Kuncinya adalah High DY BUKAN High Dividend
============================================
Kiat Aman Investasi Saham 1

$IHSG $DMAS $PTBA $ANTM $CLPI

Akhir-akhir ini tidak sedikit investor baru yang masuk bursa saham melalui pengaruh influencer. Biasanya masih unyu, belum banyak belajar. Padahal investasi saham menuntut kemandirian dalam mengambil keputusan, bukan ikut-ikutan. Perlu belajar hingga paham. Bagi yang mandiri dalam mengambil keputusan bahkan sudah beli ANTM ketika harganya Rp 360 ketika bearish, ketika banyak orang takut beli, dan masih hold sampai sekarang.

ANTM adalah salah satu saham yang terkenal di kalangan pemula. Investor yang masuk melalui influencer mungkin tahunya hanya saham-saham seperti ANTM, BRIS, BBKP, atau BJTM padahal di BEI ini ada 700-an emiten penghuninya. Memang, tidak semua bagus tapi juga tidak semua jelek. Harus disaring dan dipilih. Untuk bisa memilih yang tepat tentu harus belajar sampai paham bukan belajar dengan cara hapalan. Belajar analisa fundamental dan belajar hal lain yang diperlukan, bukan ikut-ikutan karena kalau ikut-ikutan mungkin sudah terlambat, bahkan tidak sedikit yang beli di harga pucuk.

Awal-awal saya terjun ke bursa saham juga banyak melakukan kesalahan. Waktu itu saya trading, pernah untung pernah juga rugi. Pernah kejeblos ke saham TAXI yang harganya jatuh sampai Rp 50. Terus saya vakum di bursa lebih dari 4 tahun. Saya merasa trading tidak cocok dengan kondisi dan kesibukan saya. Juga mungkin tidak cocok dengan jiwa saya. Saya kemudian belajar analisa fundamental dengan membaca buku analisa fundamental dan kembali lagi ke bursa saham. Akhirnya saya tidak hanya bisa memahami kondisi fundamental perusahaan tapi juga menemukan "kiat aman investasi saham dengan hasil memuaskan" Saya merasa saya sudah berada di jalur yang benar. Saya puas dengan kebijakan dan aturan yang saya tetapkan dalam berinvestasi saham. Saya merasa ini sesuai dengan jiwa dan kondisi saya.

Bagi yang sudah sering membaca tulisan-tulisan saya sebelumnya, saya rasa sudah tahu kiat dan kebijakan saya dalam berinvestasi. Bagi pendatang baru yang harus banyak belajar mungkin tulisan saya ini berguna. Tulisan ini adalah pengalaman dan pendapat pribadi, belum tentu cocok dengan semua orang. Yang jelas tidak cocok bagi yang mengikuti "trading for living". Umumnya orang yang sibuk dan punya penghasilan dari luar bursa saham cocok dengan kiat saya ini. Bahkan juga pelajar dan mahasiswa. Pengalaman saya pribadi dalam menjalani kiat saya ini sangat memuaskan dan nyaman. Memang dalam porto saya masih ada kesalahan akibat kebijakan atau cara-cara lama saya dalam berinvestasi. Tapi saya rasakan makin ke sini makin baik, sudah berhasil melewati crash akhir Maret 2020.

Kesibukan saya di luar bursa sebagai agen properti membuat saya bertemu berbagai macam orang termasuk orang-orang sukses entah sebagai direktur, pebisnis, pejabat, artis dan sebagainya. Banyak yang bisa saya pelajari dari mereka. Misalnya ketika calon buyer yang bisnisnya adalah rumah kos kemudian saya tawarkan listing saya biasanya beliau akan menanyakan ROI-nya berapa? Kalau ROI atau Return on Investmen-nya cuma sekitar 3% dia langsung nolak. Bagi pelaku bisnis rumah kost yang serius bukan pensiunan biasanya punya kriteria ROI yang tinggi. Ada yang menyebut 10%, 12%, atau 8%. Selain itu juga mempersyaratkan minimal kamar harus 15. Biasanya yang jumlah kamarnya sedikit, ROI-nya memang kecil.

