$IHSG BISA MENCAPAI ANGKA BERAPA IHSG AKHIR TAHUN INI? SAHAM APA YANG BAGUS UNTUK DIBELI BUAT 2-3 BULAN INI?
Masih saja ada yang mengajukan jenis pertanyaan di atas kepada saya. Mereka yang telah sering membaca catatan saya pasti tahu, kalau saya tidak mungkin bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan seperti itu.
Beruntung, selain tidak mampu menjawab, saya juga tidak pernah menganggap penting soal itu. IHSG bakal mencapai angka berapa, tidak pernah menjadi faktor relevan dalam pengambilan keputusan investasi saya. Saham apa yang bakal naik dalam beberapa bulan ke depan, bukan merupakan fokus proses investasi saya.
Banyak catatan sebelumnya sudah banyak membahas soal itu. Bahkan soal yang sama ada juga yang dibahas beulangkali. Saya saja yang menulisnya bosan, apalagi mereka yang membacanya.
Oleh sebab itu, catatan berikut ini mungkin berlainan dengan apa yang sudah sering saya bahas. Catatan ini khusus saya tujukan kepada mereka yang time-frame “investasi”-nya pendek. Buat mereka, peristiwa turun atau naiknya harga menjadi perkara paling penting. Untung-tidaknya mereka, serta benar-tidaknya thesis “investasi” mereka diukur dengan yang terjadi dalam harga saham dalam satuan waktu yang pendek itu.
Apabila dia membeli saham seharga Rp 1,000, hari ini dan besoknya, atau 2-3 bulan kemudian, harga saham turun, dia menganggap “investasi”-nya salah.
Begitu juga sebaliknya, apabila dia membeli saham di harga Rp 1,000 dan besoknya, atau 3 bulan kemudian harganya naik, bersuka-citalah dia. Dia merasa bahwa thesisnya benar, he or she already picked the winner.
The fact is, ketika harga saham yang dibelinya dengan harga Rp 1,000 tadi turun, simply karena ada orang lain yang mau menjualnya di harga yang lebih rendah dari dia.
Begitu juga ketika harga saham itu naik di atas harga yang dibayarnya, simply karena ada orang lain yang mau membeli pada harga yang lebih tinggi dari yang dibayarkannya.
Atas dasar pemikiran itu, mudah-mudahan catatan di bawah ini dapat membantu mereka yang orientasinya relatif pendek.
Mengapa pergerakan harga menjadi fokus perhatian utamanya?. Argumennya jelas, bukankah keuntungan itu hanya terjadi, jika kita bisa menjual saham dengan harga lebih tinggi dari harga belinya? Kalau bisa naik lebih cepat, lebih baik, jadi bisa cepat dijual juga.
Oleh karenanya, sangat masuk diakal, kalau perhatian itu diarahkan untuk dapat mencari mana saham yang harganya bakal naik. Untuk apa membeli saham yang lagi turun?. Iya kalau berbalik naik, bagaimana kalau besoknya turun lagi? Kalau besoknya semakin turun, berarti semakin besar kerugian kita. Berapa lama kita harus tunggu? Bisa-bisa harus cut loss. Jadi, lupakan saja saham yang harganya lagi turun.
Pernyataan, bahwa keuntungan hanya bisa diperoleh jika kita bisa menjual dengan harga lebih tinggi tentu saja benar. Tidak ada siapapun yang bisa membantah, termasuk orang yang time-frame investasinya sangat berbeda dengan mereka.
Dengan pemahaman itu, saya akan mencoba memberi pandangan tentang apa yang sebaiknya menjadi fokus perhatian, atau dipahami, oleh mereka yang memiliki time-frame “investasi” yang pendek ini. (Agak susah bagi saya untuk tidak memberi tanda kutip dari kata investasi dengan time-frame seperti ini).
Harap diingat, apapun metoda yang dipilih, individual investor yang memilih untuk melakukan investasinya sendiri, harus menetapkan target minimum yang jelas untuk kinerja portfolio-nya. Kinerja mereka minimum harus lebih baik dibandingkan angka Index, maupun kinerja professional investors.
Apabila tidak bisa lebih baik, lantas buat apa buang-buang waktu merancang portfolio sendiri? Sebaiknya diserahkan kepada professional-investor. Atau tanam dana itu dalam Index, dan Anda dapat memanfaatkan waktu Anda to do things that you’re good at.
Ada landasan pemikiran utama yang sama, baik untuk mereka yang memiliki time-frame “investasi” pendek, maupun bagi mereka yang memilih untuk “memberi kesempatan waktu yang memadai untuk bekerjanya keajaiban penggandaan dalam investasinya” sebagai Prinsip #1, setiap melakukan keputusan investasinya.
Apa kesamaan pandangan utama tersebut? Kesamaan pandangan, bahwa dalam banyak waktu, harga pasar bisa tidak ada hubungan sama-sekali dengan kinerja perusahaan yang menerbitkan lembaran saham itu.
Mari kita lihat dulu dari sisi pandangan mereka yang menetapkan Prinsip #1, sebagai pedoman utama saat melakukan investasinya (Anda yang sering membaca catatan saya, bisa skip penjelasan ini).
