Tāoguāngyǎnghuì
Setelah optimisme market akan The Fed rate-cut yang berhasil mengkatrol SP500 selama 5 trading-days berturut2, berita baik juga datang dari China.
China government akhirnya memberikan stimulus paling significant sejak property crisis mereka dimulai. Stimulus ini memberikan keleluasa-an ( baca: push :D)) ) kepada bank2 untuk memberikan kredit short-term dan kemungkinan akan termasuk kredit modal-kerja tanpa jaminan kepada para property-developers untuk menyelesaikan proyek2nya yang mangkrak. Walaupun belum dapat dipastikan, stimulus ini akan memberikan keleluasaan kepada developers untuk membayar kredit2 jatuh-tempo-nya -- dengan tujuan tentu saja bisa memulihkan kepercayaan market terhadap China -- China government khususnya -- yang ultimate-nya adalah investment (bond) dengan biaya yang lebih murah.
Draft final dari daftar 50 developers yang berhak mendapatkan stimulus ini sudah selesai disusun. Market pun merespon-nya dengan sangat positif dimana saham2 property developers naik 9%, dan saham 3 developers terbesar yang masuk ke daftar yaitu: Country Garden, Sino-Ocean dan Cifi, masing2 naik sebesar 24%, 31% dan 48%. Bond2 mereka pun naik harga-nya hingga 40% ( atau cost of credit-nya turun 40% ).
Walaupun di sisi sebalik-nya stimulus ini memberikan risk lebih besar kepada bank2 China yang sudah struggling karena naik-nya jumlah kredit macet mereka dan net-profit-margin yang lebih kecil dari net-profit-margin minimal bank yang dianggap sehat. Ini adalah risk yang seperti-nya mau-tidak-mau harus ditempuh untuk memulihkan kepercayaan market terhadap China. Semoga risk ini tidak sebesar yang dibayangkan karena tidak semua developers diberikan stimulus ini secara membabi-buta -- dan apalagi mengingat untuk bank2 bisa kembali thrill -- bukan hanya survive -- ekonomi harus berjalan baik dan ekonomi hanya akan bisa berjalan baik jika kepercayaan market bisa dipulihkan.
Berita baik berikut-nya adalah rencana China government untuk mengadopsi public-housing policy dari Singapore. Seperti kita ketahui, public-housing policy Singapore adalah yang terbaik di dunia -- dimana berhasil memberikan kepemilikan rumah kepada lebih dari 90% rakyat-nya. Singapore berada di ranking 3 untuk tingkat kepemilikan rumah ( konon yang ranking nomor 1 & 2 tidak memperhitungkan jumlah orang dewasa yang memiliki rumah secara sharing ).
Tujuan utama dari policy ini adalah menjaga supaya property -- yang menguasai hajat hidup orang banyak dan pondasi paling dasar dari sebuah kehidupan social yang sehat -- tidak menjadi ajang spekulasi para kapitalis (investor) mengeruk keuntungan sebesar2-nya. Kota yang maju pasti menarik pengadu nasib dari seluruh penjuru untuk hidup di sana -- sehingga mereka menjadi target market property yang menggiurkan. Sudah sifat-nya kapitalis kalau bisa jual setinggi2nya dan cuan sebesar2nya -- kenapa tidak. Kelas bawah cenderung terlambat untuk menguasai resources karena hanya bisa membeli property yang sudah siap yang itupun dengan mencicil -- sehingga jika tanah2 sudah dikuasai terlebih dahulu, mereka tidak ada choice selain membayar berapapun mahal-nya harga yang ditawarkan.
Model kapitalis murni seperti ini sudah jelas gagal dengan rendah-nya tingkat kepemilikan rumah di Hongkong, Shanghai, Seoul, Tokyo, New York dan London -- yang disertai pula dengan biaya sewa yang mencekik leher hanya untuk apartemen yang tidak sepenuh-nya nyaman untuk ditinggali.
Cara Singapore adalah dengan membangun public-housing-nya sendiri dan memberikan subsidi untuk rumah pertama untuk keluarga dengan total income yang dipandang rendah -- tetapi tetap membebaskan market rumah2 mewah. Dengan cara demikian spekulan yang akan memborong rumah banyak2 akan berpikir ulang -- karena untuk keluarga yg total income-nya rendah selalu mempunyai alternative untuk membeli rumah subsidi.