Orang-orang seperti beliau itu sadar akan keberhasilan bisnis dan pengembangan dananya. Hal seperti itu juga bisa diterapkan dalam investasi saham. Dalam investasi saham, saya menyebutnya sebagai ROE (Return on Equity), pengembalian atas modal sendiri. Dalam istilah ROI mungkin terkandung utang, dalam istilah ROE tidak terkandung utang. Memang seharusnya investasi saham yang aman dan sehat adalah yang pakai modal sendiri bukan utang, itupun harus pakai uang dingin yaitu uang yang tidak dipakai untuk keperluan lain paling tidak 3 tahun ke depan. Semakin dingin semakin baik. ROE yang saya maksud di sini adalah ROE kita sebagai investor atau penabung saham bukan ROE-nya emiten. ROE kita berbeda dengan ROE emiten.

ROE emiten bisa dilihat di key stats, sedangkan ROE kita bagaimana menentukannya? Di paragraf ini saya coba jelaskan. Kalau kita investasi saham memang bisa mendapatkan capital gain atau dividen. Hanya saja perlu diingat kalau kita mendapatkan capital gain itu saham yang kita miliki harus dijual. Sementara kalau kita mendapatkan dividen, saham kita masih utuh jumlah lembarnya. Jadi, kalau kita mendapatkan dividen yield 8% nett misalnya, berarti aset kita menjadi: sejumlah uang cash yang kita terima yang besarnya 8% dari modal PLUS sekian lembar saham yang kita miliki. Selain itu yang harus diperhatikan pemula adalah bahwa capital gain mungkin suatu keuntungan yang sifatnya zero sum game dalam situasi dan kondisi tertentu. Atau paling tidak mendekati zero sum game dalam beberapa situasi dan kondisi. Zero sum game itu artinya suatu permainan yang kalau dijumlahkan hasilnya nol, keuntungan yang satu diperoleh karena kerugian yang lain seperti dalam praktek perjudian. Pemula sering tidak tahu, sikon seperti apa zero sum game itu terpenuhi. Tapi bandar tahu. Zero sum game jelas bukan sesuatu yang aman. Maka kiat saya tidak didasarkan pada pengejaran capital gain. Dividen yield lebih real dan lebih aman karena ini berasal dari pembagian laba perusahaan yang sifatnya real. Selain dividen yang berupa uang cash, aset kita yang berupa lembaran saham masih utuh. Harga lembaran saham itu memang bisa turun tetapi juga bisa naik ratusan persen seperti yang saya alami dengan beberapa emiten dalam porto saya, ada yang 200%, 300% bahkan 700%. Dari pengalaman saya inilah saya menjadi tahu kunci "kiat aman investasi saham dengan hasil memuaskan". Inilah kuncinya, kuncinya adalah dividend yield (DY). DY yang memadai, di atas suku bunga deposito. Dan emiten yang berpotensi memberikan DY tinggi ini banyak, gak bisa dihitung dengan jari tidak seperti beberapa emiten yang dikenal melaui influencer di atas yang bisa dihitung dengan jari. DY inilah ROE bagi kita sebagai investor sebagai penabung saham. Kalau kita memegang beberapa emiten High DY saya rasa investasi kita sudah berada di jalur yang benar dan aman. Dan perlu Anda ketahui sifat DY ini bisa tumbuh kalau kita hold forever tanpa kenaikan average price. Bisa tumbuh, DY yang awalnya hanya 8%, suatu saat bisa tumbuh menjadi 15%, 20% bahkan 100% seperti terlihat di link ini https://stockbit.com/post/2570368
Jadi, ROE kita bisa tumbuh tidak statis. Dan seharusnya tumbuh konsisten.

