China's Xi Big Bet
Bagian pertama
Apa yang terjadi dengan China? Mungkin jawaban-nya tidak seperti dipersepsikan dan diharapkan oleh banyak orang karena ini adalah negara dengan cara pandang yang berbeda berkat root mereka yang kuat ke Confucianism, Sun Tzu dan Jin Yong's heroes nya.
Di tulisan saya yang sebelum ini, sepintas lalu saya berkomentar "Somehow China belum mau melakukan ini (stimulus) yang mungkin dengan reason tidak mau menunda problem dengan membuat problem baru." Komentar ini menjadi bumerang ke diri sendiri karena berhari2 saya tidak habis pikir kenapa yang dilakukan oleh China justru berkebalikan dari recipe2 yang sudah terbukti sukses dilakukan di US financial crisis 2008 dan COVID 2020. Setup-nya hampir sama, hanya US di planet Earth dan China di.. well... planet China.
Kebetulan sudah lama tidak menulis soal makro-ekonomi dan sekaligus untuk merapihkan pikirian sendiri, semoga tulisan ini tidak terlalu kampungan dan bisa turut meramaikan diskusi.
Sebelum-nya, saya berikan warning. Secara umum, tebakan2 di makro-ekonomi result-nya bisa diabaikan jika dibandingkan dengan menebak potensi yang kita temukan di company dengan manajemen dan growth yang bermutu tinggi -- dengan harga yang wajar tentu saja -- tetapi kadang2 -- ya superly kadang2 -- understanding mengenai makro-ekonomi bisa memberikan peluang yang sangat2 menarik. Dalam konteks inilah makro-ekonomi menjadi menarik dalam dunia investasi (selain tentu saja fundamental makro-ekonomi adalah bagian dari skill investasi yang wajib dikuasai dengan baik).
Kalau mau bicara China, mungkin Ray Dalio adalah salah satu yang paling expert-nya, dan beliau pun sudah memberikan saran dengan konsep beautiful deleveraging-nya. Dan again, China justru seperti tetap mengambil langkah2 yang berkebalikan. Kita follow Ray Dalio sebagai referensi utama.
Tidak ada keraguan lagi bahwa China sudah memasuki debt crisis. Sudah 4 companies yang size-nya gak main2 default. Dimulai dari Evergrande, kemudian menyusul Country Garden, Zhongzhi, dan baru saja Sunac. Evergrande, Country Garden dan Sunac, yang semua-nya adalah pemain property, adalah karena over-leverage (berhutang terlalu banyak) dan diduga terjadi ponzi scheme di Zhongzhi. Total potensi nilai aset yang bisa lenyap menguap begitu saja bisa mencapai USD 500 B.
Kalau 4 companies dianggap tidak banyak, hati2 karena seperti hal-nya semua crisis, dimulai dari 1-2 kejadian yang mungkin tenggelam oleh berita2 spetakuler lain-nya, disusul dengan beberapa kejadian berikut-nya, dengan tempo yang lebih cepat, membuat orang2 lebih waspada, tetapi biasa-nya kita akan selalu terlambat memahami magnitude dari seluruh domino effect-nya yang kompleks.
Disertai dengan penurunan nilai aset2 property yang drastis, penurunan export-import yang drastis, meningkat-nya jumlah mortgage yang dilunasi lebih cepat, turun-nya spending, meningkat-nya tabungan yang juga drastis, deflation, default yang terjadi lebih banyak, turun-nya nilai Yuan, protes2 bermunculan, turun-nya trust terhadap government, dan lain-lain-lain-nya, China resmi berada di dalam sebuah krisis ekonomi. Kalau 6 bulan lalu kita masih bicara apakah pemulihan ekonomi China akan berhasil atau tidak, suddenly sekarang kita berbicara mengenai apakah China akan going down atau tidak.
