imageProfile
Potential Junk
Potential Spam

#2 : Laporan Posisi Keuangan (Neraca) -> Aset -> Persediaan

Mari lanjutkan series postingan dari yang #1 bahas Kas dan Setara Kas berikut
https://stockbit.com/post/16021406
Postingan #2 ini akan bahas Persediaan.

Persediaan adalah barang yang dibeli oleh perusahaan untuk dijual lagi supaya bisa dapat omset (revenue).
Persediaan ini pada umumnya masuk ke Aset Lancar, karena memang menjadi hal utama untuk operasional sehari-hari perusahaan. Gak ada barang ya gak bisa jualan.

Perusahaan Dagang akan langsung menjual persediaan tanpa diolah.
Sementara, Perusahaan Manufaktur akan mengolah persediaan lebih lanjut sampai siap untuk dijual.

Perbedaan antara perusahaan dagang dan manufaktur, saya coba cuplik dari laporan keuangan $ERAA (dagang) dan $ICBP (manufaktur).

Nah kalau perusahaan jasa, investasi, finance, biasanya gak ada akun Persediaan ini ya.
Kecuali jasa konsumsi (restoran), nah dia punya persediaan bahan makanan untuk dimasak di resto-nya.

Perusahaan dagang jelas lebih simpel, tinggal beli barang lalu teruskan ke konsumen, jadi kita skip dulu.

Nah kalau perusahaan manufaktur pada umumnya ada 3 klasifikasi persediaan :
1. Bahan Baku / Penolong = barang mentah yang baru dibeli dari supplier
2. Barang Dalam Proses = barang setengah jadi yang belum selesai diolah
3. Barang Jadi = barang yang sudah selesai diolah dan siap dijual.

Setiap biaya yang timbul dalam upaya mengolah barang tersebut, akan ditambahkan ke dalam nilai persediaan.
Contoh : harga bahan baku 100jt, lalu untuk produksi butuh 2 orang karyawan gaji 10jt, plus utilitas (listrik, air, bensin, gas) untuk operasional mesin tagihannya 10jt sebulan, plus packaging 10jt, dan biaya lainnya di pabrik itu 10jt.
Maka pada akhirnya nilai persediaan bertambah jadi 140jt saat sudah dalam kondisi siap dijual.

Nah, misalnya ada 50.000pcs barang yang berhasil diproduksi dengan nilai 140jt tadi, maka didapatlah Harga Pokok Penjualan Rp 2.800 per pcs.
Normalnya, perusahaan akan menetapkan harga jual produk di atas harga pokok ini supaya bisa dapat margin atau laba kotor (selisih antara harga jual dan harga pokok).

Misal perusahaan mau margin laba kotornya 50%, maka dia harus jual produknya dengan harga Rp 5.600 per pcs, atau 2 kali lipat dari harga pokoknya.

Lalu, saat semua persediaan 50.000pcs itu berhasil terjual maka perusahaan bakal memperoleh Pendapatan Rp 280 juta, ini dicatat di Laporan Laba Rugi.
Kalau customer bayar cash maka Kas akan bertambah 280jt, tapi kalau customer ngutang maka yang bertambah adalah Piutang 280jt.

Kemudian, Persediaan Rp 140jt itu "dihilangkan" karena sudah berpindah ke customer. Digantikan oleh Beban Pokok Penjualan yang dicatat di Laporan Laba Rugi Rp 140jt.

Dari sinilah asal muasal nilai laba kotor (gross profit). Pendapatan 280jt dikurang Beban Pokok Penjualan 140jt, jadilah Rp 140jt laba kotor.

Sudah jelas ya, Persediaan yang pada akhirnya jadi Beban Pokok Penjualan itu bukan cuma "nilai barang" saja, tapi seluruh biaya terkait produksi sudah masuk ke situ, baik yang langsung maupun tidak langsung (overhead).

Nah kok di Laporan Laba Rugi masih ada akun beban gaji ? beban listrik ?
Itu adalah gaji karyawan sales (beban penjualan) dan gaji karyawan kantor (beban administrasi dan umum), listriknya pun buat kantor, bensinnya buat kendaraan sales.
Jadi biaya yang gak terkait dengan produksi itu dipisah dari nilai Persediaan.

Terus kenapa tulisannya "Persediaan - Neto", neto itu apa maksudnya ?
Artinya itu nilai persediaan yang sudah dikurangi cadangan (penyisihan) kerugian penurunan nilai.

Ini adalah nilai taksiran "jaga-jaga" yang sudah langsung dicatat sebagai beban yang mengurangi laba.
Kalau realnya gak ada penurunan nilai, maka taksiran ini bisa dikurangi, dan bisa dicatat sebagai pendapatan lainnya.