Di sini perlu saya tegaskan dan tekankan bahwa High DY berbeda dengan High Dividend. Kalau Anda kenal IDX HD 20 atau Index High Dividend 20 yang berisi 20 emiten https://bit.ly/3akYkwr maka di situ terlihat bahwa tidak semua anggotanya memberikan High DY. Ada yang DY-nya cuma 1,3% gross, tidak lebih besar dari laju inflasi. Anggota lain juga cuma 2,7% gross meski ROE emiten 145%. Mengapa bisa demikian?

Untuk menjawabnya kita harus tahu rumus DY. Rumus DY adalah:

DY = DPS dibagi harga saham

DPS adalah kependekan dari Dividend per Share atau dividen per saham.
Harga yang dimaksud di sini bisa harga saham saat ini, harga saham yang kita inginkan atau harga rata-rata saham (average price) yang kita miliki bila kita telah memiliki sahamnya.

Kalau kita menginginkan DY tertentu dan kita ingin tahu berapa harga sahamnya maka rumus di atas tinggal diubah menjadi:

Harga = DPS dibagi DY
Dimana harga adalah harga yang kita inginkan kalau kita ingin mendapatkan DY tertentu.

Misalnya DPS adalah Rp 80,- kita menginginkan DY 9% maka target harga saat masuk atau saat beli adalah 80/9% = 888,9 atau Rp 885,- mengikuti tick harga di bursa. Kalau target tersebut tidak tercapai perlu dievaluasi.

Umumnya dalam data-data yang disajikan dalam key stats, DPS dan DY bersifat gross, untuk mendapatkan angka netonya harus dipotong PPN 10%. Tapi dividen yang masuk ke rekening kita sudah dipotong PPN. Kalau dalam perhitungan kita memasukkan DPS neto maka DY-nya adalah DY neto.

Bila DPS gross-nya adalah 80 seperti contoh di atas dan jika ingin tahu harga untuk DY 9% net, maka 80 dipotong dulu 10% atau 80 - 8 dioeroleh angka DPS net 72. Kemudian 72 dibagi 9% hasilnya adalah Rp 800,- sudah sesuai tick di bursa saham.

Dari rumus pertama di atas kita lihat bagaimana DY tinggi bisa diperoleh. DY tinggi bisa diperoleh kalau DPS naik banyak atau harga saham anjlok banyak. Perlu diketahui bahwa sering kali pasar saham itu berjalan tidak efisien, artinya saham yang fundamentalnya buruk tidak cepat dihukum pasar dengan penurunan harga, demikian juga saham yang fundamentalnya baik tidak segera diapresiasi pasar dengan kenaikan harga. Pengetahuan dasar tentang pasar seperti ini harus Anda pahami. Sementara mengenai DPS itu tergantung dua hal yaitu pertama tergantung fundamental emiten, yang kedua tergantung pada RUPS (rapat umum pemegang saham) dan biasanya tergantung PSP (pemegang saham pengendali) yang suaranya mayoritas dan menjadi penentu. Ada perseroan yang membagikan dividen rutin dengan rasio atau DPR (Dividend Pay Out Ratio) 50%, ada pula yang DPR-nya tidak stabil kadang 75% kadang 50%, kadang 65% kadang 40%. Grafik atau data DPR bisa dilihat di RTI. Rumus DPR adalah DPS dibagi EPS dimana EPS adalah kependekan dari Earning per Share atau laba bersih per saham.

Perlu dicatat bahwa DPR besar tidak selalu menghasilkan DY tinggi demikian juga DPS besar juga tidak berarti DY tinggi. Ada emiten yang DPR-nya cuma 50% tapi menghasilkan DY di atas 9%. Di lain pihak ada emiten yang DPR nya sekitar 100% tapi DY kita hanya 2,7% gross. Jadi kalau ada kabar bahwa saham ABCD termasuk high dividend mesti Anda cek dulu DY-nya berapa, termasuk high atau low DY. Hal itu terjadi karena harga sebagai faktor pembagi. Kalau DY rendah berarti harganya tinggi. Ya benar. Dari sini dan dari pengalaman saya ini maka saya menetapkan bahwa kunci "kiat aman investasi saham dengan hasil memuaskan" adalah High DY, meski keputusan akhir untuk membeli suatu saham tergantung juga beberapa pertimbangan lain. Namun prinsip utama tetap diperhatikan karena High DY berarti High ROE bagi kita.