Tetapi dengan membebaskan market rumah2 mewah, mekanisme market juga tidak sepenuh-nya hilang. Mekanisme market ini penting tetap ada karena government sekuat apapun tidak akan bisa mengatur alokasi resources dengan lebih efisien daripada mekanisme market.
Sehingga bisa dicapai keseimbangan antara socialism dan capitalism yang sehat, yang ditunjuk-kan dengan tingkat kepemilikan rumah lebih dari 90% WALAUPUN harga property di Singapore termasuk salah satu yang termahal di dunia.
Subsidi ini-pun tidak diberikan serta-merta begitu saja karena setiap tenaga-kerja sudah dipaksa untuk melakukan saving sepanjang karir profesional mereka, dimana saving ini hanya boleh digunakan oleh kebutuhan yang sudah ditentukan, yang salah satu-nya adalah untuk kepemilikan rumah baik yang ber-subsidi maupun dari private market. A control freak at heart -- tetapi tidak ada cara lain -- karena negara hanya bisa maju jika rakyat-nya disiplin dan bekerja keras -- dan mendisiplinkan masyarakat yang belum maju hanya bisa dengan stick (rule). Kita tidak bisa berharap mereka akan sadar dengan sendiri-nya jika government hanya terus menina-bobo-kan mereka dengan carrot (subsidi).
Jangan dibayangkan public-housing di Singapore itu seperti rumah-susun Tebet. Public-housing Singapore itu kelas-nya seperti kelas apartemen di Jakarta dengan nilai sewa di atas 80 juta per tahun. Tentu mereka tidak seketika bisa memberikan public-housing sebaik itu. Jika melihat public-housing lama Singapore, walaupun tidak seburuk rumah-susun Tebet, tetapi bukan sesuatu yang bisa dibanggakan juga.
Mereka berhasil memberikan public-housing sebaik itu secara bertahap. Tetapi setiap tahap membukakan jalan kepada generasi berikut-nya untuk lebih produktif -- karena mereka bisa mendapatkan rumah dan lingkungan yang kondusif untuk belajar dan encouragement untuk belajar lebih giat untuk mendapatkan status yang lebih baik -- sehingga penghasilan government pun bertambah baik -- sehingga government pun mampu memberikan subsidi untuk rumah2 yang kelas-nya semakin hari semakin baik ( kalau ingat program rumah-susun-nya Ahok -- ini konsep-nya hampir seperti contek mentah2 dari Singapore -- lihat interview2 dia soal rumah-susun ).
Public-housing Singapore saat ini bahkan berhasil menyediakan apartemen yang nilai-nya mencapai 1 juta dollar (15 milyar rupiah setara dengan apartemen dengan harga sewa 750 juta rupiah setahun atau 63 juta rupiah sebulan).
Tidak seperti kebanyakan negara berkembang yang lain, China tidak menginginkan hanya mendapat sekadar pengakuan dari negara2 western karena dianggap sudah meng-implementasikan policy2 democracy dan capitalism-nya mereka. Mereka juga bukan Soviet Union yang mau merubah dunia dan menantang US. China hanya menginginkan China yang tetap China. Core mindset mereka adalah menuju China sebelum 100-years-of-humiliation -- China yang menemukan bahan peledak dan layangan -- China yang mengutamakan akal sehat dan prosperity -- China yang tidak pernah runtuh -- core mindset yang dihidupkan kembali oleh Dèngxiǎopíng sendiri waktu take-over China dan mulai meng-open-nya, menegaskannya dgn kata2: "jiěfàng sīxiǎng shíshìqiúshì" ( "bebaskan pikiran (dari doktrin2) dan mencari kebenaran dari fakta" ).
