390

0.00

(0.00%)

Today

24.3 M

Volume

41.4 M

Avg volume

Company Background

PT Summarecon Agung Tbk adalah perusahaan yang bergerak dibidang Properti dan Real Estate. Kegiatan usaha perusahaan yaitu Mengembangkan kawasan perumahan skala besar, yang diintegrasikan dengan kawasan komersial serta fasilitas pendukung yang lengkap, menjadi kota terpadu (township). Unit bisnis Summarecon: Pengembangan Properti, Investasi & Manajemen Properti, serta Rekreasi, Perhotelan dan Lainnya. Proyek perusahaan antara lain Summarecon Kelapa Gading, Summarecon Serpong, Summarecon Bekasi, Summarecon Bandung, Summarecon Emerald Karawang, dan Summarecon Mutiara Makassar.

imageProfile
Potential Junk
Potential Spam

$SMRA kebiasaan mentang2 selambat2nya 30 november dilama2in hadeh

imageProfile
Potential Junk
Potential Spam

$SMRA gada yang mau lirik ini ? Atau mau naikin ? Wkwkwk

imageProfile
Potential Junk
Potential Spam

$SMRA historikal year to date, saham ini lebih banyak di jual nya dari pada di beli, kalau kalian ngerasa kuat beli aja terus ges 🗿 arti nya barang nya berpindah tangan, barang nya di kalian kalian, tanpa ada akumulasi tanpa ada kenaikan harga.

imageProfile
Potential Junk
Potential Spam

$SMRA apa yang mau diharapin dari saham yang ritel ritel nya yang terus bertambah 😁

imageProfile
Potential Junk
Potential Spam

$SMRA banyak yang nebar fear nyuruh2 jual $SMRA 😂😂
Ada apa kok pada paling pinter nyuruh2 CL ?

imageProfile
Potential Junk
Potential Spam

$SMRA jangan di beli guys, harga sideways panjang, rugi nanti nunggu nya lama bosen, masih ada potensi di saham lain, smra keluar idx30, direksi nya ada kena kasus, yang mau CL boleh, atau kurangi porsi sebagian, kalo yang belum punya jangan di beli, tunggu aja 360-380 kalo mau beli boleh selot aja 🗿

imageProfile
Potential Junk
Potential Spam

$SMRA Udah lepas aja sudah. Ngapain lama lama disini. Gabakal bisa naik, percaya deh. Ini nungguin kalian keluar baru bisa naik. Kalo ga keluar, ya percuma. Emang ritel ini gamau cutloss ngapain coba

imageProfile
Potential Junk
Potential Spam

$SMRA

imageProfile
Potential Junk
Potential Spam

$SMRA jangan masuk gaessss… harganya akan turun terus. Meski fundamentalnya bagus tp aq udah lama nyangkut 10% nunggu dijemput gak kejemput jemput.

imageProfile
Potential Junk
Potential Spam

Terjun bebas $SMRA $PWON 🍃

imageProfile
Potential Junk
Potential Spam

$SMRA byur seger banget diguyur

imageProfile
Potential Junk
Potential Spam

@dyas06

Bisnis: $PURI adalah developer properti yang fokus di Batam.
Puri Global Sukses

Proyek Utama: Mereka memiliki beberapa proyek, termasuk The Monde City (superblok), Monde Raffle Residence, Permata Residences, De Diamond Residence, dan Morington.

Landbank & Ekspansi: Ada kabar rencana ekspansi landbank di Batam dan keterlibatan dalam proyek strategis nasional (PSN) KEK Batam.

Pendanaan: PURI berencana melakukan Right Issue besar — 250 juta lembar saham dengan harga pelaksanaan Rp 1.000 per saham untuk memperkuat modal

random tag $SMRA $BCIP

Read more...
imageProfile
Potential Junk
Potential Spam

$SMRA: Recurring Income vs Non Recurring Income

Lanjutan dari postingan sebelumnya di External Community Pintar Nyangkut di Telegram dengan Kode External Community A38138 https://stockbit.com/post/13223345

SMRA ini lebih mirip $BSDE yang hidup dari jualan rumah, ruko, kavling, dan apartemen, bukan dari sewa mal dan gedung seperti $PWON. Pola pendapatannya lebih condong ke siklus properti, naik tinggi waktu siklus pengakuan penjualan lagi rame, lalu anjlok kalau siklus serah terima dan peluncuran proyek sedang pelan. Kalau PWON bisa dibilang perusahaan pendapatan sewa dengan bonus penjualan unit, SMRA justru pengembang murni dengan bantalan pendapatan sewa di belakang. Di angka laporan keuangan, karakter ini kelihatan jelas, bukan sekadar cerita narasi. Dan ini yang akan menentukan seberapa kuat laba SMRA bertahan ketika pasar properti agak seret, dan seberapa gila-gilaan bisa lompat ketika pengakuan penjualan lagi memuncak. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf

Kalau dipecah, pendapatan SMRA dibagi dua dunia besar. Pertama, pendapatan tidak berulang dari pengembang properti, yakni penjualan rumah, kavling, rukan, kantor, dan apartemen. Inilah yang disebut non recurring income atau NRI. Kedua, pendapatan berulang dari properti investasi, hotel, pengelolaan properti dan estate, rekreasi, dan layanan lain yang menghasilkan sewa atau fee rutin. Ini yang disebut recurring income atau RI. Secara akuntansi, NRI penuh dengan judgement, mulai dari kapan boleh mengakui revenue sampai bagaimana menghitung harga transaksi. Sementara RI umumnya diakui lebih rapi dan stabil, misalnya sewa yang diakui garis lurus selama masa kontrak.