Dengan DY tinggi atau ROE kita tinggi berarti kita bisa cepat balik modal dari dividen tanpa menjual lembar sahamnya. Artinya kita bisa memiliki saham secara gratis di mana saham itu masih bisa memberikan dividen secara rutin dengan yield semakin tinggi. Ini adalah suatu passive income bagi kita, suatu passive income yang istimewa tentunya karena kita sudah mendapakan asetnya secara gratis. Uang (dan karyawan) bekerja untuk kita kalau menurut istilahnya Kiyosaki. Kalau misalnya DY kita awalnya 8% nett maka dalam waktu 12,5 tahun (100% dibagi 8%) bila average price kita tidak naik sudah balik modal dari dividen. Itu kalau DPS-nya gak naik. Tapi umumnya DPS naik atau tumbuh. Bila pertumbuhan DPS rata-rata 7% maka dalam 10 tahun sudah balik modal, dan DY saat itu sudah menjadi 14,7% yang awalnya cuma 8%.

Jelas di sini kita tidak mengejar high DPR atau high DPS tapi High DY. Adanya emiten yang meski DPR-nya sedang tapi bisa memberikan High DY inilah yang membuat saya tergerak membuat suatu ukuran yang namanya disebut sebagai AEPD (Angka Efisiensi Perolehan Dividen). Ini pertama kali saya unggah di SB dan bisa dilihat di link ini https://stockbit.com/#/post/2525905

Karena High DY merupakan kunci, kunci pembuka, maka dalam beberapa tulisan terdahulu saya menyebutkan bahwa langkah PERTAMA untuk memilih saham dari 700-an emiten di BEI adalah screening DY. Kemudian kita urutkan dari yang tertinggi. Dari situ baru kita cek fundamentalnya seperti DER (Debt to Equity Ratio), PER (Price to Earning Ratio), PBV (Price per Book Value), CR (Cash Ratio), kita pahami bisnisnya, mungkin juga perlu kita analisa lebih mendalam laporan keuangannya, kita pelajari perkembangan EPS-nya, juga kita pastikan GCG-nya atau Good Corporate Governance-nya baik. Perlu juga kita lihat track record-nya, juga kita pastikan bahwa dividen yang dibagikan berasal dari laba operasional bukan dari jual aset yang cuma sekali doang. Fundamental ini terkait dengan EPS dan DPS dimana dalam rumus pertama di atas atau rumus DY berada di atas. Kalau EPS dan DPS tumbuh baik double digit mungkin kita perlu mengevaluasi target harga yang mungkin saja kita tetapkan terlalu rendah. Saya pernah menetapkan target harga ARNA di bawah Rp 400,- Waktu itu saya pegang di harga sekitar 390,- Masih ingin nambah karena jumlah masih sedikit. Saat saya sibuk di luar bursa ternyata harga ARNA bukannya turun malah melonjak jauh di atas 400. Akhirnya nambah dengan average price saya menjadi 405. Untungnya EPS ARNA 2020 naik drastis sekitar 50% dibandingkan EPS 2019. Saya yakin EPS ARNA akan naik tapi kenaikan 50% tentu merupakan surprise bagi saya.

Menganalisa atau memahami fundamental emiten mungkin perlu waktu lebih lama dibandingkan analisa teknikal. Tetapi sekali kita memahami fundamentalnya akan terus terpakai dengan tetap meng-update kondisinya. Artinya kalau harga jatuh bukan karena fundamentalnya kita bisa cepat ambil keputusan untuk beli atau nyicil. Dengan fundamental yang tidak turun, jatuhnya harga akan menaikkan potensi DY yang berarti menaikkan ROE kita.

