LaGFx
Toko Kaos Pintar Nyangkut https://cutt.ly/XruoaWRW
Disclaimer: http://bit.ly/3RznNpU
$MTDL $MLPT
1/8
Scale Economies Shared (SES) adalah gagasan bahwa alih-alih segera mendapat untung dari produktivitas dan peningkatan efisiensi dari scaling, perusahaan membagikan kembali keuntungan tersebut kepada pelanggan baik berupa harga produk yang lebih murah atau layanan yang lebih baik, sehingga menciptakan siklus kebaikan untuk semua pemangku kepentingan. Harapannya, pelanggan yang puas akan semakin loyal berbelanja, sekaligus menjadi agen promosi terhadap calon pelanggan baru. Dengan demikian, market share akan meningkat, cost of revenue menjadi lebih efisien lagi seiring dengan peningkatan revenue, dan lebih banyak lagi keuntungan perusahaan yang bisa dibagikan ke customer, dan begitu seterusnya berulang-ulang. Prinsipnya, model scale economies shared adalah mengorbankan keuntungan hari ini untuk memperpanjang periode meraih keuntungan dalam waktu yang lama. Ini membentuk competitive advantage (moat) yang makin lebar, yang akan menyulitkan competitor untuk bersaing.
Model bisnis ini diterapkan oleh beberapa perusahaan terkemuka dunia, khususnya retailer seperti Costco, Amazon, dan Southwest Airlines. Model bisnis seperti ini mungkin sudah lama diterapkan oleh sebagian pengusaha sejak dahulu kala, namun istilah Scale Economies Shared ini baru terkenal setelah dipopulerkan oleh Nick Sleep, seorang fund manager terkemuka asal Inggris, ketika ia menganalisa Costco dan Amazon.
Kebanyakan investor yang berfokus pada kinerja perusahaan dari laporan keuangan akan melewatkan value creation yang tercipta dari model bisnis SES ini. Penyebabnya adalah valuasi perusahaan dari berbagai metrik valuasi umum akan terlihat mahal di permukaan, sehingga tidak terlihat sebagai prospek investasi yang menjanjikan. Namun, investor handal yang mengerti bisnis secara komprehensif seperti Nick Sleep, Josh Tarasoff, Pat Dorsey, Robert Vinall, dll, mampu menemukan hidden gems yang tidak tercatat dalam laporan keuangan. (see https://stockbit.com/post/19988596 as reference)
Berikut ilustrasi sederhana yang saya buat untuk menggambarkan hidden values yang dimaksud. (gambar 2) Perusahaan pada tahun pertama melaporkan pada laporan keuangan bahwa gross margin adalah 15%, padahal yang sebenarnya adalah 20%. Sisa 5% yang sebenarnya merupakan cashback buat pelanggan akan mengalir ke bawah menjadi NOPAT yang tidak tercatat di laporan keuangan asli. Sebagai gantinya, pengeluaran tersebut dikategorikan sebagai capex untuk retensi dan akuisisi pelanggan (fungsinya seperti iklan multiyears). Aset ini akan diamortisasi berkala (dalam contoh adalah 5 tahun) hingga habis. Begitu pula untuk tahun-tahun berikutnya. Karena barangnya terkenal murah, di tahun kedua, Perusahaan berhasil mendapat diskon dari supplier karena orderan meningkat 30%. 85% diskon ini dikembalikan ke pelanggan dalam bentuk diskon produk. Demikian seterusnya.
Dapat dilihat bahwa ternyata aslinya Perusahaan tidaklah semahal seperti yang tertera dalam laporan keuangan. Atas alasan kesederhanaan, pada contoh di gambar tidak terdapat depresiasi PPE dan ekspansi new store. Kesimpulannya, adalah menjadi tugas investor untuk bisa menggali lebih dalam bagaimana sebuah bisnis dijalankan, tidak hanya melihat valuasi dari permukaan saja. Siapa tahu, ada hidden values yang tidak diketahui banyak orang, namun Anda menemukannya! Semoga!
$MAPA $ELIT $MTDL
1/2
$MTDL
Aneh banget demand buy sama sell aja gedean demand buy kenapa harga disitu" Aja...
