Volume
Avg volume
PT Integra Indocabinet Tbk didirikan pada tahun 1989 sebagai perusahaan manufaktur untuk produk sederhana berbahan dasar kayu. Dalam perkembangannya, Perseroan bergerak dalam 3 (tiga) bidang usaha, yaitu Konsesi Hutan, Manufaktur Pengolahan Mebel Berbahan Kayu dan Trading, yang dikelola melalui 7 (tujuh) entitas anak, yaitu PT Narkata Rimba dan PT Belayan River Timber (Konsesi Hutan), PT Intertrend Utama, PT Interkraft, PT Intera Indonesia, PT Inter Kayu Mandiri (Manufaktur), dan PT Integriya Dekorindo (Trading). Hingga 31 Desember 2020, jumlah karyawan Integra mencapai 2.065 yang tersebar di seluruh Indonesia. Sejak tahun 2015... Read More
https://cutt.ly/9rpgsa0w
$WOOD
Jakarta (ANTARA) - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) meminta perusahaan industri pengolahan (manufaktur) dalam negeri untuk melaporkan data emisi melalui Sistem Informasi Industri Nasional (SIINas).
Kepala Badan Standardisasi dan Kebijakan Jasa Industri (BSKJI) Kemenperin Andi Rizaldi di Jakarta, Selasa, menyatakan pelaporan tersebut dibutuhkan untuk mengendalikan emisi gas rumah kaca (GRK) yang dihasilkan perusahaan manufaktur, sehingga visi karbon bersih (net zero emission/NZE) sektor perindustrian domestik bisa terwujud.
"Upaya tersebut seiring dengan tuntutan global untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan mencapai target nasional net zero emission pada tahun 2060 atau lebih cepat, serta target net zero emission untuk sektor industri pada 2050," ujarnya.
Menurut dia, penyampaian laporan tersebut juga sudah ditegaskan dalam Surat Edaran (SE) Menteri Perindustrian Nomor 2 Tahun 2025, dengan harapan pemerintah dapat memonitor kondisi emisi yang dihasilkan oleh perusahaan industri dan perusahaan kawasan industri, serta melakukan pembinaan dalam menjaga kualitas udara.
Andi menyatakan penerapan sistem informasi berbasis teknologi seperti SIINas ini dapat memberikan kemudahan bagi sektor industri untuk melaporkan data emisinya secara terintegrasi.
Selain itu, sistem ini juga menjadi landasan penting dalam mendukung penyusunan kebijakan berbasis data yang lebih efektif, seperti kebijakan pasar karbon, pengadaan barang/jasa ramah lingkungan, dan penerapan Standar Industri Hijau (SIH).
Sementara itu, Kepala Pusat Industri Hijau Kemenperin, Apit Pria Nugraha menyampaikan SE Menperin 2/2025 ini merupakan langkah strategis dalam memenuhi komitmen pencapaian target Enhanced Nationally Determined Contribution (ENDC).
Dalam ENDC, Indonesia memiliki target penurunan emisi GRK sebesar 31,89 persen dengan kemampuan sendiri, dan 43,20 persen dengan dukungan internasional pada tahun 2030.
Apit menambahkan pengembangan pelaporan data emisi GRK telah dilakukan sejak tahun 2012. Namun, dengan hadirnya SIINas, Kemenperin telah mengintegrasikan sistem pelaporan tersebut sejak tahun 2016.
"Kami ingin mengapresiasi seluruh pihak yang telah berkontribusi dalam pengembangan dan pelaksanaan pelaporan emisi GRK dan polutan udara, termasuk pelaku industri, asosiasi, dan direktorat teknis di Kemenperin. Tantangan kita ke depannya adalah memastikan sistem ini dapat diakses, dipahami, dan diimplementasikan secara optimal oleh seluruh industri,” katanya.
Ikut
Hutan
Peluang Dana Konservasi Mangrove di Asia Tenggara dan Ancaman Deforestasinya
oleh Carolyn Cowan di 10 March 2025
Hutan mangrove di Asia Tenggara masih menghadapi risiko konversi lahan untuk perkebunan sawit, tanaman pangan, dan akuakultur.
Deforestasi yang didorong produk komoditas serta berbagai risiko terkait perubahan iklim bakal mengancam 85% hutan mangrove di wilayah ini yang secara potensial dapat mendukung proyek kredit karbon.