Debt crisis dimulai ketika growth dari income tidak secepat growth dari debt service (cicilan + bunga-nya), sehingga pada akhirnya income yang diperlukan untuk membayar debt service menjadi lebih kecil. Kalau case-nya negara yang dimaksud income adalah GDP dari negara tersebut. Besar pasak daripada tiang lama2 pasti menjadi problem besar.
lah
Ada dua macam debt crisis, deflationary dan inflationary. Yang pertama terjadi jika debt-nya majority dalam currency yang bisa dicetak oleh negara tersebut. Majority dari debt China adalah ke local thus dalam currency-nya sendiri Yuan. Sama dengan US. Yang kedua terjadi kalau majority debt-nya adalah dalam currency asing yang tidak bisa dicetak oleh negara tersebut. Ini lebih rumit, dan bukan merupakan pokok diskusi kita hari ini.
Ray Dalio dalam buku-nya Principles for Navigating Big Debt Crises menyebutkan ada 4 solusi dalam menghadapi debt crisis ini, yaitu: 1) penghematan, 2) debt defaults/restructurings, 3) debt monetization/money printing, dan 4) wealth transfers. Detail-nya bisa dibaca di buku tersebut https://cutt.ly/pwO1JUsw, gratis, hanya cukup bayar dengan rajin membaca 800 lembar saja.
Secara umum, solusi selain nomor 3, selain tidak memiliki efek cukup besar juga mempunyai risk membuat penurunan ekonomi menjadi semakin besar. Karena 3 hal tersebut juga bukan merupakan topik utama dari tulisan ini, kita hanya akan membahas solusi nomor 3 saja karena ini yang paling matter dalam saran beautiful deleveraging. Beautiful deleveraging ini telah dilakukan secara sukses oleh US di tahun 2008 dan 2020 -- tetapi sepertinya tidak akan dilakukan oleh China (at least sampai sekarang belum ada tanda2 ke arah sana).
Untuk memahami ini, perlu dipahami dulu secara singkat bagaimana konsep uang dan hutang bekerja.
Kalau kita membeli Apple Watch dan membayarnya dengan credit card -- proses2 apa saja yang terjadi? Pertama tentu saja terjadi pindah tangan kepemilikan Apple Watch dari toko ke kita. Kemudian kita membayar-nya dengan credit card, yang toko mau menerima karena dia percaya bank akan membayar-nya, dan bank mau membayar toko tersebut karena percaya kita akan membayar-nya. Tetapi tentu saja kita baru membayar tagihan credit card pada saat tepat sebelum jatuh tempo-nya.
Pada saat itu, aset kita bertambah sebesar nilai Apple Watch. Aset toko tentu saja tidak berubah karena berkurang sebesar nilai Apple Watch tetapi bertambah sebesar nilai piutang (tagihan) ke bank. Aset bank bertambah sebesar nilai piutang terhadap kita.
Pertanyaan-nya adalah waktu aset kita bertambah sebesar nilai Apple Watch, kita membayar-nya dengan apa?? Dengan hutang kepada bank. Hutang ini bentuk-nya apa?? Tidak ada -- hanya sekedar pencatatan di buku kita atau di memori otak kita bahwa kita sekarang berhutang kepada bank sebesar nilai Apple Watch. Arti-nya kita sudah menciptakan alat pembayaran yang hanya berupa imajinasi di kepala kita. Alat pembayaran istilah umum-nya (umum ya bukan formal) apa?? YA UANG! Artinya kita bisa mencetak uang hanya berdasarkan imajinasi kita. See... siapa bilang kita tidak bisa menggandakan uang!
Demikian pula bank! Mereka menambah aset mereka sebesar piutang kepada kita yang di-ikuti dengan penambahan hutang kepada toko -- semua-nya hanya dalam imajinasi yang dicatat di buku mereka. Dengan kata lain, sama saja mereka juga mencetak uang hanya berdasarkan imajinasi mereka sendiri.
Jangan mencibir dulu... tanpa imajinasi ini Apple Watch tidak akan bisa berpindah kepemilikan dari toko ke kita, dan kalau toko tidak bisa memindahkan Apple Watch-nya ke kita, ya toko tidak akan mau menerima Apple Watch dari Apple. Sehingga Apple sebuah perusahaan dengan market cap USD 3 trilyun akan lenyap dari muka bumi. Demikian juga proses ekonomi lain juga akan lenyap dari muka bumi.
