Volume
Avg volume
PT Bank OCBC NISP Tbk merupakan perusahaan yang bergerak dalam sektor perbankan. Perusahaan ini beroperasi dengan nama Bank OCBC NISP atau OCBC NISP. Selain perbankan konvensional, perusahaan ini juga menawarkan layanan perbankan Syariah. Jaringannya terdiri dari cabang di berbagai wilayah Indonesia seperti Bali, Balikpapan, Bandung, Banjar Baru, Banjarmasin, Tangerang, Batam, Bekasi, Binjai, Bitung, Bogor, Ciamis, Cianjur, Cikarang, Cimahi, Cirebon, Deli Serdang, Depok, Gresik, Jambi, Surabaya, Kediri, Kendari, Bandar Lampung, Madiun, Magelang, Makassar, Manado, Medan, Mataram, Padang, Palu, Pangkal Pinang, Pekan Baru, Pontiana... Read More
$CPRO sekarang ada temen nya $PNBS 🤣🤣🤣🤪🤪🤪penyefff000ng dukun india mana ni suaranya UU AA UU AA🫣🐒🐒🐒🐒🐒 tag emiten dukun india si kribo $NISP ⬇️⬇️
Baru baru ini, pemberitaan media menyebut bahwa salah satu manajer investasi asing terkemuka, Schroders Indonesia, akan dijual dan mereka akan keluar dari Indonesia.
Tentu ini cukup mengejutkan, mengingat posisi mereka dalam persaingan manajer investasi tidak jelek jelek amat. Mereka cukup mampu mempertahankan posisi mereka di top 20 manajer investasi berdasarkan besaran dana kelolaan. Bahkan, mereka masuk top 10. Berbeda dengan beberapa nama manajer investasi asing yang keluar dari Indonesia sebelumnya, seperti FWD (d/h First State) dan Aberdeen Standards yang posisinya jauh di bawah Schroders. Sejumlah pemain manajer investasi terkemuka disebut menawar pembelian dari manajer investasi ini.
Keluar dari manajer investasi, di perbankan pun restrukturisasi dan out-nya pemain asing dari pasar jasa keuangan Indonesia terjadi beberapa tahun ini. Ada Citibank dan Standard Chartered yang melaksanakan restrukturisasi bisnis ritel mereka (alias bisnis kartu kredit), kemudian ada penjualan Bank Commonwealth ke OCBC (NISP) maupun penjualan Rabobank ke anak usaha BCA (BBCA) - dan keduanya sudah merger - serta ada gosip beredar lagi tentang penjualan Panin Bank (PNBN) dari tangan ANZ (dan keluarga Mu’min Ali Gunawan).
Fenomena apa ini? Kenapa para pemain asing tersebut memilih out dari Indonesia?
=======
Pasar Indonesia selalu digembar gemborkan punya potensi besar. Kelas menengah yang kuat, pertumbuhan ekonomi dan inflasi yang memadai, modal konsumerisme hingga berkembangnya dunia digital yang memperluas dan memperdalam pengalaman konsumen. Namun demikian, potensi besar ini belakangan menemui tantangan tantangan jangka pendek yang harus diakui dan disadari bersama.
Pertama, tantangan kelas menengah itu sendiri. Dengan lesunya ekonomi setahun dua tahun belakangan, ditambah fenomena fenomena sosial yang melanda (misal pinjol dan j dan i 4 huruf online) ikut mempengaruhi kelas menengah. Kelas menengah yang jumlahnya cukup besar - meski belum bisa mengalahkan kelas menengah ke bawah - tapi posisinya nanggung, dimana mereka sedikit punya kemampuan dan dianggap sebagai peluang oleh perusahaan jasa keuangan, tapi mereka bukanlah orang kaya yang memiliki kemampuan serta aset yang memadai jika ada apa apa, membuat mereka berada dalam kesulitan untuk bisa bertahan dalam posisi nanggung ini. Mereka butuh bantuan, tapi mereka dilihat belum kismin kismin (miskin miskin) amat menurut kebanyakan orang + pemerintah.
