$DSNG - Antara Sawit, Kayu, dan ESG
PT Dharma Satya Nusantara Tbk (DSNG) dikenal sebagai salah satu pemain efisien di industri sawit, DSNG bukan cuma bergantung pada CPO. Mereka pelan-pelan membentuk dirinya jd entitas yg lebih terdiversifikasi, bahkan menyentuh wilayah energi bersih dan ekspor kayu premium. Tapi seperti semua story korporasi, hal-hal di atas tetap perlu dibaca dgn mata jernih dan ekspektasi realistis.
Kalau ditarik mundur, DSNG sudah lama eksis di industri. Mereka memulai dari sektor kayu, lalu masuk ke sawit dan melantai di BEI sejak 2013. Sampai akhir 2024, DSNG tercatat punya lebih dr 112 ribu ha area tertanam, dgn sekitar 94% di antaranya sudah menghasilkan. Usia pohon rata-rata masih 11,7 tahun, artinya mayoritas kebun sedang dlm masa produksi optimal. Ini jd salah satu alasan kenapa banyak analis menilai DSNG masih punya ruang bertumbuh dari sisi volume, apalagi kalau dikelola dgn efisiensi seperti sekarang.
Fasilitas olahannya juga mendukung arah itu. DSNG punya 10 PKS dgn teknologi OER tinggi, satu kernel crushing plant, tangki penyimpanan besar, dan fasilitas energi limbah yg terus dikembangkan. OER mereka stabil di kisaran 24%, salah satu tertinggi di industri, dgn FFA rendah. Ini jadi fondasi penting karena dr sinilah margin ditentukan. Biaya produksi per ton CPO mereka hanya sekitar US$301, jauh di bawah rata-rata industri yg sering tembus US$500 lebih.
Struktur pendapatan DSNG saat ini masih sangat didominasi sawit, sekitar 84%. Sisanya datang dari segmen kayu (13%) dan energi (3%). Angka ini memang menunjukkan arah diversifikasi, tapi juga jadi pengingat bahwa transformasi belum benar-benar berdampak besar ke bawah.
Segmen kayu misalnya, sudah memiliki jaringan ekspor kuat, termasuk ke Jepang dan Eropa. Produk mereka juga sudah mengantongi sertifikasi penting seperti FSC, JAS, dan SVLK. Tapi kontribusi ke laba masih kecil dan sangat bergantung pada pemulihan sektor properti global, yg sejauh ini masih penuh ketidakpastian.
Segmen energi bisa jadi kejutan jangka panjang. DSNG mengembangkan Bio-CNG dari limbah cair sawit, menggantikan solar utk truk dan operasional internal. Mereka juga ekspor wood pellet ke Jepang. Selain membantu efisiensi biaya, proyek ini punya nilai ESG yg besar, karena membantu menurunkan emisi dan memonetisasi limbah.
Tapi skala kontribusinya saat ini masih kecil, dan butuh waktu serta perluasan pasar agar bisa diandalkan sebagai engine kedua. Tantangannya bukan cuma teknis, tapi juga soal seberapa besar komitmen pembeli dalam jangka panjang.
Dalam lanskap industri sawit, DSNG memang bukan yg terbesar. Tapi mereka unggul dalam hal efisiensi dan struktur biaya. Yield per hektare tinggi, dan lokasi kebun terklaster memberi keunggulan logistik. Itu sebabnya mereka bisa tetap mencetak margin sehat meski harga CPO tak sefantastis 2022. Tapi tentu, kita tetap perlu mencermati bagaimana strategi mereka beradaptasi kalau harga turun lebih dalam atau kalau kebijakan ekspor berubah mendadak.
Satu nilai lebih dr DSNG adalah pendekatan ESG yg relatif serius. Hampir semua kebun sudah bersertifikasi ISPO dan RSPO. Mereka jg masuk indeks ESG lokal dan global. Hal ini membuat DSNG lebih dipercaya pasar ekspor dan institusi keuangan internasional. Tapi tetap harus diakui, ESG bukan jaminan margin, dan hanya memberi nilai kalau berhasil diterjemahkan ke harga jual yg lebih tinggi atau pembiayaan yg lebih murah.
Melihat ke depan, posisi DSNG menarik utk dipantau. Mereka punya fondasi sawit yg efisien, segmen kayu yg sudah terhubung ke pasar ekspor, dan proyek energi limbah yg punya arah strategis kuat. Tapi semuanya masih dalam tahap bertumbuh, belum stabil.
Lantas bagaimana kinerja keuangannya secara lebih mendalam? Kalau dilihat sepintas, DSNG tampil rapi. Dari 2019 sampai 2024, pendapatan naik nyaris 2x lipat, dari Rp 5,7 triliun ke lebih dari Rp 10 triliun. Laba bersih naik jauh lebih kencang, dari cuma Rp 178 miliar di 2019 jadi Rp 1,14 triliun di 2024. Rasanya seperti melihat anak kos yg tiba-tiba punya apartemen, tapi kita masih perlu tahu dulu: itu hasil nabung atau hasil bon?
