Volume
Avg volume
PT Bundamedik Tbk (BMHS) adalah penyedia layanan kesehatan yang memiliki teknologi medis modern di Rumah Sakit Ibu dan Anak Bunda Jakarta, Rumah Sakit Umum Bunda Jakarta, Rumah Sakit Umum Bunda Margonda, Rumah Sakit Umum Bunda BMC Padang, Rumah Sakit Ibu dan Anak Bunda Citra Ananda, BIC Pacific Place & BIC Vida Bekasi, Morula IVF Indonesia, Diagnos (Lab), Bunda Global Pharma, Emergency Response (ER), Bunda Diklat Indonesia, IRSI (Lembaga Ilmu Reproduksi Indonesia), Prima Dental, Indonesian Medical Tourism Board (IMTB) dan Daima Norwood Menteng.
Paksa Lepas Masker
Video Youtube https://cutt.ly/jrGnroQz
Kasus keluarga pasien di RSUD Sekayu yang memaksa dokter melepas masker ini sebenarnya potret lengkap benturan antara ego, ketidaktahuan medis, dan rasa membeli hak istimewa hanya karena berada di ruang VVIP. Dalam video yang beredar, keluarga pasien menuntut penjelasan dengan nada tinggi dan memerintahkan dokter membuka masker, sambil menegaskan bahwa mereka sudah di ruang paling layak dan pasien sudah tiga hari dirawat. Masalahnya, pasien ini terindikasi infeksi TBC, yang penularannya melalui udara membuatnya masuk kategori penyakit dengan protokol ketat pencegahan penularan. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf
Secara aturan, jelas yang dilanggar adalah Permenkes No. 27 Tahun 2017 tentang Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Fasilitas Pelayanan Kesehatan, yang mewajibkan tenaga medis menggunakan APD sesuai risiko, termasuk masker N95 untuk pasien TBC. Dokter tidak boleh melepas masker di ruangan pasien terinfeksi, apalagi jika ruang tersebut tidak sepenuhnya steril dari risiko penularan. Selain itu, UU No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit Pasal 32 huruf q mengatur bahwa pasien dan keluarga wajib menaati tata tertib rumah sakit, yang mencakup menghormati SOP medis. UU No. 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan Pasal 297–299 juga menegaskan hak perlindungan hukum dan keamanan bagi tenaga kesehatan. Memaksa dokter melepas APD bisa dikategorikan sebagai tindakan menghalangi tenaga kesehatan menjalankan tugas sesuai standar. Bahkan jika ada unsur paksaan atau ancaman, KUHP Pasal 335 (perbuatan tidak menyenangkan) atau Pasal 212–214 (melawan petugas yang menjalankan tugas sahnya) bisa diterapkan.
Yang lucu sekaligus miris, status ruang VVIP kerap disalahartikan. Fasilitas ini memang memberi kenyamanan lebih, kasur empuk, kamar luas, makanan yang lebih baik, tapi tidak ada satu pun pasal yang mengatakan bahwa ruang VVIP bisa menghapus aturan medis. Banyak kasus konyol yang serupa. Misalnya, naik pesawat kelas bisnis lalu minta pilot terbang tanpa sabuk pengaman dan pintu kokpit dibuka karena sudah bayar mahal. Atau menginap di hotel bintang lima lalu memaksa chef masak daging ayam setengah matang tanpa higienisasi demi selera pribadi. Sama-sama melanggar protokol keselamatan, dan kalau terjadi masalah, yang rugi bukan cuma pembeli jasa tapi semua orang yang terlibat.Upgrade skill https://cutt.ly/ge3LaGFx
Ini seperti beli tiket konser VIP lalu memaksa teknisi sound system mematikan pengaman speaker biar suara lebih kencang, padahal risikonya bisa merusak telinga dan peralatan. Sound horeg ini mah. Atau sewa mobil sport mahal lalu minta mekaniknya mematikan sistem rem ABS supaya terasa sensasi asli, tanpa peduli kalau itu membahayakan pengguna jalan lain. Semua contoh ini punya benang merah, bayar mahal hanya membeli fasilitas ekstra, bukan hak untuk membuang aturan keselamatan yang dibuat demi melindungi semua pihak.
Dalam kasus RSUD Sekayu ini, tindakan keluarga pasien bukan cuma emosional tapi juga berpotensi membahayakan. Kalau dokter sampai menuruti dan membuka masker, risikonya bukan hanya pada dirinya tapi juga tenaga kesehatan lain, pasien lain, bahkan keluarga pasien itu sendiri. SOP medis dibuat bukan untuk formalitas, tapi untuk memastikan semua orang, terlepas dari status ruang rawatnya, tetap aman dari risiko medis yang nyata.
Ini bukan rekomendasi jual dan beli saham. Keputusan ada di tangan masing-masing investor.
Untuk diskusi lebih lanjut bisa lewat External Community Pintar Nyangkut di Telegram dengan mendaftarkan diri ke External Community menggunakan kode: A38138
Link Panduan https://stockbit.com/post/13223345
Kunjungi Insight Pintar Nyangkut di sini https://cutt.ly/ne0pqmLm
Sedangkan untuk rekomendasi belajar saham bisa cek di sini https://cutt.ly/Ve3nZHZf
https://cutt.ly/ge3LaGFx
Toko Kaos Pintar Nyangkut https://cutt.ly/XruoaWRW
Disclaimer: http://bit.ly/3RznNpU
$MIKA $BMHS $SILO
Komisaris Baru $BMHS, Petinggi dari Ares Management yang Caplok Northstar Patrick Waluyo $GOTO
Diskusi di External Community Pintar Nyangkut di Telegram dengan Kode External Community A38138 https://stockbit.com/post/13223345
Mungkin banyak investor di Indonesia yang belum kenal sama Ares Management. Namanya seperti Dewa Perang Yunani. Ares Management saat ini sedang memainkan strategi besar untuk memperluas pengaruhnya di Asia Tenggara, termasuk di Indonesia. Ares adalah perusahaan investasi alternatif asal Amerika Serikat yang mengelola aset lebih dari US$546 miliar dan dalam beberapa tahun terakhir rajin belanja bisnis di kawasan ini. Setelah mengakuisisi bisnis real asset internasional GLP senilai US$44 miliar dan menguasai portofolio besar di sektor logistik, digital infrastructure, serta real estate, Ares masuk ke babak berikutnya dengan mengambil alih Northstar Group pada 1 Agustus 2025. Northstar adalah pemain kawakan di private equity Asia Tenggara dengan modal komitmen sekitar US$2,6 miliar dan portofolio investasi yang menyasar nama-nama besar seperti GoTo, Indosat Ooredoo Hutchison, dan eFishery. Nilai transaksinya yang disebut hanya di kisaran single-digit juta dolar menunjukkan bahwa ini bukan sekadar pembelian, tapi langkah strategis untuk mengonsolidasikan aset sekaligus mengamankan posisi di pasar. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf
Setelah kesepakatan itu tuntas, seluruh karyawan Northstar yang tersisa langsung bergabung ke Ares. Namun, pendirinya, Glenn Sugita dan Patrick Walujo yang juga CEO GoTo, memilih untuk tidak ikut. Perubahan besar pun mulai terlihat. Sejumlah tokoh senior Northstar memutuskan keluar dan melanjutkan karier di tempat lain. Salah satu yang paling disorot adalah Sunata Tjiterosampurno, yang selama ini menjabat sebagai Managing Director sekaligus Co-Chief Investment Officer Northstar. Sunata memiliki rekam jejak panjang di industri keuangan dan investasi, mulai dari riset ekuitas di Lippo Securities-SBC Warburg pada 1995, konsultan di Boston Consulting Group, Direktur Perbankan di Danareksa Sekuritas, hingga menjadi bagian dari Northstar sejak 2006. Ia dikenal sebagai salah satu figur yang terlibat dalam keputusan investasi awal Northstar di Gojek sebelum perusahaan tersebut menjadi unicorn.