Dengan harga pasar saat ini, kredit karbon biru kemungkinan hanya akan menghasilkan pendapatan lebih besar daripada produksi komoditas di 37% area mangrove di Asia Tenggara.
Para peneliti merekomendasikan mekanisme pendanaan konservasi yang beragam, bukan hanya mengandalkan kredit karbon biru, tetapi dari investasi dana publik, program hibah, dan keterlibatan swasata
Sebuah studi baru yang dipimpin Valerie Kwan, peneliti di University of Queensland, Australia, menunjukkan bahwa 1,8 juta hektar, atau 85%, dari hutan mangrove di Asia Tenggara yang dianggap layak untuk investasi kredit karbon biru berisiko mengalami kerusakan akibat ekspansi sawit, perluasan tanaman pangan, dan akuakultur dalam 25 tahun ke depan.
Studi yang diterbitkan dalam jurnal Communications Earth & Environment ini menyimpulkan bahwa tekanan-tekanan itu bakal merusak integritas kredit karbon biru sebagai cara untuk mendanai konservasi.
Menurut para penulis, hal ini dapat membuat para pembuat kebijakan akan lebih sulit untuk mewujudkan potensi sebenarnya dari mangrove dalam mitigasi tantangan global keanekaragaman hayati dan perubahan iklim.
“Ini semacam kenyataan, bahwa pasar karbon tidak dapat diandalkan untuk pelestarian mangrove,” kata kolega penulis studi, Yiwen Zeng, seorang ilmuwan konservasi di Nanyang Technological University di Singapura, kepada Mongabay.
Dalam studinya, Kwan dan rekan-rekannya menemukan bahwa risiko terkait penggunaan lahan dan perubahan iklim berpotensi membahayakan 15,9 juta metrik ton penyerapan karbon setiap tahun. Belum lagi hilangnya habitat satwa liar yang penting, perikanan, dan perlindungan pantai yang juga disediakan oleh mangrove.
Kerja-kerja akar mangrove menunjang kehidupan berbagai oragnisme penting bagi lingkungan pesisir. Foto: Nopri Ismi/Mongabay Indonesia
Studi ini pun menemukan bahwa terdapat 4,7 juta hektar hutan mangrove di Asia Tenggara, dengan sekitar 45% sebenarnya berpotensi memenuhi syarat untuk proyek pendanaan karbon. Syaratnya, hanya jika dapat memenuhi syarat mereka berada dalam ancaman langsung kehancuran jika tidak dilindungi oleh intervensi konservasi.
Kelayakan kredit ini, biasanya dibeli oleh perusahaan untuk mengimbangi emisi mereka, tergantung pada apakah hutan mangrove tersebut dapat tetap utuh sehingga dapat menyimpan karbon dalam biomassa atau sedimen.
Mangrove dapat menyimpan gas rumah kaca hingga lima kali lebih banyak dibandingkan hutan tropis biasa, menjadikannya sebagai fokus utama dalam kredit karbon biru. Di Asia Tenggara, ancaman terbesar konversi adalah akuakultur, yang diikuti pembukaan perkebunan sawit, cetak sawah, secara khusus di Indonesia, Kamboja, dan Filipina.
Sigit Sasmito melakukan pengukuran biomassa di hutan mangrove di provinsi Kalimantan Barat, Indonesia. Foto:Kate Evans/CIFOR via Flickr (CC BY-NC-ND 2.0).
Dapat Mengurangi Separuh dari Emisi Tahunan
Sebagai rumah bagi sepertiga mangrove di dunia, Asia Tenggara, – yang menyumbang sepertiga dari total emisi penggunaan lahan global, memiliki potensi besar untuk menyimpan gas rumah kaca di ekosistem padat karbon ini.
Namun, deforestasi akibat lahan komoditas, ancaman bencana siklon, dan kenaikan permukaan laut sangat membahayakan kemampuan wilayah ini untuk mengandalkan mangrove sebagai solusi berbasis alam untuk perubahan iklim.
Sebuah studi terpisah yang dipimpin Sigit Sasmito, peneliti di James Cook University, Australia, menunjukkan bahwa melestarikan dan memulihkan mangrove serta lahan gambut di Asia Tenggara maka akan dapat mengurangi separuh emisi tahunan dari penggunaan lahan di wilayah tersebut dan mengurangi emisi global dari penggunaan lahan sekitar 16%.
