Tahapan Analisis Sebelum Membeli

Bulan lalu saya sempat menulis mengenai pembentukan portofolio yang saya terapkan, yaitu portofolio yang sederhana atau bergaya focus investing dengan sedikit emiten di dalamnya. Semakin kesini, portofolio saya malah semakin ramping, bukan semakin gemuk. Selama 4 tahun perjalanan investasi saya, hanya 9 saham yang pernah saya beli dimana 6 diantaranya sudah saya jual, jadi hingga saat ini portofolio saya hanya berisi 3 saham saja.

Lalu saya tertarik untuk mengulas lebih lanjut berangkat dari comment bro @PakaluPapitoPapito pada tulisan tersebut: https://stockbit.com/post/3026471 . Menurut beliau, jika kita membentuk portofolio kecil, atau dalam bahasa saya “ramping”, maka perlu dilakukan analisis yang mendalam sebelum membeli sebuah saham. Sebaliknya, jika kita memiliki keterbatasan dalam ilmu analisa, maka membeli banyak emiten adalah suatu cara yang aman.

Well, saya setuju dengan pendapat ini, dan saya teringat saat dulu sebelum membeli suatu saham, saya melakukan analisis yang mendalam untuk memperkuat keyakinan saya. Karena saya memang niatnya tidak mau membeli banyak emiten dengan wide diversification. Jadi saya bener2 mencari saham yang terbaik di sektornya dan harga yang ditawarkan masuk akal. Selain itu fokus pencarian saya itu pada saham2 small cap dan mid cap, jadi betul2 membutuhkan analisa mendalam sebelum membeli untuk memastikan fundamentalnya bener2 bagus.

Beberapa teman saya ada yang bertanya, jika benar saya melakukan analisis yang mendalam sebelum membeli saham, apakah saya harus menganalisis sekitar 600an lebih perusahaan yang listing satu per satu?? Tentu saja tidak karena betapa melelahkannya jika seperti itu. Jadi meskipun judulnya “analisis mendalam”, tapi sebisa mungkin saya jadikan hal tersebut menjadi sederhana.

Sebelum masuk ke tahapan analisis, saya saring dulu beberapa perusahaan berdasarkan industrinya menggunakan alat bantu atau fitur filter/screening dari aplikasi tradingview (kalo gak salah). Jadi kalo perusahaan yang bergerak di bisnis yang ribet, gak saya pahami, dan high cost seperti energy, pertambangan, perkebunan, infrastruktur, media, internet broadband, high-tech, logistik, transportasi, aviation, konstruksi, properti, maka saya tendang dari list.

Setelah tersaring menjadi beberapa emiten, barulah saya lanjutkan PR selanjutnya dengan analisis bisnis, analisis manajemen, dan analisis keuangan. Jadi, tahapan analisis yang saya lakukan lebih banyak ke arah kualitatif. Saat berinvestasi, saya memposisikan diri saya sebagai seorang analis bisnis, bukan analis pasar apalagi analis makro. Saya tidak peduli dengan teori pasar dan konsep makro. Pengambilan keputusan yang saya ambil murni berdasarkan cara kerja (operasi) sebuah bisnis itu sendiri.

Untuk selanjutnya dan lebih lengkapnya saya uraikan sebagai berikut:

1. Analisis Bisnis (Kualitatif)

Ada 3 poin penting dalam analisis bisnis, yaitu: sederhana, konsisten, dan berprospek. Menurut saya, sebelum membeli saham pastikan anda memiliki pemahaman tentang cara operasi sebuah bisnis sesuai dengan kompetensi anda. Anda nggak perlu menjadi seorang ahli di setiap bidang atau memiliki kecerdasan yang luar biasa untuk memahami setiap bisnis yang ada. Saya lebih suka terhadap bisnis yang sederhana, efektif, efisien dan mudah untuk dipahami. Bahkan orang yang bukan ahli pun bisa dengan mudah memahami bisnis tersebut. Saya sempat membuat tulisan khusus tentang ini yang bisa dibaca di sini https://stockbit.com/post/2889790 .

Saya bisa mengerti cara kerja setiap bisnis yang saya miliki bukan karena saya super pintar, namun justru karena saya membatasi diri dengan menyingkirkan semua ide bisnis yang tidak bisa di pahami dan fokus di bisnis yang saya ngerti aja. Pokoknya sukses dalam berinvestasi saham tidak di tentukan oleh seberapa banyak bisnis yang kita paham, tapi seberapa arif kita bisa membatasi diri dalam hal yang kita tidak mengerti.

Jadi poin penting yang pertama dalam analisis bisnis adalah pastikan bisnisnya sederhana dan bisa dipahami dengan mudah. Poin yang kedua terkait bisnis yang saya suka adalah: bisnis yang memiliki riwayat kinerja yang konsisten. Perusahaan yang sudah existing atau lama berdiri yang proses bisnisnya sederhana serta bergerak di industri yang pertumbuhannya lambat, maka mereka dapat mencatakan kinerja yang konsisten dan solid. Saya pun cenderung menghindari perusahaan yang bisnisnya kompleks yang berpotensi akan mengalami perubahan dramatis karena masa depannya yang tidak pasti.