Dengan menetapkan Prinsip #1 sebagai pedomannya, pergerakan harga dalam jangka pendek tidak pernah dianggapnya sebagai perkara penting. Mengapa tidak dianggap penting? Karena mereka memahami, bahwa ada lorong waktu panjang yang harus selalu dilewati perusahaan dalam menjalankan kegiatan usahanya.
Mereka paham, bahwa EPS $BBRI yang sebelumnya Rp 39, perlu melewati terowongan waktu sampai 13 tahun untuk bisa menjadi Rp 235 pada tahun 2017. (Anda dapat mengambil contoh lain. Dalam catatan-catatan sebelumnya, saya sudah memberikan contoh pertumbuhan $UNVR, $BBCA, $ULTJ, Hermes, Ferrari, Facebook, Microsoft serta berbagai capital-efficient companies lainnya di Stockbit ini).
Apabila kita memakai metrik sederhana, katakan PE Ratio, maka P (harga saham) hanya ditentukan oleh 2 faktor. Faktor pertama, E (Earning, EPS), dan Faktor kedua, PE Ratio yang disepakati pasar untuk industri perbankan Indonesia. Tidak ada angka absolut, tetapi kita bisa melakukan pendekatan dengan melihat yield atau rata-rata suku bunga Rupiah.
PE Ratio ini tidak lain merupakan inverse yield, yaitu kebalikan dari suku bunga rata-rata yang dianggap wajar. Apabila suku bunga itu 20%, maka PE Ratio sebesar 5 bisa dianggap wajar (100 dibagi 20). Ketika suku bunga itu turun menjadi, katakanlah 7%, tentu PE Ratio yang dianggap wajar lantas berubah menjadi 14 (100 dibagi 7).
Hubungan inverse yield ini menjadi salah satu alasan terjadinya peningkatan harga saham di Amerika, yang sejak krisis 2008 memilih low-interest policy. Begitu pula di Indonesia. Perekonomian Indonesia yang dulu ditandai dengan double-digit interest (pernah sekitar 25%), saat ini sudah menjadi perekonomian dengan single-digit interest environment.
Penurunan interest ini memungkinkan toleransi atas PE Ratio yang lebih tinggi. Bahkan dengan EPS yang sama, PE Ratio yang semakin tinggi memungkinkan terjadinya harga yang lebih tinggi juga. Jika EPS-nya juga tumbuh, kenaikan harga akan semakin tinggi lagi. A simple math.
Kembali ke $BBRI. Dengan PE Ratio sebesar 14 yang dianggap wajar, konsistensi pertumbuhan EPS dari $BBRI dalam jangka panjang merupakan alasan satu-satunya dalam kenaikan harga $BBRI dalam 13 tahun ini. Ketika EPS $BBRI masih Rp 39, dengan PER 14 X, maka harga wajar yang terbentuk di pasar ada dalam kisaran Rp 550.
Dengan EPS-nya yang terus meningkat, dan mencapai Rp 235 di tahun 2017, atas dasar PE Ratio yang sama saja, 14 X, maka pasar dapat menganggap Rp 3,300 sebagai harga wajar. A multi-bagger stock.
Pertanyaan yang ada dalam pemikiran mereka yang memilih Prinsip #1 itu sebagai pedoman investasinya kemudian adalah : “Apakah dalam kurun waktu 20-30 tahun mendatang, Bank BRI (Anda bisa ganti dengan nama BRI dengan perusahaan dalam portfolio Anda), masih akan survive? Apakah kinerja dapat ditunjukan di dalam waktu 13 tahun sejak IPO ini, bisa mereka ulang lagi dalam 10, 20 atau 30 tahun ke depan?”.
Ada lorong waktu baru yang harus dilewatinya, tahun demi tahun, oleh perusahaan untuk bisa menunjukan kinerjanya di masa mendatang. Perjalanan waktu itu tidak bisa diukur dalam satuan detik, seperti di pasar.
Benar, apa yang dapat ditunjukannya dalam 13 tahun terakhir, tidak bisa dijadikan jaminan bagi terjadinya hal yang sama dalam waktu 20-30 tahun mendatang. Terlebih lagi, dengan lingkungan perekonomian yang berubah. Namun demikian, probabilita bahwa hal itu akan terjadi lagi, kadarnya lebih tinggi dibandingkan dengan yang mungkin bisa ditunjukan oleh kelompok perusahaan dengan catatan sejarah yang baru 5 atau 10 tahun. Apalagi yang lebih pendek dari itu,
Namun perjalanan kinerja perusahaan ini, yang harus ditempuhnya dalam satuan waktu yang panjang, pada saat yang sama juga “dinilai” di dalam sebuah pasar yang dipaksa bergerak setiap harinya. Atas dasar ini, maka sangat masuk akal jika pergerakan harga setiap hari itu bisa berbeda dengan apa yang mungkin dapat ditunjukan perusahaan melalui kinerjanya. Lebih dari itu, sebagian terbesar pelaku pasar, mungkin di atas 70%, memusatkan perhatiannya pada pasar ini.
