Berharap Turnaround

Jika kita amati sebagian besar investor hebat di luar sana, mereka lebih memilih berinvestasi pada bisnis yang telah beroperasi dengan rekam jejak kesuksesan yang panjang. Mereka menyukai bisnis dengan profitabilitas yang tinggi dan konsisten, balance sheet yang kokoh, memiliki produk dengan merek dan pangsa pasar yang unggul, serta bisnis yang memerlukan sedikit intervensi manajemen.

Banyak Investment Masters yang karir investasinya terbukti sukses dengan return fantastis memilih untuk menghindari berinvestasi pada businesses that need to be 'turned around'. Simak pendapat mereka:

“Both our operating and investment experience cause us to conclude that 'turn-arounds' seldom turn, and that the same energies and talent are much better employed in a good business purchased at a fair price than a poor business at a bargain price”  Warren Buffett

“After 25 years of buying and supervising a great variety of businesses, Charlie and I have not learned how to solve difficult business problems. What we have learned is to avoid them.” Warren Buffett

“I’ve got a friend who always wants to buy lousy companies with the idea he’s going to change them into wonderful companies. And I just ask him, you know, “Where in the last hundred years have you seen it happen?” Warren Buffett

“There’s more safety and optionality in businesses that don’t need to be rescued.” Vinson Walden

“We generally don’t invest in broken businesses that need to be straightened out .. It’s just not what we do.” Chuck Akre

"We require strong balance sheets and a long record of profitability, so we’re not usually investing in classic turnarounds." Alexander Roepers

“Companies rarely go through a transformational improvement (a phrase involving leopards and spots springs to mind) and these events are also difficult to predict. But in our view the main problem with this investment strategy, other than the fact that we have no expectation we could make it work, is that whilst fund managers await the kiss that will turn their corporate frogs into princes, they steadily erode value.” Terry Smith

Berinvestasi pada perusahaan yang merugi dengan harapan akan terjadi pembalikkan kinerja, itu sangat berisiko. Jika upaya turnaround-nya gagal, maka kondisinya bisa semakin parah dan Anda pun bisa mengalami kerugian besar bahkan kehilangan semua modal Anda secara permanen. Jika berhasil, maka saham turnaround memang menawarkan keuntungan yang besar dalam jangka waktu yang singkat. Namun, saya tidak menyarankan bagi pemula atau yang baru terjun ke dunia investasi saham yang belum dibekali skillset dan mental yang mantap untuk mencoba peruntungan di saham turnaround.

Bagaimana dengan saya yang sudah 8 tahun berinvestasi saham? Sama seperti para Investment Masters yang saya kutip sebelumnya, saham turnaround bukanlah barang yang cocok untuk saya. Ya, sejak awal mulai berinvestasi saham, saya hanya mengisi portofolio saya dengan saham ‘compounders’. Alhamdulillah, keuntungan investasi saham yang saya rasakan sangat memuaskan baik dalam bentuk capital gain dan dividend yield, tanpa sekalipun pernah menyentuh saham turnaround.

Berdasarkan pengalaman saya, lebih baik kita berinvestasi pada perusahaan bagus yang sudah terbukti menghasilkan laba, terutama di saat sahamnya belum populer atau sedang dibenci market dan valuasi yang ditawarkan menjadi lebih murah, serta terus-menerus mampu menumbuhkan shareholders value sejak awal kepemilikan kita tanpa menanggung risiko turnaround yang gagal. Kita tidak perlu mengambil risiko seperti itu untuk memperoleh keuntungan besar. Ini juga saran dari saya bagi Anda yang menginginkan kenyamanan dan ketenteraman selama perjalanan investasi saham.

Saya suka pendapat dari CT Fitzpatrick, menurutnya:

“We actually don’t do turnarounds. What attracts us to the whole concept of value investing is the idea of having a margin of safety, in terms of value over price. That margin of safety only exists if values are stable and it only improves if value increases. With turnarounds, you’re making a bet – maybe a very intelligent one, but still a bet – that something broken can be fixed. Even in the best case, you may be looking at years when value declines or stagnates. Our experience is that we’re better off investing in a good business that is constantly compounding value from the beginning of our ownership, without what to us is the unacceptable risk that the turnaround doesn’t work. We just don’t think we need to take that kind of risk to earn strong returns.”