Di tengah proses transisi pasca-akuisisi, Sunata mengundurkan diri dari berbagai jabatan strategisnya, termasuk sebagai Komisaris PT Bundamedik Tbk (BMHS). Surat pengunduran dirinya diajukan pada 19 Juni 2025 dan BMHS menyatakan bahwa langkah ini tidak akan berdampak material pada operasional, hukum, maupun keuangan perusahaan. Sunata sendiri telah menjadi komisaris di BMHS sejak 2022 dan juga memiliki pengalaman sebagai komisaris di BFI Finance, Trimegah Sekuritas, dan Delta Dunia Makmur. Pada RUPSLB BMHS di Agustus 2025, pemegang saham secara resmi memberhentikan Sunata dengan hormat dan langsung menunjuk penggantinya. Upgrade skill https://cutt.ly/ge3LaGFx
Kursi yang ditinggalkan Sunata di BMHS diisi oleh Shubhasish Chattoraj, seorang Principal di Ares Asia yang memimpin investasi private equity di sektor layanan kesehatan untuk pasar Asia. Chattoraj bukan orang baru di dunia kesehatan. Ia memegang investasi Ares di Belo Medical, jaringan klinik estetika terbesar di Filipina, dan sebelumnya menjabat di Partners Group untuk menangani investasi global dan Asia di bidang layanan kesehatan spesialis, diagnostik, dan farmasi. Ia juga pernah menjadi Asia Pacific Strategic Planning and Commercial Excellence Manager di Abbott Laboratories dan memimpin peluncuran FreeStyle Libre, perangkat pemantauan glukosa generasi terbaru di Asia Tenggara dan Australia. Sebelum itu, ia bekerja sebagai konsultan manajemen di Bain & Co. dan PwC, melayani klien multinasional di sektor kesehatan dan private equity. Latar belakang akademisnya pun mentereng, dengan gelar Bachelor of Technology (Honors) dari IIT Kharagpur dan Post Graduate Programme in Management dari ISB Hyderabad.
Penunjukan Chattoraj sebagai Wakil Komisaris Utama BMHS jelas mencerminkan strategi Ares untuk mengamankan posisi di perusahaan-perusahaan portofolio strategis yang sejalan dengan fokus global mereka, khususnya di sektor kesehatan. Dengan orang internal Ares duduk di kursi pengambil keputusan, arah strategi BMHS bisa lebih mudah disinergikan dengan agenda ekspansi Ares di Asia. Hal ini menegaskan bahwa akuisisi Northstar tidak hanya soal kepemilikan aset, tapi juga penempatan kader di titik-titik kendali penting. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf
Di sisi lain, Sunata memilih jalur berbeda. Alih-alih mengikuti arus integrasi ke Ares atau bertahan di perusahaan portofolio lama, ia memutuskan bergabung dengan Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara) mulai Juli 2025. Danantara adalah entitas investasi yang sedang memperkuat barisan internalnya dengan merekrut tokoh berpengalaman untuk mengelola dan mengembangkan dana besar. Perpindahan Sunata ke Danantara ini mengindikasikan bahwa pasca-akuisisi, tidak semua tokoh senior Northstar akan berada di orbit Ares. Ada yang memilih membangun atau memperkuat entitas modal domestik yang potensial menjadi pusat kekuatan baru di luar kendali modal asing.
Kalau semua potongan ini kita satukan, terlihat jelas pola besarnya. Ares masuk melalui akuisisi Northstar, mendapatkan akses langsung ke aset strategis dan perusahaan portofolio seperti BMHS, lalu menempatkan kader seperti Chattoraj untuk memperkuat kontrol di sektor yang menjadi fokus. Sementara itu, figur-figur senior seperti Sunata bergerak keluar untuk membangun kekuatan di entitas lain seperti Danantara. Hasil akhirnya adalah pergeseran kepemilikan dan juga pusat pengambilan keputusan. Aliansi baru terbentuk, struktur lama berubah, dan tarikan kepentingan antara modal global dan kekuatan domestik semakin nyata di sektor-sektor penting seperti teknologi, telekomunikasi, dan kesehatan. Upgrade skill https://cutt.ly/ge3LaGFx
Ini bukan rekomendasi jual dan beli saham. Keputusan ada di tangan masing-masing investor.
Untuk diskusi lebih lanjut bisa lewat External Community Pintar Nyangkut di Telegram dengan mendaftarkan diri ke External Community menggunakan kode: A38138
Link Panduan https://stockbit.com/post/13223345
Kunjungi Insight Pintar Nyangkut di sini https://cutt.ly/ne0pqmLm
Sedangkan untuk rekomendasi belajar saham bisa cek di sini https://cutt.ly/Ve3nZHZf
https://cutt.ly/ge3LaGFx
Toko Kaos Pintar Nyangkut https://cutt.ly/XruoaWRW
Disclaimer: http://bit.ly/3RznNpU
$DOID
1/7
$DKHH LUAR BIASA GILAAAAA !!! THANK YOU
TAG EMITEN 1 SEKTOR $MDLA $BMHS HARUSNYA NAIK JUGA SILAKAN CICIL
@verdinyao wiss... ckckck... Jangan sesumbar, sombong dan kasar ke orang lain. apalagi di publik. Mending Chat aja.
Gak baik diliat banyak orang. Silahkan kalau mau nyanggah.. tapi lebih baik dengan data, gambar sendiri atau setidaknya tunjukkan sopan santun, bakalan lebih kelihatan cerdas pak.
Nanti kawan investor $BMHS ngambek gimana? Nyentil harga gampang mas.. Yg susah ngebenahi attitude..
$BMHS LK Q2 2025: Laba Masih Anjlok
Lanjutan dari postingan sebelumnya di External Community Pintar Nyangkut di Telegram dengan Kode External Community A38138 https://stockbit.com/post/13223345
PT Bundamedik Tbk atau BMHS adalah grup layanan kesehatan yang sudah eksis sejak 1978 dengan model bisnis yang lengkap dari hulu sampai hilir. Inti bisnisnya adalah rumah sakit yang tersebar di banyak kota besar dan menengah seperti Jakarta, Bekasi, Depok, Tangerang, Padang, Bali, Surabaya, Makassar, Bandung, Pontianak, Yogyakarta, Pekanbaru, dan Palembang. Di luar rumah sakit, BMHS juga punya lini IVF lewat Morula Indonesia yang mengoperasikan klinik bayi tabung di banyak lokasi, laboratorium Diagnos, klinik USG, klinik fisioterapi, klinik gigi, klinik umum, layanan ambulans, distribusi obat dan alat medis lewat Bunda Global Pharma, serta pelatihan tenaga kesehatan lewat BHMS Diklat Indonesia. Bahkan ada satu unit usaha hotel di Jakarta meskipun kontribusinya sangat kecil. Semua anak usaha memegang izin operasional rumah sakit yang sah dan mayoritas asetnya aktif menghasilkan pendapatan. Induk usahanya adalah PT Bunda Investama Indonesia dan jumlah karyawan tetap per Juni 2025 sebanyak 1.555 orang. BMHS IPO pada 2021 di harga 340 per saham. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf
Kinerja semester I 2025 menunjukkan gambar yang tidak hitam putih. Dari sisi top line, pendapatan bersih turun 3,4% menjadi Rp757,8 miliar dari Rp784,5 miliar di periode yang sama 2024. Penurunan ini merata di dua mesin utama, yaitu rumah sakit yang menyumbang Rp531,6 miliar turun tipis dari Rp535,6 miliar dan IVF yang mencatat Rp243,8 miliar turun dari Rp252,1 miliar. Segmen hotel juga menyusut tajam dari Rp3,5 miliar menjadi Rp2,1 miliar. Artinya, tekanan bukan hanya di pinggiran tetapi juga di inti bisnis. Jika sebabnya adalah perlambatan permintaan atau persaingan yang makin ketat, maka ini menjadi sinyal bahwa strategi pemasaran dan diferensiasi layanan perlu diperkuat.