Kalau dilihat komposisinya, SMRA jelas bertipe pengembang. Di laporan setahun penuh, NRI menyumbang sekitar 61,70% dari total pendapatan neto di 2022, naik menjadi 60,75% di 2023, lalu meledak ke 70,64% di 2024. Artinya, di tahun puncak 2024, sekitar 7,50 triliun Rupiah dari total pendapatan 10,62 triliun berasal dari penjualan properti, sementara pendapatan berulang hanya sekitar 3,12 triliun atau 29,36%. RI sempat punya porsi lebih besar di 2023, sekitar 39,25% dari pendapatan neto, tapi begitu ledakan pengakuan penjualan terjadi di 2024, pendapatan sewa dan jasa langsung tergeser secara persentase. Pola ini mirip BSDE yang sangat bergantung pada penjualan unit, beda dengan PWON yang porsi sewa biasanya lebih dominan dan membuat laba lebih kebal terhadap siklus penjualan.

Dari sisi pertumbuhan, kontras NRI dan RI makin kelihatan. Dari 2022 ke 2023, NRI tumbuh sekitar 14,61%, cukup sehat untuk ukuran pengembang. RI di periode yang sama tumbuh lebih tinggi, sekitar 19,34%, mencerminkan portofolio mal, hotel, dan jasa yang mulai membesar. Namun lonjakan sesungguhnya terjadi di 2024. NRI melompat sekitar 85,53%, dari 4,04 triliun menjadi 7,50 triliun. Ini jelas efek kombinasi serah terima proyek dalam jumlah besar dan mungkin pricing yang lebih tinggi. Sementara itu, RI tetap tumbuh dengan ritme yang lebih kalem namun konsisten, sekitar 19,34% lagi ke kisaran 3,12 triliun. Secara metafora, NRI adalah turbo jet yang membuat pendapatan SMRA melesat di 2024, sementara RI adalah mesin bantu yang berputar stabil dan terus menambah kecepatan dasar tanpa drama. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf

Begitu masuk ke 6 bulan pertama 2025, sisi siklikal NRI langsung kelihatan. Total pendapatan neto semester pertama 2025 turun ke sekitar 4,58 triliun Rupiah dari 5,67 triliun di semester pertama 2024. Penyebab utamanya bukan RI, tapi NRI yang jatuh lumayan dalam. Pendapatan pengembang properti turun dari sekitar 4,18 triliun menjadi hanya 2,97 triliun. Secara persentase, kontraksinya sekitar 28,90%. Sebaliknya, pendapatan berulang justru naik dari kira-kira 1,49 triliun menjadi 1,61 triliun, tumbuh sekitar 7,75%. Dalam kondisi ini, RI berfungsi sebagai bantalan. Porsinya naik menjadi 35,16% dari total pendapatan semester pertama 2025, dibanding 26,35% di periode yang sama tahun sebelumnya, bukan karena RI meledak, tapi karena NRI sedang ngos-ngosan.

Secara struktur, ini mengirim pesan yang sangat jelas. Selama 2022 sampai 2024, komposisi NRI SMRA berada di rentang 60,75% sampai 70,64% dari pendapatan neto setahun penuh. RI mengisi sisa 29,36% sampai 39,25%. Artinya, mesin utama tetap penjualan properti. RI belum berada di posisi seperti PWON yang secara kasar bisa hidup nyaman dari sewa lalu menjadikan penjualan unit sebagai bonus siklus. SMRA masih harus lari cepat menjual rumah dan kavling untuk menjaga laba di level yang investor anggap menarik. RI membantu, tapi belum menjadi tulang punggung utama.

Dari sisi kualitas pendapatan, NRI juga membawa risiko yang berbeda. Pengakuan pendapatan pengembang properti oleh auditor ditempatkan sebagai hal audit utama. Ada risiko bahwa revenue bisa diakui terlalu cepat atau terlalu agresif untuk mengejar target pertumbuhan. Setiap perubahan kebijakan, keterlambatan serah terima, atau perlambatan penjualan bisa langsung memukul angka NRI. Sementara itu, RI dari sewa mal dan jasa pengelolaan properti mengikuti pola sewa dan okupansi yang jauh lebih halus, dan secara akuntansi diakui lurus selama masa kontrak. Untuk investor, ini berarti NRI adalah sumber pertumbuhan eksplosif sekaligus sumber volatilitas, sedangkan RI adalah fondasi yang lebih bisa diandalkan untuk menopang biaya tetap dan bunga. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf

Menariknya, walaupun porsi RI sempat turun secara persentase di 2024 karena ledakan NRI, secara nominal RI tetap tumbuh berjenjang. Dari sekitar 2,19 triliun di 2022 naik ke 2,61 triliun di 2023, lalu ke 3,12 triliun di 2024, dan di semester pertama 2025 pun masih naik secara year on year. Jadi kalau ditarik garis jangka panjang, portofolio pendapatan berulang SMRA memang semakin besar. Hanya saja, percepatan tajam NRI di 2024 membuat RI terlihat kecil di cermin persentase, padahal secara rupiah nyata, ia membengkak dengan ritme dua digit yang stabil. Ini pola yang sebenarnya sehat untuk perusahaan pengembang, selama manajemen tidak mengorbankan disiplin harga dan kualitas proyek demi mengejar volume penjualan jangka pendek.

