Volume
Avg volume
PT. Mayora Indah Tbk (MYOR) bergerak dalam bidang pembuatan makanan, permen dan biskuit. Perusahaan menjual produknya baik di pasar domestik maupun luar negeri. Perusahaan mulai beroperasi secara komersial pada bulan Mei 1978.
📉 Prabowo Pangkas Anggaran untuk MBG & Perbaikan Sekolah
Presiden Prabowo menegaskan langkah penghematan anggaran negara dengan mengalihkan dana ke program Makan Bergizi Gratis (MBG) dan perbaikan sekolah. Efisiensi ini bertujuan meningkatkan kesejahteraan dan transparansi keuangan negara. Apa dampaknya bagi ekonomi dan APBN?
🔗 https://cutt.ly/9e6HrwHp
$JPFA $MYOR $UNVR
Berita belakangan ini kayaknya bikin kita pesimis banget ya.
Kelesuan ekonomi, efisiensi pemerintahan hingga ancaman serius pada ekonomi mayoritas penduduk Indonesia, sampai sampai ancaman deindustrialisasi yang semakin nyata, bener bener harus dicari solusinya. Solusi yang ada saat ini, menurut sebagian pihak, adalah menggalakkan kembali penggunaan produk lokal, penggunaan brand lokal yang masif. Hal ini, harapannya bisa sedikit membantu meredakan situasi yang ada saat ini, sekaligus menjaga level konsumsi masyarakat yang jadi penopang pertumbuhan ekonomi Indonesia pada umumnya.
Namun, menurut saya makna kembali menggunakan produk lokal, atau istilah yang terkenal dalam iklan Maspion, “cintailah ploduk ploduk Indonesia” seharusnya diperluas tidak hanya soal produk yang bahan dan pemiliknya dari Indonesia, tapi jauh lebih dari itu. Kenapa sih? Ada alasannya….
======
Mulai adanya anjuran penggunaan - bahkan review yang banyak - produk lokal atau brand lokal yang mulai menggaung di sebagian masyarakat ini, mulai mengingatkan saya pada situasi mirip mirip di krisis ekonomi 1997-1998. Cuma bedanya, anjuran penggunaan sekarang ini banyakan didorong organik oleh masyarakat, sementara saat itu sudah menjadi propaganda dari atas yang masuk ke iklan iklan dan konten media, termasuk program televisi. Power Bangga Buatan Indonesia sekarang ngga sebesar propaganda cinta Rupiah dan cinta produk Indonesia di periode itu, yang bisa jadi disebabkan karena divergensi media dan kurang seriusnya tekanan pemerintah untuk mendorong hal tersebut.
Apapun alasannya, saya setuju saja bahwa cintailah ploduk ploduk Indonesia itu harus terus digaungkan. Meski tentu belum bisa sepenuhnya, karena berkaitan dengan bahan baku maupun produk yang belum sepenuhnya ada di Indonesia, serta preferensi pribadi terhadap kecocokan kualitas, brand dsb, namun upaya itu tentunya harus dilakukan. Hal ini berkaitan dengan konsumsi dalam negeri yang perlu digenjot demi mempertahankan lebih banyak lapangan kerja dan membuat pebisnis atau pengusaha bisa pede dalam menjalankan ekspansi yang membuat lapangan kerja bertambah. Ya dong, kalo ngga ada permintaan, kalau rakyatnya ngga bisa belanja dan males belanja, pengusaha mau ekspansi apa? Yang ada stagnan.
Namun menurut saya, dengan situasi bisnis dan ekonomi Indonesia saat ini, makna cintailah ploduk ploduk Indonesia seharusnya diperluas. Tanpa bermaksud mengabaikan pelaku bisnis dan brand Indonesia, perluasan ini seharusnya juga memasukkan bisnis atau brand asing yang sudah berinvestasi di Indonesia dengan serius dan memberi dampak positif bagi banyak orang Indonesia sepanjang mata rantainya. Kata serius disini, maksudnya tentu adalah mematuhi aturan yang ada disini, melakukan ekspansi terus menerus, menggunakan sebanyak mungkin bahan baku dan kerja sama dengan industri di Indonesia, mendorong pemberdayaan masyarakat dan bisa jadi sudah melekat pada kehidupan sehari-hari masyarakat. Kok gitu?