Dicatat dulu -- tanpa uang -- tidak masalah uang ini datang dari mana dan dalam bentuk apa -- ekonomi akan berhenti. Ekonomi berhenti manusia punah.
Kembali ke debt crisis China yang ditrigger oleh perusahaan2 property tersebut. Indikasi awal -- ya baru indikasi awal saja -- sudah ada potensi nilai aset yang akan menguap sebesar USD 500 B. Kalau sudah tegang mendengar angka sebesar ini -- tahan nafas dulu supaya tidak jantungan.
Bank itu mempunyai syarat kecukupan modal minimum (atau equity-nya) sebesar kira2 10% dari hutang yang diberikan -- thus baca: uang yg bisa dicetak adalah maximal 10x dari nilai equity-nya. Nah kalau ada pinjaman senilai sebesar USD 500 B menguap, arti-nya terjadi kerugian sebesar USD 500B, nilai kerugian ini akan menggerus equity dari bank tersebut sebesar USD 500 B juga. Oleh karena itu bank tersebut akan KEHILANGAN KEMAMPUAN MENCETAK UANG SEBESAR 10 x equity yg hilang = 10 x USD 500 B = USD 5 trilyun. Semoga tidak pingsan.
Kalau ada uang lenyap sebesar USD 5 trilyun dari market... ekonomi akan berputar dengan seret... mau beli Apple Watch mau bayar pakai apa... seperti roda kurang oli... yang kalau dibiarkan berlangsung akhirnya akan macet total... klo macet total yang akan terjadi adalah China punah dari planet Earth. Itulah debt crisis yang terjadi di China. Planet Earth bisa kayak logo Apple yang coak sebelah.
Inti dari beautiful deleveraging adalah menambal hilang-nya uang dari market dalam jumlah yang pas. Teori-nya simple tetapi menentukan jumlah yang pas ini sangat tricky. Kalau terlalu banyak, ekonomi akan panas sesaat untuk kemudian ambruk lagi karena market tidak sanggup membeli barang2 dan orang menyelamatkan aset2-nya ke luar negeri dari rampokan inflasi alias capital flight yang membuat ekonomi semakin mandek lagi dan seterus-nya spiral down. Terlalu sedikit, boost nya akan terlalu sedikit, kepercayaan tidak terpulihkan, akhirnya impact-nya hampir tidak ada, sementara spiral down ekonomi akan terus berlangsung.
Seperti yang sudah disebutkan di atas, solusi-nya ada 4 hal, tetapi yang paling efektif adalah mencetak uang. Ketiga solusi lain-nya sudah dilakukan oleh China -- skala-nya masing2 seberapa besar saya tidak tahu pasti -- tetapi justru mencetak uang -- yang paling efektif -- yang belum dilakukan oleh China. Kalau dengar atau baca analisis mengenai situasi di China -- semua analyst selalu mempertanyakan ini. Kapan China akan menurunkan stimulus-nya (cetak uang) -- dan apakah ini akhirnya akan dilakukan oleh China.
Untuk itu mari kita lihat dua aliran besar dalam ekonomi yaitu capitalism dan satu-nya lagi kita sebut saja China system. Saya tidak akan mendiskusikan perdebatan manakah system yang lebih baik. Kita hanya mau berusaha mengerti kenapa China berbeda.
Capitalism inti-nya percaya bahwa cara terbaik untuk meng-alokasi resources utk kemakmuran adalah dengan memberikan market bekerja dengan sendiri-nya dan bebas. Ini sangat make sense karena market itu sangat kompleks -- terlalu banyak hal2 detil yang tidak mungkin dimanage oleh satu atau satu grup orang secara terpusat.
Capitalism sepanjang sejarah-nya mungkin selama 5000 tahun -- betul selalu memberikan kemakmuran -- tetapi juga selalu menyebabkan wealth-gap (kesenjangan sosial) yang tinggi dan semakin tinggi. Kita sudah kenal pameo-nya: yang kaya bertambah kaya yang miskin bertambah miskin. Hingga saat ini tidak ada satu orang pun di dunia yang bisa memberikan argumen cukup kuat apakah secara overall sistem ini lebih baik daripada system lain seperti misalnya: yang kaya tidak terlalu kaya dan yang miskin tidak terlalu miskin.