Dibandingkan secara konsep, posisi SMRA saat ini mirip pengembang yang sedang membangun dua kaki sekaligus. Kaki pertama penjualan properti yang masih dominan dan sangat siklikal. Kaki kedua pendapatan berulang yang mulai membesar tapi belum cukup kuat untuk menahan seluruh beban kalau kaki pertama mendadak terkilir. BSDE kurang lebih berada di pola serupa. PWON sebaliknya, sudah lama menumpukan berat tubuh di kaki pendapatan sewa, sehingga penjualan unit lebih menjadi booster, bukan sumber napas utama. Di siklus buruk, perusahaan model PWON cenderung lebih tahan guncangan laba. Di siklus bagus, perusahaan model SMRA dan BSDE punya peluang pertumbuhan laba yang jauh lebih tinggi, karena NRI bisa lepas dari basis yang relatif kecil dan melompat beberapa puluh persen sekaligus.

Bagi investor yang serius membaca angka, implikasinya lumayan tajam. Selama NRI SMRA masih menyumbang di kisaran 60% sampai 70% dari total pendapatan, saham ini harus dibaca sebagai saham pengembang dengan bonus recurring, bukan saham landlord dengan bonus penjualan unit. Valuasi wajar akan sangat sensitif terhadap siklus pengakuan revenue, pipeline proyek, dan kemampuan manajemen menjaga kecepatan penjualan. RI memang memberi lantai yang makin tebal untuk menopang pendapatan dan cash flow, tetapi lantai itu belum setebal PWON yang bisa hidup nyaman dari sewa. Di sisi lain, selama RI tetap tumbuh dua digit dan manajemen tidak kehilangan disiplin di pricing dan kualitas pengembangan, struktur seperti ini memberi kombinasi yang menarik. Di atas ada potensi lonjakan NRI ketika siklus proyek kembali memuncak. Di bawah ada bantalan RI yang semakin tebal. Seni membaca SMRA ada di sini, menilai kapan investor sedang membeli mesin penjualan yang lagi di titik puncak dan kapan investor masuk ketika mesin penjualan sedang lelah sementara pendapatan berulang diam-diam terus membesar. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf

Ini bukan rekomendasi jual dan beli saham. Keputusan ada di tangan masing-masing investor.

Untuk diskusi lebih lanjut bisa lewat External Community Pintar Nyangkut di Telegram dengan mendaftarkan diri ke External Community menggunakan kode: A38138
Link Panduan https://stockbit.com/post/13223345

Kunjungi Insight Pintar Nyangkut di sini https://cutt.ly/ne0pqmLm

Sedangkan untuk rekomendasi belajar saham bisa cek di sini https://cutt.ly/Ve3nZHZf
https://cutt.ly/ge3LaGFx

Toko Kaos Pintar Nyangkut https://cutt.ly/XruoaWRW

Disclaimer: http://bit.ly/3RznNpU

Read more...

1/10

testestestestestestestestestes

$INDF $SMRA $GOTO

Info Belajar Batch 2
cek link http://bit.ly/42RX6nl
Min.RDN Rp.50 juta

imageProfile
Potential Junk
Potential Spam

$SMRA Ada Lawan

imageProfile
Potential Junk
Potential Spam

LK Q2 2025: Luas Lahan $SMRA

Lanjutan dari postingan sebelumnya di External Community Pintar Nyangkut di Telegram dengan Kode External Community A38138 https://stockbit.com/post/13223345

Banyak yang bilang SMRA itu salah satu raja lahan di IHSG bareng $BKSL dan $BSDE. Kalau dengar narasi begitu, kesannya mereka duduk di atas gunung tanah yang tidak habis-habis, tinggal plot sedikit, bangun cluster, cetak laba, selesai. Masalahnya, makin gemuk land bank, biasanya makin banyak juga risiko sengketa, pajak, sampai urusan pidana di level izin. Jadi pertanyaannya adalah seberapa besar sih lahan SMRA ini di atas kertas laporan keuangan. Seberapa murah atau mahal tanahnya kalau dihitung per meter. Dan seberapa bersih land bank ini dari urusan pengadilan, atau jangan-jangan sebagian tanah yang diklaim masih diperdebatkan di pengadilan. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf

Lahan SMRA di laporan keuangan Q2 2025 pada dasarnya terbagi tiga kantong besar. Satu, tanah yang belum dikembangkan yang masuk persediaan, ini land bank murni untuk proyek masa depan. Dua, tanah sebagai aset tetap untuk operasional, kantor, infrastruktur. Tiga, tanah yang sudah berubah fungsi menjadi properti investasi yang menghasilkan sewa atau disiapkan sebagai mal, hotel, dan aset komersial lain. Kalau investor cuma lihat angka laba rugi tanpa mengerti perpindahan nilai antar tiga kantong ini, mudah sekali salah baca kekuatan dan risiko SMRA.

Mulai dari yang paling krusial untuk cerita land bank. Per 30 Juni 2025, tanah yang belum dikembangkan SMRA luasnya sekitar 18,58 juta meter persegi atau kurang lebih 1.858 hektare. Nilai bukunya sekitar 8,74 triliun Rupiah. Rata-rata biaya perolehan di laporan keuangan kira-kira 470 ribu Rupiah per meter persegi, atau sekitar 4,7 miliar Rupiah per hektare. Angka ini bukan harga pasar, tapi cerminan harga beli historis plus biaya pengembangan dan biaya pinjaman yang dikapitalisasi. Artinya, di daerah yang dulu dibeli ketika harga tanah masih murah, buku masih jauh di bawah harga pasar sekarang.