Nah, kebanyakan perusahaan jasa keuangan biasanya menargetkan segmen pasar ini, yang dianggap sudah bisa afford kartu kredit atau KTA (Kredit Tanpa Agunan), bahkan KPR (Kredit Pemilikan Rumah) dan kredit kendaraan. Sementara dengan penurunan ekonomi di segmen ini, tentu pasti memperburuk kondisi mereka. Mengatasi resiko kredit tentu satu hal, tapi hal yang lainnya…
Bagaimana dengan kondisi ekonomi dan inflasi? Sayangnya target pemerintah yang kentara sibuk mengendalikan inflasi (2-3% ± 1%), tapi tetep aja harga sembako dan barang barang naiknya gila gilaan karena biaya biaya distribusi dan produksi yang tidak efisien, mempengaruhi ekspektasi dunia konsumen Indonesia. Belum lagi dengan PPN 12% yang cukup menambah beban ekspektasi yang kian rendah, karena inkonsistensi pemerintah dan hanya mengatur PPN 0 untuk sembako - yang kenyataan memang sudah PPN 0 sejak lama. Situasi ini tentu mempengaruhi konsumsi, yang menjadi andalan utama ekonomi Indonesia.
Yang lain, dunia digital yang berkembang hari hari ini pun juga menghadapi realitas tersendiri. Kemampuan mereka untuk terus terusan bakar duit sangat menentukan posisi mereka untuk bersaing, sementara tekanan konsumer di Indonesia tidak bisa dihindari oleh mereka, apalagi dengan tantangan in efisiensi yang belum bisa mereka atasi karena model bisnis yang masih eksperimental. Semua tantangan tersebut, tentu perlu putar otak bagi semua pelaku usaha, termasuk di industri jasa keuangan yang mulai kasak kusuk tentang target mereka.
Tapi, ngga selalu alasan pemain asing out tersebut karena masalah di dalam negeri. Alasan utama mereka keluar dari Indonesia, berdasarkan pengalaman yang sudah sudah, biasanya berputar di masalah persaingan dengan pemain lain di Indonesia (termasuk sesama asing, tapi dari benua Asia), masalah inefisiensi bisnis dan perubahan strategi mereka untuk “lebih simpel, lebih compact”.
Harus diakui, pasar jasa keuangan Indonesia ini, yang masih dipenuhi potensi dibandingkan realitas, sudah dipenuhi terlalu banyak perusahaan jasa keuangan. Semua berburu pasar yang sama, dengan teknik atau gaya berburu yang sama. Jarang yang berani beda atau mencari peluang yang berbeda. Sementara tantangan berupa masyarakat yang masih cash society, ngga melek investasi, sudah kejebak pinjol/paylater duluan dan mayoritas berpendidikan SMA sederajat ke bawah, yang selalu dianggap sebagai potensi, sulit tergarap maksimal.
Bayangkan jika realitas mengatakan 10%, tapi potensi 80%, serta persaingan mengatakan 10% ini cuma dikuasai sebagian kecil pemain yang memang sudah punya presensi kuat dan mereka lebih aktif berinvestasi dan memahami pasar disini? Apalagi jika kita mengenal kata BUMN, yang memungkinkan “monopoli” menjadi nyata dan pemain Asia yang belakangan ini makin agresif menancapkan kukunya. Bagaimana pemain pemain asal non Asia, misalnya Eropa atau Australia ini, bisa eksis dengan pendekatan mereka yang sejak dulu berbeda dengan pendekatan Asia?
Situasi ini tentu menyebabkan inefisiensi dan peluang pertumbuhan yang rendah. Tumbuh sih, tapi situasi ekonomi dunia membuat ekspektasi menjadi lebih tinggi lagi dengan resiko Indonesia yang demikian. Sementara itu, dengan tren bisnis secara global yang menuntut “lebih simpel, lebih compact” nampaknya membuat manajemen pemain jasa keuangan asing ini mencoba untuk melihat ekspansi mereka yang demikian ini jadi lebih realistis. Apakah pasar Indonesia memang semenguntungkan itu? Pilihannya, pasti ada pasar (negara) lain yang bisa lebih menawarkan keuntungan yang lebih baik dengan resiko yang bisa lebih rendah. Jikapun tetap menguntungkan, bagaimana mengatasi inefisiensi ini?