Gasss atuh AKanggg
$MTDL 04 Aug 25
Investor: SUKARTO BUJUNG
Source: KSEI
Action: BUY
Shares Traded: +50,000 (+0.0004%)
Current: 617,206,300 (5.0274%)
Previous: 617,156,300 (5.027%)
Broker: AF
Investor Type: Domestic
$MTDL 01 Aug 25
Investor: SUKARTO BUJUNG
Source: KSEI
Action: BUY
Shares Traded: +90,000 (+0.0008%)
Current: 617,156,300 (5.027%)
Previous: 617,066,300 (5.0262%)
Broker: AF
Investor Type: Domestic
Quadruple MOS (Margin of Safety): Sistem Lengkap yng Membawa Sy dari Bangkrut Hingga Berani Bertaruh Besar.
Banyak yang bertanya, bagaimana sy berani mengambil posisi yng begitu terkonsentrasi?
Jawabannya bukan sekadar "yakin".
Jawabannya adalah sebuah sistem pertahanan 4 lapis yang sy sebut Quadruple MOS.
Ini adalah sistem yang sy bangun bata demi bata selama lebih dari satu dekade, lahir dari puing-puing kehancuran masa lalu saat sy masih menjadi seorang trader yang naif.
Buku, artikel dan literatur investasi lainnya mengajarkan kita tentang "Dual MOS" (Kualitas + Harga). Itu adalah awal yang baik.
Tapi buku/artikel/literatur hanya bisa membawa Anda sejauh itu.
Kemauan untuk berpikir out-of-the-box, terus belajar, n terus berevolusi lah yng melahirkan dua lapisan MOS tambahan untuk sy; lapisan yang tak terlihat, namun tak terkalahkan. Lapisan yang membuat sy santai dan ketawa waktu market sedang bearish.
MOS #1: Ilmu Pengetahuan - Benteng Tak Terlihat & Tak Terkalahkan
Inilah fondasi dari segalanya. Sebelum ada analisa, sebelum ada pembelian, harus ada pengetahuan.
Setelah bangkrut dulu karena trading, hal pertama yang sy bangun kembali bukanlah portofolio, tapi perpustakaan di dalam kepala sy.
Sy melahap semua ajaran para master, dari Warren Buffett hingga Howard Marks, dari Seth Godin hingga W. Chan Kim.
Pengetahuan ini lebih dari sekadar valuasi. Ini adalah pemahaman multi-disiplin tentang bisnis, psikologi manusia, sejarah, dan ekonomi makro. Inilah MOS yang paling kuat karena tdk ada yang bisa merebut/mengambilnya dari Anda. MOS inilah yang memungkinkan ketiga MOS lainnya ada.
Seperti kata Charlie Munger: "It’s kind of fun to sit there and out think people who are way smarter than you are because you’ve trained yourself to be more objective and more multi-disciplinary. Furthermore, there is a lot of money in it, as I can testify from my own personal experience."
(Bahasa Indonesia; Sangat menyenangkan untuk duduk di sana dan mengalahkan orang-orang yang jauh lebih pintar dari Anda karena Anda telah melatih diri Anda untuk menjadi lebih objektif dan lebih multi-disiplin.)
Ilmu pengetahuan adalah alat utk melatih objektivitas tersebut.
MOS #2: Kualitas Bisnis + Harga Disiplin (Gerbang Klasik)
Setelah memilik Ilmu Pengetahuan (MOS #1), barulah sy bisa menerapkan saringan klasik ini dengan benar. Ini adalah "Dual MOS" yang diajarkan buku-buku. Lapisan ini adalah gerbang filter sy.
Saat krisis COVID 2020, MOS #1 (Pengetahuan) memungkinkan sy untuk menerapkan MOS #2 dengan keyakinan penuh. Sy tidak hanya melihat harga $ITMG & SMDR di Indonesia, atau OXY (Amerika) yang murah. Sy melihat bisnis di baliknya dan memahami siklusnya.
Sy melihat kepanikan pasar yang berlebihan dan valuasi yang tdk masuk akal. Ini adalah penerapan disiplin dari pengetahuan yang sudah sy bangun.