Nasionalisme itu bukan hanya sekadar taklid buta bahwa semuanya harus kita miliki dan tentang semuanya orang Indonesia. Nasionalisme yang terpenting, secara prinsip, adalah kontribusi pada negara dan masyarakat. Ngga semua orang dan bisnis Indonesia itu beneran nasionalis. Nasionalisme bagi mereka, antara jadi formalitas karena kewajiban atau yaa.. Buat bahan marketing ato branding. Sementara kontribusi mereka? Ngga tahu. Bahkan, bisa jadi ada orang dan bisnis Indonesia yang “menggadaikan” negara dan kepentingan rakyat lainnya demi tujuan pribadi. Macem macem bentuknya. Yang penting cuan, katanya.
Dalam konteks ekonomi, nasionalisme itu terukur melalui nilai investasi yang dikucurkan, dampak positif bagi masyarakat dan lingkungan sekitar, dampak pada penerimaan negara (perpajakan, Penerimaan Negara Bukan Pajak - PNBP), adanya alih teknologi dan inovasi, penggunaan bahan baku dan industri lokal hingga pembukaan lapangan kerja. Jika unsur unsur ini kurang maksimal, maka nasionalisme jadi semu semata. Sehingga, baik pengusaha lokal maupun asing, tentu selama berkontribusi dalam hal hal tadi, seharusnya sudah bisa dianggap menjadi satu bagian dari ekonomi Indonesia.
Yang lain, rasionalitas pasarlah yang sebenarnya berjalan. Cintai produk produk (yang dibuat di) Indonesia, baik yang sepenuhnya Indonesia murni, franchise (lokal dan pemain asing) maupun pemain asing yang serius berbisnis di Indonesia, sebenarnya tidak menjadi isu utama bagi masyarakat Indonesia kebanyakan. Isu masyarakat umumnya masih berkaitan antara harga VS kualitas, yang lebih rasional dan seharusnya menjadi motivasi untuk tiap brand atau produk lokal maupun asing, untuk berbenah.
Mendukung produk atau brand lokal, tentu ngga salah. Namun mendukung tanpa mendorong mereka untuk lebih berbenah diri, lebih profesional dan siap bersaing, bahkan sampai ke level ekspor, itu bukan nasionalisme. Itu namanya meninabobokan. Bisanya cuma jadi jago kandang.
Padahal, Bangga Buatan Indonesia bukan hanya sekadar membuat persepsi kita berubah soal “brand lokal ngga bagus dan brand asing bagus” (yang kadang bisa sebaliknya) yang membuat kita bangga menggunakan atau mengonsumsinya. Tapi jauh dari itu, ada persepsi yang ingin dilempar ke luar, bahwa ada brand lokal kita yang bener bener kita bisa banggakan dan bisa kita lempar ke ekspor (sampai seharum nama Indomie, misalnya), sehingga itu membuktikan bahwa pasar kita siap, produsen lokal kita sudah siap bersaing dan itu mengandung dukungan penuh pemerintah, yang membuat iklim investasi jadi lebih sehat, dan ini bisa mendorong investor asing masuk, karena mereka melihat ada peluang dan tantangan menarik, melalui dinamika persaingan dengan brand lokal. Jadinya, ini juga bisa memperbaiki branding kita dimata investor asing, setelah kemarin kemarin banyak isu investasi yang “babak belur” seperti keluhan Hyundai, Tesla dan Starlink “PHP” dan tarik ulur pelarangan impor produk Apple dan iPhone secara resmi.
“Tapi kalo brand atau bisnisnya kecil kecilan, harus kita dukung penuh dong, dan menurut gue itu yang jadi tujuan Bangga Buatan Indonesia sebenernya?”
Betul, tapi dukungan penuh untuk usaha UMKM begini, yang menjadi mayoritas pelaku usaha di Indonesia, tentunya lebih banyak dimainkan (dan memang seharusnya) oleh pemerintah. Kita sebagai konsumen cuma bisa sampai level promosi, baik review maupun mulut ke mulut. Tapi perannya sebatas itu. Ngga bisa lebih. Yang bisa mengubah nasib mereka sendiri, selain tentu diri UMKM itu sendiri, juga peran pemerintah dalam kemudahan berusaha, keamanan dan akses pendanaan yang lebih beragam.