Tapi kalau ternyata benar ada kerugian sebesar nilai taksiran, maka sudah gak perlu catat beban lagi. Langsung potong aja nilai persediaan dengan cadangan itu.
Kemudian jika taksiran penurunan nilainya ditambah, maka beban juga ikut bertambah.

Contohnya ada di cuplikan laporan keuangan ERAA yang menambah cadangan penyisihan penurunan nilai persediaan, yang kemudian dicatat di Beban Umum dan Administrasi (CALK 28).

Ada beberapa penyebab nilai persediaan bisa menurun, yakni:
1. Usang = belum sempat dijual tapi sudah gak layak, expired, gak memenuhi kualitas. Salah satunya karena barang kurang laku, jualan lambat, atau tidak habis dijual.
2. Fraud = kasus pencurian barang.
3. Musibah = kebakaran, banjir, bencana alam, kerusuhan, dll.

Khusus untuk musibah kebakaran dll umumnya perusahaan sudah punya asuransi persediaan, dan itu dilaporkan di catatan atas laporan keuangan (CALK).
Premi asuransinya akan jadi beban tidak langsung yang dimasukkan ke nilai persediaan (beban pokok penjualan).

Selain itu, perusahaan juga harus mengatasi pemborosan (inefisiensi) terkait produksi, yang akhirnya menaikkan nilai persediaan karena ketambahan biaya-biaya yang semestinya bisa dihemat. Ujungnya pun bisa menyebabkan penurunan nilai persediaan (usang).

Contoh : barang yang tercecer, bahan baku terlalu banyak dipakai, produktivitas karyawan dan mesin yang rendah, banyaknya kesalahan proses produksi sehingga hasil akhir tidak memenuhi standar (reject), dll.

Jadi, kalau nilai Persediaan naik dari periode sebelumnya, memang sekilas Total Aset perusahaan juga ikut naik, seolah-olah terlihat bagus, perusahaan makin kaya.
Padahal belum tentu hal itu bagus, perlu dicermati lagi.

Nilai Persediaan yang naik jadi hal buruk kalau ternyata yang terjadi adalah pemborosan (termasuk naiknya harga bahan baku), dan atau penjualan yang lambat karena barang susah laku.

Nilai Persediaan yang naik jadi hal baik kalau itu adalah bentuk antisipasi permintaan yang makin tinggi, sehingga penjualan diharapkan bisa meningkat.

Maka dari itu harus diamati korelasi antara naiknya persediaan yang harus dibarengi dengan naiknya penjualan.
Selain itu, perlu dipastikan perputaran persediaan ini cepat, sehingga mengurangi risiko usang. Umur persediaan makin pendek makin baik.

Ada sebagian kecil emiten yang menampilkan klasifikasi umur persediaannya, tapi sebagian besar tidak.
Oleh karenanya, umur persediaan secara hitungan kasar bisa diperoleh dengan rumus :
"rata-rata persediaan : rata-rata beban pokok penjualan x jumlah hari dalam periode laporan keuangan = umur persediaan (hari)"

Persediaan (stok) juga harus dipertahankan di tingkat optimal. Terlalu banyak stok akan meningkatkan risiko penurunan nilai, serta pemborosan karena tambahan biaya penyimpanan (biaya gudang) dan handling.
Sementara, terlalu sedikit stok juga membuat perusahaan tidak mampu memenuhi permintaan dengan maksimal.

Persediaan (dan beban pokok penjualan) pun merupakan akun yang seringkali jadi alat untuk melakukan financial engineering.

Apalagi di perusahaan manufaktur yang proses produksinya panjang, semakin mudah untuk menyamarkan kecurangan atau main-main angkanya.
Auditor dan petugas pajak pun sulit memeriksa dengan detail, karena harus benar-benar turun mengamati proses produksi.

Walaupun bentuk persediaan ini adalah barang stok yang bisa dihitung atau diukur kuantitasnya, namun besaran nilai Rupiah-nya itu banyak yang berupa perkiraan.
Terutama soal biaya produksi yang ditambahkan ke nilai persediaan ini.

Selain itu, perusahaan yang bentuknya grup holding yang menguasai supply chain dari hulu ke hilir, namun tidak mengintegrasikan grupnya ke satu perusahaan publik sehingga timbul banyak hubungan afiliasi, ini juga sering kali menjadi cara untuk melakukan Transfer Pricing.

Transfer Pricing adalah cara mengakali harga jual-beli di antara perusahaan berafiliasi, sehingga bisa mengurangi total pajak yang dibayarkan, atau di satu sisi menguntungkan pengendali dan di sisi lain merugikan publik.

Jika ada yang mau menambahkan soal Persediaan, silakan diskusi lebih lanjut di kolom komentar.
Yang mau bertanya dan koreksi pun silakan.

Terima kasih semoga bermanfaat 馃檹

$ASII $INKP $SMGR

Read more...

1/7

testestestestestestes
2013-2024 Stockbit 路AboutContactHelpHouse RulesTermsPrivacy