RIAUPAGI
.com
☰
Wednesday 6th August 2025
HOME NEWS RIAU DAERAH NASIONAL POLITIK HUKRIM BISNIS INTERNASIONAL PENDIDIKAN KESEHATAN SOROTAN LINKUNGAN
Home
News
Rehabilitasi Mangrove Ditargetkan 4.200 Ha untuk Tahun 2025, 'Demi Memburu Pendapatan Rp4 Triliun dari Perdagangan Karbon'
Riau 02-08-2025 20:30 WIB
Rehabilitasi Mangrove Ditargetkan 4.200 Ha untuk Tahun 2025, 'Demi Memburu Pendapatan Rp4 Triliun dari Perdagangan Karbon'
Rehabilitasi Mangrove Ditargetkan 4.200 Ha untuk Tahun 2025, 'Demi Memburu Pendapatan Rp4 Triliun dari Perdagangan Karbon'
Strategi rehabilitasi mangrove bersama Perguruan Tinggi.
PEKANBARU - Pemerintah Provinsi Riau menargetkan pendapatan Rp4 triliun dari perdagangan karbon pada kurun waktu 2025-2029 mendatang sebagai salah satu sumber pendanaan pembangunan sekaligus menjaga kelestarian alam.
"Rehabilitasi mangrove dikembangkan dan dipwerluas hingga ditargetkan 4.200 hektar untuk tahun 2025."
"Berdasar rekap rencana kegiatan, rehabilitasi akan diperluas ke lima kabupaten, ada Indragiri Hilir, Pelalawan, Kepulauan Meranti, Bengkalis, dan Rokan Hilir, dengan total target luasan lebih dari 4.200 ha," kata Penjabat (Pj) Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Riau, M. Job Kurniawan saat melakukan rapat koordinasi terkait percepatan rehabilitasi mangrove di Pekanbaru, Jumat kemarin.
Pemerintah Provinsi Riau menargetkan merehabilitasi 4.200 hektare mangrove dalam Program Mangroves for Coastal Resilience (M4CR) pada tahun 2025 yang akan diperluas ke lima kabupaten dari sebelumnya hanya di Inderagiri Hilir.
M. Job Kurniawan mengatakan kegiatan rehabilitasi di Kabupaten Inhil tahun 2024 dilaksanakan dengan total luasan mencapai 1.683 Ha.
Kegiatan ini menyerap lebih dari 1.100 tenaga kerja lokal, dan lebih dari 5,3 juta batang mangrove telah tertanam.
Dikatakannya, pengelolaan hutan mangrove dan mata pencaharian masyarakat pesisir di Inhil meningkat pada tahun 2024.
Kegiatan rehabilitasi ini telah mendorong terbentuknya jaringan pelatihan teknis, sekolah lapangan dan juga peningkatan kapasitas masyarakat.
Bahkan, lanjutnya kegiatan rehabilitasi ini telah terintegrasi ke dalam Kurikulum Merdeka Belajar.
"Capaian ini cerminan kerja bersama lintas pihak, ada pemerintah pusat, pemerintah daerah, masyarakat, pendamping teknis, akademisi, dan tentunya para penggiat lingkungan," ucap Pj Sekdaprov.
M. Job Kurniawan menambahkan, dalam setiap proses tentunya ada beberapa kendala yang tidak bisa dihindari. Masih adanya lokasi tanam yang tidak optimal akibat kondisi biofisik lahan yang rendah atau selalu tergenang menjadi salah satu kendala.
"Masih ada desa-desa potensial yang belum terjangkau karena belum rampung proses identifikasi dan verifikasinya," sebutnya.
Pemprov Riau juga menyambut baik pendekatan partisipatif yang dibangun dalam program M4CR.
Mulai dari melibatkan fasilitator desa hingga dukungan edukasi melalui modul tematik mangrove yang telah terintegrasi di sekolah.
"Kami juga ingin memastikan bahwa rehabilitasi mangrove membawa manfaat nyata bagi masyarakat baik dari sisi perlindungan wilayah, peningkatan produktivitas lahan, maupun peluang ekonomi hijau," ujarnya.
Sebelumnya mantan Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Riau Mamun Murod mengakui Riau targetkan rehabilitasi mangrove 4.200 Ha pada tahun 2025 yang mendapat bantuan Bank Dunia Rp800 miliar buat rehabilitasi mangrove ini.
"Sudah sejak tahun 2023 Pemprov Riau memperoleh Rp800 miliar bantuan Bank Dunia untuk merehabilitasi mangrove melalui program Mangrove for Coastal Resilience (M4CR)."
