@siputlembek Betul sekali, laba ditahan memang masih negatif, karena perusahaan ini dari tahun ke tahun terus menerus mengalami kerugian (kecuali tahun ini), seperti sudah saya sampaikan di dalam berbagai catatan saya. Bukan hanya rugi, bahkan Gross Profit-nya juga sering negatif (Alasan yang sangat masuk akal bagi professional fund managers untuk tidak berinvestasi pada perusahaan seperti ini. Oleh karenanya untuk mereka yang keputusan investasinya dengan niat untuk mendapatkan keuntungan besar, melalui kenaikan harga di dalam waktu sependek-pendeknya, perusahaan ini akan membuat kecewa Anda. Anda tahu, lebih dari 90% pergerakan harga saham di pasar dalam jangka pendek, akan sangat ditentukan oleh para professional itu).

Angka laba ditahan ini merupakan bagian dari Modal atau Shareholders Equity. Nilai Modal saat ini sekitar USD 254 Juta, atau sekitar Rp 3.7 Trilyun. Market Cap sekarang ini, Rp 1.5 Trilyun, hanya setara dengan 40% nilai Modal yang tercatat di Neraca $ADMG. Bahkan jika metrik EV yang digunakan, karena perusahaan memiliki sekitar Rp 500 uang kas di Bank (1/3 dari Market Cap-nya), maka dengan nilai EV (real price yang dibayarkan untuk mendapatkan perusahaan ini), angka EV ini hanya sekitar 25% dari nilai Modal perusahaan. Ada diskon 75% yang dapat menjadi bantalan (margin of safety). Tentu ini hanya teoritis saja, karena seperti sudah saya sampaikan juga, sangat tidak mungkin pemegang saham pengendali mau menjualnya dengan harga seperti ini.

Tentu apabila perusahaan berhasil mencatat laba seperti sudah bisa ditunjukannya tahun ini, maka angka defisit tentu makin lama akan makin berkurang, atau hilang.

Secara pajak, kerugian yang selama ini terus menerus terjadi, dapat memberikan tambahan manfaat kepada perusahaan. Kerugian itu dapat di-carry forward dalam perhitungan pajak, sehingga pajak yang harus dibayar perusahaan (pada saat mulai mencatat keuntungan) akan menjadi lebih kecil.

Hope it clarifies.