Saya lebih suka bisnis yang membosankan, yaitu bisnis yang secara bertahun-tahun memproduksi dan menjual produk dan jasa yang sama. Apa yang mereka lakukan sejak 30 tahun yang lalu, masih sama seperti apa yang mereka lakukan sekarang dan di 30 tahun ke depan pun perusahaan masih tetap melakukan hal yang sama dan tidak banyak yang berubah, hanya size nya saja yang terus membesar. Membosankan memang, tapi itu untuk satu alasan yang pasti, yaitu “pengalaman”. Sangat kecil kemungkinan perusahaan semacam ini membuat kekeliruan yang besar.

Poin yang ketiga dalam analisis bisnis adalah: bisnis dengan prospek jangka panjang yang cerah, serta masih ada ruang untuk terus tumbuh. Bisnis yang memiliki daya tahan ibarat pelari maraton, mereka bisa terus berlari dengan jarak tempuh yang panjang dan waktu yang lama, meskipun larinya tidak secepat pelari sprint. Untuk memperkuat daya tahan dan pertumbuhan berkesinambungan, perusahaan harus mampu menghasilkan produk yang consumable atau selalu dibutuhkan konsumennya sehingga mereka bisa menjadi price maker; memiliki competitive advantage sehingga posisi mereka di pasar itu begitu kuat (market share besar) dan didukung dengan jaringan distribusi yang luas serta basis pelanggan yang besar; dan, terus berinovasi serta menyesuaikan dan memanfaatkan perkembangan teknologi (bukan pencipta teknologi).

2. Analisis Manajemen (Kualitatif)

Manajemennya perusahaan memegang peranan penting terhadap kelangsungan bisnis, karena berkaitan dengan GCG. Saya juga sempat membuat tulisan khusus tentang ini yang bisa dibaca di sini https://stockbit.com/post/2931919 . Menganalisa tindakan manajemen perusahaan memang tidak gampang namun sangat perlu, karena akan memberi peringatan awal kepada para investor yang saat ini belum terlihat di angka-angka laporan keuangan. Berbeda dengan analisis kuantitatif, kualitas bisnis dan manajemen tidak bisa diukur dengan angka dan rasio, jadi sangat membutuhkan galian informasi yang lebih mendalam.

Beberapa ciri manajemen yang baik adalah: Pertama, manajemen yang rasional dalam mengalokasikan modal serta cash perusahaan. Modal dan cash jika dikelola dengan optimal akan berdampak pada value creation untuk para pemegang saham. Misalnya perusahaan memperoleh untung lalu menyisihkan hasil keuntungan tersebut untuk belanja modal (capex). Coba perhatikan, apakah perusahaan mengalokasikan capex sesuai dengan kebutuhan atau malah menghambur2kan uang? Jika capex dialokasikan dengan baik dan benar, maka perusahaan akan memiliki uang cash yang masih tersisa (free cash flow). Nah manajemen yang rasional dapat memanfaatkan sisa cash tersebut untuk membayar utang2, share buyback, akuisisi atau mengembalikannya dalam bentuk dividen kepada para pemegang saham. Hal ini berkaitan dengan fase siklus bisnis perusahaan (business life cycle) tersebut sedang berada. Intinya, manajemen yang rasional akan berkomitmen untuk meningkatkan kinerja perusahaan dengan berorientasi pada kesejahteraan shareholder.

Kedua, manajemen yang baik adalah mereka yang juga merasa turut memiki perusahaan yang dikelolanya, atau bisa juga sebagai pendiri perusahaan yang turut aktif mengelola perusahaan dengan merangkap menjadi direksi/komisaris. Contoh yang paling gampang dilihat adalah manajemen memiliki saham perusahaan yang dikelolanya. Jika manejemen merasa ikut memiliki perusahaan, maka manejemen akan berupaya semaksimal mungkin untuk meningkatkan kinerja perusahaan daripada meningkatkan isi kantongnya sendiri.

Ketiga, manejemen yang jujur dan menyajikan laporan keuangan secara clear, sederhana, rapih, dan tidak banyak akun “lain-lain”? Jika saya menemukan semakin banyak akun-akun yang rumit yang banyak kata “lain-lain”, serta menyajikan berjubel catatan kaki yang sulit dimengerti, maka saya anggap manajemen memang tidak ingin saya memahaminya. Selain itu, saya juga curiga terhadap manajemen yang terlalu pede dan yakin terhadap prospek dan masa depan perusahaan dengan menceritakan angan-angan yang indah dalam annual report perusahaan. Tidak ada yang bisa mengetahui secara PASTI kinerja dan kondisi perusahaan di masa yang akan datang, meskipun ia seorang direksi sekalipun.