Salah satu investor hebat bernama Thomas Gayner, juga pernah menceritakan pengalamannya untuk mencoba berinvestasi pada saham turnaround di awal karirnya. Pada akhirnya, ia merasa bahwa lebih penting untuk fokus pada sesuatu yang sudah ada daripada apa yang mungkin bisa terjadi.

“I was tempted in my youth by turnaround stories or betting on new product or service offers, where you could hit the ball out of the park if things got fixed or the new product took off. But I’ve had enough failures pursuing those types of ideas that I’ve for the most part lost the stomach for them. From a performance standpoint, I’m more focused on what something is than what it can be.” Thomas Gayner

Jika ada perusahaan merugi atau akan bangkrut yang lebih disebabkan oleh faktor ‘internal’, lalu Anda berani membeli sahamnya dengan harapan terjadi turnaround, maka Anda sedang bertaruh bahwa sesuatu yang rusak dapat diperbaiki. Apabila Anda memiliki keberanian dan sangat yakin serta tidak ingin melewatkan opportunity pada saham turnaround, maka pastikan Anda sudah mengerjakan PR untuk menyelidiki apakah kondisi internal perusahaan sangat mendukung untuk terjadinya perbaikan, apakah balance sheet perusahaan dalam kondisi sehat dengan cash yang banyak dan utang yang terukur. Bersikap melawan arus (contrarian) itu memang bagus, tetapi bersikap contrarian tanpa mau berpikir itu namanya goblok.

Satu hal lagi yang tak kalah penting, jangan pernah berpikir untuk menerapkan strategi buy and hold for long-term untuk saham jenis turnaround. Biasanya, jika suatu perusahaan berhasil turnaround dari kondisi rugi menjadi untung, maka seiring berjalannya waktu dari tahun ke tahun perusahaan berpotensi kembali mengalami kesulitan dengan kinerjanya yang stagnan bahkan kembali rugi. Jarang sekali terjadi perusahaan yang turnaround dan terus melanjutkan pertumbuhan labanya untuk waktu yang lama. Mengapa? Karena dibalik saham turnaround ada ‘lousy business with high capital requirements’, yang model bisnisnya ribet dengan margin laba yang rendah. Untuk itu, jika Anda membeli saham yang berhasil turnaround lalu dalam perjalanannya kinerja perusahaan kembali stagnan, maka jangan ragu untuk take profit atau menjual sahamnya.

Tidak semua saham layak untuk dipegang dalam jangka panjang. Itulah mengapa saham turnaround tidak pernah menarik minat saya, karena seorang quality investor seperti saya hanya fokus mencari high quality business yang tidak pernah mengalami rugi saat fondasinya sudah kokoh. Saat terjadi krisis pun, perusahaan dengan kualitas bisnis dan manajemen yang baik juga mampu bertahan meskipun kinerjanya menurun. Tidak mengapa jika di suatu tahun pertumbuhan labanya minus, asalkan bukan labanya yang minus.

Suatu hal yang lumrah dalam dunia bisnis jika perusahaan mengalami hambatan dalam progress pertumbuhannya, seperti kenaikan harga bahan baku secara besar-besaran yang sifatnya temporer, peluncuran produk baru yang mungkin tidak berjalan sesuai harapan, adanya pesaing yang semakin menguat, adanya gangguan sementara dalam hal distribusi, terjadinya perubahan consumer spending, dan lain-lain. Namun bagi perusahaan berkualitas dengan moat yang lebar, hambatan-hambatan seperti itu tidak menjadikan kinerja keuangannya merugi, hanya menurunkan kinerja mereka secara sementara dan perusahaan akan lebih mudah untuk pulih kembali.

Bagi perusahaan mediocre atau berkualitas buruk, maka kondisi sulit atau krisis bisa menjadikan perusahaan merugi. Dalam kondisi ini, manajemen dipusingkan dengan tuntutan untuk menjalankan strategi turnaround, yang memerlukan intervensi dan keterampilan manajemen yang signifikan untuk mengembalikan kondisi perusahaan menjadi profitable kembali. Jika diperlukan, bisa saja perusahan melakukan perubahan manajemen secara tiba-tiba dan menganggarkan belanja modal yang besar.

Beberapa tim manajemen menjadi terkenal karena kemampuannya dalam menyelamatkan bisnis. Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa kembalinya operasi yang sukses merupakan sebuah proses yang sangat melelahkan dan sering kali membuat frustrasi, dan tidak ada jaminan bahwa ‘turnaround’ berhasil mengembalikan keadaan. Jalan menuju penyelamatan sering kali membutuhkan biaya yang jauh lebih besar daripada yang diperkirakan.

