Dividen, DPS, DPR, DY, AEPD, dan Investor Tidur.
================
Ngopi Santai 57
Tahun buku 2022 sudah ditutup, kita tinggal menunggu laporan keuangan full year (LK FY) tahun 2022 yang sudah diaudit atau LK Q4 sebagai gambaran LK FY. Biasanya yang paling rajin merilis LK FY adalah emiten perbankan kemudian disusul ARNA. Kadang mungkin ARNA bersamaan waktu rilisnya dengan emiten perbankan atau malah lebih cepat. Setelah itu pengumuman jadwal RUPST alias Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan. Salah satu agenda dalam RUPST adalah penggunaan laba bersih dari tahun buku 2022 yang sebagian dibagikan sebagai dividen untuk para pemegang saham, termasuk kita pemegang saham retail.
Dalam tulisan sederhana ini, yang saya labeli Ngopi Santai ini, saya sekedar mengingatkan hal-hal yang terkait dividen. Bagi pemula (newbie) tentu bisa menambah wawasan bahwa ada cara atau gaya investasi lain selain menjadi trader atau value investor.
Dulu setelah vakum sekitar 5 tahun saya kembali ke bursa saham untuk mencari saham yang salah harga. Ya, sudah sering saya ceritakan, setelah belajar analisa fundamental dan kembali ke bursa saham, saya tidak mau lagi menjadi trader, mau nyari saham yang salah harga. Setelah belajar analisa fundamental itu awalnya saya juga membeli saham yang saya pikir salah harga, tidak terlalu memuaskan. Akhirnya saya menemukan suatu fakta bahwa saham-saham yang masuk kategori High DY kemungkinan memang salah harga atau under value. Jadi sekarang saya sudah tidak secara khusus nyari saham yang salah harga lagi. Mengapa demikian, karena dalam rumus DY, harga adalah pembagi, lihat rumus DY di bawah. Kalau High DY mungkin juga salah harga atau under value dan utang kecil alias DER-nya kecil. Jadi saya nyari yang high DY saja bukan nyari yang salah harga. Setelah dijalani bertahun-tahun hasilnya lebih baik daripada saat menjadi trader.
Tulisan ringan namun cukup mendasar ini sekedar mengingatkan kembali hal-hal yang terkait mengenai dividen dan beberapa singkatan seputar itu supaya pemula bisa mendapatkan pemahaman yang benar sejak dini. Kadang dari stream atau komentar kita bisa tahu bahwa ada pemahaman yang keliru yang dianut pemula. Atau paling tidak ada pemahaman yang tidak jelas, misalnya saham ABCD dividennya 30%. Seperti ini tentu tidak jelas. Dividen 30% itu apanya, apakah yield-nya atau pay out ratio-nya. Itu dua hal yang berbeda jangan dirancukan, yang satu terkait valuasi, yang lain tidak. Saat ini harga komoditi sangat tinggi, 30% itu belum tentu DPR-nya alias belum tentu Dividend Pay Out Ratio-nya tapi bisa jadi yield-nya.
Dividen adalah laba yang dibagikan perseroan kepada pemegang sahamnya.Tentu saja adanya dividen karena ada laba. Kalau perseroan belum bisa menghasilkan laba bersih tentu saja tidak mampu membagikan dividen kepada pemegang sahamnya. Laba yang akan dibagikan sebagai dividen tahun 2023 ini berasal dari laba tahun buku 2022. Tahun buku 2022 sudah ditutup 31 Desember 2022 lalu, kecuali HEXA yang baru akan ditutup 31 Maret 2023 karena mengikuti sistem di Jepang. Sebentar lagi Laporan Keuangan Full Year (LK FY) akan keluar. Dengan keluarnya LK FY kita sedikit banyak akan tahu perkiraan dividen per share (DPS) alias dividen per saham yang akan dibagikan tahun 2023 ini. Tidak semua emiten di BEI membagikan dividen meskipun telah berhasil membukukan sejumlah laba selama beberapa tahun. Apakah suatu emiten yang telah berhasil membukukan laba akan membagikan dividen bisa dilihat dari prospektus atau di track record-nya sepanjang 5 tahun terakhir. Dari track record itu bisa dilihat baik besarnya DPS atau persentase dari dividen yang dibagikan. Persentase dividen yang dibagikan dari seluruh laba bersih emiten disebut Dividend Pay Out Ratio disingkat (DPR). Rumus DPR adalah DPS dibagi EPS dikalikan 100% di mana EPS adalah earning per share alias laba bersih per saham. DPS dan DPR pastinya baru bisa diketahui setelah ketuk palu RUPST nanti, dimana keputusan RUPST ditentukan oleh pemegang saham pengendali (PSP). Kita sebagai pemegang saham minoritas hanya bisa memperkirakan dari track record dan data masa lalu. Setiap emiten memiliki track record yang berbeda-beda mengenai DPR di masa lalu, ada yang stabil 50%, ada yang naik turun ada yang besar sekali sekitar 100%. Tentu Setiap emiten memiliki kebijakan yang berbeda dalam memutuskan DPR-nya.