Gambaran itu makin jelas kalau lihat nilai wajar yang dihitung KJPP. Untuk lokasi-lokasi utama, total nilai wajar tanah yang belum dikembangkan mencapai sekitar 25,7 triliun Rupiah. Jadi, land bank SMRA ini di buku dicatat 8,7 triliun, tapi appraisal bilang potensi nilainya 25,7 triliun. Selisih kasarnya sekitar 16,9 triliun Rupiah. Secara kasar, harga pasar land bank ini hampir 2,9 kali nilai buku. Bagi investor, ini sama artinya dengan ada lapisan nilai tersembunyi yang belum muncul di ekuitas, dan baru akan pelan-pelan keluar ketika tanah dikembangkan dan laba proyek diakui. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf

Kalau dipecah per proyek, kelihatan siapa bintang utamanya. Summarecon Serpong itu jagoan absolut. Di buku, tanah belum dikembangkan di Serpong dicatat sekitar 1,58 triliun Rupiah dengan luas sekitar 2,84 juta meter persegi. Namun nilai wajarnya diperkirakan sekitar 9,63 triliun Rupiah. Artinya, multiplier-nya kira-kira 6,1 kali nilai buku. Summarecon Bogor punya nilai buku sekitar 1,16 triliun dan nilai wajar 3,72 triliun. Summarecon Makassar sekitar 1,09 triliun buku dengan nilai wajar 3,10 triliun. Bekasi dan Bandung masing-masing sekitar 1 triliun di buku dengan nilai wajar di kisaran 2,6 sampai 2,9 triliun. Summarecon Crown Gading nilai bukunya sekitar 630 miliar dengan nilai wajar 1,19 triliun. Summarecon Tangerang sekitar 1,30 triliun nilai buku dengan nilai wajar 1,80 triliun. Polanya jelas. Hampir semua lokasi besar punya gap nilai wajar yang lebar di atas angka buku, dengan Serpong sebagai mesin nilai paling premium.

Secara rata-rata, angka 470 ribu Rupiah per meter persegi itu menipu ke bawah. Serpong dan beberapa lokasi favorit jelas punya nilai pasar jauh di atas rata-rata grup, sementara beberapa lokasi lain lebih murah. Untuk investor, ini penting. Land bank SMRA bukan sekadar besar di angka luas, tapi juga sangat berbeda kualitas dan potensi margin per lokasi. Kalau manajemen memilih waktu dan tipe produk dengan benar, gap antara harga tanah di buku dan harga jual produk jadi akan berubah langsung jadi margin laba kotor yang tebal.

Lalu bagaimana tren land bank-nya sendiri. Dari sisi luas, total tanah yang belum dikembangkan turun perlahan dari sekitar 19,49 juta meter persegi di 2022 menjadi 19,14 juta di 2023, 18,91 juta di akhir 2024, dan 18,58 juta di Q2 2025. Jadi tiap tahun lahan mentah ini pelan-pelan dipotong untuk dijadikan persediaan dalam penyelesaian dan stok rumah, ruko, apartemen, atau kavling. Artinya, SMRA benar-benar memakai lahan, bukan hanya menimbun. Tapi di sisi lain, nilai rata-rata per meter naik terus. Dari sekitar 347 ribu Rupiah di 2022 naik menjadi 380 ribu di 2023, lalu 466 ribu di 2024, dan 470 ribu di Q2 2025. Kenaikan ini tidak mungkin murni dari kenaikan harga tanah global, karena di laporan keuangan tanah ini diukur pada biaya perolehan. Logisnya, ada kombinasi akuisisi lahan baru di harga lebih tinggi plus kapitalisasi biaya pinjaman dan biaya persiapan pengembangan. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf

Dari sisi neraca, tanah yang belum dikembangkan sekitar 8,74 triliun itu menyumbang kurang lebih 27,3% dari total aset segmen sekitar 32 triliun Rupiah. Kalau ditambah properti investasi sekitar 6,50 triliun dan aset tetap tanah sekitar 60 miliar, maka porsi tanah dan properti yang melekat pada tanah jadi tulang punggung struktur aset SMRA. Jadi wajar saja kalau orang menyebut SMRA sebagai salah satu pemilik lahan besar di bursa. Di level angka, mereka jelas di papan atas emiten properti tapak. Apakah paling besar. Sulit memastikan tanpa bandingkan langsung angka land bank BSDE, BKSL, dan pemain lain, tapi yang jelas skala SMRA cukup untuk menempatkan mereka dalam klub pemilik tanah besar, bukan liga kelas menengah.

Tanah dalam aset tetap sendiri relatif kecil secara nominal dibanding land bank. Per 30 Juni 2025 nilai biaya perolehan tanah aset tetap sekitar 59,8 miliar Rupiah, naik dari sekitar 40,8 miliar di akhir 2024 dan 39,3 miliar di 2023. Sebagian kenaikan ini berasal dari reklasifikasi tanah yang sebelumnya masuk kategori belum dikembangkan lalu digeser menjadi aset tetap sekitar 5,5 miliar Rupiah pada Juni 2025. Secara bisnis, ini sinyal bahwa sebagian tanah diputuskan menjadi infrastruktur permanen, bukan lagi stok untuk dijual. Dari sisi investor, ini mengurangi potensi laba jual tanah, tapi menambah dukungan operasional dan mungkin meningkatkan nilai jangka panjang kawasan.

