#3 : Laporan Posisi Keuangan (Neraca) -> Aset -> Piutang
Piutang adalah hak tagih yang dimiliki perusahaan untuk menerima pembayaran atas kewajiban yang dimiliki pihak lain karena barang atau jasa yang telah diberikan oleh perusahaan.
Singkatnya, orang lain ngutang ke kita, maka ada aset (duit) kita yang masih di tangan orang lain.
Piutang pada umumnya diklasifikasi sebagai Aset Lancar karena "mudah" diuangkan sehingga bisa mendukung operasional sehari-hari.
Tinggal tagih ke orang yang ngutang sesuai kesepakatan jatuh tempo yang biasanya di bawah 1 tahun.
Walaupun dalam kasus tertentu ada pihak yang diutangi dan sepakat untuk dibayar lebih dari jangka 1 tahun, maka Piutang itu diklasifikasi jadi Aset Tidak Lancar.
Piutang yang berkaitan dengan pemberian barang dan jasa yang dihasilkan oleh operasional sehari-hari perusahaan, itu disebut "Piutang Usaha".
Sementara yang tidak berkaitan dengan operasional sehari-hari, itu biasanya diklasifikasi ke akun "Piutang Lain-lain".
Misal kalau meminjamkan mesin atau duit ke perusahaan lain, padahal perusahaan bukan produsen atau rental mesin dan juga bukan bank/leasing.
Preferensi saya pribadi, Piutang adalah aset yang sebenarnya perlu lebih banyak diperhatikan sebagai "risiko", dibandingkan "potensi".
Ya itu tadi, barang dan jasa sudah selesai diberikan ke customer atau pihak lain, sudah dicatat jadi Pendapatan di Laporan Laba Rugi, tapi duitnya masih di tangan customer dan mereka sudah nikmati barang dan jasa kita.
Di kita cuma ada faktur yang adalah "kertas" dan dicatat sebagai Piutang.
Normalnya memang "kertas" faktur itu bisa dengan cepat ditagih jadi uang. Tapi banyak kasus penagihan yang sangat sulit, bahkan harus sampai proses pengadilan baik perdata dan pidana. Belum tentu juga duitnya balik.
Oleh karena itu, sama seperti Persediaan, perusahaan pun membentuk cadangan kerugian penurunan nilai piutang. Cadangan ini langsung diakui sebagai beban secara bertahap untuk jaga-jaga kalau piutang tak berhasil ditagih.
Penting bagi perusahaan (dan juga investor) untuk memperhatikan umur piutangnya. Mayoritas emiten sudah melaporkan klasifikasi umur piutang ini di catatan atas laporan keuangan (CALK) bagian piutang.
Jika umur piutang dari periode ke periode makin banyak yang bergeser jadi lebih lama, bahkan sampai menumpuk di umur yang lebih dari 180 hari, maka bersiap saja bakal ada beban kerugian piutang tak tertagih (penurunan nilai) yang tercatat, apalagi kalau cadangan kerugiannya tidak mencukupi.
Hal ini juga bakal mengganggu kelancaran operasional perusahaan, arus kas macet (terlihat dari arus kas operasional yang negatif terus), duit lambat ditagih dari customer, bahkan untuk beli barang lagi harus nambah kredit ke supplier. Akhirnya perusahaan pun juga ikut terlilit utang.
Selain dari klasifikasi umur piutang yang dicantumkan emiten, perputaran dan umur piutang juga bisa dihitung secara kasar (seperti pada kasus umur persediaan) dengan rumus
"rata-rata saldo piutang : rata-rata pendapatan x jumlah hari dalam periode laporan keuangan = umur piutang (hari)"
Kalau umur piutang makin panjang berarti ada risiko yang meningkat, begitupun sebaliknya.
Sehingga peningkatan Total Aset karena naiknya saldo Piutang dari periode ke periode bukan sesuatu hal yang bisa langsung disambut gembira.
Menjadi bagus, hanya jika Pendapatan juga terbukti meningkat seiring waktu, plus arus kas operasional yang positif sebagai jaminan kalau customer bayarnya lancar.
Naiknya piutang juga bisa menjadi hal baik kalau memang ada customer besar (jualan besar, proyek besar) yang diperoleh perusahaan. Itupun lagi-lagi harus dibuktikan dengan kelancaran payment.
Beberapa perusahaan menampilkan list customer dengan piutang terbesar di CALK, terutama yang porsinya lebih dari 10% total piutang. Dari situ bisa diperkirakan kualitas top customer yang perusahaan peroleh.