Dahulu di Stockbit pernah ada suatu opini dari Stockbitor yang jago bedah LK bahwa DPR lebih tinggi menunjukkan GCG (Good Corporate Governance) lebih baik dibandingkan yang lebih rendah. Opini itu menimbulkan suatu polemik pro kontra yang cukup ramai. Dalam kasus tertentu mungkin ada benarnya tetapi dalam kasus lain tidak bisa dibandingkan. Kalau saya pribadi bersikap netral, DPR lebih tinggi tidak berarti GCG-nya lebih baik. Dalam pengamatan saya sulit untuk membandingkannya, oleh karena itu saya cenderung netral dan menyerahkannya kepada PSP mau dibuat berapa DPR-nya. Emiten yang membagikan dividen dengan DPR 80% belum tentu GCG-nya lebih baik dibandingkan yang membagikan dividen dengan DPR hanya 60%. Kecuali yang tidak pernah membagikan dividen sama sekali meski sudah lebih dari 7 tahun selalu membukukan laba dibandingkan dengan yang membagikan dividen rutin meski dengan DPR hanya 25%, dalam hal ini saya cenderung menilai emiten yang membagikan dividen rutin dengan DPR 25% GCG-nya lebih baik. Untuk yang DPR-nya 80% vs 60% sering tidak bisa dibandingkan. Misalnya apakah BBRI yang membagikan dividen dengan DPR lebih tinggi dari BBCA dalam 3 tahun terakhir juga berarti GCG-nya lebih baik. Dalam hal ini sulit dinilai.
Saya lebih cenderung memandangnya dari sudut pandang investor. Dari sudut pandang investor, saya lebih mengutamakan Dividend Yied (DY) dan pertumbuhan DY daripada menilai DPR-nya yang dikaitkan dengan GCG. Cara membaca data DY yang benar dari Key Stats. adalah sebagai berikut ➡️
Misalnya tertulis di Key Stats DY ADMF adalah 6,80% di harga saham saat ini, Rp 8.925,- (lihat gambar 1). Ini dibaca sebagai berikut, bila DPS ADMF adalah Rp 607,- maka bila kita membeli ADMF di harga Rp 8.925,- DY-nya adalah 6,80%. Ya, bila DPS ADMF 607. Tapi bila tahun ini DPS ADMF tidak sama dengan 607 maka yield-nya atau DY-nya tidak sama dengan 6,80% di harga saham Rp 8.925,- (harga penutupan Jumat 13 Januari 2023)
Ingat rumus DY ⬇️
======================================
Rumus DY adalah DPS dibagi harga saham dikalikan 100%. Dimana DPS kependekan dari Dividend per Share. Yang dimaksud harga saham bisa berarti harga saham saat ini, harga saham yang kita inginkan untuk masuk atau harga rata-rara (average price) yang telah kita miliki di dalam portofolio kita. Semakin tinggi DPS semakin tinggi DY-nya bila harga tidak naik atau bila kita tidak melakukan averaging up. Demikian juga semakin rendah harga saham, semakin tinggi DY-nya bila DPS tidak turun.