Fakta #1 ini tidak lain merupakan faktor yang selama ini sudah menjadi bagian dalam falsafah investasi dari mereka yang berpandangan, bahwa dibalik lembaran saham itu terdapat bisnis dari emiten yang menjadi penerbit lembaran-lembaran saham itu. Dalam jangka panjang, tidak ada lain yang dapat menentukan harga perusahaan, kecuali kinerja perusahaan itu. Di dalam jangka pendek? Disparitas diantara keduanya, bukan saja mungkin terjadi, tetapi sudah seringkali terjadi. Dan sudah pasti bakal terjadi lagi.
Inilah landasan pemikiran pokok yang sama, baik itu untuk merekea yang memegang Prinsip #1, maupun untuk mereka yang memiliki time-frame yang pendek dalam “investasi”-nya.
Namun demikian, landasan pemikiran yang sama ini membuat pengambilan langkah yang berbeda antara keduanya. Untuk yang memegang Prinsip #1, dengan kemewahan waktu yang dimiliki (dan di dalam jangka panjang, hanya kinerja perusahaan yang menentukan nilainya), maka fluktuasi harga dalam jangka pendek menjadi sangat tidak relevan. Dengan mudah mereka akan abaikan. Waktu menjadi teman baik mereka.
Sebaliknya untuk mereka yang memiliki time-frame yang pendek (dan di dalam jangka pendek ini, terjadi disparitas diantara fundamental perusahaan dengan fluktuasi harganya), maka sekarang menjadi jelas apa yang perlu dilakukan oleh mereka yang time-frame pendek ini. Hal pertama yang harus mereka lakukan adalah, membuang jauh-jauh metrik fundamental.
Merupakan salah besar, jika dengan time-frame yang pendek itu, mereka menggunakan pedoman investasi #1, #2 dan #3. Buat apa memahami soal fundamental, jika hal itu bukan merupakan penentu dari konstruksi pembentukan harga dalam jangka pendek? Bukankah pembentukan harga di dalam jangka pendek itu yang menjadi pusat perhatian mereka?.
Meskipun dengan berbagai perhitungan fundamental, harga saham sebuah perusahaan, katakanlah di harga Rp 1,200, merupakan harga yang sangat murah sekali. Tetapi tidak ada jaminan bahwa jika Anda membeli di harga itu, maka besok atau sebulan kemudian, harga itu akan naik. Begitu pula sebaliknya. Bukan berarti karena perusahaan itu busuk, dan Anda membelinya, Anda tidak bisa untung. Sangat mungkin terjadi, esok hari, seminggu atau satu bulan kemudian, harganya akan naik. Fundamental perusahaan, di dalam jangka pendek, bukan merupakan power yang bisa membuat harga perusahaan naik atau turun. Anda salah lihat, jika mencari power itu dalam hitungan fundamental, seperti yang memegang Prinsip #1.
Oleh karenanya, untuk yang time-frame-nya pendek, sudah seharusnya melupakan beragam metrik seperti Gross Margin, ROE, NBV, CFO, EPS, ROA, PER, DER, EV/CFO, EBITDA dan hal lain terkait kinerja usaha.
Buat apa Anda repot mempelajari soal itu? Bukankah pembentukan harga di bursa di dalam jangka pendek (yang merupakan time-frame Anda) samasekali tidak ditentukan berbagai metrik itu?. Anda salah belajar.
Anda masih ingat pelajaran dasar di SMA? Apabila sisi permintaan (demand) melebihi penawaran (supply), maka akan terjadi kenaikan harga. Sebaliknya, apabila supply yang melebihi demand, yang kemudian terjadi adalah penurunan harga. Begitulah juga dengan harga saham yang berlangsung setiap harinya di bursa.
Harga yang berlangsung setiap hari itu, semata-mata hanya ditentukan oleh lebih banyak mana : Yang mau menjual atau Yang mau membeli?. As simple as that.
Betapapun baiknya kinerja perusahaan, tetapi apabila suasana batin bagian terbesar pelaku pasar tercekam oleh berita media maupun prediksi para pakar, Anda tahu apa yang bakal terjadi dengan harga saham. Hal sebaliknya juga dengan mudah bisa Anda lihat, ketika kondisi pasar sedang euphoria.
Kalau Anda mengabaikan fakta, bahwa dalam jangka pendek, Hukum Supply dan Demand ini yang menjadi penentu harga di bursa, boleh jadi Anda akan tambah bingung. Anda menganggap bahwa telah menerapkan prinsip-prinsip investasi yang baik, tapi kok harganya di pasar malah turun terus? Oleh sebab itu, sebelum Anda kehilangan akal, dan terheran-heran, jika time-frame investasi Anda pendek, jangan lagi membuang- buang waktu Anda mempelajari berbagai metrik itu.
Kalaupun Anda terlanjur mempelajarinya, Anda bisa segera menyadari kesalahan itu, sehingga bisa segera menghapus berbagai metrik itu dari pikiran Anda.