Lalu bagaimana kalau saldo piutang turun ?
Ya bagus-bagus aja selama Pendapatan tetap terjaga tinggi, saldo kas terjamin, arus kas lancar.
Itu artinya collection (penagihan piutang) perusahaan berhasil, dan customernya sanggup bayar, gak kabur ke kompetitor yang ngasih tempo lebih panjang 馃槀
Karena piutang adalah pendapatan (sales) yang sudah dicatat, maka internal perusahaan sendiri sering kali konflik soal ini.
Sales cuma taunya jualan, kejar omset, yang penting bisa achieve target pendapatan. Tapi abai terhadap risiko klaim komplain retur, abai terhadap aspek kualitas pembayaran customer.
Ujungnya piutang hanyalah jadi aset semu, pendapatan yang tercatat dibalikkan lagi oleh kerugian piutang tak tertagih.
Risiko ini semakin tinggi untuk perusahaan yang tidak memiliki daya saing dan branding yang kuat di pasaran. Kebanyakan mengalah ke customer asal bisa jualan.
Kemudian, piutang juga dipisahkan antara piutang ke "pihak ketiga" dan "pihak berelasi".
Pihak ketiga adalah customer / pihak lain di luar grup perusahaan dan tidak memiliki hubungan kepemilikan dan manajerial yang sama dengan perusahaan.
Pihak berelasi adalah customer internal grup perusahaan (namun yang laporan keuangannya tidak dikonsolidasi) atau memiliki hubungan kepemilikan atau manajerial yang sama.
Misal, perusahaan A punya saham 30% di perusahaan B, dan A ini tidak memegang kendali perusahaan B dan tidak mengkonsolidasi laporan keuangan B, namun dalam prakteknya ada penjualan dan piutang dari A ke B, maka piutang itu dicatat sebagai piutang pihak berelasi.
Contoh selanjutnya, piutang pihak berelasi juga bisa terjadi jika customer misalnya C ternyata dimiliki oleh owner perusahaan A sendiri, atau direksi di customer D ternyata juga jadi direksi di A.
Tapi misalnya ada perusahaan E yang merupakan anak perusahaan yang dimiliki A lebih dari 50% dan A punya pengendalian di situ. A konsolidasi laporan keuangan E, maka piutang A ke E akan dieliminasi (tidak ditampilkan karena dianggap A dan E ini satu entitas yang sama).
Nah piutang berelasi ini dalam kondisi normal harusnya lebih aman, karena urusan dengan internal grup sendiri biasanya lebih terjamin. Bahkan kadang sistem administrasi juga terintegrasi, jadi gak perlu kirim-kirim cetakan faktur lagi untuk bisa nagih piutang.
Tapi itu kalau normal ya, kalau ada niat "main-main" justru piutang pihak berelasi ini perlu diwaspadai, apalagi kalau jumlahnya makin banyak dan makin lama nyangkutnya. Ini salah satu praktik financial engineering yang bisa dilakukan.
Selain itu, karena faktur sendiri adalah "kertas" yang aset riilnya sudah tidak ada di perusahaan, melainkan ada di tangan pihak lain. Maka risiko manipulasi jadi tinggi.
Faktur fiktif, jualan fiktif, piutang fiktif, emiten di bursa juga ada yang lakukan hal begini.
Walaupun ada kewajiban pajak PPN, PPh (Pajak Penghasilan), bahkan mungkin bea cukai, PPNBM, dan pajak daerah yang menyertai terbitnya faktur, ini bisa mengurangi keleluasaan manipulasi.
Tapi semua pasti ada jalan kalau sudah niat 馃
Postingan ini lanjutan dari #1 : Kas dan Setara Kas
https://stockbit.com/post/16021406
dan #2 : Persediaan
https://stockbit.com/post/16033440
Jika mau ada yang ditambahkan, dikoreksi, ditanyakan, silakan di kolom komentar ya.
Terima kasih 馃檹
Saya lampirkan cuplikan laporan keuangan bagian piutang $CPIN $PTSN $UCID
sebagai contoh random, bukan rekomendasi ya.
Tunggu giliran kita bahas akun aset yang lebih spesifik di perbankan, tambang, kebun, dll.
Silakan drop di kolom komen akun aset apa yang unik ya.
Nanti saya bahas setelah mengutamakan akun yang umum-umum dulu di bagian aset ini.
$BBRI $GOTO
1/10