Biaya pokok pendapatan atau COGS relatif datar di Rp413,4 miliar dari Rp414,8 miliar. Namun yang menjadi masalah, komponen terbesar yaitu gaji tenaga medis justru naik menjadi Rp199,1 miliar. Dengan pendapatan turun dan biaya tetap tinggi, margin kotor tergerus. Gross profit menyusut 6,9% dari Rp369,7 miliar menjadi Rp344,4 miliar dan gross margin turun menjadi 45,4% dari sebelumnya 47,1%. Beban operasional juga masih besar meski turun tipis dari Rp314,1 miliar menjadi Rp307,9 miliar. Gaji dan tunjangan pegawai tetap menyumbang porsi terbesar Rp130,4 miliar, diikuti depresiasi, fee profesional, biaya kantor, dan outsourcing. Karakter bisnis rumah sakit yang padat SDM dan padat aset membuat struktur biaya sulit diubah secara cepat.
Pendapatan keuangan naik signifikan dari Rp6,07 miliar menjadi Rp10,63 miliar berkat bunga deposito yang lebih tinggi. Namun beban keuangan tetap tinggi di kisaran Rp32,6 miliar, mayoritas dari bunga pinjaman bank. Akumulasi semua faktor ini membuat laba sebelum pajak anjlok 65% menjadi Rp8,33 miliar dari Rp23,89 miliar. Laba bersih periode berjalan turun 65,8% menjadi Rp6,37 miliar dan laba yang diatribusikan ke pemilik entitas induk menyusut 64,4% menjadi Rp3,90 miliar. EPS dasar turun dari 1,3 menjadi 0,5 per saham. Jadi secara garis besar, penurunan laba lebih dalam dari penurunan pendapatan karena biaya tidak turun sebanding.Upgrade skill https://cutt.ly/ge3LaGFx
Yang agak menghibur, arus kas operasi atau CFO justru membaik dari Rp23,62 miliar menjadi Rp34,95 miliar. Peningkatan ini bukan karena profit yang lebih tinggi tetapi karena pembayaran ke pemasok dan beban operasional turun lebih dalam, serta pembayaran pajak berkurang sekitar Rp7 miliar. Namun piutang usaha naik dari Rp144,7 miliar menjadi Rp174,8 miliar dan cadangan kerugian penurunan nilai naik menjadi Rp5,5 miliar, menandakan potensi penagihan yang lebih lama. Jika tren ini berlanjut, CFO bisa tertekan di periode berikutnya meski saat ini terlihat membaik.
Di sisi investasi, kas keluar untuk capex turun drastis dari Rp142,5 miliar menjadi Rp79,3 miliar sehingga tekanan ke kas berkurang. Capex ini sebagian besar untuk pembangunan rumah sakit di Bekasi dan penambahan peralatan medis. Di sisi pendanaan, arus kas turun tajam menjadi Rp22,33 miliar dari Rp87,82 miliar karena penarikan pinjaman baru lebih kecil dan pelunasan pinjaman naik signifikan dari Rp5,5 miliar menjadi Rp32,3 miliar. Dividen kas sekitar Rp11,4 miliar tetap dibayarkan. Akibat kombinasi ini, kas akhir periode turun Rp22 miliar menjadi Rp761,2 miliar, namun masih cukup tebal untuk menutup kebutuhan likuiditas jangka pendek.
Neraca menunjukkan total aset naik menjadi Rp3,526 triliun dari Rp3,446 triliun. Aset lancar stabil di Rp1,093 triliun dengan kas Rp761,2 miliar, piutang usaha Rp174,8 miliar, dan persediaan turun ke Rp37,3 miliar. Aset tetap naik signifikan menjadi Rp2,025 triliun, right of use naik menjadi Rp121,4 miliar, goodwill tetap di Rp94,7 miliar tanpa indikasi penurunan nilai. Liabilitas naik menjadi Rp1,384 triliun, dengan utang bank jangka pendek Rp438,6 miliar, utang usaha pihak ketiga Rp46,3 miliar, dan pinjaman jangka panjang naik ke Rp695,9 miliar. Liabilitas sewa juga meningkat menjadi Rp74,4 miliar. Ekuitas turun tipis menjadi Rp2,142 triliun, tergerus laba yang lebih kecil dan rugi nilai wajar aset keuangan sekitar Rp10,5 miliar. Current ratio 1,88 kali dan debt to equity 0,53 kali menunjukkan posisi likuiditas dan leverage masih sehat, net debt meningkat dari Rp307,5 miliar menjadi Rp379 miliar.Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf
Dari sisi segmen, layanan kesehatan menyumbang lebih dari 99% pendapatan sebelum eliminasi dengan revenue Rp800,6 miliar, margin kotor 41,8%, laba sebelum pajak Rp13,3 miliar, dan capex Rp137,5 miliar di semester I 2025. Segmen lain hanya memberi Rp87,7 miliar revenue dengan margin kotor 13,3% dan rugi sebelum pajak Rp0,18 miliar, capex sangat kecil Rp25,8 juta. Artinya beban investasi dan harapan profitabilitas sepenuhnya ada di segmen inti ini.
Risiko yang dihadapi cukup khas sektor ini. Risiko suku bunga masih ada karena sebagian pinjaman berbunga mengambang di kisaran 7,25% per tahun. Risiko kredit dari piutang pasien dan perusahaan asuransi ditangani dengan pemantauan aktif dan penambahan CKPN. Likuiditas aman, covenant bank terpenuhi, namun peningkatan utang berbunga membuat disiplin arus kas semakin penting. Struktur biaya yang fixed heavy membuat profit sensitif terhadap perubahan volume layanan.
BMHS berada di fase ekspansi yang agresif, aset dan kapasitas layanan bertambah, leverage masih wajar, likuiditas aman. Tantangan utamanya adalah membalikkan tren penurunan pendapatan inti dan mengembalikan margin agar investasi yang sudah keluar bisa memberi imbal hasil. Jika proyek seperti rumah sakit Bekasi cepat rampung dan terisi pasien, pendapatan bisa pulih, skala usaha memperbaiki efisiensi, arus kas menguat, dan utang lebih mudah dilunasi. Namun jika pasar tidak membaik atau persaingan semakin keras, fixed cost akan menekan margin lebih lama, beban bunga tetap berjalan, dan likuiditas bisa menipis. BMHS punya sumber daya untuk keluar dari tekanan ini, tetapi keberhasilannya tergantung pada eksekusi dan kecepatan monetisasi aset baru.Upgrade skill https://cutt.ly/ge3LaGFx
Struktur pihak-pihak yang terlibat di BMHS ini cukup kompleks karena mencakup pengelola, pemegang saham, sumber pendapatan, penyedia layanan, sampai pihak-pihak yang secara langsung atau tidak langsung bisa menimbulkan tantangan. Di puncak tata kelola ada Dewan Komisaris yang dipimpin Ivan Rizal Sini dengan Wishnutama Kusubandio sebagai Wakil Presiden Komisaris, ditemani Ir. Mesha Rizal Sini, Sunata Tjiterosampurno, Retno Lestari Priansari Marsudi, dan Arianti Anaya yang juga merangkap Komisaris Independen. Manajemen harian dipegang Agus Heru Darjono sebagai Direktur Utama bersama Emilia Rouli dan Cuncun Wijaya. Mereka dibantu Komite Audit yang diketuai Arianti Anaya, unit audit internal dan manajemen risiko di bawah Tubagus Adi Satria Prakarsa, serta Sekretaris Perusahaan Josephine PM Tobing. Tenaga kerja tetap per Juni 2025 berjumlah 1.555 orang dan gaji beserta tunjangannya menjadi salah satu pos beban operasional terbesar.