“Managements of weak companies often announce plans to improve earnings and other fundamentals, but my experience is that turning around entire companies usually is a difficulty process that rarely meets with satisfactory success.” Ed Wachenheim

“Turnarounds are exceedingly rare and bargain stocks often wind up costing a good deal.”  Scott Fearon

"We react with great caution to suggestions that our poor businesses can be restored to satisfactory profitability by major capital expenditures.  The projections will be dazzling, and the advocates sincere, but, in the end, major additional investment in a terrible industry usually is about as rewarding as struggling in quicksand.” Warren Buffett

Perusahaan yang bergerak pada sektor yang rumit atau cyclical, juga akan kesulitan untuk terjadinya turnaround. Salah satu contohnya adalah sektor ritel, dan ini sangat diwaspadai oleh para Investment Masters. Bahkan pada saat kondisi terbaik sekalipun, retailing adalah bisnis yang sulit. Hal itu dikarenakan selera konsumen bisa berubah-ubah, persaingan biasanya ketat, barrier to entry-nya rendah, margin labanya tipis dengan cost yang tetap tinggi. Industri ini mempunyai sejarah kesulitan dan merupakan tempat yang rawan untuk kebangkrutan perusahaan.

Simak pendapat Mr. Buffett
dan investor lainnya tentang bisnis ritel:

"Retailing is a tough, tough business, partly because your competitors are always attempting and very frequently successfully attempting to copy anything you do that's working. And so the world keeps moving. It's hard to establish a permanent moat that your competitor can't cross. And you've seen the giants of retail, the Sears, the Montgomery Wards, the Woolworth's, the Grants, the Kresges. I mean, over the years, a lot of giants have been toppled." Warren Buffett

"Charlie and I try and distinguish between businesses where you have to have been smart once and businesses where you have to stay smart. And, I mean, retailing is a good case of a business where you have to stay smart. You are under attack all of the time. People are in your store. If you’re doing something successful, they’re in your store the next day trying to figure out what it is about your success that they can transplant and maybe add a little something on in their own situation. So, you cannot coast in retailing." Warren Buffett

“Retailing is a tough business. During my investment career, I have watched a large number of retailers enjoy terrific growth and superb returns on equity for a period, and then suddenly nosedive, often all the way into bankruptcy. This shooting-star phenomenon is far more common in retailing than it is in manufacturing or service businesses. In part, this is because a retailer must stay smart, day after day. Your competitor is always copying and then topping whatever you do. Shoppers are meanwhile beckoned in every conceivable way to try a stream of new merchants. In retailing, to coast is to fail.” Warren Buffett

“Warren [Buffett] is super smart and highly disciplined, but he has made lots of mistakes in other industries. Berkshire has bought many loser retail operations over the years. Other than Nebraska Furniture Mart and Borsheim’s, most of the rest of them have not worked out so well.” Mohnish Pabrai

“I don’t do retail because you have to recreate the demand every day.” Jeffrey Ubben

“Retail is a tougher place to make money than most people realise.” Guy Spier

"I think Warren and I can match anybody's failures in retail." Charlie Munger

Dapat kita pelajari bahwa betapa sulitnya bisnis ritel yang penuh tantangan. Oleh karena itu, budaya perusahaan yang sehat dan manajemen yang berkualitas merupakan hal yang sangat penting. Namun terkadang itu pun tidak cukup. Silahkan pelajari bagaimana kesulitan yang pernah dialami perusahaan ritel besar seperti the Sears, the Montgomery Wards, the Woolworth's, W.T. Grant, the Kresges, Bed Bath & Beyond, atau retailing dalam negeri seperti Centro, Giant dan Transmart.

“Buying a retailer without good management is like buying the Eiffel Tower without an elevator.” Warren Buffett

"Every day retailers are constantly thinking about ways to get ahead of what they were doing the previous day. Retailing is like shooting at a moving target. In the past, people didn't like to go excessive distances from the street cars to buy things. People would flock to those retailers that were near by. In 1996 we bought the Hochschild Kohn department store in Baltimore. We learned quickly that it wasn't going to be a winner, long-term, in a very short period of time. We had an antiquated distribution system. We did everything else right. We put in escalators. We gave people more credit. We had a great guy running it, and we still couldn't win. So we sold it around 1970. That store isn't there anymore. It isn't good enough that there were smart people running it." Warren Buffett

Pada akhirnya, membalikkan keadaan perusahaan retailing yang berkinerja buruk atau merugi itu sangat sulit.