Walaupun tidak sama plek-plek, tetapi untuk mendapatkan gambaran paling jelas kemana China menuju -- adalah dengan melihat Singapore hari ini. Singapore enterprise adalah miniatur-nya China enterprise. Jiěfàng sīxiǎng shíshìqiúshì merupakan kesimpulan Dèngxiǎopíng atas nasihat-nya Lee Kuan Yew untuk mencoba semua hal, dalam skala kecil dan secepat2nya, kemudian stop secepat2nya yang tidak working, tetapi scale-up secepat2nya untuk hal2 yg berjalan dengan baik. Startup2 teknologi dalam 10 tahun terakhir juga sudah bekerja seperti itu, sayang-nya mereka lupa melengkapi-nya dengan satu kata kunci "skala-kecil".
Jiěfàng sīxiǎng shíshìqiúshì akhirnya menelurkan kata2-nya Dèngxiǎopíng yang mungkin paling terkenal: "bùguǎn hēi māo bái māo, zhuō dào lǎoshǔ jiùshì hǎo māo" ( "tidak masalah kucing hitam atau putih, selama bisa menangkap tikus adalah kucing yang baik" ). Mereka tidak mau terjebak dalam debat kusir capitalism dan socialism, atau ideologi apapun, atau menelan mentah2 setiap saran dari para expert, tetapi selalu mengutamakan akal sehat untuk mencapai prosperity yang tidak bisa runtuh.
Oleh karena itulah, walaupun industri properti mereka hancur, mereka tetap ngotot tidak mau melakukan stimulus tidak produktif -- walaupun seluruh "expert" di dunia mengatakan itulah satu2-nya cara ( https://stockbit.com/post/12101059 ). Mereka berpendapat subsidi tidak produktif, selain untuk kebutuhan yang paling basic, sudah terbukti tidak akan bisa sustain -- karena efeknya tidak berbeda dengan socialism garis-keras yang meng-encourage orang untuk hidup semakin santai dan santai -- thus sangat tidak sesuai dengan core mindset mereka untuk membangun China yang tidak bisa runtuh.
Karena by history dan setup-nya, China memang mempunyai luxury untuk tidak menerapkan program2 yang walalupun popular tetapi tidak sustainable -- karena hampir tidak ada-nya tekanan politik untuk dipilih di periode berikut-nya maupun batasan periode untuk memimpin. Sistem mereka adalah satu-partai dimana leader2-nya dipilih berdasarkan meritokrasi (siapa yg perform itulah yang dipilih).
Singapore public-housing policy ini akan diuji-cobakan pertama kali di Shēnzhèn. Shēnzhèn dipilih karena GDP utama-nya bukan dari penjualan property seperti Hongkong dan Shànghǎi -- sehingga kalau gagal-pun tidak berimbas terlalu besar. Seperti nasihat dari Lee Kuan Yew ke Dèngxiǎopíng.
Alasan kedua dipilih-nya Shēnzhèn adalah karena majority dari GDP-nya disumbang oleh sektor teknologi. Sektor teknologi sangat membutuhkan tenaga2 kerja muda yang income-nya masih rendah, tetapi saat ini kesulitan mendapatkan rumah karena harga rumah yg meroket akibat spekulasi investor dan pemerintah daerah yang berebut mencari pengakuan dari Běijīng. Tidak heran property bubble terjadi -- dan setelah meletus -- bukan-nya tenaga kerja muda ini menjadi mampu membeli rumah -- sebaliknya ketakutan yang terjadi menyebabkan ekonomi juga melambat -- hidup mereka bertambah sengsara -- ditambah lockdown karena COVID -- pulanglah mereka ke kampung halaman-nya masing2 dan takut kembali (hidup sengsara) di kota. Kemajuan teknologi Shēnzhèn dengan sendiri-nya juga menjadi terancam.
Dengan public-housing policy seperti Singapore, diharapkan harga property untuk yang masih kurang mampu bisa dikontrol. Ini akan encourage tenaga2 kerja muda untuk kembali ke Shēnzhèn dan membangkitkan kembali sektor teknologi di sana. Mungkin bukan sekedar kebetulan Shēnzhèn yang dipilih, karena sektor teknologi adalah satu sektor sebelum property yang juga dihajar habis2an oleh government hingga kekayaan sebesar 1 trilyun dollar (lima-belas-ribu trilyun rupiah) menguap begitu saja. Lihat kusut2nya muka Jack Mǎ dan Mǎ satu-nya lagi.
