$EAST - Membaca Situasi Tanpa Tendensi
Beberapa waktu terakhir sy menuliskan catatan tentang EAST dan dinamika kinerjanya sepanjang 2025. Teman-teman stockbitor bisa membacanya pada post berikut: https://stockbit.com/post/24195433.
Fokusnya bukan pd harga saham, tapi pd bagaimana bisnis hotel ini merespons perubahan kebijakan MICE, pergeseran segmen pelanggan, serta pola musiman di Yogyakarta. Setelah diposting, harga sahamnya tidak banyak bergerak. Lalu muncul beragam komentar. Ada yg menilai ekspektasi Nataru belum terlihat, ada jg yg bertahan semata krn hotel favorit dan berharap dividen.
Situasi seperti ini menarik utk dibaca dgn sudut pandang Warren Buffett.
Buffett sejak lama mengingatkan bahwa pergerakan harga jangka pendek sering kali tidak berkaitan langsung dgn kualitas bisnis. Ia pernah berkata, “In the short run, the market is a voting machine. In the long run, it is a weighing machine.”
Maknanya simple saja, bahwa dalam jangka pendek, market memilih berdasarkan emosi, ekspektasi, dan persepsi. Padahal, dalam jangka panjang, yg dihitung adalah kualitas bisnis itu sendiri. Ketika EAST belum menunjukkan reaksi harga meski story bisnis mulai terlihat ada perubahan, itu lebih menggambarkan mekanisme voting, bukan hasil penimbangan.
Pandangan yg menilai belum terlihat hilal padahal nataru tinggal menghitung hari jg mencerminkan ekspektasi waktu yg begitu pendek. Nah, Buffett punya pandangan berbeda soal waktu. “The stock market is a device for transferring money from the impatient to the patient.” Ya, ini memang tentang kesabaran.
Kalau dlm konteks EAST, dampak Nataru dan pemulihan MICE menurut sy tidak akan serta-merta muncul di harga saham. Bisa ada jeda antara aktivitas operasional, pencatatan piutang, pengakuan pendapatan, hingga akhirnya tercermin di laporan keuangan. Market sering kali tidak sabar menunggu proses ini, terutama jika masih terbebani memori Q1 dan Q2 yg lemah.
Dalam artikel sebelumnya, sy memberi perhatian khusus pd piutang. Bagi sebagian orang, ini mungkin dianggap detail kecil. Namun Buffett sendiri melihat laporan keuangan itu sebagai bahasa bisnis. Seperti katanya, bahwa “Accounting is the language of business.”
Di industri hotel, piutang bukan sekadar angka, tapi jejak siapa tamunya, segmen mana yg aktif, dan pola permintaan yg sedang terbentuk. Penurunan piutang pd Q1 dan Q2 bisa dijelaskan oleh pembatasan perjalanan dinas, bukan kerusakan bisnis yg permanen. Sementara kenaikan pd Q3 memberi sinyal awal bahwa mesin korporat mulai hidup kembali.
Ada satu hal lain yg sempat menjadi perhatian, yaitu pola dividen EAST sepanjang 2025. Biasanya EAST membagikan dividen secara rutin, bahkan bisa tiap kuartal. Namun tahun ini baru satu kali. Sebagian investor melihat ini sebagai sinyal negatif. Namun sy sendiri cenderung melihatnya sebagai keputusan yg masuk akal.
Buffett pernah menegaskan bahwa dividen bukan tujuan, melainkan konsekuensi dr bisnis yg sehat. Ketika kebijakan MICE pemerintah benar-benar menekan okupansi segmen korporat, terutama BUMN dan instansi, menjaga cash flow menjadi prioritas.
Menahan dividen dlm kondisi arus kas operasional tertekan bukan tanda kelemahan, tapi bentuk kehati-hatian. Buffett hampir selalu mendukung manajemen yg memilih memperkuat neraca dibanding memuaskan market untuk jangka pendek. (Pak @JS76115 sering mencontohkannya dgn $BBRI, dlm konteks yg berkebalikan tentunya 🙈)
Jika dividen dibayarkan penuh di tengah tekanan permintaan, risikonya justru lebih besar. Cash yg seharusnya menjadi bantalan saat low season malah keluar. Dari kacamata owner, kebijakan seperti ini lebih mencerminkan manajemen yg berpikir jangka panjang, bukan sekadar menjaga citra dividen.
Menariknya, secara price action dan sentiment yg berkembang di forum @stockbit, EAST justru berada di fase yg sering dihindari market. Kinerja turun temporer, penyebabnya jelas dan bisa dijelaskan, sentimen negatif masih kuat, harga saham turun lalu stagnan.
Ini mengingatkan kembali pd quotes Buffett ini: “Most people get interested in stocks when everyone else is. The time to get interested is when no one else is. You can't buy what is popular and do well.” Oya, sy jg pernah membahas quotes ini dalam postingan tentang $BUMI: https://stockbit.com/post/25105846.
Jadi, ketika market sudah optimistis, biasanya harga justru sudah bergerak. Nah sebaliknya, saat market pesimis dan meninggalkan, justru di situlah proses menimbang bisa dimulai.
Dalam kasus EAST, pesimisme itu muncul dr kombinasi kinerja Q1 dan Q2 yg lemah, dividen yg tidak rutin seperti biasanya, serta ekspektasi Nataru yg belum terwujud di harga. Namun jika ditarik ke akar masalah, pelemahan ini bersifat temporer dan dipicu faktor kebijakan, bukan rusaknya model bisnis.
Saya jg ingin menambahkan bahwa Buffett tidak pernah menyukai prediksi berlebihan. Ia lebih memilih memahami kondisi saat ini. “You don’t have to predict the future, you just have to understand the present.”
EAST tidak bergantung pd satu asumsi besar. Jika arus wisata China menguat, itu tambahan. Jika tidak, bisnis masih ditopang permintaan domestik dan pemulihan korporat. Q3 memberi sinyal transisi, Q4 berpotensi menggabungkan dua engine permintaan sekaligus.
Pada akhirnya, dari sudut pandang nyubi impostor seperti sy, pertanyaan utamanya bukan kenapa harga saham belum naik atau kenapa dividen belum dibagikan lagi?
Tapi, apakah bisnisnya mampu melewati 2025 dgn struktur yg lebih sehat dibanding awal tahun?
Apakah arus kas tetap terjaga di masa sulit?
Apakah pelanggan korporat kembali sebagai pola?
Apakah seasonality-nya bekerja konsisten?
Market bisa saja belum tertarik hari ini. Itu bukan hal yg asing. Selama investor paham apa yg ia pegang dan mengerti mengapa ia memegangnya, ketidakpedulian market justru memberi ruang berpikir yg lebih jernih.
Disclaimer: Catatan ini adalah refleksi pengetahuan penulis tentang pemikiran Buffet atas kondisi bisnis yg relevan di Indonesia. Dan catatan ini jg bukan ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Segala kerugian sebagai akibat penggunaan informasi pada tulisan ini bukan menjadi tanggung jawab penulis. Do your own research.