Yang jauh lebih besar adalah tanah yang berubah menjadi properti investasi. Nilai buku neto properti investasi naik dari sekitar 5,41 triliun akhir 2023 menjadi 6,27 triliun akhir 2024 dan 6,50 triliun di Q2 2025. Kenaikan ini sebagian berasal dari reklasifikasi tanah yang belum dikembangkan dan persediaan menjadi properti investasi. Pada Juni 2025 misalnya, ada reklasifikasi sekitar 1,2 miliar dari land bank dan sekitar 95,5 miliar dari persediaan ke properti investasi. Secara strategi, SMRA pelan-pelan menggeser sebagian basis tanah dari untuk dijual menjadi untuk disewakan. Artinya portofolio pendapatan sewa akan makin besar, lebih stabil, walaupun butuh waktu dan modal lebih panjang sebelum menghasilkan cash flow yang tebal. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf

Apakah land bank ini diisi ulang atau hanya dikuras pelan-pelan? Di sisi arus kas dan neraca, jelas terlihat SMRA masih melakukan replenishing lahan. Belanja uang muka pembelian tanah untuk akuisisi land bank baru di 2023 sekitar 352 miliar Rupiah. Di 2024 nilainya melonjak menjadi sekitar 589 miliar. Dalam enam bulan pertama 2025 saja sudah sekitar 136 miliar. Di sisi lain, nilai lahan yang dipindahkan dari kategori land bank ke persediaan jauh lebih besar. Di 2023 sekitar 220 miliar Rupiah, di 2024 melonjak menjadi 881 miliar, sementara di 6M 2025 sekitar 268 miliar. Artinya, di 2023 SMRA masih dalam posisi net membeli tanah lebih banyak daripada yang dipakai. Tapi di 2024 dan paruh pertama 2025, laju pemakaian land bank untuk proyek lebih cepat daripada laju akuisisi tanah baru. Bukan berarti mereka berhenti membeli, hanya ritmenya tidak sedinamis laju pengembangan.

Dari sudut pandang investor, pola ini punya dua sisi. Positifnya, manajemen tidak malas mengembangkan lahan, jadi land bank tidak hanya jadi angka statis di neraca. Kegiatan pengembangan yang agresif di 2024 sangat terlihat di laporan laba dan lonjakan pendapatan. Negatifnya, kalau tren menghabiskan land bank lebih cepat dari menambah lahan ini berlanjut bertahun-tahun tanpa strategi akuisisi besar berikutnya, stok lahan murah yang menjadi sumber margin gemuk bisa menipis. Pada titik tertentu, perusahaan harus membeli tanah baru dengan harga pasar yang jauh lebih tinggi, yang bisa menekan margin properti di siklus berikutnya.

Bagaimana dengan sisi makin luas lahan makin banyak sengketa. Di SMRA, kalimat ini tidak sepenuhnya salah. Di catatan litigasi laporan keuangan, ada daftar sengketa tanah di Kelapa Gading, Cakung, Bogor, Bandung, sampai urusan sertifikat di Palmerah. Kalau dijumlah, luas tanah yang sempat dipersengketakan itu lebih dari 150 ribu meter persegi. Namun mayoritas kasus besar per 30 Juni 2025 sudah berkekuatan hukum tetap dan dimenangkan SMRA, sehingga lahan-lahan itu resmi aman di neraca. Masih ada beberapa kasus yang berjalan, termasuk sengketa tanah di Bogor dan sengketa unit apartemen tertentu, tapi manajemen menilai risiko ke keuangan konsolidasian tidak material dan status going concern Grup tidak terganggu. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf

Ada juga kasus pidana yang melibatkan direksi anak usaha terkait pengurusan IMB, yang berujung pembatasan pemakaian deposito sekitar 2 miliar Rupiah. Untuk skala grup sebesar SMRA, angka ini kecil, tapi dari sisi tata kelola tetap menjadi catatan bahwa bisnis properti besar hampir mustahil bebas total dari risiko kepatuhan dan hukum. Di sisi lain, sengketa pajak yang menimbulkan SKPKB justru berakhir dengan kemenangan SMRA dan menambah laba melalui pemulihan pajak sekitar 10 miliar Rupiah di Q2 2025.

Kalau semua potongan ini digabung, posisi SMRA terlihat seperti ini. Land bank besar, sekitar 1.800-an hektare, dengan nilai buku 8,7 triliun dan nilai wajar hampir 25,7 triliun. Rata-rata biaya tanah sekitar 470 ribu per meter, tapi di lokasi premium seperti Serpong nilai pasarnya berkali-kali lipat di atas angka buku. Porsi tanah yang belum dikembangkan menyumbang lebih dari seperempat total aset, dan kalau dihitung dengan properti investasi, struktur aset SMRA sangat berat di real estat jangka panjang. Lahan dipakai aktif untuk proyek, tidak hanya disimpan, sambil sesekali diisi ulang lewat pembelian tanah baru, meskipun beberapa tahun terakhir ritme pengembangan lebih kencang daripada ritme replenishing.

Jadi ketika orang bilang SMRA itu salah satu pemilik lahan terbesar di bursa, secara angka mereka tidak berlebihan. Namun untuk investor yang serius, pertanyaan penting bukan cuma seberapa luas tapi di mana lokasi, berapa biaya di buku, berapa nilai wajar, seberapa agresif dipakai, seberapa serius risiko sengketanya, dan seberapa disiplin manajemen mengisi kembali land bank. Di titik itulah SMRA menarik dan sekaligus menantang. Ada tumpukan nilai tersembunyi di tanah, tapi cara manajemen memonetisasi dan menjaga cadangan tanah di siklus berikutnya akan menentukan apakah nilai itu benar-benar jatuh ke kantong investor atau berhenti sebagai angka indah di catatan KJPP. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf

Ini bukan rekomendasi jual dan beli saham. Keputusan ada di tangan masing-masing investor.