"Untuk seleksi lokasi rehabilitasi didasarkan pada usulan dari provinsi sudah dijalankan beberapa bulan lalu, kemudian melalui proses verifikasi sebelum ditetapkan untuk mendapatkan bantuan rehabilitasi tersebut," kata Mamun Murod.
Menurut Mamun Murod, Riau justru menjadi salah satu provinsi percontohan dalam program rehabilitasi mangrove dengan dukungan dana sebesar Rp800 miliar itu.
Dia menyebutkan anggaran sebesar Rp800 miliar itu adalah untuk mendukung upaya rehabilitasi dengan target seluas 7.498 hektare lahan mangrove tersebar di enam kabupaten dan kota di Riau.
"Keenam daerah tersebut adalah Kabupaten Rokan Hilir, Kabupaten Bengkalis, Kabupaten Kepulauan Meranti, Kabupaten Indragiri Hilir, Kabupaten Pelalawan, dan Kota Dumai dengan luas masing-masing area rehabilitasi yang bervariasi," katanya pula.
Luas lahan yang direhabilitasi tercatat Kabupaten Indragiri Hilir menjadi kabupaten terluas yang direhabilitasi 3.660 hektare, disusul Bengkalis seluas 1.400 hektare, Pelalawan 1309 hektare, Rokan Hilir 674 hektare, Kepulauan Meranti seluas 385 hektare, dan Dumai seluas 70 hektare.
Rehabilitasi mangrove selain di Riau, juga dilaksanakan di Provinsi Sumatera Utara, Provinsi Kalimantan Timur, dan Provinsi Kalimantan Utara.
"Rehabilitasi mangrove merupakan bentuk tugas dan tanggung jawab pemulihan ekosistem mangrove, diharapkan kegiatan Padat Karya Penanaman Mangrove dapat meningkatkan ekonomi masyarakat sekitar ekosistem mangrove dan juga menjadi ekosistem mangrove semakin lestari," katanya lagi.
Selain itu, kata Mamun Murod pula, program rehabilitasi mangrove selain menandai komitmen terhadap keberlanjutan lingkungan, juga memberikan dampak positif bagi masyarakat setempat dan berkontribusi besar dalam mewujudkan Riau Hijau.
Gubernur Riau Abdul Wahid dalam Musyawarah Perencanaan Pembangunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah 2025-2029 di Pekanbaru, Senin mengatakan dana tersebut berasal dari negara maju yang berkontribusi, salah satunya Inggris.
"Kita wajib turunkan tingkat emisi dan negara maju mau memberikan kontribusi. Saya bertekad menjaga hutan dan lahan menjadi keuntungan ke depan," kata Abdul Wahid yang baru saja mengikuti "London Climate Week" pekan lalu.
Ia mengatakan jika Bank Dunia menghargai 1 ton karbon seharga 5 dolar Amerika Serikat (AS), United Nations Environment Programme (UNEP) dan donatur lainnya bisa memberikan harga 15 dolar AS hingga 30 dolar AS per ton.
Jika Riau dapat menurunkan 200 ribu ton emisi per tahun maka diperkirakan provinsi yang dipimpinnya akan mendapatkan Rp4 triliun, menurut Abdul Wahid.
Ia mengatakan dalam pertemuan di Inggris pihaknya telah bertemu dua donatur, salah satunya yakni Architecture for REDD+ Transactions (ART), sebuah organisasi yang menyediakan standar dan kerangka kerja untuk Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation (REDD+) di tingkat yurisdiksi.
Organisasi itu juga mengembangkan standar The Environmental Excellence Standard for REDD+ (TREES) untuk mengukur, memantau, melaporkan, dan memverifikasi hasil pengurangan dan penyerapan emisi dari kegiatan REDD+.
Abdul Wahid mengatakan pendapatan dari penjualan kredit karbon itu selanjutnya dapat digunakan untuk mendanai program-program lingkungan, di antaranya pembangunan di sektor lahan, kehutanan, lingkungan hidup, pertanian, dan transportasi.
"Mudah-mudahan Bupati dan walikota bisa tersenyum. Ini langkah yang harus dilakukan di tengah keterbatasan kemampuan fiskal untuk membangun," ujar dia. (*)
https://cutt.ly/crD15TFZ
$WOOD
Cocoklogi WOOD bisa menyerap 2juta ton CO2 berarti dpt 40 T tiap taun dong kwkwkw. Entah Typo apa gmn. Amiinin ja