Di sinilah perlunya kita belajar analisa fundamental. Karena perlu waktu lebih banyak maka kita perlu smart dalam analisa dan memahami fundamental emiten. Ibaratnya membaca buku, kalau buku itu tebal sekali, misalnya setebal 700 halaman maka kurang smart kalau kita langsung membacanya dari halaman 1 sampai terakhir. Kita perlu baca daftar isinya dulu atau ringkasannya dulu. Oleh karena itu kita perlu "daftar isi" atau ringkasan. Selain rasio-rasio seperti DER, PBV dll, "daftar isi" atau ringkasan kondisi emiten bisa berupa berita dan public expose. Bagaimana kita tahu bahwa emiten ABCD telah membangun pabrik tahun 2017. Tentunya bukan dengan cara membaca LK lembar demi lembar dari LK tahun 2019 ke belakang sampai 2017. Kalau kita ketikkan di google emiten ABCD bangun pabrik maka muncul berita. Demikian juga ketika penerapan PSAK 71 menggerus laba bank, saya googling dulu apa itu PSAK 71, saya cari bank apa saja yang sudah melakukan pencadangan, kemudian saya buka LK-nya untuk bank yang sudah melakukan pencadangan dengan yang baru akan melakukan pencadangan. Saya bandingkan perbedaannya. Demikian juga kalau kita ingin tahu tindakan atau rencana manajemen menghadapi masa depan, kita bisa baca dulu di public expose. Umumnya public expose lebih ringkas dari pada Laporan Tahunan. Bisa juga kita lihat di web resmi masing-masing emiten.

Pengalaman saya setelah melakukan screening DY sering kali yang DY-nya tinggi itu PER dan PBV-nya rendah. Bahkan kadang PBV rendah, PER rendah, dan DER rendah sekaligus ditemukan dalam satu emiten. Dan kondisi seperti ini ada beberapa emiten. PBV dan DER rendah tidak hanya disukai oleh penabung saham seperti saya yang ngejar passive income dari dividen tetapi juga oleh value investor. Apa perbedaan kiat saya dengan value investor? Seorang value investor sebenarnya trader juga cuma jangka panjang sesuai target price yang ingin dicapainya sementara saya dengan kiat saya masih mengutamakan passive income dari dividen dan ngejar DY atau ROE tinggi karena sadar DY kita bisa tumbuh mencapai 20% atau 100% per tahun. Jarang taking protit. Jadi, dengan kiat saya tampak lebih sabar, sering membiarkan floating profit tinggi, ANTM floating profit 700% dibiarkan, atau SCMA floating profit 200% dibiarkan. Kalau value investor mungkin belum mencapai 200% sudah jual sahamnya. Selain itu biasanya value investor tidak mensyaratkan adanya pembagian dividen, kalau dalam kiat saya dividen harus ada bahkan mutlak, DY-nya harus memadai. Kalau menurut kiat saya PNLF yang tidak pernah membagikan dividen, tidak bisa dinilai under value atau tidak meski menurut orang lain termasuk under value. Value investor hanya tertarik yang under value kurang tertarik growth stock. Kalau menurut kiat saya, dalam kiat saya masih terbuka terhadap growth stock untuk dibeli selama DY-nya memadai.

Bukan berarti saya tidak pernah jual saham sama sekali. MYOH misalnya pernah saya jual sampai habis. Waktu itu saya ingin diversifikasi lebar sementara uang dingin belum ada, dividen juga belum ada. Di saat yang sama harga-harga pada jatuh dan porsi MYOH dalam porto saya, saya nilai terlalu besar maka saya jual MYOH dengan capital gain antara 3% sd 40% (sebelumnya, di tahun 2019 saya sudah menikmati dividen gurih dari MYOH). Saya belikan saham-saham yang harganya sedang jatuh waktu itu dan untuk mendukung kebijakan baru saya, diversifikasi lebar dan panjang tak terbatas. MYOH adalah tabungan kesayangan saya, saya screening dengan cara di atas, berdasarkan High DY. Dan untuk komoditas saya persyaratkan DER-nya maksimum 0,5 X atau 50%. Perlu juga dicatat dan Anda ketahui, untuk emiten komoditas hendaknya jangan beli saat harga komoditasnya ada di puncak. Demikian juga yang bersifat siklis, jangan beli saat siklusnya di puncak. Emiten yang bisnisnya bersifat siklis selain emiten komoditas adalah emiten properti, meski mungkin siklus untuk kontraktor BUMN dengan kontraktor swasta agak beda.

