imageProfile
Potential Junk
Potential Spam

#36 : Laporan Laba Rugi -> Pendapatan

Setelah item utama di Laporan Posisi Keuangan (Neraca) selesai dibuat pembahasannya, saatnya beralih ke Laporan Laba Rugi, dimulai dari Pendapatan.

Pendapatan adalah hasil usaha yang diperoleh perusahaan dari penyerahan barang atau jasa kepada pelanggan.

Pendapatan yang ada di baris pertama Laporan Laba Rugi ini adalah pendapatan 'utama'.
Artinya yang diperoleh dari semua lini usaha utama yang dijalankan perusahaan, dan mencakup semua pendapatan dari anak usaha yang laporan keuangannya dikonsolidasikan.

Dengan demikian tidak termasuk pendapatan dari luar operasional utama, dan juga tidak termasuk pendapatan dari joint venture, entitas asosiasi, dan anak usaha lain yang perusahaan hanya punya kepemilikan minoritas di sana.

.................................................
Sering kali tertulis juga dengan istilah 'Pendapatan Neto'.
Neto atau Bersih disini artinya sudah dipotong diskon yang diberikan ke pelanggan, dan juga sudah dipotong retur pengembalian produk atau pembatalan jasa.

Sehingga Pendapatan adalah seluruh uang atau kewajiban pelanggan bersih yang diterima perusahaan dari pelanggan.
Namun masih belum dikurangi seluruh biaya (beban) yang dikeluarkan oleh perusahaan.

Jadi Pendapatan yang sering disebut juga sebagai Omset, Peredaran Bruto, atau Revenue itu bukanlah Laba.
Kalau sudah dikurangi beban-beban, barulah didapatkan nilai laba.

...............................................................
Kemudian hal penting selanjutnya adalah soal 'pengakuan' pendapatan.

Sesuai kaidah akuntansi, pengakuan pendapatan atau syarat tercatatnya nilai pendapatan di laporan laba rugi adalah ketika barang atau jasa secara faktual sudah diserahkan kepada pelanggan.

Saya bagi menjadi 3 kelompok cara pengakuan pendapatan :

1. Penjualan Tunai

Ini artinya uang dibayarkan pelanggan langsung di saat yang bersamaan dengan penyerahan barang atau jasa.
Kewajiban pelanggan (piutang) langsung lunas saat itu juga.

Contoh randomnya emiten $PZZA yang mayoritas pendapatannya diperoleh secara tunai.
PZZA bisa langsung mencatat pendapatan di laporan laba rugi, dan langsung bisa mencatat kas masuk juga.

Pencatatan piutang usaha sangat minim, paling-paling hanya karena selisih waktu pencairan dari e-wallet atau bank penerbit kartu kredit.

2. Penjualan Kredit

Ini artinya barang dan jasa sudah diserahkan duluan oleh perusahaan, tapi pelanggan bayarnya belakangan

Perusahaan sudah bisa mencatat pendapatan di laporan laba rugi, tapi perusahaan belum bisa mencatat kas masuk.

Kewajiban pelanggan yang belum lunas tersebut dicatat dulu sebagai aset Piutang Usaha di Laporan Posisi Keuangan. Kalau sudah dibayar baru dicatat jadi kas masuk.

Dengan demikian timbul risiko bagi perusahaan. Sudah catat pendapatan, menjadi 'prestasi' yang muncul di laporan laba rugi, tapi kalau customer gak bayar-bayar gimana.

Maka dari itu penting bagi perusahaan untuk mengupayakan umur piutang tidak terlalu panjang dan tidak sampai mengganggu operasional perusahaan. Pelanggan mudah ditagih dan kooperatif.

Pembahasan mengenai Piutang ada di link postingan berikut
https://stockbit.com/post/16044618

Mayoritas emiten di bursa memperoleh pendapatan secara kredit. Jadi akun Piutang Usaha menjadi akun utama dengan saldo yang cukup besar pada aset perusahaan.

Contohnya $MPMX sebagai distributor menjual motor secara kredit ke dealer retail, sehingga saldo piutang cukup besar.
Namun sejauh ini pembayaran lancar dari dealer retail yang bisa dilihat dari pendeknya umur piutang dan kelancaran arus kas operasional di Laporan Arus Kas.

3. Penjualan Dibayar di Muka

Ini artinya pelanggan sudah bayar duluan, namun barang atau jasanya belum diserahkan oleh perusahaan.

Perusahaan tidak diperkenankan mencatat pendapatan di laporan laba rugi, tapi sudah harus mencatat kas masuk.

Sehingga perusahaan harus mencatat pendapatan yang 'pending' itu sebagai liabilitas pada Laporan Posisi Keuangan. Bisa berupa akun Uang Muka Penjualan, Liabilitas Kontrak, atau Pendapatan Ditangguhkan.

Bahasannya di link postingan berikut
https://stockbit.com/post/16835841

Kalau barang atau jasa sudah pelanggan terima, barulah perusahaan bisa mencatat Pendapatan.

Sehingga pengakuan pendapatan dengan cara begini adalah yang menurut saya pribadi paling banyak menyimpan potensi soal pencatatan kinerja perusahaan ke depannya.