Wealth-gap ini selalu berujung kepada ketidak-puasan masal -- dan kalau sudah begitu revolution-lah yang selalu menjadi jawaban ultimate-nya. Mempelajari sejarah jatuh bangun-nya empire selama 5000 tahun, hal inilah yang selalu menyebabkan sebuah empire runtuh -- digantikan oleh empire lain -- prosper -- dan akhirnya wealth-gap menjadi besar kembali -- revolution lagi -- kemudian runtuh lagi -- dan demikian seterus-nya. Belum pernah ada satu empire pun pernah lolos dari nasib ini.
Bagi yang sudak berteriak2 lantang US akan runtuh -- hati2 -- karena belum pernah ada dalam sejarah umat manusia, empire dengan wealth dan power dan teknologi dan SISTEM SEBESAR DAN SEBAIK US. Apakah ini (unipolar) a better thing untuk dunia -- atau apakah dunia sudah saat-nya lebih baik dengan multipolar -- who could tell. Jangan lupa, karena jadi follower itu juga ada enak-nya lho -- gak usah capek2 cari2 sendiri tinggal follow saja dengan humble -- kalau yg di-follow memang orang-nya baik dan benar.
Mungkin sudah ada yang bertanya seperti kenapa wealth-gap tidak bisa dihindari. Itulah bedanya FA dan TA wkksss bercandaaaa :P Jawaban yang lebih serius-nya adalah karena inflasi tidak bisa dihindarkan, inflasi tidak bisa dihindarkan karena human nature tidak bisa dihilangkan.
Orang yang mendapatkan barang berguna akan mengajak teman-nya juga membeli barang tersebut, atau teman-nya melihat orang itu senang dia juga mau ikutan senang thus juga membeli barang itu, whatever, akhirnya barang itu dibutuhkan oleh lebih banyak orang. Karena dibutuhkan oleh banyak orang HARGA PASTI NAIK -- ya donk yang jualan pasti mau cuan lebih gede sedikit. Thus inflasi.
Masalah-nya adalah pada saat terjadi inflasi nilai uang menjadi berkurang -- dan / atau nilai aset bertambah mahal. Orang kaya mempunyai tabungan berupa aset seperti saham, property, companies, emas dll -- sedangkan orang miskin tabungan-nya hanya berupa uang. Jadi yang satu, sudah aset-nya banyak bertambah tinggi pula nilai-nya, sedangkan yang satu lagi sudah uang-nya sedikit -- berkurang pula nilai-nya. Lambat laun gap-nya pasti membesar dan demikian seterus-nya.
Apakah ini adalah sebuah hukum yang pasti?? Saya tidak tahu (dan tidak ada yang tahu pasti) -- tetapi seperti itulah yang terjadi selama ini dalam capitalism selama paling sedikit dalam ribuan tahun sejarah manusia.
Dalam konteks inilah China berbeda.
Setidak2nya sejak tahun 2015 Xi berulang-kali mengatakan kalau beliau menginginkan China yang tidak pernah bisa runtuh -- atau lebih spesifik-nya China yang bisa menghindari wealth-gap sehingga tidak akan pernah runtuh karena-nya. Mungkin karena root Confucianism-nya, mungkin karena rasa cinta negara yang besar, mungkin karena concern political power, mungkin karena perjalanan hidup-nya, mungkin karena berasa senasib dengan Deng Xiaoping, mungkin karena Lee Kuan Yew, mungkin karena nge-fan berat karya2-nya Jing Yong (thus pemikiran-nya) dari hero paling tragis Qiao Feng, hero paling gagah berani Guo Jing & Hong Qigong, sampai hero paling pragmatic Wei Xiaobao, dan lain-sebagai-nya, beliau seperti-nya mengambil jalan paling beresiko mau mendobrak tradisi 5000 tahun ini.
Tidak ada jaminan keberhasilan -- kita perlu garis-bawahi ini. Tetapi apapun itu akan menentukan sejarah dan nasib 1.4 milyar manusia & seluruh dunia ke depan-nya. Jadi mungkin ada pentingnya jika kita berusaha memahami ini sedikit.