Ini amat mengesankan mengingat ekosistem ini hanya mencakup 5,4% dari luas daratan Asia Tenggara.
“Dengan berinvestasi dalam konservasi lahan gambut dan mangrove, Asia Tenggara dapat menjadi contoh dunia dalam menerapkan solusi berbasis alam yang efektif secara biaya, memberikan manfaat iklim, serta keanekaragaman hayati yang berkelanjutan,” sebut Sasmito.
Hutan mangrove di kepulauan Raja Ampat, Indonesia. Foto: Rhett A. Butler/Mongabay
Apakah Kredit dan Pembayaran Karbon Efektif?
Meskipun kredit karbon dan pasar karbon telah banyak dikritik oleh komunitas konservasi sebagai pengalih perhatian bagi perusahaan yang seharusnya menghilangkan emisi gas rumah kaca dari seluruh aktivitas mereka. Namun, kredit karbon juga diakui sebagai cara untuk mengalirkan pendanaan yang sangat dibutuhkan ke arah konservasi.
Kwan dan rekan-rekannya menghitung bahwa pada harga pasar saat ini, kredit karbon biru kemungkinan hanya akan menghasilkan pendapatan lebih besar daripada produksi komoditas di 37% area mangrove yang dapat diinvestasikan di Asia Tenggara.
Bahkan dengan harga USD 200 per metrik ton karbon yang diserap, atau hampir tujuh kali lipat dari tarif yang digunakan dalam studi, kredit karbon biru tidak dapat menutupi seluruh biaya konservasi.
https://cutt.ly/kroRhfgG
Jika asumsi usd 200 per metrik ton maka potensi revenue tahunan $WOOD sebesar Rp 3,036,000,000,000
Katakan padaku, hai, tukang kayu
Bagaimana caranya memotong kayu?
Lihat, lihat, kawanku
Beginilah caranya memotong kayu.
Selamat pagi saudaraku, konon banyak orang besar berjaya dari kayu.
Nabi Yusuf : Carpenter
Pak Jokowi : Carpenter
Pak Prajogo : Carpenter
$WOOD $IFII $FWCT
$WOOD
secara time frame weekly, harga bergerak konsisten di atas garis EMA (tanda uptrend).
Potensi menguji Resisten 400
Disc On
Berapa potensi revenue dari carbon offset dari hutan
Pada April 2021, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan saat itu, Siti Nurbaya menerbitkan surat edaran yang melarang pemerintah daerah melakukan transaksi perdagangan karbon bagi negara koalisi LEAF yang dimotori Amerika Serikat karena harga karbon yang mereka tetapkan hanya 5 dollar AS per ton. Menteri Siti menilai, harga karbon dalam penyerapan hutan Indonesia layak dihargai 120 dollar AS per ton
Artikel ini telah tayang di https://cutt.ly/VroeKH7m dengan judul "Nilai Ekonomi Perdagangan Karbon Sektor Kehutanan Menggiurkan, Benarkah?", Klik untuk baca: https://cutt.ly/FroeKH3H.
Penulis : Pramono Dwi Susetyo
Editor : Sandro Gatra
Kompascom+ baca berita tanpa iklan: https://cutt.ly/croeKJpA
Download aplikasi: https://cutt.ly/0roeKJJY
Potensi revenue WOOD dari Kandelia Alam
penyerapan carbon dari mangrove setiap tahun +- 920rb metric ton karbon
Harga karbon per metrik ton 120 US dollar
Maka potensi revenue tiap tahun
Asumsi 1 usd=16500 rupiah
maka revenue=1,821 T
$WOOD
Hari ini dapat Hit Target Prediksi... PASTI CUANNN
$WOOD $BEEF $SOCI My prediksi bullish sdh Hit target ya... ✅️ Done ....
Please Follow for Support Us.....😊🙏
#ARAHUNTER
#Ayo Bergabung bersama kami....
#Mari saya bantu Tradingnya....
1/2
$WOOD
Please Follow for Support Us.....😊🙏
#ARAHunter
#Ayo Bergabung bersama kami....
#Mari saya bantu Tradingnya....