Anda perlu bukti? Coba Anda perhatikan pergerakan harga sejumlah IPO yang terjadi pada tahun 2017 dan 2018 ini. Memangnya pergerakan harga itu bisa Anda kaitkan dengan kinerja perusahaan melalui berbagai metriknya itu?. Jawabannya jelas : Tidak.
Pergerakan harga itu terjadi karena penawaran lebih kecil dibandingkan permintaan (Apa yang membuat besaran angka penawaran serta permintaan tersebut, dapat kita bahas lain kali. Ada penyebab yang riil, ada yang tidak riil, seperti nanti disinggung di belakang).
Anda masih tidak percaya, bahwa dengan time-frame “investasi” Anda, Anda harus buang jauh-jauh minat Anda mempelajari hal-hal fundamental? Contoh yang saya berikan berikut mungkin bisa meyakinkan Anda.
Ada perusahaan Canada, tetapi listed di Nasdaq, yang memiliki nilai penjualan USD 39 Juta, dan masih rugi, Market Cap-nya? USD 14 Milyar (sic!). Dengan dana sebesar itu, maka Anda dapat membeli saham $BBRI milik pemerintah. Jika pemerintah mau menjualnya, Anda dapat menjadi pemilik saham pengendali salah satu bank terbesar Indonesia. That’s insane, and yet it happened.
Lebih gila lagi, Market Cap-nya, sebulan sebelumnya, sempat mencapai USD 28 Milyar. Kinerja perusahaan seperti ini, tidak menghalangi mereka yang berhasil mendapat keuntungan lebih dari 1,000%, karena dia membeli sahamnya di awal tahun. Keuntungan yang besar, dan di dalam waktu yang sangat pendek.
Bagaimana mungkin kita dapat menyebut perusahaan dalam contoh di atas sebagai perusahaan yang baik? Nilai penjualannya saja baru senilai USD 39 Juta, dan masih terus merugi.
Bagaimana mungkin kita dapat menyebutkan bahwa Market Cap sebesar USD 14 Milyar itu sebagai harga yang baik untuk perusahaan seperti ini? Karena dana senilai itu dengan mudah bisa digunakan untuk bisa membeli perusahaan yang lebih baik, dengan valuasi yang lebih baik juga.
Contoh di atas dengan jelas bisa menunjukan, bahwa “berinvestasi” di perusahaan yang “tidak baik”, serta dikombinasikan dengan harga yang “tidak baik” juga, bisa menghasilkan keuntungan yang luar biasa. Dan dalam waktu yang sangat pendek.
Tetapi supaya hal semacam itu bisa Anda alami, pesan saya jelas : Berhentilah belajar soal-soal fundamental perusahaan. Semakin Anda rajin belajar, untuk dapat memahami soal-soal fundamental, maka Anda bakal semakin jauh Anda dari potensi keuntungan semacam ini (dengan basis time-frame Anda yang pendek).
Mengapa terjadinya contoh seperti di atas itu dapat terjadi? Karena saat ini, para pelaku pasar di Canada dan Amerika sedang terbius oleh berbagai cannabis-themed companies (salah-satunya Tilray, perusahaan yang dipakai dalam contoh di atas). Sekarang ini, asal ada kaitannya dengan cannabis, yang sudah dilegal-kan di Canada, menjadi dagangan sexy di pasar.
Apalagi sejumlah perusahaan besar seperti Coca-Cola, Constellation Brands, Imperial Tobacco, Molson Coors dan Procter & Gamble juga sudah menunjukan minat mereka atas ladang cannabis ini.
Hal ini menciptakan demand, terjadi peningkatan dari “investors” yang berminat pada sektor ini. Terjadilah arus besar permintaan untuk saham-saham cannabis companies.
Dengan mudah kita bisa membuat daftar panjang baik dari bursa kita, maupun bursa lainnya di dunia, yang dapat meyakinkan Anda bahwa dalam jangka pendek pembentukan harga itu tidak ada urusannya dengan kinerja serta bebagai metrik perusahaan.
Contoh sebaliknya juga banyak terjadi : Kinerja baik perusahaan tidak berjalan searah dengan pergerakan harganya di bursa (kondisi yang sangat disukai oleh investor yang tidak seperti Anda).
Apabila Anda masih belum mempercayai saya, untuk segera membuang metrik-metrik tadi dari pemikiran Anda, oleh karena time-frame Anda yang pendek itu, barangkali yang disampaikan JP Morgan, salah satu bank terbesar dunia, bisa lebih meyakinkan Anda. JP Morgan, dalam sebuah tulisan yang dikirim kepada nasabahnya menegaskan gambaran di atas : ”While fundamental narratives explaining the price action abound, the majority of equity investors today don’t buy or sell stocks based on stock specific fundamentals”.
Perhatikan paruh kedua dari kalimat di atas. Holding-period investasi yang semakin pendek, disertai fakta yang ditulis oleh JP Morgan di atas, mudah-mudahan semakin bisa meyakinkan Anda – yang memiliki time-frame “investasi” pendek, untuk tidak lagi repot-repot mengkaji kinerja fundamental perusahaan.