MOS #3: Benteng Portofolio (Perisai Modal dari Konsentrasi Ekstrem)
Inilah hasil dari eksekusi MOS #1 dan #2 yang berhasil. Kemenangan dan profit masif dari kemenangan di era COVID tidak sy hamburkan. Sy menggulungnya menjadi satu pertaruhan raksasa yang lahir dari keyakinan mendalam: Xiaomi (https://cutt.ly/DrDw4Ohb).
Saat pasar pesimis pada penjualan ponselnya, Pengetahuan (MOS #1) sy berteriak bahwa Xiaomi sedang bertransformasi menjadi raksasa ekosistem "Human x Car x Home" dan EV. Ada beberapa rekan-rekan stockit yang ketahui bagaimana sy mengumpul Xiaomi di tahun 2022, dari harga HKD $12an dan terus menambah sewaktu mereka turun hingga dibawah $9. No stress, no fear, no pressure. Sy malah dengan senang hati tambah terus posisi di Xiaomi saat semuanya termasuk Blackrock terus membuang Xiaomi.
Hasilnya? Hari ini, struktur nett worth/portofolio sy didominasi oleh pilar-pilar kemenangan: lebih dari 60% kekayaan di Xiaomi, hampir 15% di bbrp bisnis pribadi, sekitar 10% di emiten publik yg terafiliasi dengan sy.
Benteng raksasa inilah MOS #3 sy. Sebuah perisai modal yang memberi sy ketenangan psikologis dan "izin" untuk berburu peluang asimetris (asymmetric bets) dengan risiko terukur seperti Seatrium, dan bbrp emiten lainnya di IHSG.
MOS #4: Mesin Uang Pribadi (Amunisi Tanpa Henti)
Pengetahuan dari MOS #1 dan kemenangan/profit sy dari penerapan MOS #2 di tahun 2010-2019 memberi sy kemampuan untuk membangun lapisan terakhir: MOS #4. Sy membangun bisnis-bisnis di dunia nyata yang kini menjadi mesin uang pribadi sy.
Inilah lapisan yang membuat strategi sy berkelanjutan. Aliran dana segar yang konsisten dari luar pasar saham menjadi amunisi tanpa henti. Ini memungkinkan sy untuk terus menambah posisi di investasi jangka panjang seperti $MTDL, TOTL, dan BIRD, terutama saat pasar sedang merah.
MOS #4 ini membuat sy kebal dari forced selling, atau "sell to raise cash" dan mengubah kepanikan pasar menjadi kesempatan belanja.
Kesimpulan: Evolusi dan adaptasi cara berinvestasi/berfikir adalah kunci kesuksesan di dunia investasi dan bisnes.
Kisah sy bukan soal kehebatan, tapi soal evolusi tanpa henti dan izin dari Allah Subhanahu Wa Ta'ala.
* MOS #1 (Pengetahuan) adalah fondasi tak terlihat.
* MOS #2 (Kualitas + Harga) adalah filter eksekusinya.
* MOS #3 (Benteng Portofolio) adalah hasil dari kemenangan yang memberi keberanian.
* MOS #4 (Mesin Uang Pribadi) adalah bahan bakar yang membuatnya abadi.
Membaca buku dan pelajari investing legends mengajari sy Dual MOS.
Tapi kemauan untuk terus belajar, berpikir out-of-the-box, dan berani bertindak berbeda-lah yang melahirkan Quadruple MOS sy ini.
Jika ada satu pesan terakhir yang bisa sy berikan, inilah pesannya: Teruslah membaca. Teruslah belajar. Dan yang terpenting, bersabarlah.
Margin of Safety terkuat dan investasi terbaik yang bisa Anda miliki sesungguhnya bukanlah pada harga saham atau model bisnis; MOS terkuat ada di dalam kepala Anda sendiri, yaitu pengetahuan yang terus Anda kumpulkan.
Sebuah benteng tdk dibangun dalam semalam. Ia dibangun bata demi bata, hari demi hari, melalui disiplin dan kesabaran. Teruslah meletakkan bata-bata itu.