📈 Rekomendasi Swing - BSA Community
$WOOD
Tanggal : 17/03/2025
Risk = Moderat Risk | Markibel
Area buy = 342 - 356 - 362
Stoploss =336 (Loss = -7.18%)
TP 1 = 376 (Gain = 3.87%)
TP 2 = 390 (Gain = 7.73%)
TP 3 = 410 (Gain = 13.26%)
Support = 332 (Loss = -8.29%)
resistance = 370 (Gain = 2.21%)
Discalimer : Lakukan analisa kembali
$WOOD +9% Swing Pendek On Comunity
Saham WOOD masih Uptrend , apakah saham WOOD masih menarik untuk di amati ?
MORE INFO ON BIO
@Alhamidfauzan $LPPS saham bagus siap2 di akuisisi cepat lambat karena salah satu banknya millik si group lagi di lego dan jujur aj risk kecil reward lebih gede banyak tapi tetap harus sabar di saham ini karena mau nunggu moodnya ini saham bagus baru terbang acuan akum nya di bawah 55 kalo dapat di bawah 53 gas kan tancap gas , 50 jangan takut karena aset dalam perusahaan lumayan lumayan
$WOOD di untungkan dan dirugikan
di untungkan nya karena dia export banyak plaiwood apa gitu silakan di check
bisa di bilang orang bencana dia untung
untung di atas penderitaan orang lain
dirugikan nya apa ?
negara tercinta join brics otomatis di musuhin la sama si triump
nah itu sih mau akum boleh di harga bawah 300 paling bagus tapi kalo lanjut jelek fundamentalnya yah check out cutloss gitu aja
kalo bagus boleh akum di harga skrg soalnya masi belum naik banyak juga
target masi jauh kalo bneren negara tercinta join brics tidak dapat sangsi apa2
$IHSG what next ??
$WOOD lokermologi
https://cutt.ly/Zru8DUww
Nusantara climate Inisiative logo sama dengan nusantara carbon di atas. Baru buka lowongan dunia percarbonan
$WOOD
https://cutt.ly/9ru32mw0
Kamis, 13 Mar 2025, 15:52 WIB
Hutan Jadi Aset, Perdagangan Karbon Sektor Kehutanan Segera Diluncurkan
Menhut Raja Juli Antoni saat memberikan sambutan pada Hari Bakti Rimbawan 2025 di Taman Wisata Alam (TWA) Gunung Pancar, Bogor, Jumat (28/2/2025).
Foto: ANTARA/HO/Kemenhut RI
Home Ekonomi
JAKARTA – Indonesia memiliki potensi besar dalam perdagangan karbon kehutanan karena luasnya hutan tropis yang berfungsi sebagai paru-paru dunia.
Perdagangan karbon dari sektor kehutanan adalah mekanisme jual beli kredit karbon yang berasal dari upaya perlindungan, restorasi, atau pengelolaan hutan secara berkelanjutan. Hutan memiliki peran penting dalam menyerap karbon dioksida (CO?) dari atmosfer, sehingga bisa menghasilkan kredit karbon yang dapat diperdagangkan di pasar karbon.
Menteri Kehutanan (Menhut) Raja Juli Antoni mengatakan perdagangan karbon dari sektor kehutanan segera diresmikan sebagai bagian dari upaya mitigasi perubahan iklim dan percepatan ekonomi hijau.
Baca Juga: Jaga Kontribusi Ekonomi dan Serapan Tenaga Kerja, IHT Butuh Perlindungan dan Keberpihakan Regulasi
Baca Juga: Investor Tunggu Data Penjualan Ritel, Simak Proyeksi Rupiah
Dikutip dari keterangannya di Jakarta, Kamis (13/3), Menhut mengatakan program ini membuka peluang besar bagi Indonesia untuk mengelola sumber daya alam secara berkelanjutan serta memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat dan pelaku usaha.
“Langkah ini sejalan dengan visi Astacita yang diusung Presiden RI Prabowo Subianto dalam mewujudkan keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi dan keberlanjutan lingkungan,” kata Menhut Raja Antoni.
Pada tahap awal, perdagangan karbon ini mencakup skema pengelolaan hutan oleh swasta (Pemegang Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan/PBPH) dan Perhutanan Sosial, dengan potensi serapan karbon yang berbeda.
PBPH memiliki potensi serapan 20-58 ton CO2/ha dengan harga USD 5-10/ton CO2, sementara Perhutanan Sosial dapat menyerap hingga 100 ton CO2/ha dengan harga mencapai 30 euro/ton CO2.