Keempat, manajemen yang mampu berkomunikasi dengan baik. Biasanya, kualitas seseorang itu bisa terlihat dari cara berbicaranya. Untuk menemukan hal ini, saya lakukan dengan menghadiri RUPS dan memperhatikan bagaimana para manajemen memaparkan materi, atau menjawab pertanyaan saat public expose. Saya amati apakah mereka bisa menjelaskannya secara natural dengan memahami betul ruang lingkup perusahaan, atau mereka berbicara dengan didikte oleh text.

3. Analisis keuangan (Kuantitatif)

Inilah langkah terakhir saya lakukan sebelum memutuskan untuk membeli suatu saham, yaitu menganalisis aspek keuangan perusahaan. Jadi setelah saya menganalisis bisnisnya dan siapa manajemennya, lanjut saya lakukan konfirmasi dengan menganalisa angka2 dalam Laoran Keuangan (LK). Nah, beberapa orang banyak yang trauma dan tidak percaya dengan LK karena beberapa kasus manipulasi. Angka2 dalam laporan keuangan memang sangat mungkin untuk dimanipulasi untuk menipu para investor.

Fokus utama saya dalam menganalisis laporan keuangan adalah utang, ekuitas, penjualan, laba kotor dan operasional, kas dari aktivitas operasi dan kas bebas (free cash flow). Jadi, selama perusahaan secara konsisten dalam 5 tahun terakhir memiliki ROE di atas 15%, DER di bawah 1, GPM di atas 30%, dan CFO dan FCF terus positif, maka itu perusahaan yang hebat menurut saya. Oh ya, ROE yang saya maksud disini menggunakan laba operasional, bukan laba bersih. Jadi lebih menggambarkan laba yang dihasilkan pure dari operasional perusahaan.

Semua metrik keuangan yang saya jadikan patokan tersebut dapat mengonfirmasi analisis bisnis dan manajemen yang saya lakukan sebelumnya. Jika bisnisnya simple dan manejemen perusahaan konservatif dalam membangun capital structure, maka mereka memilih untuk berutang seperlunya sehingga DER nya rendah. Jika strategi manajemen efektif dan niche marketnya jelas, maka perusahaan akan memperoleh profit yang besar dibandingkan dengan modal yang tertanam sehingga ROE tinggi. Lalu, jika perusahaan memiliki competitive advantage, artinya produk mereka sangat disukai di pasar sehingga gross profit marginnya juga tinggi. Kesemuanya itu harus divalidasi oleh angka yang tertera pada CFO. Balik lagi, jika bisnisnya simple dan manajemennya apik dalam mengelola perusahaan, maka perusahaan tidak menghamburkan banyak uang untuk belanja modal demi melanjutkan kelangsungan usaha, nah pada akhirnya perusahaan masih memiliki kas bebas atau FCF yang mana CFO yang tersisa inilah yang dapat dirasakan langsung oleh para shareholder. Simple kan? Jadi semua analisis tersebut berkorelasi. Bisnis yang sehat, yang dikelola oleh manajemen hebat, maka kondisi keuangan mereka pun memikat.

Yang terakhir saya lakukan dalam rangkaian analisis ini adalah menghitung valuasi. Dalam hal ini saya juga menggunakan angka pada laba operasional, utang, kas dan setara kas, serta kas dari operasional. Jadi saya melakukan valuasi dengan EV based valuation dengan rasio yang saya gunakan adalah: Jika EV/EBIT < 10x atau EV/CFO < 10x, maka saya anggap itu sudah undervalue, apalagi setelah angka tersebut lebih kecil dari rata2 EBIT growth 5 tahun terakhir (tau konsep PEG ratio kan?)

Itulah rangkaian/step analisis yang saya lakukan sebelum memutuskan membeli saham: analisis bisnis, analisis manejemen dan analisis keuangan. Hal ini pula yang saya lakukan sebelum membeli 5 saham pertama saat Oktober 2015 lalu, yaitu $SIDO $SMSM $EKAD $ULTJ $DVLA dan 4 saham lainnya di Oktober 2018. Memang, diawal2 kita rada puyeng sikit karena mau beli saham aja harus analisis dalam begitu. Tapi karena saya menerapkan focus investing dan memiliki lebih banyak waktu dibandingkan para profesional investor, maka itu bukanlah masalah besar.

Sekian sharing kali ini, semoga bermanfaat ya. Sekali lagi setiap tulisan saya itu hanya sharing, bukan ajakan untuk harus mengikuti gaya saya. Ada investor yang suka menganalisis LK terlebih dahulu, dan ada pula yang menitik beratkan pada GCG perusahaan. Pokoknya, sukai gaya anda sendiri yang anda nyaman dengannya.

Mohon maaf ya kalo kepanjangan.

Read more...
2013-2024 Stockbit ·About·ContactHelp·House Rules·Terms·Privacy