Dan tidak sulit ditebak, bahwa housing-policy ini pada akhirnya akan mengakuisisi proyek2 mangkrak dari developer2 bermasalah yang tidak mereka selamatkan. Seperti Singapore government yang saat ini merupakan land-owner terbesar -- yang secara agresif melakukan akusisi tanah dimulai dari kebakaran "misterius" di perumahan kumuh mereka di akhir tahun 1950-an. Ingat, warga-negara yang bisa maju kehidupan-nya, dimulai dari kepemilikan rumah yang bermartabat dan yang meng-encourage orang untuk bisa berusaha dan belajar dengan aman.
Dengan kata lain, mereka akhirnya menemukan model subsisi produktif -- thus sustainable -- untuk solving property crisis mereka.
Recovery property ini sudah pasti akan sulit dan panjang, dan sudah pasti tidak bisa ditebak kapan akan selesai dan bahkan apakah akan berhasil atau tidak -- dan lebih rumit lagi jika mau menebak berhasil-nya seberapa berhasil -- dan semakin pusing kepala seratus-tujuh-keliling jika kita mencoba menebak-nya dari tactical harian. Kalau rajin baca berita Bloomberg -- pasti tahu rasanya sport jantung naik-turun dalam hitungan jam.
Saya tidak akan pernah mau gegabah memberikan kesimpulan apakah recovery property China akan berhasil atau tidak dan selalu mengernyitkan mata untuk yang mencoba melakukan hal itu. All things considered, saya selalu teringat yang dikatakan oleh Lee Kuan Yew ke Dèngxiǎopíng: majority dari orang2 Singapore adalah keturunan dari mainland China ( dengan segala tradisi-nya ), oleh karena itu apapun yang Singapore bisa lakukan, China akan bisa melakukan itu dengan lebih baik karena China mempunyai jumlah orang2 berbakat yang jauh lebih banyak dari Singapore. Dan memang, dalam hal teknologi, China saat ini sudah mengungguli Singapore.
********** ********** **********
Di tahun 1970-an, GDP per capita atau rata2 penghasilan orang2 China adalah 125 ribu rupiah per bulan dan orang Indonesia adalah 625 ribu rupiah per bulan atau 5x lebih besar dari China. Sekarang rata2 penghasilan orang2 China adalah 15 juta rupiah per bulan dan orang Indonesia adalah 5 juta rupiah per bulan atau rata2 penghasilan orang China 3x lebih besar daripada Indonesia.
Sebagai referensi, rata2 penghasilan orang Singapore sekarang adalah 80 juta rupiah per bulan atau 5x lebih besar dari China dan 16x lebih besar dari Indonesia (atau penghasilan rata2 orang Indonesia hanya 6% dari Singapore -- WTF!).
Dulu banyak negara meng-"kritik" bahwa kemajuan Singapore bukanlah sebuah prestasi besar karena jumlah rakyat-nya kecil -- tetapi alasan ini sudah tidak valid. Perjalanan China dimulai dari Dèngxiǎopíng, sangat terlihat meng-adopsi banyak hal dari Singapore. Tahapan2 pembangungan di Singapore, dan juga China, bisa disederhanakan menjadi 3 tahapan seperti yang dikatakan sendiri oleh Lee Kuan Yew:
1. Bisa makan dulu (orang sudah susah jangan di-stick dulu) dengan adopsi capitalism secara bertahap (opening market secara bertahap);
2. kemudian berantas korupsi dan tegak-kan kepastian hukum;
3. dan baru terakhir berusaha menjadi negara maju.
Saya tambahkan satu catatan untuk point nomor 1 -- untuk menunjukkan betapa mirip-nya tahapan2 China dengan Singapore -- dan juga Indonesia -- dan betapa practical dan hati2-nya mereka dalam melangkah.
Karena majority Chinese di Singapore waktu itu juga masih berkiblat ke partai komunis China -- strategi Lee Kuan Yew adalah merangkul dulu partai komunis di Singapore supaya mendapatkan dukungan -- tetapi kemudian pelan2 menunjuk-kan bahwa dengan opening market -- lapangan pekerjaan bisa diciptakan -- sehingga rakyat bisa makan -- thus rakyat akhir-nya melihat prosperity bisa dicapai dengan lebih baik.