Untuk mendukung apa yang disampaikan JP Morgan ini, bisa dilihat juga satu studi dari EdgePoint Wealth Management. Studi itu menunjukan fakta terjadinya penurunan holding period stock-investors. Di tahun 60-an, holding period itu masih 8.3 tahun. Di 70-an, masih sekitar 5.3 tahun. Sekarang ini, holding period semakin pendek, rata-rata kurang dari 6 bulan.
Flash-trading maupun algorithmic-driven trading dan dengan volume semakin besar, niscaya akan semakin memperpendek holding period ini.
Dengan time-frame “investasi” Anda yang pendek itu, yang semata-mata ditentukan oleh bekerjanya supply dan demand, maka konsekwensinya Anda tentu harus berusaha mengetahui dimana bisa menemukan minat (demand) yang paling tinggi, serta minat yang paling rendah. Apabila Anda bisa memahami itu, maka Anda memiliki peluang untuk dapat menghasilkan kinerja “investasi” yang baik. Ingat, bahwasanya kinerja Anda harus lebih baik dari Index dan kinerja smart-money.
Di bawah nanti saya akan coba menjelaskan, ke arah mana pandangan itu harus Anda alihkan. Tetapi saat ini harus tahu dan akui dulu, Anda salah memandang.
Saya juga perlu mengingatkan, bahwa apa yang akan disampaikan ini sama-sekali tidak ada hubungannya dengan apa yang disebut Technical Analysis. Berbeda dengan TA, apa yang perlu dilakukan ini lebih simple, karena Anda tidak perlu menebak-nebak, seperti hal-nya TA. Kenapa? Karena jika “gerakan” yang terjadi di masa lalu dipakai untuk memprediksi apa yang akan terjadi di masa datang, bukankah hal itu sama seperti saat kita sedang mengendarai mobil, kita melihat kaca spion belakang untuk sampai ke arah tujuan kita. Jika kita melihat kaca spion di belakang, sebagai panduan menuju arah tujuan, mungkin malah justru tabrakan yang akan dialami.
Sebelum berbicara soal pengalihan pandangan Anda, kita lihat dulu fakta lainnya yang perlu dipahami oleh mereka yang memiliki time-frame “investasi” pendek ini. Hal ini juga sudah berulang-kali saya sampaikan.
Di dalam kelompok mereka yang memiliki time-frame “investasi” pendek ini, termasuk diantaranya adalah institutional investors, professional investors, yaitu mereka yang disebut smart-money.
Jadi mereka yang memilih time-frame “investasi”-nya pendek ini, sebetulnya tidak salah masuk. Anda telah menjadi bagian dari mereka yang mendominasi pasar dan yang mampu menentukan kemana arah pasar itu akan bergerak (dalam jangka pendek). Kurang-lebih 70% dari pergerakan harga di bursa ditentukan oleh smart-money ini. Fakta ini harus menjadi bagian ilmu yang harus dipahami oleh Anda.
Memang belum ada studi khusus tentang ini untuk di pasar modal Indonesia. Dengan demikian, angka 70% ini, bisa plus minus, karena datangnya dari Financial Industry Regulation Authority (Amerika). Namun jika kita lihat basis retail investors Indonesia yang masih sangat rendah, angka 70% itu sangat konservatif.
Dengan kecanggihan dan kekuatan team mereka, dan ditambah dengan besaran dana yang mereka miliki, mereka ini memiliki kemampuan untuk menentukan kemana pasar akan bergerak. Setiap peluang, niscaya akan mereka lakukan untuk menghasilkan untung.
Mari kita ambil lagi contoh JP Morgan. Jika Anda lihat Annual Report JPM tahun 2017, bisa Anda perhatikan hasil trading desk mereka. Hanya ada 4 hari (!) dalam satu tahun itu trading-desk-nya mengalami kerugian. Dan tahun 2017 itu mereka sebut sebagai tahun yang buruk buat mereka.
Jika Anda perhatikan lagi untuk 4 tahun sebelumnya, hanya ada 2 hari sepanjang tahun 2015 trading-desk JPM mengalami kerugian. Sementara, di tahun 2013, 2014 dan 2016, tidak pernah satu hari-pun mereka ini mengalami kerugian. Bayangkan, hanya ada 6 hari di dalam 5 tahun (1,260 hari) mereka harus mencatat kerugian. Tingkat keberhasilan sebesar 99.50%, yang berasal dari average revenue USD 77 Juta per-hari.
Anda harus tahu ini, karena Anda sudah menetapkan hati dan memilih untuk bermain pada lapangan yang sama dengan mereka, melalui time-frame Anda.
Dengan demikian, karena Anda sudah memilih untuk bermain pada lapangan yang sama, Anda harus sudah siap bahwa 70% dari waktu permainan Anda, Anda sudah tahu dengan siapa Anda harus bertanding.
Itulah mereka, lawan tanding Anda. Mereka-mereka yang memiliki tingkat keberhasilan lebih dari 99.52% di lapangan yang sama tempat Anda bermain (Inilah juga alasanya, mengapa saya justru memilih bermain di lapangan yang berlainan dengan mereka. Karena sebagai individual investor, kita memiliki kemewahan yang tidak dimiliki mereka : Waktu).