Untuk diskusi lebih lanjut bisa lewat External Community Pintar Nyangkut di Telegram dengan mendaftarkan diri ke External Community menggunakan kode: A38138
Link Panduan https://stockbit.com/post/13223345

Kunjungi Insight Pintar Nyangkut di sini https://cutt.ly/ne0pqmLm

Sedangkan untuk rekomendasi belajar saham bisa cek di sini https://cutt.ly/Ve3nZHZf
https://cutt.ly/ge3LaGFx

Toko Kaos Pintar Nyangkut https://cutt.ly/XruoaWRW

Disclaimer: http://bit.ly/3RznNpU

Read more...

1/9

testestestestestestestestes
imageProfile
Potential Junk
Potential Spam

$SMRA Naik dulu atau turun langsung? 🫢

imageProfile
Potential Junk
Potential Spam

@alangazi ini kan saham siklikal. Saham yang tergolong naik berdasarkan waktu tertentu. Sama kayak batubara, emas, sawit dll.
Liat aja emiten sejenis kayak $BSDE $PWON $SMRA geraknya sama pasti gak akan jauh beda. Ini saham normal ya jgn samakan sama saham yg digoreng.
Kondisi saat ini kan daya beli kureng, pertumbuhan kredit nurun berdasarkan data BI dan suku bunga di hold bukanya diturunin. Makanya gak ada sentimen apapun yang bisa menaikan saham jenis properti kyk gitu.
Kemarin kemarin saya udah warning jauhin saham ini tapi malah retailnya nambah banyak wkwkw

Read more...
imageProfile
Potential Junk
Potential Spam

$SMRA LK Q2 2025: Laba Anjlok Berat?

Lanjutan dari diskusi di External Comunity Pintar Nyangkut di Telegram dengan Kode External Community menggunakan kode: A38138 https://stockbit.com/post/13223345

SMRA sampai tanggal 20 November 2025 ini posisinya agak nanggung. Pasar sudah pengin lihat LK Q3 2025 yang final, tapi yang tersedia baru angka limited review yang tidak senyaman laporan audited penuh untuk dibedah dalam-dalam. Jadi mau tidak mau, analisis yang benar-benar kokoh masih harus bertumpu pada LK Q2 2025 yang sudah dipoles lebih serius. Mau dianggap wajar atau tidak, rasanya jarang ada emiten properti yang laporan interimnya perlu diutak-atik setingkat ini berulang kali hanya demi satu aksi korporasi utang. Kontras sekali dengan narasi publik yang biasanya cuma jual mimpi township baru dan marketing mall, sementara di balik itu semua labanya lagi ngos-ngosan. Pendapatan inti turun, beban naik, bunga makin berat, tapi perusahaan justru butuh meyakinkan pembeli obligasi bahwa mereka tetap kredibel. Di titik ini wajar kalau investor mulai bertanya, seistimewa apa sih LK SMRA sampai harus melewati limited review lalu audit penuh hanya untuk sebuah semesteran. Apalagi kalau melihat datanya, Q2 2025 ini bukan tipe laporan yang bikin semua orang tepuk tangan, justru sebaliknya. Ini lebih mirip laporan yang harus dijelaskan dengan sangat rapi supaya pasar hutang tetap mau memegang kertas SMRA. Upgrade Skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf

Pendapatan neto SMRA di paruh pertama 2025 sekitar 4,58 triliun Rupiah, turun dari kurang lebih 5,67 triliun di periode yang sama 2024. Artinya hilang sekitar 1,09 triliun, kontraksi sekitar 19,26%. Laba kotor ikut susut dari kisaran 2,97 triliun menjadi sekitar 2,30 triliun, turun sekitar 0,67 triliun atau 22,67%. Laba usaha jatuh lebih dalam, dari kurang lebih 2,23 triliun menjadi sekitar 1,37 triliun, rontok sekitar 0,86 triliun atau 38,55%. Ujungnya, laba bersih yang bisa dinikmati pemilik entitas induk turun dari sekitar 753,7 miliar menjadi kurang lebih 503,5 miliar. Hilang sekitar 250,2 miliar, penurunan 33,19%. Jadi bukan hanya topline yang tersendat, tetapi leverage ke bawahnya menggandakan rasa sakit di laba.

Biang kerok utamanya jelas ada di pendapatan pengembang properti. Segmen ini adalah mesin utama Summarecon, dan di 6 bulan pertama 2024 mereka sanggup membukukan sekitar 5,23 triliun. Di 6 bulan pertama 2025, mesin yang sama cuma menghasilkan kurang lebih 4,12 triliun. Selisihnya sekitar 1,11 triliun, kontraksi sekitar 21,16%. Wajar bila penurunan pendapatan setinggi itu langsung membanting laba kotor dan laba usaha. Investor properti sangat paham, bisnis ini sifatnya batch dan lumpy, tetapi ketika lompatan pengakuan pendapatan 2024 tidak berlanjut di 2025, laporan keuangan akan tampak seperti habis pesta besar lalu masuk masa turun gunung.