Jadi, cintailah ploduk ploduk Indonesia, maknanya lebih dari siapa, tapi apa.
Bacaan menarik soal saham, investasi dan bisnis lainnya, cek Instagram, TikTok dan Threads @plbk.investasi, serta Twitter/X @plbkinvestasi. Cek juga tulisan lainnya di s. id / plbkrinaliando.
$KINO $MYOR $MRAT
1/2
Rilis data Komposisi Penggunaan Pendapatan Rumah Tangga dari laporan Survei Konsumen Indonesia Jan 2025 oleh BI
❌ Proporsi pendapatan yang digunakan untuk konsumsi masyarakat Indonesia turun menjadi 73,6% pada Jan 2025, dari sebelumnya 74,1% pada Des 2024.
Sementara itu proporsi untuk tabungan juga turun ke 15,3% dari semula 15,5%.
Namun proporsi untuk cicilan pinjaman terus dalam tren naik, kini menjadi 11,1% dari semula 10,5%.
....................................
Konsumsi turun, tabungan turun, cicilan naik.
Proporsi demikian menunjukkan adanya pelemahan nyata terhadap daya beli dan aktivitas konsumsi, karena pendapatan tergerus oleh cicilan pinjaman.
Sementara porsi tabungan pun ada dalam tren turun, mengindikasikan masih berlangsungnya fenomena 'makan tabungan'.
Pendapatan semakin sedikit yang bisa disisihkan untuk ditabung.
Jika tren ini terus berlanjut maka pelemahan pertumbuhan ekonomi tahun 2025 kian nyata.
$MYOR $RALS $UCID
Emiten saham yang akan terdampak cukai minuman manis
1. PT Mayora Indah Tbk ($MYOR)
Produk : Teh Pucuk.
2. PT Indofood Tbk ($INDF)
Produk : Susu Indomilk.
3. PT Indofood CBP Tbk ($ICBP)
Produk : Fruitamin
4. PT Kino Indonesia Tbk (KINO)
Produk : Cap kaki tiga
5. PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR)
Produk : Buavita
6. PT Ultra Jaya Tbk (ULTJ)
Produk : Susu ultra jaya.
7. PT Cimory Tbk (CMRY)
Produk : Susu cimory
8. PT Garudafood Tbk (GOOD)
Produk : Chocolatos
9. PT Sido Muncul Tbk (SIDO)
Produk : Kukubima
10. PT Akasha Wira International Tbk (ADES)
Produk : Pureal milk
tipe saham growth yg rawan ambles “JIKA” lapkeu kurang memuaskan $SIDO $AMRT $MYOR BRIS
mereka yg datang terakhir biasanya jadi tukang cuci piring.
📊 Direktur $MDIY Borong Saham: Sinyal Positif?
Rika Juniaty Tanzil, Direktur PT Daya Intiguna Yasa Tbk. (MDIY), menambah kepemilikan sahamnya hingga 286.000 lembar! 💰 Langkah ini jadi sorotan investor. Apakah ini sinyal kepercayaan diri pada prospek MDIY? Simak analisanya di sini:
🔗 https://cutt.ly/Pe6nP1Gn
Random Tags: $MYOR $ICBP
#37 : Laporan Laba Rugi -> Beban Pokok Pendapatan, dan Laba Kotor.
Beban pokok pendapatan atau beban pokok penjualan atau cost of goods sold (COGS) adalah seluruh beban yang dikeluarkan perusahaan sampai produk (barang atau jasa) siap diserahkan (dijual) ke konsumen.
Jadi, ini adalah beban yang berkaitan langsung dengan produk (direct cost), hingga bisa diketahui besaran beban per unit produk atau disebut Harga Pokok Penjualan (HPP).
Sementara, beban lainnya yang tidak berkaitan langsung dengan penyiapan suatu produk, atau berkaitan dengan kegiatan operasional yang lebih umum sehingga tidak bisa dibebankan hingga unit produk, akan dicatat sebagai Beban Operasional (indirect cost).
.....................................................
Dalam kasus perusahaan manufaktur, beban pokok penjualan terdiri dari bahan baku, bahan penolong/penunjang (kemasan, campuran, dll), biaya tenaga kerja produksi langsung (contohnya operator mesin), hingga seluruh biaya lainnya yang masih terkait kegiatan produksi (biaya overhead pabrik).