Mustahil mereka tidak tahu ketika harga $INDY hanya 120 Rupiah, bahwa valuasinya seperti itu sangat tidak masuk akal. Tetapi kenapa justru pada saat harganya 4,000, mereka ini begitu rajin membuat rekomendasi, dan tidak lupa menetapkan TP di dalam kisaran 5,000 sampai 6,000? Memangnya dalam 2-3 tahun ini, harga batubara naik 5,000%, sehingga pandangan mereka berubah?. Karena mereka tidak memiliki kemewahan waktu, seperti individual investors, apa yang mereka lakukan di atas menjadi pilihan yang masuk akal buat mereka.
Memangnya mereka tidak tahu betapa murah $ADMG yang hanya dihargai Rp 400 Milyar? Bukankah hanya dengan harga itu kita dapat membeli bisnis yang nilai penjualannya lebih dari Rp 4 Trilyun per-tahun, yang secara konsisten menghasilkan nilai tunai sekitar 240 Milyar setiap tahun. Hanya dengan harga itu, kita bisa menguasasi Assets senilai Rp 8 Trilyun?
Mustahil mereka tidak tahu itu. Tetapi, sekali lagi, kita tahu bahwa dengan keterbatasan waktu yang mereka miliki, akal mereka ini masih cukup sehat untuk tidak memasukan perusahaan itu ke dalam portolionya, at least untuk 3-4 kwartal ke depan ini.
Itulah juga sebabnya, saya juga menyarankan kepada mereka yang time-frame “investasi”-nya pendek juga, seperti para smart-money, untuk menunggu dahulu. https://stockbit.com/post/1843583 https://stockbit.com/post/1843459
Karena time-frame Anda pendek, tidak usah khawatir tertinggal. Dalam kasus $INDY misalnya, bahkan jika Anda baru membeli setelah naik 200%, dimana para smart-money mulai masuk, Anda masih mendapatkan multi-bagger.
Mudah-mudahan sekarang Anda paham, bahwa yang menentukan arah pergerakan harga saham di bursa, bukanlah tetangga atau paman Anda, yang mungkin hanya bisa berinvestasi Rp 10 atau Rp 100 Milyar saja di bursa. Bukan juga mereka yang sering ramai dan berkicau, menuliskan analisa (atau angan-angannya) di Stockbit. Institusi-institusi besar-lah yang mampu menentukan kemana arah pasar akan bergerak. Dana mereka yang ratusan milyar atau trilyunan Rupiah itu yang memungkinkan mereka melakukan itu.
Jika Anda tanya, apakah itu artinya traders ataupun analis-analis mereka itu lebih pandai dibanding kita? Tentu saja tidak.
Bedanya dengan kita, mereka memiliki kekuatan yang bisa membuat sebuah saham melambung naik ke atas atau sebaliknya menghantamnya sampai lantai dasar.
Mereka memanfaatkan kekuatan dan leverage-nya itu tentu saja untuk keuntungan mereka sendiri (kinerja luar biasa desk-trading JPM semoga dapat membuka mata Anda). Dengan kekuatannya, mereka itu dengan mudah dapat “memanipulasi” terbentuknya harga di pasar, sesuai keinginan mereka.
Mereka dengan mudah bisa menciptakan gelombang pembelian ataupun gelombang penjualan. Apabila hal ini mereka lakukan, gelombang besar yang diciptakan itu bisa menaikan atau menurunkan harga seperti apa yang mereka inginkan.
Jangan kira itu saja yang bisa mereka lakukan. Banyak taktik dari yang masih sopan, sampai kotor juga dapat mereka lakukan dengan kekuatan yang dimilikinya.
Apa saja? Anda tentu sudah sering mendengar hal ini : Pump and Dump. Bagaimana kabar baik terkait satu perusahaan “dibocorkan” (Ssssst, rahasia. Diam-diam saja. Belum banyak orang yang tahu). Kabar baik tadi kemudian tersebar di pasar. Bisa ditebak, “investor” yang polos, dapat dengan mudah termakan berita ini, dan berbaris sebagai pembeli. Bertambah panjangnya barisan pembeli ini, bisa menaikan harga saham itu.
Mungkin benar ada kabar baik, tetapi berita itu dapat dibuat menjadi lebih baik. Lebih baik dari kenyataan yang terjadi.
Ketika harga sudah meningkat tajam sesuai targetnya, dimulailah arus penjualan. Bisa juga dilakukan short-sell. Kombinasi gelombang penjualan, short-sell serta mulai sadarnya “investor” bahwa berita baik tentang perusahaan itu ternyata tidak sehebat yang di-expect sebelumnya (worse still, fake), tentu membuat harga semakin turun. “Investor” yang membeli ketika cerita baru dimulai, tentunya akan semakin panik.
Anda pernah melihat film Wolf of The Wall Street? Di film yang berdasarkan true story itu, kita bisa melihat bagaimana Stratton Oakmont menjalankan aksi pump and dump ini. Time and time again, berulang-kali dia melakukan itu, yang membuat nasabahnya menderita kerugian sampai 200 Juta Dollar. Ada seorang hedge-fund manager, mengirim saya cerita soal Stratton ini. Dia bisa bercerita, karena waktu dia masih muda, saat memulai karirnya di Wall Street, dia pernah hampir direkrut oleh Stratton ini.