Kita lanjutkan dulu dengan beautiful deleveraging. Saya kutip kata2-nya Ray Dailo sendiri dalam mendefinisikan beautiful deleveraging:
"People ask if printing money will raise inflation. It's not if it offsets falling credit and deflationary forces are balanced with this reflationary force. That's not a theory -- it's been repeatedly proven out in history. Remember, spending is what matters."
So katakanlah beautiful deleveraging berjalan dengan sangat baik -- dan memang ada chance besar utk berjalan baik karena kemiripan-nya dengan US.
Cara deleveraging paling ultimate dan paling fair adalah dengan mencetak uang dan kemudian membagikan-nya secara langsung ke setiap orang. Inilah yang dilakukan oleh US di tahun 2020 untuk mencegah kebangkrutan ekonomi dunia akibat COVID (dibagikan ke orang2 & green card holder2 US saja tentu saja -- tetapi impact-nya tentu ke seluruh dunia). Uang langsung masuk ke 99.9% orang yang membutuhkan bantuan ini gak pakai trickle2-an ekonomi.
Dan betul ini menyelamatkan US dan dunia.
Orang tidak punya uang -- terima uang -- dia akan spend. Begitu uang di-spend, uang masuk ke manufaktur yang dipunyai oleh orang yang lebih kaya. Orang yang lebih kaya ini mendapatkan profit kemudian ditabung dan di-investasikan kembali dalam aset sehingga produktifitas lebih tinggi lagi (bagus utk ekonomi). Orang yang spend lama2 akan habis.
Setelah itu, orang kaya ini yang meng-investasikan kembali profit-nya ke dalam aset2 produktif, ujung2nya akan memberi pekerjaan kepada orang2 yang sudah spend sampai habis -- sehingga mereka ada uang lagi -- bisa spend lagi -- dan profit kembali mengalir dan-seterus-nya.
Net bersih-nya setelah spending-nya selesai -- orang miskin uang-nya habis -- orang kaya bertambah kaya sebanyak profit yang didapat -- alias tetap saja yang lebih kaya akan lebih kaya dan yang miskin akan tetap miskin (dengan asumsi inflasi tidak terjadi seperti kata Ray -- thus tidak bertambah miskin).
Dari sisi ini -- jelas tidak ada salah-nya melakukan cetak uang. Ekonomi bergulir sampai terjadi next financial crisis. Tidak ada salah nya juga bagi2 duid -- karena toh duid ini kan dari pajak atas profit -- yang kalau dibagi per capita majority-nya merupakan hasil kerja dari orang2 kurang kaya tersebut. Apa salah-nya, selama dilakukan secara balance, mereka semua tetapi hidup. Dan dengan kemajuan teknologi -- walaupun tetapi miskin -- miskin itu relatif -- toh kualitas hidup juga tetap meningkat. Dulu mobile communication adalah barang mewah -- sekarang bahkan streaming 4K video pun bisa dinikmati hampir semua orang.
Lagipula orang miskin ya memang segitu2 saja total jenderal seluruh bakat-nya. Gak bisa harapkan mereka buka manufaktur atau membangun sebuah bisnis dan investasi yang makmur. Mau dibantu obat kuat apapun juga hampir gak ada pengaruhnya -- sudah banyak yang coba dan majority-nya gagal -- karena yg memang berbakat -- gak usah dibantu apa2 juga tetap aja akan jadi kaya sendiri. ( Semoga retail2 seperti kita yang ada di sini tidak seperti ini yaaaa.... jangan goblog terus2an... pinteran sedikit kan gak ada ruginya... )
Negara yang ikut campur terlalu dalam urusan ini -- malah bisa berbahaya menjadi bumerang untuk diri-nya sendiri. Ingat gak ada yang sanggup ngatur makro-ekonomi sampai ke detail2 mikro-ekonomi secara paling efisien dan efektif -- hanya mekanisme free market dan invisible hands yang bisa. Kalau ekonomi tidak efisien dan efektif -- negara pasti ambruk. Intervensi terlalu dalam beresiko mekanisme free market dan invisible hands berhenti bekerja.