Biaya overhead pabrik (BOP) ini contohnya beban utilitas pabrik (listrik, gas, air), depresiasi mesin, depresiasi gedung pabrik, gaji karyawan tidak langsung (supervisor atau admin produksi), asuransi, sewa gedung atau fasilitas produksi, reparasi, pemeliharaan, dll.
BOP ini memang dikeluarkan secara 'gelondongan' dan tidak spesifik untuk unit per unit produk yang dihasilkan. Artinya merupakan beban yang 'tidak langsung' menyasar ke unit produk.
Namun karena BOP ini sudah teridentifikasi full dikonsumsi oleh kegiatan produksi, tidak bercampur dengan kegiatan lain di luar produksi. Maka akan dibuat alokasi pembebanan BOP hingga per unit produk, sehingga BOP menjadi komponen penyusun harga pokok penjualan (HPP).
Kalau dalam kasus perusahaan dagang, tidak ada atau minim kegiatan produksi, hanya meneruskan barang ke pelanggan.
Maka Beban (Harga) Pokok Penjualan lebih sederhana, yakni terbatas pada berapa harga beli produk itu dari supplier.
Sementara untuk perusahaan jasa, rata-rata tidak memiliki akun beban pokok pendapatan di laporan laba rugi, karena tidak adanya biaya spesifik yang bisa dibebankan ke tiap unit jasa yang diberikan ke customer. Semua jadi tergolong 'beban operasional'.
Kecuali, jika dalam praktiknya ada perusahaan jasa yang tetap beli bahan baku atau barang penunjang jasa, yang bisa spesifik dibebankan per unit. Mereka tetap punya akun beban pokok pendapatan.
Misalnya jasa restoran (bahan makanan), jasa rumah sakit (obat-obatan atau alkes yang dibeli pasien), jasa konstruksi (bahan bangunan, ongkos kerja per proyek), dll.
......................................................
Harga pokok penjualan ini dipakai sebagai salah satu aspek penting untuk menentukan harga jual.
Karena perusahaan jadi tau nilai minimum yang harus digantikan suapaya biaya produksinya bisa impas.
Dalam aspek perencanaan manajemen, maka :
Pendapatan = Harga Jual x Kuantitas.
(postingan soal pendapatan https://stockbit.com/post/17327746)
Beban Pokok Penjualan = Harga Pokok Penjualan x Kuantitas.
Setelah harga jual ditentukan, maka perusahaan akan menetapkan target kuantitas jualan yang harus dikejar untuk bisa menutupi biaya operasional dan biaya lainnya di luar produksi.
Itulah yang disebut Laba Kotor atau Laba Bruto atau Gross Profit.
Selisih antara Pendapatan dengan Beban Pokok Pendapatan, atau besaran laba kotor itu harus mencukupi semua beban lainnya, bahkan harus ada lebih supaya bisa untung (laba bersih).
Sehingga, makin besar selisih antara harga jual dan harga pokok penjualan tentu lebih baik.
Harga jual lebih tinggi lebih bagus, harga pokok lebih rendah lebih bagus.
Dari situlah ada hitungan Margin Laba Kotor atau Gross Profit Margin (GPM).
GPM dihitung dengan membagi Laba Kotor terhadap Pendapatan.
Makin tinggi GPM berarti makin besar selisih antara Pendapatan dengan Beban Pokok.
...........................................
Perusahaan dengan GPM tinggi memiliki keunggulan di pricing power yang kuat, bisa menetapkan harga jual yang tinggi ke konsumen.
Atau efisiensi harga pokoknya berhasil ditekan serendah mungkin.
Sebaliknya kalau GPM rendah, masalahnya ada di pricing power yang lemah, atau ada pemborosan di beban pokok.
Jadi perlu diperhatikan apakah perusahaan punya produk yang harga jual dan atau harga belinya yang fluktuatif, terutama yang terkait komoditas dan kurs (ekspor impor).
Risiko jadi lebih tinggi dan sulit bagi perusahaan menjaga kestabilan.
Kemudian karakter tiap sektor industri juga berbeda-beda, jadi ketika menganalisis GPM lebih baik diperbandingkan antara yang industrinya sejenis.
Di lampiran saya beri contoh $ICBP $MYOR $GOOD yang sama-sama bidang manufaktur makanan dan minuman. Bisa memakai fasilitas dari tab "Perbandingan" yang disediakan Stockbit.