Salam investasi yang terus berevolusi,
RK27 (serious mode, trolling-mode off)
$ADES
$MTDL naik 1.68% AK 38.2K. ZP jual 14.5K
$CBDK naik +0.41%
$HEAL turun -2.85% distribusi. dan KZ mulai jualan
$MTDL 31 Jul 25
Investor: SUKARTO BUJUNG
Source: KSEI
Action: BUY
Shares Traded: +220,000 (+0.0017%)
Current: 617,066,300 (5.0262%)
Previous: 616,846,300 (5.0245%)
Broker: AF
Investor Type: Domestic
@Bundakavi Iya, betul, secara NPM, $PTSN memang masih terlihat lebih tebal dibanding $MTDL atau $IOTF, setidaknya per laporan terakhir. Tapi membandingkan NPM lintas model bisnis seperti itu agak berisiko menyesatkan. MTDL adalah perusahaan distribusi dan solusi TI, margin-nya wajar tipis karena modelnya berbasis volume dan layanan. IOTF lebih ke digital platform dan perangkat lunak, yang punya struktur biaya dan monetisasi berbeda. Sementara PTSN adalah pemain EMS, manufaktur kontraktual dengan siklus kas dan struktur operasional yang sangat bergantung pada efisiensi dan ritme pembayaran. Jadi angka NPM saja tidak cukup bercerita banyak tanpa melihat kualitas arus kas, dinamika modal kerja, dan keberlanjutan margin dalam jangka menengah.
Soal "kenapa takut kalau laba besar?", bukan soal takut, tapi soal sehat atau tidaknya cara laba itu dicapai. Pendapatan dan laba memang naik, tapi bersamaan dengan itu piutang membengkak drastis, utang usaha melonjak, dan arus kas operasional justru negatif. Ekspansi tentu sah-sah saja, dan wajar jika utang ikut naik. Yang jadi perhatian adalah bagaimana ekspansi itu dibiayai dan seberapa sempit ruang napas keuangan perusahaan saat volume mendadak membesar. Dalam industri dengan margin terbatas dan tekanan dari klien besar, pertumbuhan cepat sering kali bukan kabar baik jika tidak diikuti dengan kontrol arus kas yang solid. Jadi bukan soal pesimis, tapi soal menjaga kewaspadaan sebelum semuanya jadi terlalu mahal untuk diperbaiki.
Hit Ke 4 & ke 5 & ke 6 di Rabu 30 Juli 2025,
$GOTO Hit Predict 10% dalam 10 hari.
https://stockbit.com/post/19432944
$CMRY
https://stockbit.com/post/19636689
$MTDL naik perlahan
https://stockbit.com/post/19142654
1/2
Update portofolio, Saya menambah porsi investasi pada saham $MTDL diharga 565, meskipun harga segitu tidak undervalue, Saya tetap membelinya, dikarenakan Saya melihat potensi pertumbuhan MTDL di tahun ini.
Random tag: $BBRI $BBNI
$MSTI LK Q2 2025: Pertumbuhan vs. Kas
Sekilas, laporan keuangan PT Mastersystem Infotama Tbk (MSTI) terlihat menjanjikan. Penjualan di paruh pertama 2025 naik menjadi Rp 2,07 triliun dari Rp 1,85 triliun di periode yang sama tahun lalu. Laba bersih pun tumbuh sekitar 20%, dari Rp 163,4 miliar menjadi Rp 196,8 miliar. Di tengah pasar yang lesu, angka-angka ini membawa harapan. Tapi seperti biasa, angka tidak pernah bercerita utuh. Ada hal yang lebih menarik di balik pertumbuhannya: soal bagaimana perusahaan sebesar ini menjalankan bisnisnya dengan neraca kas yang makin tipis.
Untuk memahami arah gerak MSTI, kita harus tahu siapa yang mengendalikan. Ini bukan perusahaan terbuka biasa yang dijalankan oleh manajer profesional yang tunduk pada kehendak pasar. MSTI adalah perusahaan yang dibangun dan tetap dikuasai oleh pendirinya. Jupri Wijaya, Eddy Anthony, dan Joko Gunawan memegang lebih dari 84% saham dan duduk di pucuk kepemimpinan. Kepemilikan seperti ini bisa menjadi kekuatan karena menyatukan visi dan insentif jangka panjang. Tapi bisa juga mengaburkan batas antara keputusan korporasi dan kepentingan pribadi.