======================================
Khusus untuk ADMF kebetulan DPR stabil 50% tinggal kita tunggu LK FY 2022 keluar. Sebelum itu kita hanya bisa memprediksi berapa EPS full year 2022. Prediksi bisa menggunakan cara annualized ataupun TTM. Prediksi EPS secara annualized dilakukan dengan menjumlahkan EPS kuartal dari tahun berjalan (dalam hal ini tahun 2022) dibagi berapa kuartal yg sudah dirilis LK-nya kemudian hasil rata-ratanya dikalikan 4. Atau bisa juga dikatakan hasil rata-rata EPS kuartalan dikali 4. Di gambar nomor 1 karena LK Q3 sudah keluar maka pembaginya adalah 3.
(EPS Q1 + Q2 +Q3 )
____________________ X 4 =
3
= (305 + 357 + 485) ÷ 3 x 4 = 1529
Di gambar 1 tertulis 1528 agak berbeda, mungkin ada pembulatan atau ada yang keliru.
Selain prediksi EPS secara annualized bisa juga dengan cara TTM atau penjumalahan EPS 4 kuartal terakhir.
459 + 305 + 357 + 485 = 1606
Dalam kasus ADMF ini kalau menurut saya antara proyeksi annualized dan TTM saya cenderung mempercayai proyeksi TTM alasannya selain trennya naik juga dalam kasus ADMF mungkin EPS Q4 memang akan bagus. Memproyeksikan Q4 2022 sama dengan Q4 2021 saya rasa tidak salah, bahkan mungkin realisasinya akan lebih. Jadi, proyeksi EPS 2022 ADMF akan sebesar Rp 1.606,- adalah proyeksi yang cukup moderat tidak muluk-muluk.
Dengan proyeksi EPS 2022 ADMF akan sebesar Rp 1.606,- maka DPS ADMF bisa diperkirakan dengan mengalikan 1.606 dengan DPR-nya yang 50% hasilnya Rp 803,-
Sehingga DY di harga saham Rp 8.925 adalah 9,0% (pembulatan). Tentu DPS pastinya baru bisa diketahui setelah RUPST nanti.
Dengan DPR hanya 50% bisa memberikan DY 9% itu tentu suatu angka yang bagus. Sebaliknya ada emiten lain yang meski DPR-nya 100% tapi DY tidak sampai 5%, coba Anda lihat sendiri mengenai INTP. Bahkan untuk INDR, dengan DPR hanya 25% bisa memberikan DY lebih dari 8% di harga sekarang. Mengapa bisa begitu? Itulah dinamika pasar yang sering tidak dilihat oleh mereka yang hanya fokus pada LQ 45.
Jadi, untuk mendapatkan DY tinggi tidak perlu mencari DPR tinggi ya. Bagi kita sebagai investor lebih penting DY-nya daripada DPR-nya. Saya tidak terlalu pusing memikirkan atau menuntut DPR tinggi. Itu urusan pengendali. Mengenai DPR yang penting stabil, kalau 50% ya 50% terus, kalau 25% ya 25% terus. Kita fokus pada DY dan pertumbuhannya saja. Kalau nanti EPS tahun buku 2023 lebih tinggi dari 2022 maka bila DPR stabil, DY kita juga akan naik kalau kita mempertahankan average price tidak naik. Apakah tahun 2023 EPS akan lebih tinggi dari 2022, tidak mudah diprediksi, masing-masing emiten berbeda-beda. Mungkin ada pabrik yang akan beroperasi, mungkin ada armada baru, mungkin ada yang terpengaruh kenaikan suku bunga bank atau diuntungkan kenaikan suku bunga bank. Kadang dalam public expose, direksi telah menetapkan target pertumbuhan. Kalau direksinya cukup handal terpercaya dan tidak ada faktor luar yang di luar dugaan biasanya target direksi bisa dipenuhi. Tentu kita akan senang kalau DY kita bisa tumbuh.