Selanjutnya di level mikro, antar perusahaan pun beda-beda lagi karakternya.
ICBP yang kontributor utamanya mie instan, MYOR biskuit, GOOD kacang. Tentu ketiganya beda lagi soal mekanisme produksi, pricing power, dan bahan bakunya.
Bisa juga ada perbedaan kebijakan akuntansi tiap perusahaan mengenai pembebanan suatu biaya ke produk (beban pokok) atau di luar produk (beban operasional).
Jadi terlalu dini kalau mengambil kesimpulan perusahaan yang ini bagus atau itu jelek cuma dari perbandingan GPM. Walaupun tetap bisa menjadi indikasi awal untuk judgment lebih lanjut.
Kalau saya cenderung melihat tren dan potensi dari tiap perusahaan.
Apakah perusahaan mampu menjaga efisiensi dan harga beli bahan baku yang tetap rendah ?
Apakah perusahaan mampu menjaga pricing power, tetap bisa terus jual harga tinggi, dan bisa mengatasi persaingan harga di pasar ?
Kalau misalnya efisiensi buruk dan pricing power lemah, apakah bisa ada perbaikan kedepannya untuk kedua aspek itu atau setidaknya salah satunya ?
.............................................
Oh ya, beban pokok penjualan adalah beban penyiapan produk yang tercatat ketika produknya 'sudah terjual' atau 'sudah diserahkan' ke pelanggan.
Selama belum terjual, maka 'calon' beban pokok ini akan dicatat dulu sebagai penambah aset di bagian Persediaan.
https://stockbit.com/post/16033440
..............................
Series #36 : Pendapatan ada di link postingan ini
https://stockbit.com/post/17327746
List series #1 sd #35 ada di link postingan ini
https://stockbit.com/post/17280956
Terima kasih, semoga bermanfaat.
1/8
🚦 Ekonomi Indonesia Tumbuh +5,03% YoY pada 2024
BPS mencatat bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai +5,02% YoY pada 4Q24 (vs. 3Q24: +4,95% YoY), melampaui ekspektasi konsensus di level +4,98% YoY. Secara kuartalan, pertumbuhan ekonomi Indonesia tumbuh +0,53% QoQ pada 4Q24 (vs. 3Q24: +1,5% QoQ), lebih rendah dari ekspektasi konsensus di level +0,56% QoQ.
Hasil ini membuat pertumbuhan ekonomi Indonesia selama 2024 hanya mencapai +5,03% YoY (vs. 2023: +5,05% YoY), lebih rendah dari target pemerintah di level +5,2% YoY dan menandai pertumbuhan terendah dalam 3 tahun terakhir meski masih berada di kisaran target dari Bank Indonesia di level +4,7–5,5% YoY.
Dari sisi pengeluaran, konsumsi domestik (+4,94% YoY vs. 2023: +4,82% YoY) dan pembentukan modal tetap bruto (+4,61% YoY vs. 2023: +4,40% YoY), menjadi kontributor terbesar pertumbuhan ekonomi selama 2024 dengan andil masing–masing mencapai +2,6 percentage point dan +1,43 percentage point.
Sementara itu, net ekspor mencatatkan kontribusi negatif -0,01 percentage point akibat kenaikan impor (+7,95% YoY vs. 2023: +1,65% YoY) yang lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan ekspor (+6,51% YoY vs. 2023: +1,32% YoY). Adapun konsumsi pemerintah (+6,61% YoY vs. 2023: +2,95% YoY) memberikan andil sebesar +0,48 percentage point, dengan kontribusi +0,53 percentage point sisanya berasal dari variabel lainnya.
Secara spasial, pertumbuhan ekonomi yang lebih lemah ditekan oleh wilayah Jawa dan Sumatra dengan masing–masing hanya mencapai +4,92% YoY dan +4,45% YoY pada 2024, jauh lebih rendah dibandingkan Maluku dan Papua (+7,81% YoY), Sulawesi (+6,18% YoY), Bali dan Nusa Tenggara (+5,04% YoY), serta Kalimantan (+5,52% YoY).