Pada 2025, potensi perdagangan karbon sektor ini diperkirakan mencapai 26,5 juta ton CO2, dengan nilai transaksi berkisar Rp1,6 triliun-Rp3,2 triliun per tahun.
Jika dioptimalkan hingga 2034, lanjut Menhut, maka potensi perdagangan karbon dari sektor kehutanan dapat mencapai Rp97,9 triliun-Rp258,7 triliun per tahun, dengan kontribusi pajak sekitar Rp23 triliun-Rp60 triliun, serta PNBP Rp9,7 triliun-Rp25,8 triliun per tahun.
Selain itu, program ini diharapkan dapat menciptakan 170 ribu lapangan kerja di berbagai lokasi proyek karbon.
Menhut menegaskan perdagangan karbon tidak hanya berfokus pada pengurangan emisi, tetapi juga berperan dalam percepatan reforestasi melalui konservasi dan strategi Afforestation, Reforestation and Revegetation (ARR).
Untuk memastikan daya saing perdagangan karbon Indonesia secara global, Kementerian Kehutanan bersama Kementerian Lingkungan Hidup telah berkoordinasi dengan Utusan Khusus Presiden untuk Urusan Iklim Hashim Djojohadikusumo.
Salah satu langkah strategis yang tengah didorong adalah penyelesaian Mutual Recognition Agreement (MRA) dengan standar internasional seperti Verra, Gold Standard, dan Plan Vivo, yang ditargetkan rampung pada Mei 2025.
Selain itu, pemerintah juga tengah merevisi Peraturan Presiden No. 98 Tahun 2021 terkait Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon (NEK) guna meningkatkan efektivitas dan transparansi perdagangan karbon.
Baca Juga: Pertamina Gelar Rapat Dengar Pendapat
Baca Juga: Omzet Waralaba Sangat Menggairahkan Mencapai Rp143 Triliun
“Dengan berbagai langkah ini, Kementerian Kehutanan optimistis bahwa perdagangan karbon sektor kehutanan akan menjadi penggerak utama pembangunan ekonomi hijau, ketahanan pangan dan energi, serta penguatan komitmen Indonesia dalam menghadapi perubahan iklim,” kata Raja Antoni.
Redaktur: Muchamad Ismail
Penulis: Antara
Small cap saga:
FWCT : Sunarko - Tarmizi
* Trade war proxy x USD/IDR stonks.
* Good catalyst for wood sectors (Plywood etc).
* EPS FY2025 E: IDR 48/ share.
Minta 5 PE: 240
Minta 6 PE: 288
$FWCT $SULI $WOOD
Disc On. NFA
$WOOD https://cutt.ly/8rubHg2v
Already Earth’s warming exceeded 1.5C on an annual basis for the first time last year, and temperatures will continue to rise unless drastic action is taken to curb greenhouse gas emissions.
Forests, which absorb billions of tons of carbon dioxide each year, are seen as essential in the effort to combat climate change.
COP30 will “take place at the epicenter of the climate crisis, and the first to be hosted in the Amazon,” do Lago said, noting the vital ecosystem is now at risk of reaching an irreversible tipping point.
Brazil’s President Luiz Inacio Lula da Silva made tackling destruction of the Amazon a priority when he took office at the beginning of 2023. The country cut the rate of deforestation 50% in that year and made further gains in 2024, Marina Silva, the country’s environment minister, said last year, citing government data.
Still, deforestation has been on the rise globally as trees are cleared for agriculture and mining or burned through intensifying wildfires.
“In coming to terms with reality when countering doom, cynicism, and denial, COP30 must be the moment of hope and possibilities through action – never paralysis and fragmentation,” do Lago said.
Last year climate negotiators agreed that developed countries would provide developing nations with $300 billion annually by 2035 to help them transition and adapt to climate change. Yet the credibility of that promise is already coming into question with Trump leaving the Paris Agreement and slashing international aid. In Europe, countries are choosing to massively boost spending to bolster defense, at the expense of international development programs.
One of the key challenges will be to show there is still money available for developing countries’ climate plans. Alongside COP29 host Azerbaijan, Brazil will produce a report outlining how to realize another commitment made last year to mobilize $1.3 trillion in climate finance from private sources for poor nations, according to the letter.
Aaapakaah?