Saya pernah jelaskan bahwa DY adalah ROE bagi kita sebagai investor, bisa dibaca di sini ➡️
Selain itu juga pernah saya jelaskan bahwa DY merupakan bagian dari valuasi, baca ➡️ https://stockbit.com/post/10380067
Sebelumnya dalam Kiat JHP 1 saya jelaskan bahwa DY adalah kunci pembuka, screening awal yang harus kita lakukan, baca ➡️ https://stockbit.com/post/5721537, tentu perlu didalami juga aspek fundamentalnya yang lain termasuk pertumbuhan EPS.
Kalau data DY dalam beberapa aplikasi berbeda, mungkin cara menghitungnya berbeda atau belum di-update. Ini terjadi bila ada pembagian dividen interim sehingga dalam satu tahun lebih dari 1 x pembagian dividen. Contoh ASGR, lihat Gambar 2, di data RTI DY ASGR hanya 0,86% sedangkan di data SB DY ASGR 2,90%. Hal ini terjadi karena perbedaan cara menghitung. RTI menghitung berdasarkan tahun buku yang sama dalam hal ini tahun 2022, sedangkan dividen yang dibagikan ASGR sebelumnya berasal dari tahun buku 2021, tidak dihitung oleh RTI. SB menghitung DY dari 2 X pembagian dividen terakhir meski berasal dari tahun buku berbeda.
Nah, sampai di sini saya sudah menjelaskan apa itu dividen, DPS, DPR, dan DY serta rumus perhitungannya juga bagaimana memperkirakan DPS dan DY yang akan datang dengan cara melakukan proyeksi annualized atau TTM terhadap EPS kuartalan yang sudah dirilis dan melihat stabilitas DPR-nya. Pada saat yang dirilis baru EPS Q1 maka proyeksi EPS dengan cara annualized terlalu kasar sehingga bisa meleset karena saat yg keluar baru Q1 maka proyeksi EPS full year secara annualized langsung mengalikan EPS Q1 dengan angka 4. Kalau yang keluar sudah sampai Q2 maka rata-rata 2 kuartal dikalikan 4. Ini lebih halus, bisa dibandingkan dengan proyeksi TTM untuk mendapatkan proyeksi yang lebih halus. Kadang-kadang ada emiten yg Q4-nya selalu melonjak , misalnya ASGR, lihat Gambar 3. Terlihat proyeksi EPS ASGR secara annualized 64, lebih kecil dari ralisasi EPS 2021 yang 83 tapi kalau menganggap EPS 2022 akan turun menjadi 64 tentu salah. Proyeksi TTM EPS ASGR 2022 menghasilkan angka 104 (lebih bisa diterima). Bila kita memperhatikan lonjakan tiap tahun dari Q3 ke Q4 terlihat dari Gambar 3 bahwa di tahun buku 2019 Q3 ke Q4 melonjak 3,5x, kemudian di tahun 2020 saat puncak pandemi hanya melonjak 2,4x, kemudian di tahun buku 2021 melonjak 4X. Nah bila kita menggunakan angka lonjakan 3,5x dari Q3 ke Q4 2022 maka Q4 2022 akan menjadi 84. Bila ini dipakai untuk proyeksi EPS FY 2022 maka EPS akan menjadi 12+12+24+84 sama dengan 132. Sebelum pandemi DPR ASGR stabil di sekitar 39,7%, lihat juga Gambar 4. Saat pandemi turun menjadi sekitar 30% lihat Gambar 4. Bila kia gunakan DPR 31 dan EPS 132 maka DPS final akan menjadi 40,92. Tetapi sebagian dari ini sudah dibagikan sebagai dividen interim sebesar Rp 8,- sisanya nanti akan sekitar Rp 32,92. DPS pastinya baru diketahui setelah ketuk palu RUPST tahun 2023 nanti.
