Belajar ALUMINIUM #3 - Valuasi

Setelah dua artikel sebelumnya sy bahas soal hilirisasi dan kolaborasi yg bisa teman-teman simak pd post berikut:
#1 - Hilirisasi: https://stockbit.com/post/21150597
#2 - Kolaborasi: https://stockbit.com/post/21160353

Kali ini sy coba melihat “angka” di balik story aluminium Indonesia. Karena tanpa angka, semua story hanyalah narasi. Dengan angka, sy bisa menilai apakah peluang yg terlihat sepadan dgn risiko yg diambil. Berikut ini sy jabarkan potensi value untuk masing-masing pemain:

$ANTM

Saat ini laba ANTM masih didominasi emas dan nikel. Kontribusi bauksit–alumina relatif kecil. Namun proyek SGAR Mempawah (PT Borneo Alumina Indonesia - BAI, JV INALUM 60%-ANTM 40%) berkapasitas 1 juta ton per tahun Smelter Grade Alumina (SGA) adalah opsi pertumbuhan jangka menengah.

Kalau pabrik ini beroperasi penuh, potensi angkanya cukup menarik. Dengan asumsi konservatif harga SGA hanya US$300/ton dan net margin 15%, total laba bersih bisa sekitar US$45 juta per tahun atau kira-kira Rp720 miliar kalau menggunakan kurs Rp16.000 per dollar.

Karena porsi ANTM 40%, bagian laba bersih ANTM sekitar Rp288 miliar per tahun atau setara tambahan Rp11,9 per lembar saham. Ini skenario “pesimis” dengan asumsi harga dan margin paling rendah. Dalam skenario optimis, jika harga SGA naik ke US$350/ton dan net margin bisa 25%, maka laba bersih bisa mencapai sekitar US$87,5 juta per tahun atau sekitar Rp1,4 triliun.

Porsi ANTM 40% menjadi Rp560 miliar per tahun atau tambahan Rp23,3 per lembar saham. Angka ini akan lebih terlihat ketika SGAR ramp-up penuh. Artinya, SGAR adalah “hidden option” yg bisa memperkuat margin ANTM di luar EMAS & nikel. Dalam valuasi, tambahan laba ini pd harga saham Rp3.470/lembar saat ini memang belum besar. Potensi upside hanya sekitar 3–6% dr harga sekarang.

Tapi kalau ramp-up sukses dan harga alumina menguat, kontribusi midstream ini mungkin bisa jd faktor pembeda ANTM dibanding beberapa tahun lalu ketika hanya menjual bauksit mentah. Dan bisa sj kejadian seperti ini menimpa emiten BUMN lain dgn story Rare Earth Elements seperti TINS https://stockbit.com/post/20440936.

$CITA

CITA lewat kepemilikannya 30% di WHW sudah jd “cash machine” nyata. Berdasarkan laporan 2024, bagian laba entitas asosiasi yg dibukukan kerabat NCKL ini mencapai Rp2,1 triliun, yg jika dibalik berarti laba bersih WHW sekitar Rp7 triliun dengan margin super tinggi.

Untuk proyeksi ke depan, kita pakai asumsi konservatif agar lebih realistis. Kapasitas tetap 2 juta ton/tahun SGA, harga SGA US$300/ton dan margin bersih 30% yg mana angka ini lebih rendah dr 2024.

Dari sini laba bersih total WHW US$180 juta per tahun atau sekitar Rp2,88 triliun (kurs Rp16.000 per dollar). Porsi CITA 30% menjadi sekitar Rp864 miliar per tahun. Dengan 3,96 miliar lembar saham, ini setara tambahan EPS Rp218/lembar hanya dr WHW dalam kondisi pasar normal, bukan harga puncak seperti sebelumnya.

Selain WHW, CITA jg punya eksposur hilir lewat kepemilikan 12,5% di PT Kalimantan Aluminium Industry (KAI) - smelter aluminium primer raksasa milik ADMR di Kaltara. Fase pertama targetnya 500 ribu ton/tahun aluminium ingot, fase penuh 1,5 juta ton/tahun.

Dengan asumsi konservatif harga aluminium US$2.400/ton, biaya produksi US$1.600/ton, margin bersih sekitar US$500/ton, laba bersih KAI fase penuh bisa mencapai US$750 juta per tahun atau Rp12 triliun. Porsi CITA 12,5% memberi tambahan laba sekitar Rp1,5 triliun per tahun pd ramp-up penuh (mungkin 2026 ke atas). Jika skenario ini tercapai, kontribusi KAI saja bisa menambah EPS sekitar Rp379/lembar untuk CITA.