Bisnis MSTI bergerak di bidang integrasi sistem teknologi informasi. Mereka menjual perangkat keras, perangkat lunak, dan jasa instalasi serta pemeliharaan untuk klien-klien besar, terutama dari sektor perbankan dan telekomunikasi. Ini model bisnis dengan marjin yang menarik, tapi siklus kasnya berat. Perusahaan harus menalangi pembelian barang sebelum menerima pembayaran dari klien. Semakin besar proyek, semakin dalam uang yang harus dikeluarkan di muka.
Laporan keuangan Juni 2025 memperlihatkan beban ini dengan gamblang. Nilai persediaan naik tajam, dari Rp 615,7 miliar di akhir 2024 menjadi Rp 834,6 miliar. Artinya, ada banyak proyek yang sedang berjalan atau akan segera dimulai. Tapi biaya untuk menalangi itu semua membuat kas perusahaan tergerus. Dalam waktu enam bulan, kas turun dari Rp 1,42 triliun menjadi hanya Rp 656,6 miliar. Separuh lebih dari penurunan itu disebabkan oleh pembayaran dividen sebesar Rp 370,4 miliar.
Masalahnya bukan soal perusahaan membagi laba. Tapi keputusan membagikan dividen jumbo di tengah arus kas operasional yang justru negatif, minus Rp 296,6 miliar, menimbulkan pertanyaan yang tidak kecil. Apakah ini keputusan yang lahir dari kalkulasi rasional, atau cermin dari pola pikir pemilik yang ingin segera menikmati hasil, meski likuiditas perusahaan sedang tertekan?
Argumen pembelaan mungkin akan menekankan bahwa posisi keuangan perusahaan masih kuat. Rasio utang terhadap ekuitas sangat rendah. Tapi sehat di atas kertas belum tentu berarti siap menghadapi risiko. MSTI berurusan dengan prinsipal global seperti Cisco dan klien-klien besar yang menuntut kredibilitas keuangan tinggi. Dan karena fasilitas perbankannya mengandung sejumlah syarat (covenant), kemampuan perusahaan menjaga likuiditas tidak hanya penting, tapi krusial. Saat ini semua covenant masih dipenuhi. Namun margin of safety-nya mulai menipis. Satu keterlambatan pembayaran saja bisa jadi awal dari tekanan yang lebih luas.
Inilah yang membuat kisah MSTI terasa ganjil. Di satu sisi, perusahaan ini tahu cara mencetak laba. Tapi di sisi lain, pengelolaan kasnya terkesan longgar. Ketika kas yang dibutuhkan untuk membiayai pertumbuhan justru dialirkan keluar sebagai dividen, kita perlu bertanya: ke mana sebenarnya arah perusahaan ini? Apakah yang dikejar adalah kesinambungan bisnis, atau hanya pemanfaatan momentum?
Bisa saja para pendiri sangat percaya diri. Mungkin mereka tahu proyek-proyek ini akan segera menghasilkan arus kas masuk yang besar. Mungkin mereka punya akses pembiayaan yang sudah disiapkan. Tapi bisa juga ini adalah bentuk keyakinan yang terlalu cepat diwujudkan dalam bentuk dividen, sebelum bisnis benar-benar memetik hasil dari ekspansi yang sedang berjalan.
MSTI memberi kita gambaran tentang risiko yang tak selalu muncul dari kerugian, tapi justru dari keberhasilan yang belum terkelola. Ia menunjukkan bahwa pertumbuhan bisa menyembunyikan tekanan, dan laba tak selalu setara dengan kekuatan fundamental. Kadang, yang terlihat sehat di permukaan justru sedang menahan napas di dalam.
Ini bukan rekomendasi jual dan beli saham. Keputusan ada di tangan masing-masing investor.
Tag : $MTDL $MLPT