Selain MYOH, juga MLPT yang gambarnya saya sertakan. Saya pilih seperti pilih MYOH atau yang lain, dengan cara screening High DY. MLPT milik saya pernah mengalami floating loss berbulan-bulan dan saya tidak pernah memperhatikan bandarmology. Pokoknya saya beli karena lolos screening High DY. Alasan saya jual bisa dilihat dipostingan saya tersebut. Screening High DY adalah kunci pembuka untuk investasi yang aman dan memuaskan di pasar saham. Saya merasa telah berada di jalur yang benar dan aman. Sebenarnya kalau kita tidak cut loss kita masih untung dari dividen, ini dulu yang perlu dipeang, mencoba untuk selalu menghindari cut loss.

Sebagaimana terlihat dalam profil saya, saya selalu katakan disclaimer selalu on. Dalam beberapa tulisan sering saya katakan jangan ikut-ikutan, pahami dulu bila ingin membeli. Memang perlu waktu untuk memahami dan menganlisa fundamentalnya. Tapi itulah PR Anda yang harus Anda kerjakan.

Mungkin tulisan ini cocok dengan Anda mungkin juga tidak. Kondisi masing-masing orang memang berbeda. Atau Anda sedang mempertimbangkan untuk beralih beli bitcoin. Itu hak Anda. Hanya perlu dipertimbangkan bahwa tidak ada sesuatu itu yang harganya naik terus-terusan tanpa henti. Bukan hanya saham saja yang harganya bisa jatuh. Apakah itu emas, properti, bitcoin harganya bisa jatuh. Mungkin Anda bisa memenangkan perdebatan dengan agen properti bahwa menurut Anda harga properti tidak bisa jatuh tapi hakim terakhirnya adalah Mr Market apakah Anda akan sukses atau rugi. Yang sering terjadi adalah orang sering berebutan ketika harga naik dan takut beli ketika harga berada di sekitar bottom. Ini terjadi di mana saja apakah di pasar saham, pasar properti, pasar emas atau yang lain. Screening High DY telah berhasil membantu saya mengendalikan diri, tidak ikut-ikutan membeli saat harga terbang dan tidak takut membeli atau nyicil saat harga jatuh atau bearish. Semua orang bisa saja salah, untuk itu harus selalu belajar. Saya juga terus menerus belajar. :pray:

Bagi yang belum paham pengertian DER, PBV bisa membaca dulu dari buku-buku yang banyak beredar.

Belajarlah apalagi masih ada yang membagikan tulisan/pelajaran atau sharing pengalaman secara gratis.

Di bawah saya sertakan tulisan-tulisan lama saya yang perlu dibaca untuk bahan pembelajaran.

Saya juga mengucapkan terima kasih atas tulisan-tulisan yang mencerahkan dari Pak Juliardi @kakdr Pak @thowil dan Pak Riki Pak Tatsuya.

Disclaimer on. Do your own research. Saya telah membuat tulisan ini sebaik-baiknya menurut kemampuan saya namun uang Anda tetap tanggung jawan Anda sendiri.

Daftar Link Tulisan saya yg perlu dibaca.
:one: Bedanya Nabung Saham dan Deposito
https://stockbit.com/post/2569526

:two: Capital Gain dan Dividend Yield. Antara Take Profit dan Passive Income
https://stockbit.com/post/2168786

:three: Prinsip Dasar Investasi, Investasi Saham, dan Urutan 37 Emiten High Dividend Yield (High DY)
https://stockbit.com/post/4699690

:four: Urutan Baru 37 Emiten High Dividend Yild (High DY) Berdasarkan Harga 23-12-2020
https://stockbit.com/post/5168897

Read more...
2013-2024 Stockbit ·About·ContactHelp·House Rules·Terms·Privacy