Sunata sudah mundur dari jabatan komisaris dan move on ke Danantara.
Sumber pendapatan utama datang dari pasien dan pelanggan yang beragam kategorinya, mulai dari perusahaan asuransi, klien korporasi, pasien individu, hingga pengguna kartu kredit. Layanan yang dijual meliputi penjualan obat dan alat medis, jasa penunjang medis, biaya jasa profesional, layanan rawat inap dan rawat jalan, ruang operasi dan persalinan, hingga layanan IVF dan klinik. Ada juga pendapatan dari segmen hotel, meski porsinya kecil. Di sisi pemasok, BMHS melakukan pembayaran kepada vendor barang dan biaya operasional, dengan utang usaha yang tidak dijaminkan dan tidak berbunga serta jatuh tempo 30–60 hari. Selain pemasok, ada dokter yang dibayar biaya profesional sesuai kontribusinya. Mitra perbankan utama antara lain Bank Mandiri yang memberi fasilitas pinjaman jangka pendek dan investasi jangka panjang ke sejumlah entitas anak, serta Bank Syariah Indonesia yang menyalurkan pembiayaan murabahah. Ada juga dana yang ditempatkan lewat manajer investasi PT Atrus Investama, serta simpanan kas dan setara kas di banyak bank nasional dan daerah. Dari sisi kepemilikan saham, induk PT Bunda Investama Indonesia menguasai 57,37%, Akasya Investment 4,90%, sejumlah komisaris dan direktur memegang porsi minoritas, dan publik 23,76%. Para pemegang saham inilah yang berwenang menyetujui pembagian dividen tunai. Subsidiari yang dikonsolidasi mencakup rumah sakit dan klinik di banyak daerah, laboratorium, serta satu entitas hotel di Jakarta. Beberapa entitas anak dikonsolidasi meski kepemilikan di bawah 50% karena BMHS memegang kendali penuh.Upgrade skill https://cutt.ly/ge3LaGFx
Di luar pihak yang berkontribusi positif, ada pula faktor yang menjadi sumber masalah atau risiko. Piutang tak tertagih muncul sebagai beban sekitar Rp 1,25 miliar di semester I 2025, dengan cadangan kerugian penurunan nilai piutang sebesar Rp 5,52 miliar. Piutang yang lewat jatuh tempo lebih dari 90 hari masuk kategori low grade, menandakan tantangan dalam penagihan. Instrumen keuangan juga mencatat rugi belum direalisasi Rp 10,58 miliar pada aset keuangan lancar lain, yang membebani pendapatan komprehensif lain. Liabilitas imbalan kerja menghasilkan rugi aktuaria sekitar Rp 0,44 miliar, menunjukkan sensitivitas terhadap asumsi aktuaria. Sistem pajak self-assessment di Indonesia membawa risiko penetapan ulang kewajiban pajak dalam 5 tahun ke depan. Goodwill dari akuisisi diuji penurunan nilainya setiap tahun, sejauh ini tidak ada impairment, tetapi nilainya tetap rawan jika kinerja entitas anak tidak memenuhi ekspektasi.
Risiko keuangan yang melekat mencakup risiko suku bunga, risiko kredit, dan risiko likuiditas. Sebagian pinjaman memang berbunga tetap, tetapi ada yang berbunga mengambang sehingga tetap terpapar fluktuasi suku bunga pasar. Risiko kredit dikelola dengan pemantauan ketat atas piutang dan penempatan dana di bank-bank bereputasi baik. Risiko likuiditas dihadapi dengan menjaga saldo kas yang memadai dan fasilitas kredit yang tersedia untuk membiayai capex dan melunasi utang jatuh tempo. Selain itu, ada persyaratan covenant dari perjanjian kredit, seperti current ratio minimal 100%, debt service equity ratio di atas 100%, DER maksimal 4 kali, dan ekuitas positif. Saat ini seluruh covenant dipenuhi, tetapi jika ke depan ada pelanggaran, konsekuensinya bisa berat, mulai dari penalti hingga potensi default. Semua ini menunjukkan bahwa hubungan BMHS dengan para pihaknya membentuk ekosistem operasional yang luas dan kompleks, di mana sinergi, kontrol risiko, dan pengelolaan keuangan yang disiplin menjadi kunci menjaga kesehatan bisnis.
Dengan harga saham Rp190 dan kinerja semester I 2025 yang dianualisasi, valuasi BMHS terlihat agak timpang dibanding performa fundamentalnya. Kapitalisasi pasarnya sekitar Rp1,63 triliun, tapi laba bersih yang diatribusikan ke pemilik kalau dihitung setahun penuh hanya sekitar Rp7,80 miliar. Itulah sebabnya PER melonjak ke 190x, angka yang biasanya hanya layak untuk emiten dengan prospek pertumbuhan tinggi, sementara realitanya EPS justru turun 61,54% dibanding tahun lalu. PBV berada di 0,955x, artinya saham diperdagangkan sedikit di bawah nilai buku, sedangkan PTBV sedikit di atas 1x. Ini memberi sinyal pasar masih menghargai aset berwujudnya, tapi belum memberi premi besar karena profitnya melemah.Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf
Dari sisi arus kas, CFO positif Rp69,89 miliar setahun penuh, tapi capex jauh lebih besar sehingga FCF negatif Rp205 miliar. P/FCF jadi tidak relevan karena angkanya minus, P/CFO berada di 23,39x, menunjukkan harga sekarang setara 23 kali arus kas operasional. P/S 1,078x dan EV/Sales 1,328x relatif moderat, sedangkan EV/EBITDA di 10,39x masih dalam kisaran yang wajar untuk sektor rumah sakit. Namun EV/EBIT mencapai 33,14x karena depresiasi-amortisasi besar, dan EV/CFO 28,81x, menandakan valuasi tinggi terhadap kas yang dihasilkan operasi.
Yield dividen kecil, 0,34% saja, dengan payout ratio sekitar 65% terhadap laba dianualisasi, sehingga porsi laba yang dibagikan besar meski jumlahnya kecil. Kombinasi PER sangat tinggi, PBV di bawah 1, FCF negatif, dan penurunan tajam laba menunjukkan valuasi saat ini lebih banyak ditopang harapan perbaikan kinerja ke depan ketimbang pencapaian sekarang. Untuk menuju valuasi “ideal” seperti PBV 1,5x dan PER 15x, BMHS butuh membalikkan tren penurunan pendapatan dan laba, mengoptimalkan aset yang sudah dibangun, serta menghasilkan FCF positif yang konsisten. Tanpa itu, harga saat ini berisiko dinilai terlalu mahal untuk fundamental yang ada.
Ini bukan rekomendasi jual dan beli saham. Keputusan ada di tangan masing-masing investor.