Ternyata bukan bon. Data arus kas menunjukkan bahwa performa itu bukan sekadar angka akuntansi. Kas operasional (CFO) terus naik dari Rp 1,1 triliun (2020) jadi Rp 2,2 triliun (2024). Bahkan, nilai kas yg masuk lebih besar dari laba bersih, terutama dalam tiga tahun terakhir. Ini bukan hal sepele. Karena saat banyak emiten “sukses secara laporan”, tapi kas kering kerontang, DSNG justru menghasilkan lebih banyak uang nyata dari yg mereka laporkan sebagai laba. Mungkin mereka bukan tipe yg suka pamer, tapi punya duit di laci.
Efisiensi ini juga tampak di margin. EBITDA terus naik dari Rp 1,3 triliun (2019) jadi Rp 3,1 triliun (2024). Margin EBITDA naik dari 23% ke 31%. Ini artinya struktur biaya makin ramping atau mereka bisa jual produk dgn harga lebih baik. Keduanya tetap butuh kemampuan operasional yg tdk bisa disamaratakan dgn kompetitor. Di saat beberapa emiten sekelas perlu akrobat utk pertahankan margin di atas 20%, DSNG melenggang di atas 30% sambil pura-pura kalem.
Tapi seefisien apapun sebuah emiten, dia tetap harus diuji dari sisi bagaimana laba bersihnya “melayani” kebutuhan modal kerja. Dan di sinilah kita pakai pendekatan yg disebut kinerja efisiensi laba. Intinya: kalau laba naik tapi modal kerja makin seret, maka kita perlu curiga. Contoh perhitungan ada pd post: https://stockbit.com/post/18963089.
Nah, hasilnya? DSNG belum sempurna, tapi lumayan bagus. Perhatikan gambar tabel terlampir, dari 6 tahun terakhir, dua tahun mencatat surplus (2022 dan 2024), tiga tahun lainnya defisit, dan satu stagnan. Yang menarik, di 2022 laba naik tajam tapi kebutuhan modal kerja justru turun, artinya mereka berhasil hasilkan kas sambil tetap ringan di operasional. Di 2024 pun hasilnya positif meski tak sebesar dua tahun sebelumnya. Tapi ya, tetap lebih baik dari perusahaan yg “untung besar, ngutang lebih besar”.
Saat kita masuk Q1-2025, situasi agak bercampur. Laba bersih naik 36% dibanding Q1 tahun lalu. Tapi kebutuhan modal kerja juga naik sedikit lebih tinggi. Alhasil, selisihnya negatif tipis. Ini belum jadi alarm, tapi cukup utk dicatat. Karena tren seperti ini, kalau terus berulang, bisa menyerap kas lebih cepat dari kemampuan laba utk menutupi. Bisa saja efek musiman atau akumulasi persediaan. Tapi seperti biasa, kita harus pisahkan mana angin segar dan mana angin ribut.
Dari sisi struktur modal, DSNG menunjukkan perbaikan nyata. Net debt to equity turun drastis dari 1,6x di 2019 jadi hanya 0,6x di 2022 dan stabil sejak itu. Bahkan di Q1-2025, utang berbunga turun jadi Rp 5,4 triliun. Jadi kalau ada yg tanya: “apa DSNG ini perusahaan agresif?” Jawabannya: nggak juga. Mereka lebih mirip orang tua bijak yg selalu bilang “hemat itu penting”, sambil diam-diam nabung buat beli kebun dan bangun pabrik.
Tapi tentu, gak semua bisa dibingkai manis. Tantangan tetap ada. Capex makin besar, dari Rp 1,3 triliun di 2022 jadi Rp 1,9 triliun di 2024. Dan sebagian besar dana itu masih dipakai utk proyek sawit, Bio-CNG, serta ekspansi pabrik. Sementara kontribusi segmen energi dan kayu ke laba masih kecil. Artinya: DSNG tetap harus membuktikan bahwa uang yg mereka tanam hari ini benar-benar bisa dipanen besok. Karena kalau tidak, mereka hanya akan jadi contoh bagus dari efisiensi jangka pendek, bukan sustainability jangka panjang.
Jadi, apakah DSNG layak disebut emiten sehat secara kas? Jawabannya, ya. Mereka salah satu dari sedikit pemain sawit yg gak cuma “hebat di panen”, tapi juga “kuat di kantong”. Tapi apakah mereka sudah tahan krisis? Belum tentu. Karena tulang punggung masih 80% dari sawit. Selama harga CPO oke dan operasional gak terganggu, mereka bisa tersenyum. Tapi begitu ada kombinasi antara cuaca buruk, regulasi dadakan, dan tekanan margin, kita akan lihat siapa yg benar-benar tahan banting.
Yang jelas, sejauh ini DSNG berjalan di jalur yg benar. Mereka bukan yg paling flamboyan, tapi mereka tahu ke mana arah harus ditempuh. Laba mereka bukan sekadar angka, tapi kas. Dan kas, seperti kita tahu, gak bisa bohong.
Di atas kertas, DSNG bisa jd salah satu emiten komoditas paling relevan di era ESG, transisi energi, serta kebutuhan akan safe reality (maksud safe reality: https://stockbit.com/post/19040155). Ketika dunia mencari perusahaan dgn emisi rendah tapi tetap menghasilkan cash nyata, model seperti DSNG-lah yg bisa jd teladan. Hulu kuat, hilir fleksibel, ESG jalan, dan diversifikasi terarah.
Disclaimer: Tetap DYOR 😹
Alasan menulis: https://stockbit.com/post/19040669
$LSIP $TAPG
1/2