Selain istilah-istilah di atas, ada yang namanya AEPD. AEPD singkatan dari Angka Efisiensi Perolehan Dividen. Konsep AEPD adalah DY vs DPR. Rumusnya DY dikalikan 10 dibagi DPR. AEPD ADMF dalam contoh di atas bila DY 9% adalah 9% x 10 ÷ 50,04 sama dengan 1,8. Angka 1 ke atas menunjukkan nilai yang cukup efisien, cukup baik. Di bawah 1 kurang baik. Namun apabila EPS dan DPS akan melonjak tajam seperti pada kejadian ITMG PTBA dari tahun 2021 ke 2022 maka AEPD yang awalnya di bawah 1 bisa melonjak di atas 1, baca ➡️ https://stockbit.com/post/9868739 dan ➡️ https://stockbit.com/post/7197891. Saya sering menggunakan AEPD sebagai valuasi tambahan, kalau ada 2 emiten yg DY-nya sama 8% tapi yang satu DPR 80% yang lain DPR 25%, saya lebih mengutamakan yang DPR 25% bila pertumbuhan EPS sama karena yang DPR nya 25% AEPD-nya besar sekali. Jadi jelas ya dalam Kiat JHP tidak mengejar DPR tinggi tapi DY tinggi. Tentu saja maksudnya DY tinggi itu DY-nya normal tidak sedang di puncak siklus, kalau berada di puncak siklus harus berhati-hati. DY normal juga berarti dividennya diperoleh dari laba operasional rutin bukan dari jual aset yang hanya sekali saja juga bukan karena dividennya dirapel tapi dari dividen rutin normal dengan DPR stabil. Selain itu yang dimaksud DY normal juga karena penurunan harga terjadi karena pasar tidak efisien bukan karena PSP jual saham ke retail besar-besaran sehingga porsi retail naik di atas 50%. Kalau PSP buang saham seperti ini harus dihindari jangan dibeli karena biasanya ada hal-hal tidak baik yang sedang terjadi.
Sampai di sini sudah cukup lengkap mengenai dividen. Mungkin Anda pernah dengar istilah investor tidur. Kalau Pak LKH mengatakan kalau kita pilih saham secara benar kita bisa tidur. Tentu bagi investor yang asetnya sudah sangat besar seperti Pak LKH bisa hidup full time dari bursa saham saja. Tapi bagi kita yang asetnya belum besar tentu maksudnya adalah agar kita menutup gadget, tidak trading, kembali menekuni sumber rejeki kita di luar bursa saham secara bersemangat tidak terpengaruh gejolak bursa saham. Dengan memilih dan masuk secara benar dengan Kiat JHP kita yakin investasi kita akan tumbuh, kita bisa bekerja dengan tenang, kalau malam tidur bisa nyenyak. Kadang saya juga membaca opini kurang tepat bahwa dividend investor hanya bagus untuk yang dananya sudah banyak. Saya rasa itu tidak tepat. Seorang yang per bulan hanya bisa menyisihkan uang dingin seratus ribu rupiah pun sebenarnya bisa sukses. Di Amerika ada seorang janitor atau office boy yang sukses menjadi miliarder dengan berinvestasi di saham berdividen. Namanya Ronald Read, kisahnya sudah beberapa kali saya singgung, Anda bisa googling sendiri. Salah satu link dari kisahnya ada di sini ➡️ https://bit.ly/3IQy52w
Atau lihat Gambar 5, gambar terakhir.
Terjemahan: Ronald Read telah berinvestssi pada saham berdividen dan memiliki portofolio yang terdivesifikasi lebar pada tidak kurang dari 95 emiten yang berbeda. Ia bukan trader aktif dan hold portonya selama puluhan tahun secara ketat dengan strategi investasi hanya buy-hold saja. Ia hidup hemat....
Jadi meski dana kecil pun bisa sukses. Jangan berkecil hati meski dana kecil, jangan gengsi dengan pekerjaan kita di luar bursa saham. Ronald Read tetap tekun dengan pekerjaannya. Ia bukan trader aktif. Jadi, kita pun harus menekuni pekerjaan kita di luar bursa saham dengan menutup gadget trading.
Saya rasa itu yang perlu sampaikan.
Happy Monday, happy investing.
=============
Disclaimer on
Kalau saya lambat menjawab pertanyaan mungkin sibuk atau mungkin juga pertanyaan itu sudah terjawab di tulisan lain. Scrolling saja ke bawah untuk menemukan tulisan saya yang lain. Kadang saya sering kasih link dalam beberapa tulisan.
Tags: $IHSG $INTP $ITMG $ADMF $ASGR
1/5