Rilis data pertumbuhan ekonomi pada tahun 2024 hanya berselang beberapa hari setelah BPS mengumumkan bahwa inflasi indeks harga konsumen Indonesia melandai ke level 0,76% YoY pada Januari 2025 (vs. Desember 2024: inflasi 1,57% YoY), jauh di bawah ekspektasi konsensus yang memperkirakan inflasi di level 1,88% YoY.
🔑 Key Takeaway
Pemerintah dan Bank Indonesia masing–masing menargetkan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2025 sebesar +5,2% dan +4,7–5,5%. Mengingat ketidakpastian eksternal terkait perang dagang dan prospek penurunan suku bunga The Fed – yang berpotensi memengaruhi pertumbuhan global dan ekspor Indonesia – kami menilai pencapaian target pertumbuhan ekonomi akan menjadi lebih bergantung kepada keberhasilan pemerintah dalam mendongkrak konsumsi dalam negeri. Fokus pemerintah pada konsumsi domestik dapat memberikan dampak positif terhadap emiten konsumer, seperti $ICBP, $MYOR, $AMRT, dan TSPC.
Stockbit Snips 6 Februari 2025:
https://cutt.ly/ee5IWcdc
📈 Bos Sido Muncul Borong 905.700 Lembar Saham di Harga Rp575: Ada Sinyal Kuat?
Direktur Utama PT Sido Muncul Tbk ( $SIDO ), David Hidayat, baru saja melakukan pembelian saham perusahaannya di harga Rp575 per lembar! Apakah ini indikasi harga saham SIDO undervalued, atau ada strategi lain yang sedang dimainkan? 🤔
Investor wajib mencermati aksi korporasi ini karena bisa menjadi sinyal kuat untuk tren harga ke depan. Simak analisis lengkapnya di sini:
🔗 https://cutt.ly/We5YsD1j
$MYOR $UNVR
@Zulpiandi80 benar. $MYOR Rp2740 sudah overbought. Sekarang masuk oversold lagi. Reminder Ramadhan tahun ini masuk Q1.
📉 Kejayaan $UNVR Meredup: Masih Layak Dikoleksi atau Saatnya Lepas?
Saham Unilever Indonesia (UNVR) terus melemah dalam beberapa tahun terakhir. Persaingan ketat dengan merek lokal, perubahan perilaku konsumen, hingga tantangan ekonomi jadi faktor utama penurunan kinerja mereka. Apakah UNVR masih menarik sebagai saham defensif, atau saatnya mencari peluang lain? Simak analisis lengkapnya di sini!
🔗 https://cutt.ly/xe5Wpmme
$SIDO $MYOR
$SMAR $TAPG $MYOR
India, pembeli terbesar minyak nabati di dunia, memangkas impor minyak sawit ke level terendah dalam 14 tahun. Sebuah pukulan telak bagi eksportir utama seperti Indonesia. Tapi seberapa besar dampaknya?
Bayangkan efek domino yang bisa terjadi. Minyak sawit menyumbang porsi besar dalam ekspor Indonesia. Jika permintaan dari India merosot, neraca perdagangan bisa terguncang. Turunnya ekspor berarti berkurangnya pendapatan devisa, yang bisa melemahkan rupiah. Dalam jangka panjang, ini bisa memicu inflasi jika harga barang impor menjadi lebih mahal akibat depresiasi rupiah.
Investor pasti mencermati pergerakan harga minyak sawit global. Dengan permintaan India turun, harga minyak sawit mentah (CPO) di Malaysia bisa ikut terseret. Jika harga turun signifikan, emiten perkebunan sawit di Bursa Efek Indonesia (IDX) seperti Astra Agro Lestari (AALI), Sinar Mas Agro (SMAR), atau Triputra Agro (TAPG) bisa terkena dampak langsung. Saham-saham ini mungkin menghadapi tekanan jual akibat prospek pendapatan yang melemah.
Namun, di sisi lain, ada pihak yang bisa diuntungkan. Jika harga minyak sawit global turun, industri yang menggunakan minyak sawit sebagai bahan baku—seperti produsen makanan dan kosmetik—bisa menikmati biaya produksi yang lebih rendah. Saham perusahaan seperti Indofood (INDF), Unilever Indonesia (UNVR), atau Mayora Indah (MYOR) berpotensi mendapatkan sentimen positif.