Trick lain apa yang biasa dilakukan?. Kebalikan dari Pump and Dump itu, yang lazim disebut sebagai Poop and Scoop. Ditebarkanlah kabar atau analisa buruk. Bisa juga kabar buruk itu memang betul, tetapi lantas ditambah-tambah sehingga gambarannya lebih buruk dari kenyataan yang sebenarnya. Cerita buruk seperti ini tentu saja bisa menjadikan harga turun. Pada saat gelombang penurunan itu sudah cukup dalam, lantas proses pembelian mulai dilakukan dengan harga yang sangat baik untuk mereka, alias murah sekali. Untuk mereka yang hanya ikut-ikutan saja, dan sama-sekali tidak memahami cerita sebenarnya, dengan gampang akan menjadi bagian dari korban skema ini.
Variasi dari kedua hal di atas, lazim juga dilakukan. Bisa saja misalnya pada saat harga sudah meningkat tinggi, dengan semakin besarnya antrian pembeli dari mereka yang mendengar kabar baik itu, tiba-tiba saja jumlah besar order milik institusi itu lenyap.
Raibnya order besar ini, bisa menjadikan “investor” panik. Apalagi mereka yang dari awal memang hanya mengandalkan intuisi gamblingnya saat memutuskan pembelian. Atau dilakukanlah apa yang biasa disebut Spoofing. Pura puranya memasang order besar untuk membeli, padahal niatnya melakukan penjualan.
Apakah Anda masih berani bermain di lapangan yang sama dengan mereka yang memiliki kekuatan seperti ini? Dengan menyamakan time-frame investasi Anda dengan mereka, Anda secara tidak langsung sudah menyatakan kesiapan itu. Saya tidak pernah berani.
Jika memang Anda masih tetap saja berani, mudah-mudahan apa yang akan saya sampaikan, untuk dapat mengalihkan cara pandang Anda yang mungkin salah selama ini, bisa membantu serta memperbaiki posisi bermain Anda.
Mari kita mulai.
Semua orang mungkin sepakat, bahwa pasar property Indonesia sedang lesu. Namun itu tidak berarti bahwa semua kantong property dilanda kelesuan. Masih ada kantong-kantong yang menunjukan kegiatan normal, misalnya perumahan bersubsidi.
Apabila orang ingin mengukur denyut nadi apa yang sedang terjadi pada emerging market, biasanya orang melihat iShares MSCI Emerging Markets/EEM. Index itu, kita tahu, tidak dengan sendirinya mencerminkan semua cerita tentang apa yang terjadi pada emerging market. Terdapat kantong-kantong seperti Thailand, baik dilihat dari segi currency maupun stock-market-nya yang memberikan gambar lain. Not all bad.
Demikian pula jika Anda berbicara tentang European market, apa yang digambarkan oleh X-Trackers MSCI Europe Hedge Equity, tidak sepenuhnya memberikan gambaran tentang apa yang terjadi di semua negara Eropa. Ada kantong-kantong, seperti Austria ataupun beberapa negara Eropa Timur yang memberikan kita gambaran yang berbeda. Not all bad.
Hal yang sama, ketika kita berbicara tentang komoditi yang sedang terpuruk. Ada kantong-kantong di dalam gambar besar itu, yang mungkin memberikan indikasi pergerakan yang berbeda : cobalt, lithium, uranium.
Dengan contoh diatas, khususnya bagi mereka yang senang sekali melihat pergerakan harga saham setiap harinya, agar Anda bisa memperoleh keuntungan dari “permainan” di market (lapangan tempat Anda main), maka fokus perhatian Anda justru tidak-boleh Anda arahkan ke market.
Saya sudah memberikan catatan tentang angka IHSG. Angka ini tidak bisa Anda pakai menjadi ukuran yang dapat menunjukan apa yang sesungguhnya terjadi di pasar. (Silahkan lihat catatannya).
Angka IHSG ini bukan angka yang dapat memberikan gambatran yang akurat tentang apa yang terjadi pada sektor, sub-sektor dan turunannya.
Dengan time-frame “investasi” Anda yang pendek itu, jika perhatian Anda itu diarahkan kepada apa yang terjadi dengan angka IHSG, maka tentu saja Anda ini salah fokus.