Semua-nya beautiful -- tetapi kenapa China mau berbeda???
Semoga cukup memberikan gambaran betapa menarik-nya tarik2an cara western dan China. Sekarang istirahat dan tarik nafas dulu. Saya juga perlu istirahat sejenak.
******** ******** ********
Bagian kedua
Sejak crisis 2008, dimana China dipandang sebagai salah satu penyelamat dengan proyek2 mega-infrastructure-nya, mereka selalu konsisten berpandangan bahwa investasi kepada aset2 produktif selalu lebih baik daripada spending. Keinginan untuk mengecilkan wealth-gap konsisten dengan ini. Kekeras-kepala-an mereka untuk tidak melakukan stimulus sampai saat ini juga konsisten dengan ini. Daripada kita berspekulasi bahwa China sudah lumpuh karena debt-nya thus tidak mampu lagi melakukan stimulus -- dan segala macam alasan lain yg pop-out di kepala kita -- kita coba melihat situasi ini dari sudut pandang mereka.
But it's okayh kita bahas dulu soal debt ini.
Debt China memang luar biasa besar -- tetapi majority-nya dalam mata-uang-nya sendiri. Kalau sampai kehabisan duid, solusi-nya jauh2 lebih simple karena tinggal cetak uang seperti US. Kenapa yang 4 companies yg default itu tidak dibantu? Solusi debt crisis no 2 adalah debt defaults / restructurings -- ini inti-nya yang bisa dibiarkan bangkrut tanpa efek sistemik biarkan saja bangkrut. Tujuan-nya jelas mengurangi beban supaya income growth kembali lebih besar dari pada debt service, dan sekaligus semoga^2 bisa memberikan efek jera kepada debtor dan lender.
US pun melakukan hal yg sama terhadap Lehman Brothers di tahun 2008 dengan maksud memberikan pelajaran. Tetapi waktu itu domino effect-nya sudah jelas seberapa besar. Bayangkan kalau GE dan AIG pun terancam default -- dimana hampir tidak ada operation yang tidak di-insure -- dan hampir dari setiap insurance itu ada liabilities-nya AIG -- ya stop lah operation di seluruh US (dan sebagian dunia). Pressure menjadi negara gagal sangat besar sehingga akhirnya keluar-lah bail-out terbesar sepanjang sejarah. ( USD 1 trilyun yang rasanya waktu itu besar sekali -- but tidak terasa begitu besar sekarang -- hidup inflasi! )
Saat ini, China jelas TIDAK AMAN dan risk-nya utk menjadi negara gagal juga tidak kecil. Kita tidak tahu apakah saat ini sudah perlu cetak uang atau tidak... mungkin hanya CCP yang tahu... mungkin juga tidak. Di lain sisi GDP masih naik dan memang ada industry lain yg growth-nya pun hampir mengcounter penurunan di propery. Kalau mereka mau konsisten dengan keinginan menghindari wealth-gap-nya sebisa mungkin -- kalaupun akhirnya akan mencetak uang -- mereka akan menunda ini sebagai last resort.
Total stimulus yang digelontorkan oleh US waktu COVID adalah USD 5 trilyun -- yang majority-nya masuk sebagai spending. Seperti yang diceritakan di atas, spending ini akhirnya akan habis, dan net bersih-nya adalah net profit di orang2 kaya. Net profit ini akan mentrickle-down ekonomi dan masuk kembali sebagai investment produktif yang meng-hire orang2 tidak kaya, dan demikian seterus-nya.
Tetapi bayangkan, bagaimana jika tidak hanya profit yang masuk sebagai investment? Jika supply-chain rata2 berjalan dalam 5x transaksi jual beli dari mother earth hingga ke end-consumer, dengan masing2 mendapatkan profit 10%, total profit menjadi 50%. 50% profit ini yang di-invest ulang, sedangkan 50%-nya ya yang habis sebagai spending. Jadi ada total gain produktifitas baru yang 2x lebih besar jika keseluruhan stimulus itu digunakan untuk investasi produktif.