Hal yang sama pun dilakukan oleh China. Waktu itu Dèng sudah tahu bahwa cara2 komunis dari Máozédōng adalah tidak working karena tidak bisa memberikan prosperity ( kucing yang tidak bisa menangkap tikus ), tetapi kalau mereka berganti policy secara drastis, ada risk besar penolakan dari majority rakyat dan leader2-nya yang masih mendewa2kan Máozédōng. Thus dia melakukan opening market secara bertahap supaya rakyat bisa makan dulu dan mendapatkan legitimasi yang lebih kuat.
Hal yang sama pun dilakukan oleh Indonesia waktu Suharto menggantikan Soekarno. Ingat pameo-nya beliau: "rakyat kenyang -- negara aman". Dan Suharto juga melakukan itu semua dengan tidak menghancurkan status-quo secara mendadak karena hanya memberikan risk ke-tidak-stabil-an negara yang tidak perlu. Ingat juga kata2 Suharto yang juga terkenal waktu itu: "mikul dhuwur -- mendhem jero" ( "junjung tinggi kebaikan (masa lalu) -- tidak perlu membeberkan kesalahan2 (bersama masa lalu)" ).
Baru setelah mereka mendapatkan dukungan politik kuat dari rakyat, mereka bisa mempunyai modal politik untuk menghajar leader2 lain yang corrupt -- alias menjalan point nomor 2.
Korupsi memang menghambat seluruh hal yang diperlukan untuk menjadi negara maju. Daripada mendirikan startup berbasiskan teknologi yang sulit dan penuh dengan risk, lebih baik mendapatkan ijin menambang -- yang bisa dilakukan dengan menyogok. Daripada kerja keras dan jujur, tetapi kemudian disingkirkan karena dianggap tolol, lebih baik menerima sogokan. Menyogok dan menerima sogokan juga sangat menggiurkan karena hukuman-nya sangat ringan -- itu pun kalau dihukum -- karena hukum bisa dibeli dengan mudah. Ini adalah lingkaran setan.
Tantangan terbesar China -- dan negara manapun -- dalam mengadopsi public-housing policy -- dan policy2 lain dari Singapore -- adalah kompetensi dan kerja-keras dari government yang jujur dan kemampuan government untuk merekrut orang2 terbaik untuk menjalankan dan mengawasi policy ini tanpa cacat. Semua-nya ini tidak mungkin berjalan ber-iring2-an dengan korupsi dan tidak ada-nya kepastian hukum.
Singapore berhasil memberantas corruption dan memberikan kepastian hukum. Dan sayang-nya Indonesia masih gagal total sampai sekarang. Indonesia berada di jalan persimpangan untuk memasuk point nomor 2 atau tidak berubah alias berjalan seperti sekarang saja alon2-asal-kelakon. Sedangkan China berada di tengah2 point nomor 2 -- setidak2nya saat ini, orang2 China sudah takut untuk flexing.
********** ********** **********
Berita terbaik terakhir dari China adalah kunjungan dari Xí ke US minggu lalu.
China government sudah betul crack-down industri yang tidak sehat (technologi dan property) tetapi mungkin (mungkin ya... jangan pernah berasumsi kita bisa punya solution yang lebih baik dari mereka sendiri) cara-nya yang terlalu percaya-diri dan ambisius akhirnya menyebabkan crisis yang lebih panjang. Memang jiěfàng sīxiǎng shíshìqiúshì bukan hanya susah diucapkan -- tetapi juga lebih2222 sulit lagi untuk dilakukan karena kompleksitas akibat keterkaitan atas satu sektor dan sektor lain-nya. Dalam situasi seperti ini, yang terlalu percaya-diri dan ambisius (gegabah), pasti hanya masalah waktu sebelum sampai ke sebuah masalah besar.