Yang lebih mengganggu, di saat omzet turun, beban operasional justru naik. Beban umum dan administrasi melonjak dari sekitar 527,1 miliar menjadi kurang lebih 622,3 miliar, naik sekitar 95,2 miliar atau 18,07%. Di dalamnya, komponen gaji dan kesejahteraan karyawan naik dari kisaran 335,3 miliar menjadi sekitar 385,8 miliar. Biaya profesional juga digeber dari sekitar 16,5 miliar menjadi kurang lebih 30,2 miliar. Artinya manajemen menambah layer biaya di saat pendapatan lagi melemah, sesuatu yang mungkin masuk akal dari sisi operasional jangka panjang, tapi kelihatan tidak enak di kertas untuk semester yang lesu. Upgrade Skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf

Beban penjualan pun tidak ikut turun. Dari sekitar 221,0 miliar naik menjadi kurang lebih 243,1 miliar, naik sekitar 10,04%. Di dalamnya, biaya promosi dan iklan naik cukup tajam, dari sekitar 118,5 miliar menjadi kurang lebih 157,5 miliar. Jadi sambil mengeluh pendapatan pengembang properti turun lebih dari 1 triliun, SMRA justru menggencarkan promosi. Secara strategi mungkin mereka sedang memompa pipeline penjualan ke depan, tetapi untuk laporan 6 bulan 2025, kombinasi omzet turun dan promosi naik memukul margin.

Belum berhenti di situ, biaya keuangan juga menyenggol laba. Biaya bunga dan keuangan lain naik dari sekitar 518,2 miliar menjadi kurang lebih 571,3 miliar, naik sekitar 53,0 miliar atau 10,23%. Ini sejalan dengan kenaikan utang bank jangka pendek yang bergerak dari kisaran 5,53 triliun akhir 2024 menjadi sekitar 6,67 triliun per 30 Juni 2025. Singkatnya, SMRA 2025 ini mengelola portofolio proyek dengan pendapatan yang sedang melemah, beban operasional yang naik, dan bunga yang makin berat. Formula seperti ini biasanya bukan resep untuk bikin investor ekuitas tenang, apalagi investor obligasi yang sangat fokus pada kemampuan bayar bunga.

Satu-satunya penahan kerusakan yang cukup kentara adalah tidak adanya lagi beban BPHTB kombinasi bisnis yang besar seperti di 2024. Di 6 bulan pertama 2024, grup ini menanggung BPHTB sekitar 402,2 miliar terkait transaksi internal perpindahan Summarecon Mal Kelapa Gading ke anak usaha PT Summarecon Investment Property. Dalam setahun penuh 2024, total beban BPHTB ini sekitar 414,4 miliar. Beban ini duduk di bawah laba usaha dan langsung menggerus laba sebelum pajak. Tanpa beban non operasional jenis ini, angka laba bersih 6M 2025 sebenarnya seharusnya tampak jauh lebih nyaman. Fakta bahwa laba bersih masih jatuh 33,19% meskipun BPHTB besar sudah hilang, justru menegaskan bahwa masalah utama ada di operasional inti, bukan di pos luar biasa. Upgrade Skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf

Di tengah cerita suram pada segmen pengembang, ada dua segmen yang justru memperbaiki wajah laporan. Laba usaha properti investasi naik dari sekitar 344,1 miliar menjadi kurang lebih 412,4 miliar, kenaikan sekitar 68,3 miliar. Pendapatan neto segmen ini naik sekitar 12%. Ini menunjukkan aset recurring income seperti mal dan properti sewa tetap menjadi penopang penting ketika penjualan unit baru sedang lesu. Segmen rekreasi dan perhotelan bahkan tampil jauh lebih menyala. Laba usaha melonjak dari sekitar 12,2 miliar menjadi kurang lebih 43,9 miliar. Secara persentase kenaikan laba usaha di segmen ini melebihi 200%. Namun dua segmen yang membaik ini skala nominalnya masih terlalu kecil untuk menutup lubang yang ditinggalkan oleh pengembang properti yang kehilangan omzet lebih dari 1 triliun.

Kalau fokus ke Q2 saja, gambarnya sedikit lebih bernuansa. Pendapatan neto Q2 2025 sekitar 2,48 triliun, turun dari sekitar 3,54 triliun di Q2 2024. Laba bersih yang diatribusikan ke pemilik entitas induk di Q2 2025 sekitar 265,3 miliar, turun dari kurang lebih 312,3 miliar di Q2 2024, penurunan sekitar 15,05%. Jadi secara kuartalan, Q2 2025 masih kalah jauh dari Q2 2024 yang kebetulan kuartal sangat kuat. Namun dibandingkan Q1 2025, sebenarnya Q2 2025 membaik. Q1 2025 punya pendapatan sekitar 2,10 triliun dan laba bersih sekitar 238,2 miliar. Artinya secara sekuensial, pendapatan naik dan laba bersih naik sekitar 11%. Ini memberi sinyal bahwa 2025 tidak sepenuhnya runtuh, tetapi pola yang muncul lebih mirip setelah puncak 2024, Summarecon memasuki fase normalisasi yang menyakitkan, lalu perlahan coba memantul dari titik rendah Q1.

Kalau mundur ke horizon tahunan, kontrasnya makin kelihatan. Pendapatan neto penuh 2022 sekitar 5,72 triliun, 2023 naik menjadi kurang lebih 6,66 triliun, dan 2024 meledak ke kisaran 10,62 triliun. Laba kotor melonjak dari sekitar 3,00 triliun ke 3,36 triliun, lalu ke kurang lebih 5,46 triliun. Laba bersih pemilik induk meningkat dari sekitar 766 miliar di 2023 menjadi kurang lebih 1,37 triliun di 2024. EPS ikut terangkat dari kisaran 46,40 menjadi 83,19. Ini jelas sekali tahun 2024 adalah periode puncak, saat pengakuan pendapatan pengembang properti membludak. Pendapatan segmen tersebut bahkan nyaris dua kali lipat, dari kisaran 4,04 triliun di 2023 menjadi sekitar 7,50 triliun di 2024. Lalu 2025 datang seperti reality check bahwa pace seperti 2024 tidak bisa dipertahankan tiap tahun.