Untuk diskusi lebih lanjut bisa lewat External Community Pintar Nyangkut di Telegram dengan mendaftarkan diri ke External Community menggunakan kode: A38138
Link Panduan https://stockbit.com/post/13223345
Kunjungi Insight Pintar Nyangkut di sini https://cutt.ly/ne0pqmLm
Sedangkan untuk rekomendasi belajar saham bisa cek di sini https://cutt.ly/Ve3nZHZf
https://cutt.ly/ge3LaGFx
Toko Kaos Pintar Nyangkut https://cutt.ly/XruoaWRW
Disclaimer: http://bit.ly/3RznNpU
$DGNS $MDLA
1/8
$MDLA LK Q2 2025: Keep Growth
Lanjutan dari postingan sebelumnya tentang saham MDLA di External Community Pintar Nyangkut di Telegram dengan Kode External Community A38138 https://stockbit.com/post/13223345
PT Medela Potentia Tbk atau yang lebih dikenal dengan MDLA adalah salah satu wajah baru di bursa saham Indonesia, tapi bukan pemain baru di industri. Perusahaan ini berdiri sejak 5 Agustus 2011 dan mulai beroperasi pada 2013, kemudian berubah status dari perusahaan tertutup menjadi perusahaan publik pada 22 November 2024. Langkah besar ini disahkan oleh Kemenkumham tiga hari setelahnya dan akhirnya MDLA resmi melantai di Bursa Efek Indonesia pada 15 April 2025. Melalui IPO-nya, MDLA melepas 3,5 miliar saham baru dengan harga Rp188 per lembar. IPO ini bukan sekadar formalitas tapi langsung mengubah struktur keuangan perusahaan. Total kas melonjak 163% dari Rp335 miliar ke Rp881 miliar hanya dalam 6 bulan. Total aset naik 9,3% dari Rp5,73 triliun ke Rp6,26 triliun. Sementara liabilitas justru turun 8,7% dari Rp3,52 triliun ke Rp3,21 triliun. Hasilnya adalah kenaikan ekuitas yang signifikan sebesar 38% menjadi Rp3,05 triliun, dan utang bank jangka pendek maupun panjang tersisa nol. Posisi keuangan seperti ini sangat jarang ditemukan, apalagi di perusahaan yang baru IPO.Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf
Model bisnis MDLA bisa dibilang cukup lengkap. Mereka tidak hanya berperan sebagai distributor tapi juga sebagai produsen alat kesehatan dan pemilik platform digital kesehatan. Aktivitas hulu hingga hilir dijalankan melalui anak usaha seperti AAM dan DD untuk distribusi, DMM untuk produksi, serta KITA untuk layanan platform seperti GoApotik dan Dkonsul. Jangkauan bisnisnya bahkan sudah lintas negara, dengan DAC yang berbasis di Kamboja. Bisnis mereka sangat dekat dengan grup Dexa, terlihat dari tingginya transaksi pembelian dengan entitas seperti PT Dexa Medica, Ferron Par, dan Beta Pharmacon yang menyumbang 47,06% dari total pembelian. Sebagian mungkin melihat ini sebagai risiko keterikatan. Tapi dari sisi kestabilan pasokan dan efisiensi sinergi grup, ini justru jadi nilai tambah. Sebaliknya, dari sisi penjualan, tidak ada satu pun pelanggan yang menyumbang lebih dari 10% dari total penjualan, artinya permintaan tersebar merata dan tidak tergantung pada satu pihak.
Di sisi pendapatan, MDLA mencetak penjualan Rp7,42 triliun dalam 6 bulan pertama 2025, naik 3,7% dari Rp7,15 triliun pada periode yang sama tahun lalu. Gross profit naik 7,2% dari Rp665 miliar ke Rp713 miliar. Margin kotor pun sedikit membaik dari 9,31% ke 9,61%. Laba usaha naik 10,7% jadi Rp255 miliar, dan laba bersih naik 15,8% dari Rp173 miliar ke Rp200 miliar. Namun EPS turun dari Rp18,75 ke Rp16,53. Ini bukan karena performa buruk, tapi karena jumlah saham beredar naik drastis akibat IPO dan program karyawan seperti ESA dan MIP. EPS memang turun, tapi secara total keuntungan bertambah. Ini efek dilusi satu kali yang wajar di fase ekspansi modal.
Kalau dilihat dari arus kas, operasional MDLA menghasilkan Rp161 miliar di semester I 2025, naik 21,6% dari tahun lalu. Sementara belanja modal atau capex melonjak hampir 5 kali lipat dari Rp22 miliar ke Rp107 miliar. Ini berarti mereka tidak sekadar menumpuk kas hasil IPO, tapi langsung dipakai untuk investasi. Free cash flow memang turun dari Rp110 miliar jadi Rp54 miliar karena tingginya capex. Tapi ini bukan penurunan karena performa buruk, melainkan karena strategi ekspansi jangka panjang. Di sisi lain, kas dari aktivitas pendanaan naik signifikan dari negatif Rp108 miliar ke positif Rp498 miliar, terutama karena masuknya dana IPO sebesar Rp658 miliar. Dividen belum dibayarkan sampai akhir Juni, tapi sudah disetujui untuk dibayar Juli sebesar Rp137 miliar atau Rp9,8 per lembar. Jadi posisi kas masih tetap tinggi di akhir semester.
Manajemen risiko terlihat cukup terstruktur. Risiko kurs utama berasal dari anak usaha di Kamboja yang menggunakan USD dan dari pembelian barang impor. Perubahan nilai tukar 1% terhadap dolar akan memengaruhi laba sebelum pajak sebesar Rp1,78 miliar. Sensitivitas ini tidak kecil, tapi dengan kas Rp881 miliar dan posisi net cash hampir Rp900 miliar, fluktuasi kurs relatif bisa diredam. Risiko suku bunga juga sudah minimal karena seluruh utang bank sudah dilunasi. Risiko kredit dikelola dengan cukup baik, dengan cadangan kerugian hanya Rp8,3 miliar dari piutang Rp2,46 triliun. Likuiditas juga sangat kuat dengan current ratio naik dari 1,55x ke 1,85x.
Yang menarik, MDLA juga rajin membangun infrastruktur bisnis. Belanja modal besar bukan hanya untuk gudang dan alat kesehatan, tapi juga untuk pengembangan sistem digital. KITA sebagai anak usaha digital mengelola platform GoApotik dan Dkonsul yang berpotensi jadi aset strategis jangka panjang. Selain itu, kemitraan jangka panjang dengan grup-grup seperti Dexa dan Ferron menjamin stabilitas pasokan dan skala distribusi.Upgrade skill https://cutt.ly/ge3LaGFx
Jadi, kalau kita bicara kekuatan utama MDLA, jawabannya jelas: kas yang melimpah, tanpa utang bank, distribusi luas, jaringan suplai terjamin, pendapatan yang stabil naik, dan sistem digital yang sedang dibangun. Tapi kalau ditanya titik lemah atau hal yang harus diperhatikan, jawabannya adalah potensi risiko dari terlalu besarnya ketergantungan pada entitas berelasi dalam sisi pembelian. Meskipun hubungan itu masih sehat dan efisien, tetap perlu monitoring agar tidak menjadi sandungan di kemudian hari. EPS yang turun juga bisa jadi tekanan di mata investor ritel, walaupun ini cuma efek strukturisasi modal, bukan kinerja.
MDLA sekarang berdiri dalam posisi keuangan yang sangat sehat dan siap untuk melangkah lebih jauh. Tinggal bagaimana manajemen mengeksekusi pertumbuhan dari modal besar yang sudah terkumpul. Kalau kas ini dipakai untuk investasi produktif, baik berupa ekspansi produk, akuisisi, atau peningkatan teknologi distribusi, maka pertumbuhan laba bisa berlanjut dan EPS bisa kembali naik. Tapi kalau kas dibiarkan menganggur atau salah arah, pasar bisa kecewa karena valuasi tidak membaik. Artinya semua kembali pada kemampuan manajemen mengelola kepercayaan investor setelah IPO. Untuk saat ini, mereka punya semua modal untuk sukses. Tinggal tinggal keberanian dan kecerdasan eksekusinya yang akan jadi penentu.