Sejak 10 tahun lalu, dunia bertanya2 apakah bangkit-nya China akan peaceful atau menjadi another chaos. Lee Kuan Yew memberikan pandangan-nya bahwa clear dalam intention-nya China utk bangkit secara peaceful -- karena persaingan tidak perlu dengan negara lain -- apalagi dengan US -- tidak akan memberikan keuntungan apapun. Tetapi yang berpandangan bahwa China tidak akan pernah besar kepala melihat progress-nya sendiri -- apalagi jika consider generasi muda-nya yang tumbuh besar dalam suasana nasionalis China yang maju dan merupakan kekuatan global terbesar nomor 2 -- adalah terlalu naive. CCP memang tidak memiliki urgency politik seperti negara yang totally demokrasi -- tetapi bukan berarti mereka bebas 100% dari kepentingan politik. Dengan informasi yang semakin terbuka -- generasi muda ini akan mempunyai pengaruh yang semakin kuat -- dan pada saat-nya merekalah yang akan take-over leadership di China.
Kunjungan Xí ini semoga menandai titik-balik-nya policy China ke dalam kerangka berpikir ini (peaceful-rise). Walaupun tidak bisa kembali total karena kotak pandora prisoner-dilemma sudah terbuka -- tetapi ini adalah jalan tengah terbaik. US-China relation akan tetap up-down tetapi masing2 pihak akan lebih menahan diri -- sambil terus mencari cara menggungguli pihak yang lain :D)) US semakin sadar bahwa kemajuan China tidak bisa dibendung -- China juga sadar bahwa belum saat-nya untuk terlalu gegabah menantang2 US secara terbuka.
Ada satu lagi kata2nya Dèngxiǎopíng yang terkenal: tāoguāngyǎnghuì (tunduk-kan kepala, gunakan waktu utk membangun kekuatan). Semoga demikianlah ada-nya. De-globalization akan melambat -- dan ini good news untuk seluruh dunia.
Cycle yang sekarang terjadi di China adalah no-doubt merupakan contraction yang dimulai dari meletus-nya bubble sektor teknologi mereka 5 tahun lalu. Hebat-nya mereka adalah bubble ini di-letus-kan sendiri oleh mereka -- sehingga mungkin karena demikian, contraction yang terjadi hanya berupa perlambatan growth (karena mereka yang letuskan mereka lebih bisa prepare). Demikian pula bubble property ini, mereka sendiri yang letuskan, ditandai dengan comment-nya Xí bahwa "property market adalah untuk memiliki rumah -- bukan ajang spekulasi". Sehingga waktu bubble property meletus -- growth mereka masih ditahan oleh pertumbuhan luar-biasa di sektor green-energy mereka. Apakah ini sudah di bottom atau belum -- masih susah ditebak.
Ini hal yang menarik karena berkebalikan di market yang totally bebas -- dimana bubble biasa-nya selalu meletus tiba2. Tetapi cycle contraction US kali ini yang dimulai dari The Fed rate-hike di awal tahun 2022 -- juga bukan sesuatu yang tiba2 ( The Fed yang meletuskan-nya sendiri ). Yang menarik -- dan beda-nya dengan China -- adalah letusan ini mempunyai efek atau jangka waktu yang panjang karena step-by-step. Apakah sekarang sudah di puncak -- atau malah jangan2 saat ini justru sudah di bottom -- karena market mempunyai waktu cukup untuk meng-antisipasi-nya -- juga sama masih susah ditebak. Salah satu indikator yang menjadi perhatian saat ini adalah turun-nya jumlah saving dan mulai naik-nya hutang credit card mereka.
Jika The Fed rate-cut terjadi dan China recovery berhasil dilakukan, tidak perlu berlagak jadi ahli nujum yang bisa menembus ruang dan waktu ( https://stockbit.com/post/8981880 ) -- untuk menebak ekonomi akan masuk ke cycle baru terbang ke langit. Berikan waktu ke US dan China. Yang bisa kita lakukan hanyalah memberikan waktu yang cukup untuk diri kita sendiri juga. Jangan sampai recovery terjadi -- tetapi kita-nya sendiri sudah out-of-the-market.
Jika sudah begitu -- apalagi yang perlu dilakukan selain tidur tenang dan menikmati perjalanan-nya. Tidak heran Xí tampak riang gembira dan lebih humble. Semoga selama-nya sehat dan tidak melupakan Wéixiǎobǎo -- anti-hero yang merupakan conclusion dari seluruh novel-nya Jīnyōng.
解放思想实事求是
不管黑猫白猫、捉到老鼠就是好猫
冷静观察、沉着应付、有所作为
不爱说话太多
韬光养晦 !
$IHSG