( Angka2 di atas 5x transaksi jual beli dan rata2 profit 10% saya comot dari langit. Sudah kecapain baca2 hehe -- but semoga bisa memberikan gambaran apa yang saya maksud. Silahkan yang mau meng-koreksi-nya. )
Problem-nya adalah? Investasi akan selalu memberikan hasil yang lamaaaaaaaaaaa ya kan. Rakyat yang sudah sedang susah di titik nadir-nya akan ngapain?? Ketidak-puasan rakyat yang mungkin akan berujung kepada elektibilitas politik. But heeiii.. dengan sistem satu partai-nya, China mungkin tidak punya problem ini!
Dan juga ini bukan kondisi COVID dimana majority dari orang tidak bisa bekerja dan bencana kelaparan mengancam dimana2. Apa salah-nya bersabar menunggu hasil "stimulus" dari investasi???
Apapun alasan-nya, selalu tidak masuk akal kalau dikatakan spending lebih baik daripada investasi produktif -- KECUALI orang-nya sudah mati duluan kalau tidak spending.
Sektor property China memang bermasalah, dan bibit2-nya sudah ditanam sejak mungkin 10 tahun yang lalu. Kesuksesan Shenzhen membuat mereka melupakan kaidah2 investment yang proper. Shenzhen bukanlah kota yang dibangun dalam 1 malam -- mereka berjalan step-by-step dari membangun industri, thus demand terhadap property, dan industri yang lebih sukses lagi, dan demand terhadap property yang lebih besar lagi dan seterus-nya.
Kesuksesan ini menjadi template di seluruh daerah. Dan seperti biasa dalam setiap pertarungan prestasi di dalam sebuah organisasi apapun -- kenapa harus step-by-step kalau bisa short-cut -- yang ditunjang oleh LGFV (fasilitas hutang) yang jor2an -- kenapa tidak bangun saja property gila2an -- toh ini akan dicounting sebagai peningkatan GDP daerah -- thus menjadi prestasi -- naik jabatan -- penerus-nya lah yang akan pusing kepala bagaimana mau mengisi property itu dan kemudian bayar hutang. Kesalahan klasik yang selalu terjadi dan meletus saat ini.
Dalam semester 2 ini, industri property China turun 8% dimana property berserta semua industri turunan-nya berkontribusi 20% dari GDP. Sebalik-nya industri yang termasuk kategori "new economy" seperti green manufacturing, EV, high speed train, solar & wind power, dan high tech tumbuh 6.5% dan berkontribusi kira2 17% dari GDP. Selain itu spending di area travel dan restaurant tumbuh pesat dimana Starbuck melaporkan pertumbuhan sebesar 46%. Penerbangan tumbuh 15%.
Mungkin belum cukup meng-counter penurunan property, tetapi jelas mereka sedang tidak dalam bahaya kelaparan masal, dan walaupun target GDP growth diturunkan, overall-nya tetap masih tumbuh. Kenapa harus spend kalau invest dulu masih ada waktu.
Domino effect dari meletusnya gelembung property ini HAMPIR PASTI belum selesai. Belajar dari crisis serupa di US, case2 susulan2nya akan terus bermuculan. Dan most likely begitu, karena debt crisis yang terlihat sekarang sudah dimulai jauh2 hari sebelum-nya, dan dalam proses-nya, bubble yang terjadi pasti juga sudah menular ke seluruh industry yang lain jauh2 hari sebelum-nya. Sementara itu berproses, ekonomi juga akan terlihat masih tumbuh, kayak mobil ngebut yang tadinya lari 300 km / jam tetapi mungkin sekarang turun jadi 250 km / jam... masih tetap ngebut... jadi jangan senang dulu kalau masih terlihat adanya growth di sektor lain. Bahaya crash masih super-besar.
Perlu di-note juga bahwa crack-down property industry ini sudah dimulai sejak tahun 2019 -- seperti hal-nya mereka crack-down start-up2 fintech di tahun 2015-an yang wipe out hampir USD 1 trilyun valuation di bursa mereka. Semoga mereka sudah memperhitungkan ini.