Lalu bagaimana dengan respons pemerintah? Apakah ada kebijakan baru yang bisa mendorong pasar domestik menyerap lebih banyak minyak sawit? Atau apakah ada kemungkinan diplomasi perdagangan untuk kembali meningkatkan ekspor ke India? Jika kebijakan tidak segera diambil, surplus stok bisa menjadi beban bagi industri sawit nasional.
Rilis data pertumbuhan ekonomi Indonesia Q4 2024 oleh BPS
✔️ Pertumbuhan Ekonomi (PDB) YoY Q4 = 5,02% (vs sebelumnya 4,95%, vs ekspektasi 4,98%)
➖ Pertumbuhan Ekonomi (PDB) Kumulatif Setahun Penuh 2024 = 5,03% (vs sebelumnya 5,05%)
➖ Pertumbuhan Ekonomi (PDB) QoQ Q4 = 0,53% (vs sebelumnya 1,5%, vs ekspektasi 0,56%)
Ekonomi Indonesia (GDP Growth) tahun 2024 masih mampu bertahan di atas 5%, di tengah tingginya ketidakpastian global dan domestik yang terjadi sepanjang tahun.
Industri Pengolahan masih menjadi kontributor utama GDP Growth dari sisi produksi. Sementara, konsumsi rumah tangga menjadi kontributor utama dari sisi konsumsi.
https://cutt.ly/pe5gnFgv
$INDF $ASII $MYOR
$MYOR before https://stockbit.com/post/17035751
manjt lan nurut garis pakbosss
random tag $BBRI $PANI
$MYOR $ANTM $BREN
Perubahan besar sedang terjadi di pasar komoditas global, dan dampaknya bisa terasa jauh hingga ke Indonesia. Dari emas hingga gas alam, dinamika baru sedang dimainkan oleh keputusan ekonomi dan geopolitik yang mendominasi pekan ini.
Harga emas melambung mendekati rekor tertinggi. Ketidakpastian global yang dipicu oleh kebijakan tarif Presiden Trump mendorong investor untuk mencari aset aman. Kelemahan dolar AS semakin memperkuat daya tarik emas, yang semakin dianggap sebagai perlindungan terhadap inflasi dan ketidakpastian pasar. Bagi Indonesia, produsen emas seperti PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) bisa mendapat manfaat dari kenaikan harga ini, sementara sisi konsumsi perhiasan dalam negeri mungkin mengalami tekanan akibat harga yang lebih tinggi.
Di sektor energi, peringatan tentang aktivitas shale yang melambat di AS berpotensi memberikan keuntungan bagi produsen minyak tradisional. Jika produksi minyak serpih turun, harga minyak global bisa terdorong naik. Indonesia sebagai importir dan produsen minyak mungkin menghadapi dilema. Di satu sisi, harga minyak yang lebih tinggi bisa membebani biaya energi domestik dan mengerek harga BBM, tetapi di sisi lain, perusahaan energi seperti PT Medco Energi Internasional Tbk (MEDC) bisa mendapat keuntungan dari harga minyak yang lebih tinggi.
Harga kopi yang melonjak lebih dari 90% dalam setahun terakhir membawa tantangan bagi industri minuman di Indonesia. Jika harga global tetap tinggi, produsen kopi olahan dalam negeri seperti PT Mayora Indah Tbk (MYOR) bisa terkena dampak kenaikan biaya bahan baku. Namun, bagi petani kopi dan eksportir seperti PT Aneka Coffee Industry, ini bisa menjadi peluang untuk meningkatkan margin keuntungan.
Gas alam menjadi perhatian lain, terutama dengan percepatan pengosongan cadangan di Eropa yang membuat harga gas melonjak. Hal ini dapat menguntungkan eksportir LNG, tetapi bagi negara-negara pengimpor seperti Indonesia, harga yang lebih tinggi bisa menjadi tantangan untuk pasokan energi yang stabil dan terjangkau.
Sektor energi terbarukan menghadapi tantangan baru setelah pendanaan ekuitas untuk teknologi dekarbonisasi global turun 40% pada tahun 2024. Dengan investasi global dalam transisi energi mencapai lebih dari $2 triliun untuk pertama kalinya, pertanyaannya adalah: apakah Indonesia akan mampu menarik investasi untuk mempercepat transisi energi hijau? Emiten seperti PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGEO) dan PT Barito Renewables Energy Tbk (BREN) bisa mendapatkan momentum jika kebijakan dan insentif yang tepat diterapkan.