Dengan harga saham di Rp190, valuasi PT Medela Potentia Tbk alias MDLA tampak seperti permata yang belum dipoles pasar. Bayangkan, perusahaan yang baru IPO April 2025 ini punya fundamental yang rapi, posisi kas yang luar biasa sehat, tanpa utang bank, dan sedang tumbuh. Tapi justru valuasinya masih sangat murah. Market cap-nya di level harga itu hanya Rp2,66 triliun, padahal net profit semester pertamanya saja sudah Rp197,9 miliar. Kalau disetahunkan, laba bisa tembus Rp395,8 miliar, menghasilkan PER hanya 6,7 kali. Ini artinya harga saham MDLA masih belum mencerminkan potensi riilnya. Bahkan kalau kita lihat PEG ratio-nya, hasilnya lebih mencengangkan lagi, 0,48 kali. Artinya, valuasi saham ini belum menghargai pertumbuhan laba 13,85% yang sudah berhasil dicetak.Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf
Kalau dilihat dari sisi nilai buku, PBV MDLA di harga Rp190 hanya 0,89 kali. Bahkan setelah menghapus aset tak berwujud seperti merek dan software, PBV riilnya (tangible book value) juga masih 0,897 kali. Ini artinya pasar masih menghargai perusahaan ini di bawah aset bersihnya. Padahal ini perusahaan yang nggak punya utang bank, kasnya melimpah Rp881 miliar, dan punya jaringan distribusi serta digital platform yang siap ekspansi.
Kita lanjut ke arus kas. Dalam enam bulan pertama 2025, MDLA membukukan kas dari operasi (CFO) sebesar Rp161 miliar. Kalau disetahunkan, jadi Rp322 miliar. Ini menghasilkan rasio harga terhadap CFO sebesar 8,27 kali, cukup sehat. Namun karena belanja modal naik signifikan jadi Rp107 miliar dalam 6 bulan, maka FCF hanya Rp54 miliar untuk semester I. Kalau disetahunkan, jadi Rp107,8 miliar. Maka rasio harga terhadap FCF-nya melonjak jadi 24,7 kali. Ini menunjukkan bahwa saat ini perusahaan memang sedang getol investasi dan membangun kapabilitas baru. Jadi meskipun valuasi FCF tampak mahal, hal itu bukan karena arus kas operasional yang lemah, melainkan karena belanja ekspansi yang tinggi.
Rasio EV/EBITDA makin membuka mata. EV MDLA hanya Rp1,78 triliun setelah dikurangi kas besar yang mereka miliki. Dengan EBITDA disetahunkan sebesar Rp584 miliar, maka EV/EBITDA-nya hanya 3,05 kali. Ini tergolong sangat rendah. Artinya dengan uang senilai Rp1,78 triliun, kita bisa dapat bisnis yang menghasilkan EBITDA setengah triliun per tahun. Dari sudut pandang investor strategis atau private equity, valuasi semurah ini sangat menarik.
Dividend yield di harga Rp190 mencapai 5,16%, cukup tinggi untuk saham yang baru IPO. Perusahaan juga membagikan hampir 40% dari laba 2024 sebagai dividen, menunjukkan bahwa mereka tidak pelit ke pemegang saham. Namun tetap menjaga 60% laba untuk ditahan dan diputar lagi sebagai modal ekspansi.
Apakah harga Rp190 ini bisa naik menuju valuasi ideal? Misalnya PBV 1,5 kali, atau PER 15 kali? Secara hitung-hitungan, untuk mencapai PBV 1,5 kali, harga saham harus naik ke Rp318. Untuk mencapai PER 15 kali, harga saham perlu naik ke Rp423. Artinya butuh kenaikan 67% sampai 123% dari harga saat ini. Mungkin nggak? Secara matematis, sangat mungkin. Tapi untuk bisa sampai ke level itu, MDLA harus memenuhi beberapa syarat penting.
Pertama, mereka harus mampu meningkatkan pertumbuhan pendapatan dan laba bersih secara konsisten di atas 15% per tahun. Saat ini, pertumbuhan laba semester I baru 13,85%, dan pertumbuhan penjualan hanya 3,7%. Perlu didorong lewat ekspansi distribusi, penetrasi lebih dalam ke sektor alat kesehatan dan farmasi, serta optimalisasi platform digital seperti GoApotik dan Dkonsul yang bisa membuka margin baru lewat layanan online.Upgrade skill https://cutt.ly/ge3LaGFx
Kedua, manajemen harus mampu mengelola kas hasil IPO secara produktif. Belanja capex besar-besaran sudah dimulai, dan itu sinyal bagus. Tapi hasil dari investasi ini harus nyata, baik dalam bentuk efisiensi logistik, kapasitas produksi, maupun akuisisi strategis. Semakin tinggi return on equity dan return on assets ke depan, semakin wajar valuasi yang lebih tinggi diberikan oleh pasar.
Ketiga, sebagai perusahaan yang baru go public, manajemen harus rajin komunikasi ke investor. Keterbukaan strategi, presentasi ke analis, paparan publik yang menjawab arah bisnis, semua itu akan membantu membangun kepercayaan. Selama ini, saham undervalued kadang hanya butuh exposure dan narasi yang tepat supaya pasar melirik.
Keempat, MDLA harus jaga reputasi struktur keuangannya. Jangan gegabah ambil utang baru hanya karena kas sedang tinggi. Posisi net cash Rp899 miliar ini adalah keunggulan besar dan bisa menjadi nilai jual ke investor institusi yang menghindari leverage tinggi.
Kelima, mereka harus bisa menjaga posisi sebagai pemain unggul di sektor distribusi farmasi dan alat kesehatan. Kalau bisa perbesar eksklusivitas produk dan jangkauan distribusi, margin bisa ikut naik. Terutama di produk-produk dengan brand milik sendiri atau skema bagi hasil yang lebih menguntungkan.
Kalau semua ini berhasil, maka valuasi saham MDLA bisa naik secara alamiah dan fundamental. Tapi kalau tidak berhasil? Kalau belanja capex ternyata tidak memberikan hasil, atau platform digital tidak menghasilkan revenue tambahan, atau justru muncul inefisiensi? Maka valuasi akan stagnan. Saham bisa tetap diperdagangkan di bawah PBV 1x dan PER di kisaran 6 sampai 7 kali. Investor akan mulai mempertanyakan strategi, dan pada titik tertentu, perusahaan undervalued seperti ini bisa jadi target akuisisi murah oleh investor besar.Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf
Jadi MDLA sekarang berada di titik awal yang sangat menjanjikan. Harga saham masih sangat menarik. Neraca sangat kuat. Tapi arah valuasi ke depan sepenuhnya bergantung pada eksekusi. Kalau mereka sukses buktikan bahwa dana IPO bisa mengubah skala bisnis dan laba, pasar pasti akan menaikkan valuasinya. Tapi kalau gagal, potensi yang besar bisa berubah jadi sekadar catatan kinerja jangka pendek.
Berikut versi naratif maksimal dalam bentuk artikel panjang dengan gaya bahasa santai, mengalir, dan seluruh tanda baca sudah disesuaikan:
Di balik wajah barunya sebagai perusahaan publik, PT Medela Potentia Tbk alias MDLA menyimpan sejumlah kekuatan tersembunyi yang justru bisa menjadi alasan kenapa saham ini layak dipantau lebih dalam. Kalau hanya melihat permukaan, banyak investor mungkin hanya mengira MDLA sekadar perusahaan distribusi farmasi. Tapi kalau kita bedah lebih dalam laporan keuangan dan struktur operasionalnya, banyak lapisan menarik yang menunjukkan bahwa MDLA punya potensi besar untuk tumbuh sebagai pemain terpadu di sektor kesehatan.