Pertanyaan selanjut-nya adalah apakah betul dengan cara demikian wealth-gap bisa ditekan. Susah dijawab mengingat alasan sama yang disebutkan di atas -- ada orang kurang berbakat -- kita bisa berbuat apa. Tetapi dengan direct stimulus, akan membuat yg wealth akan semakin produce spoiled society (too-big-to-fail society), dan yg poor menjadi semakin spoiled society -- TANPA ADANYA pergeseran wealth -- karena semua pihak tetap dengan status quo-nya masing2 tanpa punishment yang cukup. Mungkin dengan investment stimulus, yang bertambah wealth karena bubble (spoiled) akan di-tahan, dan mendidik yg poor untuk mengencangkan ikat pinggang lebih lama dan menjadi lebih strong. Stimulus yg majority-nya adalah productive investment akan memberikan kesempatan yang lebih banyak kepada society yang lebih strong -- thus pergeseran wealth.
Ada cultural building yang totally berbeda di sini. Yang satu pendekatan-nya adalah "partnership" yang satu lagi pendekatan-nya adalah "parenting". Yang satu bilang don't do it again and here is your dinner. Yang satu lagi -- you are grounded. Yang satu bilang humanity adalah freedom, yang satu lagi bilang humanity adalah cukup makan. Dua cara ini akan membangun karakter bangsa yang berbeda. Jangan diremehkan, karena mungkin ini satu2nya cara untuk memperkecil gap, jika yang miskin bisa di-hardening menjadi lebih tahan banting dan yang kaya tidak terlalu abusive.
Kalau sudah nonton Oppenheimer, bisa paham perbedaan kultur freedom dan fascist yang akhirnya menentukan pemenang dari WWII. Tetapi mungkin juga dua kultur ini sebetul-nya mempunyai persamaan lebih banyak daripada yang kita sadari. Freedom membuat kita bisa makan. Cukup makan membuat kita berpikir lebih freedom.
Dan itulah yang terjadi sekarang. (MUNGKIN... DENGAN HURUF BESAR!)
Jadi kesimpulan-nya China akan bagaimana? Mereka akan mengalami masa2 penuh tantangan sampai 2-3 tahun ke depan dengan alasan classic debt cycle -- tetapi mereka akan baik2 saja karena kalaupun duid-nya habis, itu habis jadi barang -- bukan hilang -- bukan spending -- kalau pusing2 gadai saja infrastruktur yang berjibun itu.
Sama kayak rumah-tangga lah. Duid boleh gak ada tetapi kalau duid-nya menjadi property dimana2 -- pasti akan baik2 saja. Saya jadi ingat tradisi "kuno" etnik Chinese -- tanah selalu beli tanah.
Anw kalaupun salah, mereka bisa berubah cepat. Semoga Xi selalu sehat jasmani dan rohani seperti Wei Xiabao.
Satu hal lagi yang totally 1000% spekulasi dan mungkin fantasi -- sekalian aja gak usah tanggung2 kalau mau berfantasi. Di atas saya mention Sun Tzu -- tetapi dimana peran Sun Tzu di sini. Kalau China slow-down dunia slow down. Kalau dunia slow-down Amrik akan turunkan rate-nya -- inflasi & wealth-gap kembali menjadi bahaya yang semakin besar untuk Amrik. Fascist naik ke atas dan the rest is history. Sambil menyelam minum air -- mungkin.
( Jadi ramalan-nya apa! China batuk, ekonomi dunia batuk, rate-cut, USD turun, gold & commodity naik. Kalau China going down -- saat-nya mengais2 berlian di sana. Selain itu tidak terlalu menarik dibandingkan company bagus dengan harga bagus. )
Sebagai penutup: bagaimana export batubara untuk China Pak?? Haiyaaaaaa panjang2 ujung-nya ke sini lagi. Dengan situasi sekarang menebak ini adalah menebak yang tidak bisa ditebak. Jadi daripada pusing2 ingat saja bahwa dengan 114 / MT, $ITMG masih memberikan earning yield 24%. Mau pusing apa lagi. Pusing mau gadai apa lagi.
Kepadamu kugadaikan nasibku.
$IHSG