Itu mungkin alasan sebagian dari mereka tetap mempertahankan bisnis di Indonesia, dalam level yang relatif minimal. Misalnya menyasar segmen pasar yang relatif lebih kuat permintaannya, seperti sektor korporat. Sementara yang ritel atau konsumen, dilepas ke bank bank lain yang presensinya relatif kuat dan bisa bersaing.
Jadi, begitulah (kemungkinan) alasan alasan mengapa mereka out dari Indonesia. Ada alasan spesifik, ada alasan yang berkaitan dengan peluang di Indonesia itu sendiri.
Bacaan menarik soal saham, investasi dan bisnis lainnya, cek Instagram, TikTok dan Threads @plbk.investasi. Cek juga tulisan lainnya di s. id / plbkrinaliando.
$BBCA $PNBN $NISP
1/2
$BBRI pas turun gini yg paling nyesek bkn hanya krn minus, tapi mau nambah muatan uangnya gak ada. 😭😭😭$NISP $BBCA
$NISP ah di blok gua sama si kribo, penasaran pembelaan apa lagi yg mau dia kasih 🤣🤣🤣. Next bbca my fkin a**!!!
Tinggal dipilih ini saham perbankan, $BBRI $BMRI $NISP. Kurang dari setahun return bisa sampai 30%.
Dyor, selalu pake uang dingin, bukan ajakan jual beli
$NISP korup dimana mana, BI aja lagi di gledah tuh sama KPK, makanya suku bunga di tahan, lawak wkwk
deras bgt yah, pandora box sudah di buka kmarin.. rasanya fed 2x cut rate 2025, konoha rasanya sih kaga ikutan.. 🙃
ini yg banking bikin parno $NISP $BNGA $BMRI sale semua
➖ Kredit Modal Kerja Nov 24 tumbuh +8,92% yoy
✔️ Kredit Investasi Nov 24 tumbuh +13,77% yoy
➖ Kredit Konsumsi Nov 24 tumbuh +10,94% yoy
✔️ Pembiayaan Syariah tumbuh +11,24% yoy
❌ Kredit UMKM tumbuh +4,02% yoy
https://cutt.ly/CeBHcqvo
$BRIS $BBRI $NISP
Valuasi trio bank LKH dengan pendekatan Enterprise Value to Dividend Ratio berdasarkan data keystats @Stockbit penutupan tgl 17 Desember 2024 kemarin dan asumsi DPR.
$NISP $BDMN $BNGA
$NISP
berikut analisis harga wajar saham NISP:
1. Price-to-Earnings (PE) Ratio Band
Current PE (TTM): 6.21
Mean PE: 6.43
Rentang PE Standar Deviasi:
+1 SD: 7.14
-1 SD: 5.71
Kesimpulan:
PE saat ini di 6.21, sedikit di bawah rata-rata 6.43. Ini menunjukkan harga saham NISP saat ini undervalued atau masih relatif wajar, namun mendekati batas bawah.
2. Valuasi Berdasarkan PE:
Jika kita menggunakan PE rata-rata 6.43 sebagai acuan:
Laba Bersih TTM (Q3 2024): 4,856 B
Harga Wajar = Laba Bersih per Saham x PE Rata-rata
Laba Bersih = 4,856 B
Jumlah Saham Beredar = 22.95 B
EPS = 4,856 B / 22.95 B = 211.6
Harga Wajar = EPS x Mean PE = 211.6 x 6.43 = 1,361.6
3. Kesimpulan:
Harga wajar berdasarkan PE rata-rata adalah sekitar 1,361 per saham.
*mohon maaf jika ada kesalahan 🙏