Yang pertama dan paling kentara adalah kondisi keuangannya yang luar biasa sehat pasca IPO. Total ekuitas MDLA melonjak dari Rp2,2 triliun di akhir 2024 menjadi Rp3,05 triliun di akhir Juni 2025. Kas juga naik drastis, dari Rp335 miliar menjadi Rp881 miliar dalam periode yang sama. Artinya, perusahaan tidak hanya berhasil menghimpun dana lewat IPO, tapi juga menyimpan dana tersebut dengan sangat efisien tanpa boros atau salah arah. Lebih menarik lagi, posisi utang bank MDLA sekarang nihil. Dengan total kas yang melebihi utang, mereka berada dalam posisi net cash sebesar Rp899 miliar. Rasio lancar pun ikut terdongkrak dari 1,55 kali menjadi 1,85 kali. Ini artinya likuiditas jangka pendek sangat kuat. Dalam kondisi ekonomi seperti sekarang, perusahaan dengan neraca sekuat ini adalah aset langka.Upgrade skill https://cutt.ly/ge3LaGFx
Tapi kekuatan MDLA tidak hanya di neraca. Mereka juga sedang memainkan strategi diversifikasi yang cerdas. Selain mendistribusikan produk farmasi dan alat kesehatan, mereka juga masuk ke produksi alat kesehatan lewat anak usaha seperti DMM. Tidak cukup sampai di sana, mereka juga mengembangkan platform digital lewat KITA, yang mengelola GoApotik dan DKonsul. Penggunaan aplikasi seperti i-Focus Mobile dan pengembangan ekosistem online ini menunjukkan bahwa MDLA tidak hanya bertumpu pada distribusi fisik, tapi sudah mulai membangun konektivitas digital ke pelanggan. Ini langkah strategis yang penting karena pasar healthcare ke depan pasti makin digital dan data-driven.
Dari sisi kinerja operasional, MDLA juga menunjukkan pertumbuhan yang konsisten. Penjualan naik dari Rp7,15 triliun jadi Rp7,42 triliun dalam semester pertama 2025. Laba kotor ikut naik dari Rp665 miliar jadi Rp713 miliar. Laba usaha naik jadi Rp255 miliar, dan akhirnya laba bersih tembus Rp200 miliar. Semua angka ini menunjukkan pertumbuhan yang solid. Meskipun masih belum spektakuler dari sisi margin, tapi arah trennya positif. Yang perlu dicatat, semua ini terjadi sambil perusahaan menjaga kas dan menurunkan utang. Jadi pertumbuhan ini bukan hasil ekspansi agresif berbasis utang, tapi hasil kerja operasional yang sehat.
Lalu kalau bicara risiko, MDLA terlihat punya sistem manajemen risiko yang cukup disiplin. Mereka hanya menjual ke pelanggan yang punya histori pembayaran bagus dan punya prosedur internal untuk menagih piutang yang menunggak. Dana idle perusahaan juga ditempatkan di bank dengan seleksi ketat dan diawasi setiap tahun oleh direksi. Bahkan untuk anak usaha yang dulu punya perjanjian pinjaman, seperti AAM, DMM, dan DD, semuanya tercatat patuh terhadap semua syarat dan rasio dalam perjanjian bank, baik di 2024 maupun di Juni 2025. Ini menunjukkan manajemen keuangan yang hati-hati dan terukur, sesuatu yang sering diabaikan oleh perusahaan yang sedang bertumbuh.
MDLA juga punya jaringan yang luas dan kontrak distribusi jangka panjang dengan banyak pihak, baik di Indonesia maupun di Kamboja. Mereka tidak hanya menjadi distributor besar, tapi juga sub-distributor dengan kontrak yang diperpanjang otomatis. Di sisi pasokan, mereka punya hubungan kuat dengan PT Dexa Medica dan PT Ferron Par, yang menyuplai lebih dari 10% dari total pembelian. Hubungan ini bukan cuma soal pasokan produk, tapi juga kerja sama dalam pemakaian fasilitas dan digitalisasi layanan. Bahkan untuk produk alat kesehatan bermerek Stardec, mereka punya perjanjian produksi khusus yang menandakan kontrol penuh terhadap lini produk tertentu.Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf
MDLA bukan sekadar distributor. Mereka adalah holding dengan struktur vertikal yang lengkap, dari produksi, distribusi, sampai digitalisasi layanan kesehatan. Mereka punya keuangan yang sangat kuat, strategi diversifikasi yang sudah berjalan, pertumbuhan operasional yang positif, dan disiplin dalam pengelolaan risiko. Semua ini menunjukkan bahwa MDLA bukan hanya menarik secara valuasi, tapi juga menarik secara strategi dan eksekusi. Bagi investor yang sabar dan cermat, MDLA mungkin bukan sekadar hidden gem, tapi batu loncatan untuk sesuatu yang jauh lebih besar di industri kesehatan Indonesia.
MDLA dan entitas anaknya memang sedang menghadapi satu gugatan perdata, namun jika dilihat dari substansi kasus dan posisi hukumnya, hal ini belum menjadi ancaman material terhadap kondisi keuangan mereka. Gugatan ini melibatkan dua anak usaha MDLA, yaitu PT Anugrah Argon Medica (AAM) dan PT Djembatan Dua (DD), yang bertindak sebagai turut tergugat. Kasus ini dilayangkan oleh PT Surgika Alkesindo terhadap PT Covidien Indonesia dan Covidien Pte. Ltd., dengan nomor perkara 359/Pdt G/2024/PN JKT.SEL dan terdaftar sejak 22 April 2024 di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Inti gugatan menyangkut dugaan perbuatan melawan hukum, dan saat ini masih dalam proses banding. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf
Dalam putusan sela pada 20 Mei 2025, majelis hakim menyatakan bahwa Pengadilan Negeri Jakarta Selatan tidak berwenang memeriksa dan mengadili perkara ini. Artinya, eksepsi kompetensi absolut yang diajukan oleh tergugat dikabulkan. Selain itu, penggugat juga dibebankan biaya perkara sebesar Rp1,63 juta. Meskipun pihak penggugat mengajukan banding pada 2 Juni 2025, manajemen MDLA menilai bahwa proses hukum ini tidak akan memberikan dampak signifikan terhadap keuangan perusahaan. Penilaian ini cukup beralasan, mengingat posisi anak usaha mereka bukan sebagai tergugat utama, dan gugatan ini belum menyentuh aspek ganti rugi yang merugikan langsung ke MDLA maupun anak usahanya.
Di luar gugatan tersebut, MDLA juga menjalankan sistem manajemen risiko keuangan yang cukup disiplin. Untuk risiko pasar, terutama risiko nilai tukar dan suku bunga, mereka memiliki kebijakan mitigasi yang jelas, termasuk negosiasi nilai tukar dengan pemasok serta memilih bank dengan suku bunga pinjaman yang kompetitif. Untuk risiko kredit, perusahaan hanya memberikan piutang kepada pelanggan yang dinilai layak kredit, sambil rutin memantau saldo piutang yang jatuh tempo. Dana kas juga ditempatkan dengan prinsip konsentrasi terbatas per bank untuk menghindari risiko konsentrasi gagal bayar.