“Turning around a retailer that has been slipping for a long time would be very difficult. Can you think of an example of a retailer that was successfully turned around? Broadcasting is easy; retailing is the other extreme." Warren Buffett

"How many retailers have really sunk, and then come back? Not many. I can't think of any. Don't bet against the best. Costco is working on a 10-11% gross margin that is better than the Wal-Mart's and Sams'. In comparison, department stores have 35% gross margins. It's tough to compete against the best deal for customers." Warren Buffett

"We would rather look for easier things to do. The Buffett grocery stores started in Omaha in 1869 and lasted for 100 years. There were two competitors. In 1950, one competitor went out of business. In 1960 the other closed. We had the whole town to ourselves and still didn't make any money." Warren Buffett

“In general I don’t like retailers, and I have a bias against turnaround of struggling retailers. Those are very hard things to pull off.” Mohnish Pabrai

Kesulitan yang dihadapi bisnis ritel semakin diperparah dengan kehadiran e-commerce dan perusahaan seperti Amazon.

"[Amazon is] one of the most powerful models that I've seen in a lifetime, and it's being run by a fellow that has had a very clear view of what he wants to do, and does it every day when he goes to work, and is not hampered by external factors like people telling him what he should earn quarterly or something of the sort. And ungodly smart, focused. He's really got a powerful business, and he's got satisfied customers. That's hugely important." Warren Buffett

Semakin pesimis dengan prospek Brick and Mortar retailer, pada tahun 2018 akhirnya Warren Buffett melalui Berkshire Hathaway menjual semua posisinya di saham Walmart setelah 20 tahun memilikinya. He decided to look for an ‘easier game’.

".. Amazon in particular is an entity that’s gonna have everybody in their sights. And they’ve got delighted customers. And it’s extraordinary what they’ve accomplished. And a lot of people, the delivery, you know, and that is a tough, tough, tough, competitive force. Now, Walmart’s pushing forward online themselves and they’ve got all kinds of strengths. But I just decided that I’d look for a little easier game.”

Saudara-saudara, membalikkan situasi bisnis yang rugi itu sangat sulit, terlebih jika perusahaan bergerak di bisnis ritel khususnya subsektor department stores. Dibutuhkan banyak modal, banyak kerja keras, dan intervensi serta ide-ide brilian manajemen secara terus-menerus agar perusahaan tidak hanya mampu turnaround, tapi juga mampu menghasilkan kinerja yang terus tumbuh atau lebih baik dibandingkan pesaingnya.

Contoh kasus di Indonesia, di mana emiten seperti $RALS dan LPPF yang bergerak di subsektor department stores berhasil turnaround dari kondisi rugi di tahun 2020 saat covid-19 menghantam, namun kinerjanya kembali melambat atau stagnan memasuki tahun 2023. Berbeda kondisinya dengan emiten sejenis yaitu $MAPI yang tidak hanya berhasil turnaround, tapi juga mampu menghasilkan kinerja yang terus moncer hingga Q2 2023. Kinerja manis yang ditunjukkan MAPI juga diikuti oleh perusahaan ritel lain yang berfokus pada apparel atau fashion seperti $MAPA dan ZONE, yang mampu melanjutkan pertumbuhan kinerja pasca tahun 2020.

Bagaimana dengan ritel yang menjual barang kebutuhan sehari-hari atau bergerak di subsektor food and staples, supermarket, dan convenience store seperti $AMRT dan MIDI? Mereka tetap membukukan profit di tahun 2020 dan terus melanjutkan tren pertumbuhan kinerja hingga semester 2 2023. Bagaimana dengan $ACES? Tentu kisahnya berbeda dengan kawan-kawannya karena ‘keunikannya’. Silahkan Anda pelajari bagaimana kisah turnaround perusahaan-perusahaan ritel tersebut, dan kaitkan dengan insight yang saya bagikan serta opini para Investment Masters yang saya jabarkan dalam artikel ini.

Semoga bermanfaat, jangan lupa bahagia dan selalu bersyukur.


Further reading:
Strategi menjual saham: https://stockbit.com/post/3108369

Bisnis yang sederhana: https://stockbit.com/post/2889790

Read more...
2013-2024 Stockbit ·About·ContactHelp·House Rules·Terms·Privacy