Di sinilah menariknya kaitan antara isi angka dengan status laporan yang awalnya limited review lalu naik kelas menjadi audited penuh. Untuk laporan interim biasa, emiten cukup menjalani penelaahan terbatas. Tetapi ketika perusahaan ingin menerbitkan efek utang, OJK dan pasar pendanaan menuntut laporan dengan tingkat keyakinan audit yang lebih tinggi. Artinya LK Q2 2025 bukan cuma bahan bacaan investor saham, tetapi juga akan masuk ke dokumen penawaran obligasi. Di situ angka-angka tadi menjadi bahan ujian, apakah pasar hutang percaya bahwa meskipun pendapatan turun, beban naik, dan bunga membengkak, SMRA masih punya profil risiko yang bisa diterima. Upgrade Skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf

Tambahkan lagi komplikasi khas properti. Auditor menjadikan pengakuan pendapatan real estat sebagai hal audit utama. Penjualan rumah, kavling, rukan, dan apartemen itu besar nilainya dan sangat sensitif terhadap asumsi. Salah sedikit soal kapan pendapatan diakui dan bagaimana harga transaksi dipetakan ke kewajiban kontrak, angka laba bisa loncat naik atau turun. Jadi setiap kali laporan interim SMRA mau dijadikan dasar aksi korporasi, wajar kalau auditor mengulangi pengujian cutoff transaksi, menelusuri kontrak, dan memastikan tidak ada pengakuan pendapatan yang terlalu agresif. Bukan berarti ada skandal, tetapi risiko secara desain bisnis memang tinggi.

Di sisi lain, SMRA juga hidup dengan kewajiban kovenan utang. Rasio utang berbunga terhadap ekuitas dibatasi, rasio EBITDA terhadap beban bunga harus di atas ambang tertentu. Pernah ada kasus anak usaha yang perlu meminta waiver karena tidak memenuhi rasio, sesuatu yang mengingatkan bahwa satu salah langkah bisa mengubah klasifikasi utang dan menaikkan tekanan likuiditas. Kombinasi utang yang besar, margin yang sedang ditekan, dan pendapatan yang fluktuatif membuat setiap laporan interim terasa lebih penting dari sekadar laporan musiman.

Jadi ketika hari ini pasar masih menunggu LK Q3 2025 yang benar-benar final sementara yang baru kuat justru LK Q2 2025 yang diupgrade demi kepentingan utang, ceritanya cukup jelas. Di atas kertas, Summarecon sedang turun dari puncak performance 2024 menuju level yang lebih realistis, dengan penjualan pengembang yang melemah, recurring income yang membaik, dan biaya yang kurang disiplin. Di balik kertas, perusahaan tetap butuh akses ke pasar obligasi dan harus membuktikan bahwa semua angka yang menurun ini tetap berada dalam koridor yang bisa dibiayai dan diawasi. Untuk investor yang jeli, justru di sinilah nilai informasi dari LK Q2 2025 yang sudah diaudit lebih tinggi dari sekadar laporan yang manis. Ini laporan yang menunjukkan bagaimana sebuah grup properti besar bernegosiasi dengan realitas setelah pesta besar selesai. Upgrade Skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf

Ini bukan rekomendasi jual dan beli saham. Keputusan ada di tangan masing-masing investor.

Untuk diskusi lebih lanjut bisa lewat External Community Pintar Nyangkut di Telegram dengan mendaftarkan diri ke External Community menggunakan kode: A38138
Link Panduan https://stockbit.com/post/13223345

Kunjungi Insight Pintar Nyangkut di sini https://cutt.ly/ne0pqmLm

Sedangkan untuk rekomendasi belajar saham bisa cek di sini https://cutt.ly/Ve3nZHZf
https://cutt.ly/ge3LaGFx

Toko Kaos Pintar Nyangkut https://cutt.ly/XruoaWRW

Disclaimer: http://bit.ly/3RznNpU

Read more...

1/4

testestestes
imageProfile
Potential Junk
Potential Spam

$KBAG
$PANI
$SMRA

imageProfile
Potential Junk
Potential Spam

$SMRA 3 bulan gak ada pergerakan, nekat cut loss 10% dan pindah ke $CDIA, moga barokah. Aamiin

imageProfile
Potential Junk
Potential Spam

$SMRA
Support: 390
Resist: 396

imageProfile
Potential Junk
Potential Spam

Menembus langit $SMRA bersama $PANI $PWON

imageProfile
Potential Junk
Potential Spam

$SMRA

imageProfile
Potential Junk
Potential Spam

$SMRA BI Rate tetap.. siap2 longsor

imageProfile
Potential Junk
Potential Spam

$SMRA

bi rate tetap.. mau tunggu booster ap lg ini? keknya bakalan nyunsep.. ampas..

imageProfile
Potential Junk
Potential Spam

KABARBURSA.COM – Perdagangan saham PT Summarecon Agung Tbk (SMRA) pada Rabu, 19 November 2025, lebih terasa seperti fase tarik napas ketimbang babak baru sebuah reli. Harganya ditutup melemah tipis 0,51 persen di level 392, turun dua poin dari penutupan sehari sebelumnya di 394.
Fase tarik napas i...

www.kabarbursa.com

www.kabarbursa.com

imageProfile
Potential Junk
Potential Spam

Literally just said the stockpicks 😂

$PANI $CBDK $SMRA

imageProfile
Potential Junk
Potential Spam

nekat cut loss di $SMRA all in di $BUMI mudah2an jadi n max 🤣

imageProfile
Potential Junk
Potential Spam

$SMRA

2013-2025 Stockbit ·About·ContactHelp·House Rules·Terms·Privacy