Risiko likuiditas dikelola melalui cadangan kas dan kas setara kas yang cukup. Hal ini terlihat dari rasio lancar yang meningkat dari 1,55x di akhir 2024 menjadi 1,85x di akhir Juni 2025. Artinya perusahaan punya bantalan likuiditas yang kuat untuk menutupi kewajiban jangka pendek. Selain itu, beberapa entitas anak seperti AAM, DMM, dan DD memang memiliki perjanjian pinjaman dengan BCA yang mencakup covenant keuangan seperti rasio EBITDA terhadap bunga, rasio utang berbunga terhadap ekuitas, serta batasan dalam pemberian pinjaman ke pihak terkait atau pembagian dividen. Namun sejauh ini seluruh ketentuan tersebut telah dipatuhi sepenuhnya, baik per 30 Juni 2025 maupun 31 Desember 2024.Upgrade skill https://cutt.ly/ge3LaGFx
Jadi meskipun ada gugatan perdata yang sedang berjalan, keseluruhan kondisi hukum dan keuangan MDLA tetap dalam keadaan solid. Tidak ada pelanggaran covenant, tidak ada kasus hukum yang berdampak langsung ke arus kas atau laba rugi, dan manajemen menunjukkan awareness yang tinggi dalam mengelola risiko operasional dan keuangan. Selama proses hukum ini tetap dikawal dan dikelola dengan baik, hal ini tidak akan mengganggu jalannya bisnis maupun potensi pertumbuhan perusahaan ke depan.Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf
Meski MDLA dan entitas anaknya menunjukkan posisi keuangan dan operasional yang kuat, tetap ada beberapa area risiko dan kelemahan inheren yang perlu diperhatikan. Namun penting ditekankan bahwa semua sumber resmi tidak menyebutkan adanya risiko yang bersifat fatal. Sebaliknya, sebagian besar risiko ini adalah risiko umum yang lazim dihadapi perusahaan dalam sektor distribusi, manufaktur, dan layanan kesehatan, dan MDLA tampaknya sudah menyiapkan langkah mitigasi untuk masing-masing.
Pertama, penyusunan laporan keuangan konsolidasian grup sangat bergantung pada berbagai estimasi, asumsi, dan pertimbangan manajerial. Ini termasuk estimasi kerugian kredit ekspektasian (ECL) untuk piutang usaha yang sangat sensitif terhadap perubahan kondisi ekonomi. Sebagai contoh, cadangan kerugian penurunan nilai piutang per Juni 2025 sebesar Rp8,3 miliar. Jumlah ini bukan angka yang mengkhawatirkan secara absolut, tapi menunjukkan bahwa eksposur piutang tetap perlu dimonitor. Selain itu, ada estimasi nilai persediaan yang harus disesuaikan jika barang tidak laku atau usang, estimasi umur manfaat aset tetap dan aset tak berwujud yang dapat berubah karena teknologi, serta penilaian terhadap aset pajak tangguhan yang bergantung pada proyeksi laba kena pajak di masa depan. Bahkan kewajiban imbalan pascakerja dihitung berdasarkan asumsi aktuarial, seperti tingkat diskonto dan kenaikan biaya manfaat di masa depan. Jika kenyataan berbeda signifikan dari asumsi tersebut, dampaknya bisa cukup besar ke laporan laba rugi dan neraca di masa depan.
Kedua, grup ini juga terekspos pada risiko pasar, khususnya risiko kurs dan suku bunga. Dengan adanya transaksi ekspor dan pembelian barang dalam mata uang asing, perubahan 1% pada nilai tukar Rupiah terhadap Dolar AS dapat berdampak Rp1,78 miliar ke laba sebelum pajak. Meskipun dampaknya belum besar secara proporsional terhadap laba bersih konsolidasian, hal ini tetap perlu dikendalikan melalui negosiasi harga dengan pemasok dan pengelolaan persediaan yang optimal. Untuk risiko suku bunga, peningkatan 1% dalam suku bunga Rupiah diperkirakan bisa menurunkan laba sebelum pajak sebesar Rp111 juta. Lagi-lagi, ini bukan angka besar secara agregat, namun menegaskan bahwa sensitivitas terhadap kondisi makro tetap ada.
Ketiga, ada juga faktor ketidakpastian perpajakan yang perlu dicermati. Grup pernah menerima surat ketetapan pajak kurang bayar pada tahun pajak 2020 dan 2021, termasuk denda, yang kemudian telah dibayar dan disesuaikan. Hal ini menunjukkan adanya area abu-abu dalam interpretasi aturan perpajakan atau kemungkinan kelemahan dalam pelaporan awal. Meskipun tidak ada pelanggaran pajak yang sedang berlangsung, potensi sengketa pajak di masa depan tetap terbuka, apalagi jika kebijakan perpajakan nasional berubah atau pengawasan fiskal diperketat.
Keempat, dua anak usaha MDLA yaitu AAM dan DD terlibat sebagai turut tergugat dalam satu perkara perdata terkait dugaan perbuatan melawan hukum. Kasus ini masih dalam tahap banding setelah majelis hakim menyatakan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan tidak berwenang mengadili perkara ini. Manajemen menilai bahwa kasus ini tidak akan memberikan dampak finansial yang material terhadap grup. Namun secara hukum, perkara ini belum sepenuhnya selesai, dan masih menyisakan ketidakpastian sampai proses banding berakhir.
Meski begitu, semua kelemahan dan risiko ini dikelola dengan cukup disiplin oleh manajemen. Likuiditas perusahaan sangat sehat dengan current ratio sebesar 1,85 kali per akhir Juni 2025. Grup juga terbukti patuh terhadap semua covenant perbankan terkait rasio keuangan, batasan utang baru, dan pembagian dividen. Tidak ada satu pun pelanggaran covenant yang tercatat dalam laporan, baik dari AAM, DMM, maupun DD. Hal ini penting karena artinya perusahaan menjaga struktur modal dan operasionalnya tetap berada dalam jalur yang aman.
Kelemahan dan risiko yang dimiliki MDLA bersifat normal dan wajar untuk perusahaan dengan skala dan kompleksitas seperti mereka. Tidak ada risiko yang tergolong kritikal atau bersifat membahayakan kelangsungan usaha. Manajemen secara terbuka mengakui keberadaan risiko ini dan menampilkan kebijakan mitigasi yang spesifik di laporan keuangan. Dengan kondisi keuangan yang kuat, kas besar, dan utang bank nihil, MDLA punya kapasitas lebih dari cukup untuk menyerap potensi tekanan dari risiko-risiko tersebut jika memang suatu saat muncul.
Ini bukan rekomendasi jual dan beli saham. Keputusan ada di tangan masing-masing investor.
Untuk diskusi lebih lanjut bisa lewat External Community Pintar Nyangkut di Telegram dengan mendaftarkan diri ke External Community menggunakan kode: A38138
Link Panduan https://stockbit.com/post/13223345
Kunjungi Insight Pintar Nyangkut di sini https://cutt.ly/ne0pqmLm
Sedangkan untuk rekomendasi belajar saham bisa cek di sini https://cutt.ly/Ve3nZHZf
https://cutt.ly/ge3LaGFx
Toko Kaos Pintar Nyangkut https://cutt.ly/XruoaWRW
Disclaimer: http://bit.ly/3RznNpU
$KLBF $BMHS
1/7
$BMHS untuk bandar $BMHS jangan malu dan ragu utk membawa saham ini ke harga 50....saya sudah siap tampung....
nunggu RUPS-LB $BMHS dulu
Ntar kepastian Danantara masuk atau enggak baru keliatan kayak harga $GIAA dan $PGEO
IDXChannel - PT Bundamedik Tbk (BMHS) mencatatkan penurunan laba bersih hingga 64,4 persen menjadi Rp3,9 miliar pada semester I-2025. Pada periode yang sama tahun lalu, laba emiten rumah sakit ini tercatat sebesar Rp10,96 miliar.
Hal ini berdampak pada laba per saham dasar yang turun dari Rp1,3 menj...
www.idxchannel.com
@dhutap udah lihat harga hari ini? Sambil liat hasil analisa lu ya liatnya. Simpulin sendiri. Lu main teknikal tapi mengabaikan volume cm tarik2 garis aja gak akan menguatkan kesimpulan lu. $BMHS Coba dibaca2 lg buku teknikalnya. Org yg gk paham mungkin bakal telen mentah2 analisa lu, bahaya.