Bisa saja sekarang ini kinerja terlihat jelek, tapi dengan mudah diketahui kalau itu cuma 'backlog', banyak pendapatan yang belum dicatat masuk untuk kedepannya.

Selain itu rendah risiko juga. Selama perusahaan bisa komit untuk menyerahkan barang atau jasa tepat waktu, dan tidak ada pembatalan dari pelanggan, maka aman-aman saja. Uang malah sudah dipegang duluan oleh perusahaan.

Metode pengakuan pendapatan seperti ini banyak ditemui di emiten sektor properti seperti $ASRI.
Dan sektor lainnya yang berhubungan dengan penyelesaian proyek secara bertahap (termin) atau pesanan yang perlu jangka waktu untuk memenuhinya. Misalnya konstruksi, event organizer, sewa menyewa, penjualan komoditas yang high demand, dll.

................................................................
Misalnya ada emiten yang di liabilitas tercatat akun Uang Muka Penjualan, namun di aset juga tercatat Piutang Usaha, itu gimana ?

Alurnya bisa jadi begini, misalnya :

Perusahaan jual produk senilai Rp 1 miliar yang perlu waktu 1 bulan buat pemenuhannya. Pelanggan bayar DP (down payment) dulu Rp 500 juta. Akhirnya perusahaan catat Rp 500 juta itu sebagai Uang Muka Penjualan.

Sebulan kemudian produk itu sudah diserahkan ke customer. Perusahaan bisa mencatat pendapatan Rp 1 miliar. Tapi pelanggan diberi tempo 7 hari untuk pelunasan Rp 500 juga lagi.

Maka perusahaan harus mencatat Rp 500 juta sisanya sebagai piutang dulu sampai pelanggan melunasi 7 hari kemudian.

Walaupun Uang Muka Penjualan dan Piutang Usaha itu akhirnya nol juga, tapi banyaknya transaksi yang terjadi dengan banyaknya jumlah pelanggan yang alur transaksinya serupa dan kontinyu, akan menyebabkan saldo kedua akun itu seperti 'menetap' di laporan posisi keuangan.

.................................................................
Nilai pendapatan juga diperoleh dari rumus Harga Jual (selling price) dikali dengan Kuantitas (jumlah barang atau jasa yang dijual).

Jadi kalau ada peningkatan atau penurunan pendapatan yang tercatat dari periode ke periode, selain harus diamati adakah faktor dari cara pengakuan pendapatan seperti yang sudah dijelaskan di atas.

Namun juga penting untuk mengamati penyebabnya karena harga jual yang naik atau turun, dan jumlah (kuantitas) penjualan yang naik atau turun.

Yang bagus ya jualan makin banyak kuantitasnya disertai harga jual yang naik.

Tapi kalau peningkatan pendapatan cuma karena naiknya harga jual, tanpa disertai potensi peningkatan kuantitas, berarti mulai timbul problem stagnansi di situ.

Atau kalau kuantitas jualan meningkat tapi harga jual turun. Perlu diamati itu terjadi karena faktor temporer, atau karena perusahaan mulai berkurang daya saing dan keleluasaan dalam penetapan harga jualnya yang bisa menjadi indikasi masalah yang lebih kompleks.

............................................................
Kemudian bisa diamati juga detail pendapatan lebih lanjut di catatan atas laporan keuangan.

Yakni mengenai detail kontribusi pendapatan dari tiap segmen (lini) bisnis. Mana segmen yang besar kontribusinya, dan mana yang paling bisa bertumbuh kedepannya.

Dan juga adakah pelanggan utama yang jumlah pembeliannya signifikan terhadap total pendapatan perusahaan.

Pelanggan utama tersebut dari pihak ketiga ataukah pihak berelasi (perusahaan lain yang masih punya hubungan namun laporan keuangannya tidak dikonsolidasikan).

Kalau pelanggan utama dari pihak ketiga, apakah punya reputasi yang baik dan bisa kontinyu menyumbang revenue untuk perusahaan, atau cuma sesekali transaksi saja.

Kalau pelanggan utama dari pihak berelasi, selain perlu diamati kontinuitasnya, juga perlu diamati kewajaran transaksinya. Apakah benar menguntungkan perusahaan atau sekedar akal-akalan dengan penetapan harga jual yang hanya menguntungkan pengendali (transfer pricing).

...................................................
Kemudian untuk perusahaan yang banyak jualan ke luar negeri (ekspor) dalam mata uang asing, atau laporan keuangannya bukan pakai Rupiah melainkan dalam USD atau mata uang asing.

Maka faktor kurs (nilai tukar) Rupiah terhadap mata uang asing tersebut (USD, EUR, dll) perlu diperhatikan dampaknya ke besaran pencatatan pendapatan.

Normalnya akan menguntungkan bagi perusahaan orientasi ekspor justru kalau kurs Rupiah melemah. Lebih banyak Rupiah yang bisa terkonversi dari perolehan mata uang asing hasil jualan.

..................................................
Daftar pembahasan laporan keuangan sebelumnya dari series #1 sampai #35, ada di link postingan berikut :
https://stockbit.com/post/17280956

Terlampir juga contoh random laporan keuangan dari ELSA

Read more...

1/10

testestestestestestestestestes
2013-2025 Stockbit ·About·ContactHelp·House Rules·Terms·Privacy