Jika kita gabungkan keduanya , WHW (midstream) dan KAI (downstream), potensi laba bersih yg bisa dinikmati CITA dalam kondisi penuh berada di rentang RRp2,36 triliun hanya dr dua entitas ini. Dengan 3,96 miliar saham, total EPS tambahan bisa sekitar Rp597/lembar. Dengan harga saham saat ini Rp4.100/lembar, valuasi pasar seolah baru menghargai CITA dr bisnis yg berjalan sekarang (WHW), belum sepenuhnya mencerminkan potensi KAI.

Jika investor memberi P/E konservatif 8x untuk tambahan laba ini, fair value tambahan sebesar Rp4.776. Artinya di sekitar harga sekarang, CITA sebenarnya masih menawarkan “opsi pertumbuhan” besar di hilir aluminium lewat KAI, di atas bisnis alumina yg sudah matang di WHW.

Secara sederhana, WHW adalah mesin kas CITA yg sudah terbukti. KAI adalah opsi besar yg baru akan terasa setelah ramp-up penuh. Dengan dua eksposur ini CITA jd salah satu sedikit emiten BEI yg punya “full chain exposure” bauksit–alumina–aluminium.

Investor yg sabar menunggu 2026 bisa mendapatkan CITA bukan hanya sebagai midstream player, tapi juga pemegang saham smelter aluminium primer terbesar di Indonesia.

$ADMR

Kalau bicara ADMR, banyak orang masih menganggapnya “hanya” sebagai penambang batubara metalurgi. Padahal kisah yg sedang dibangun ADMR jauh lebih besar. Mereka sedang menjadi tulang punggung proyek smelter aluminium terbesar di Indonesia, lewat PT Kalimantan Aluminium Industry (KAI) di Kaltara.

Kekuatan ADMR bukan hanya sebagai pemilik mayoritas KAI (65%), tapi jg karena mereka punya sumber energi sendiri berupa batubara metalurgi high-grade yg memang cocok untuk industri metal. Ini artinya mereka bisa memasok bahan bakar pembangkit captive untuk KAI dgn biaya rendah, sesuatu yg sangat menentukan dlm industri smelter aluminium yg super boros listrik.

Dari sisi laporan keuangan FY2024, ADMR sudah menunjukkan kinerja solid. Pendapatan sekitar US$1,15 miliar atau Rp18,3 triliun, laba bersih US$434,8 juta atau Rp6,9 triliun, margin bersih 38%, dan EPS real Rp169,29/lembar. Semua ini masih murni dari bisnis batubara metalurgi tanpa kontribusi signifikan KAI.

Sekarang kita coba memproyeksikan bagaimana kinerja KAI jika sudah penuh jalan. Dari hitungan sebelumnya kita sudah hitung bahwa laba bersih KAI bisa US$750 juta per tahun atau sekitar Rp12 triliun. Karena ADMR memegang 65% KAI, porsi laba bersih yg bisa dinikmati adalah US$487,5 juta atau sekitar Rp7,8 triliun per tahun.

Kalau kita gabungkan dengan laba bersih ADMR saat ini (Rp6,9 triliun FY2024), total laba bersih ADMR berpotensi mencapai Rp14,7 triliun per tahun saat KAI jalan penuh, mungkin sekitar 2026-2027. Dengan jumlah saham 40,88 miliar lembar, ini setara EPS proyeksi Rp360/lembar (dibanding EPS FY2024 Rp169,29/lembar).

Valuasinya jd menarik, krn dengan EPS proyeksi Rp360/lembar dan harga saham ADMR sekarang Rp1020/lembar, pasar seolah baru menghargai ADMR dr bisnis batubara metalurgi sekarang, belum memasukkan KAI. Kalau investor memberi P/E konservatif 8x pada EPS proyeksi itu, nilai wajarnya sekitar Rp2.880/lembar. Jadi ADMR sekarang punya “hidden option” yang jelas, dr penjual batubara metalurgi jd pemilik 65% smelter aluminium terbesar di Indonesia plus pemasok energinya.

Disclaimer:
Catatan ini adalah refleksi pengetahuan penulis tentang industri aluminium yg diperoleh dr berbagai sumber umum. Bukan info A1. Dan catatan ini jg bukan ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Segala kerugian sebagai akibat penggunaan informasi pada tulisan ini bukan menjadi tanggung jawab penulis. Do your own research.

Read more...
2013-2025 Stockbit ·About·ContactHelp·House Rules·Terms·Privacy