Untuk memperbaiki posisi Anda, sebaiknya Anda bisa melakukan refokus perhatian Anda, seperti apa yang digambarkan di bawah ini :
a. Bayangkanlah BEI sebagai kumpulan dari pasar-pasar modal kecil, yang terdiri dari pasar sektor serta pasar sub-sektor. Anda tahu, BEI membagi emiten-emiten kedalam 10 sektor. Dari 10 sektor itu kemudian dibagi lagi menjadi sekitar 50 sub-sektor (silahkan dicek lagi persisnya).
b. Karena time-frame Anda pendek, maka perhatian Anda harus Anda prioritaskan seperti kalau Anda melihat pacuan kuda. Dalam masa yang terbatas itu, tentu perhatian harus Anda fokuskan kepada kuda yang sedang berada di depan. Itu sebabnya mengapa saya menganjurkan Anda untuk dapat mengalihkan perhatian Anda dari Market (yang angka IHSG-nya Anda hafal dengan fasih) ke arah sektor dan kemudian sub-sektor. Ada kantong-kantong dari gambar besar itu yang harus Anda berikan perhatian lebih, dengan time-frame yang pendek itu.
c. Apabila fokus perhatian Anda diarahkan kepada Market dengan IHSG-nya, Anda tentu akan lihat bahwa sampai dengan hari kemarin, IHSG sudah turun sekitar 8.78%. Namun demikian, apa yang ditunjukan angka ini tidak mencerminkan cerita yang terjadi jika Market itu Anda pecah menjadi sektor dan sub-sektor.
d. Dengan melakukan refokus, maka Anda bisa lihat bahwa dibalik kondisi penurunan IHSG itu, Anda tahu masih ada kantong-kantong positif sektoral, di dalam kurun waktu yang sama.
e. Dalam kurun waktu yang sama itu, sektor Mining mengalami kenaikan 18.66% (delta positif 27% dibandingkan IHSG), dan sektor Basic Industry & Chemical meningkat 8.98%. Data-data ini secara gratis bisa Anda dapatkan setiap harinya melalui website BEI (www.idx.co.id).
f. Dari sektor ini, Anda bisa pertajam lagi menjadi sub-sektor. Di dalam sektor mining itu, misalnya ada sub-sektor batubara, minyak dan sebagainya. Anda perhatikan saja sub-sektor yang trend-nya positif. Setelah itu, dari sub-sektor tadi bisa Anda persempit dengan memilih emiten-emiten yang juga menunjukan trend positif. Pilihlah mereka menjadi kuda pacuan Anda didalam kurun waktu yang pendek itu. Apabila Anda melihat statistik YTD, dari 10 sektor yang membentuk IHSG tadi, hanya ada 2 sektor yang memiliki angka positf. Abaikan saja 8 sektor lainnya, karena Anda tidak memiliki kemewahan waktu.
g. Kantong-kantong yang menunjukan kekuatan ini yang harus menjadi pusat perhatian Anda. Anda harus alihkan perhatian itu, dari apa yang terjadi pada Market dengan apa yang terjadi pada sektor (dan sub-sektor). Pusatkan perhatian Anda pada sektor, sub-sektor, emiten yang bisa menunjukan relative strength. Jangan salah, Relative Strength ini tidak dalam pengertian yang lazim digunakan oleh mereka yang biasa menggunakan Technical Analysis (RSI). Tetapi melihat sektor yang relatif sedang unggul.
h. Saya kira metoda ini menjadi pilihan yang paling mudah untuk Anda. Anda lupakan saja berbagai metrik tentang fundamental perusahaan. Buang jauh-jauh apa yang pernah Anda pelajari. Selain itu, Anda juga tidak usah menebak-nebak seperti yang menjadi tuntutan dasar jika Anda memakai TA.
i. Dengan cara ini, maka Anda dapat memusatkan perhatian Anda untuk memiliki saham di sektor yang tepat, serta di waktu yang tepat. Jauhkanlah diri Anda – dengan pendeknya waktu “investasi” Anda – dari sektor-sektor yang masuk kelompok salah waktu. Biarkan yang terakhir ini menjadi perhatian orang-orang seperti saya.
j. Refokus ini tentu bisa Anda sesuaikan dengan apa yang Anda butuhkan. BEI sendiri setiap hari mengeluarkan statistik ini.
k. Dengan demikian, Anda bisa melihat sektor dan sub-sektor mana saja yang - seperti kuda dalam lomba pacuan kuda - sedang nyaman berada di posisinya paling depan. Dalam minggu ini, dalam 1 bulan ini, atau dalam 1 kwartal ini. Setelah itu, Anda bisa melihat apa yang terjadi dalam minggu berikutnya, bulan atau kwartal berikutnya. Inilah konsekwensi dari pilihan mereka yang memilih time-frame “investasi” yang pendek. Tentu bisa saja, dalam perjalanan waktu mingguan, bulanan atau kwartalan itu akan terjadi rotasi sektor dan sub-sektor yang memberikan gambaran berbeda dari apa yang ditunjukan IHSG.
Sebetulnya masih ada beberapa komponen lain yang bisa Anda perhatikan guna melengkapi metoda ini. Di lain waktu, saya akan coba melengkapinya.
Untuk melihat data-data itu, Anda bisa masuk ke web-nya BEI di atas, dan click Statistik. Data-data statistik ini dibuat harian, mingguan, bulanan, kwartalan dan tentu saja tahunan. Dengan demikian, hal ini bisa juga Anda sesuaikan dengan preferensi Anda. Sektor, sub-sektor dan emiten manakah yang sedang mengalami relative-strength dalam minggu ini, kwartal ini, bulan ini dan juga YTD. Anda tidak lagi harus menjalankan praktek tebak-menebak, yang tentu menjadi keahlian tukang nujum.
Hope it helps to improve your performance.