Volume
Avg volume
PT. Medco Energi Internasional Tbk (MEDC) bergerak dalam bidang eksplorasi dan produksi minyak dan gas bumi dan kegiatan energi lainnya, pengeboran darat dan lepas pantai, dan investasi (langsung dan tidak langsung) pada anak perusahaan. Perusahaan mulai beroperasi secara komersial pada tanggal 13 Desember 1980.
Israel dengan Iran memang punya konflik cukup panjang. Bukan cuma sekali ribut soal Palestina di akhir tahun lalu saja, tapi juga banyak hal lainnya. Terutama Israel sangat takut dan menduga Iran punya senjata nuklir yang bisa jadi pemusnah massal. Lalu, apa efeknya dengan keributan kali ini?
Terlepas dari drama panjangnya, perang antara Israel dan Iran ini akan punya efek cukup luas.
Dalam jangka pendek, efeknya bisa saja positif ke beberapa sektor seperti
* Related dengan minyak
* Related dengan batu bara (sebagai komoditas pesaing minyak)
* Related dengan penyewa kapal jalur internasional
Namun, dalam jangka menengah panjang, jika perang terus terjadi, efeknya justru bisa negatif untuk ekonomi Indonesia, termasuk pasar saham Indonesia secara keseluruhan.
Lalu, apa yang bisa kita lakukan? simak selengkapnya di sini: https://cutt.ly/JrQGPPpv
$MEDC $ENRG $AKRA
1. Perang iran vs israel, minyak naik
2. Kontrak singapur indo ttg listrik ( ya walaupun gak signifikan )
3. q2 berdoa naik naik
4. cumdate bentr lagi
Goodnewss for, $MEDC apakah akan ath di 3000??? letsss seee
$ESSA LK Q1 2025: Amonia Bau Duit
Request salah satu user Stockbit di External Community Pintar Nyangkut di Telegram dengan Kode External Community A38138 https://stockbit.com/post/13223345
ESSA Industries Indonesia Tbk ini, kalau diibaratkan bisnis, posisinya kayak warung bakso legendaris milik Pak Toto yang berdiri di pinggir Jalan Trans-Sulawesi. Modalnya jujur, bahan bakunya gas asli dari dalam negeri, diolah sendiri jadi LPG dan amonia dengan kualitas ekspor. Gak neko-neko, gak jualan bakso oplosan atau pakai bahan kimia berbahaya. Tapi, ya namanya dagang, walau kuahnya bening dan dagingnya asli, tetap aja tergantung sama pelanggan dan itulah yang bikin posisi ESSA kadang rawan kalau gak waspada. Di sisi lain, tetangganya, si koperasi merah ijo Kamboja sabung ghoib Pak BudiDolDol bin Judd Old, mungkin bisnisnya kelihatan cuan terus karena mark-up utangnya tinggi, tapi fondasinya rapuh, produknya tipuan, dan ujung-ujungnya banyak nasabah tekor, cicilan macet, sampai dikejar debt collector yang mukanya kayak juru tagih setan malam Jumat. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf
Perusahaan ini berdiri tahun 2005, masuk bursa tahun 2012, dan sekarang dikendalikan oleh Grup Akraya lewat PT Trinugraha Akraya Sejahtera. Anak usaha utamanya ada dua yaitu PAU yang pegang kendali bisnis amonia di Donggi-Senoro, dan ESM yang lagi eksplorasi bisnis kimia baru. Genesis Corporation, pembeli utama amonia, juga masih satu grup, jadi bisa dibilang ESSA itu bisnis keluarga besar yang saling terkait dari hulu sampai hilir. Bahan bakunya? Gas alam dari JOB Pertamina–Medco $MEDC. Produksinya? Amonia dan LPG. Distribusinya? Amonia dijual ke Genesis, LPG ke Pertamina Patra Niaga. Semua serba kontraktual, dan hampir semua revenue-nya recurring dari dua entitas besar itu. Kalau ini warung bakso, maka Pak Toto punya kontrak tetap dengan dua pelanggan borongan yaitu satu restoran besar dan satu koperasi warteg. Masalahnya, dua-duanya itu saudara sendiri. Jadi, kalau mereka nunggak bayar, ya Pak Toto juga yang kelimpungan.
Laporan keuangan kuartal I 2025 bisa dibilang lumayan bagus dan cukup transparan. Revenue tercatat 69,6 juta USD (Rp1,14 triliun), turun 5,7% dari periode sama tahun lalu. Penyebab utamanya? Harga amonia global melemah. Gross margin turun dari 36,7% ke 31,9%, laba bersih tinggal 10,7 juta USD atau Rp174 miliar, jatuh bebas dari Rp224 miliar tahun lalu. Jadi, ini bukan karena pembukuan aneh-aneh, tapi memang harga jual produknya yang lagi lesu. Biaya gas dari Pertamina sifatnya take or pay, jadi walaupun produksi dikurangi, bayarnya tetap. Ini kayak Pak Toto tetap harus bayar langganan gas dan daging dari supplier walaupun pelanggannya lagi puasa Ramadan. Sementara pelanggan setianya (Genesis) beli baksonya ngutang dulu, piutangnya malah naik ke 23 juta USD. Lah, udah harga turun, cash-nya belum cair, tapi bahan baku tetap harus dibayar full.Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf
Di sisi lain, perusahaan bisa dibilang cukup disiplin soal arus kas. CFO masih positif 18,3 juta USD. Capex minim, cuma 1,5 juta USD, dan FCF (free cash flow) tetap tebal, 16,8 juta USD. Mereka gak neko-neko bikin pabrik baru atau ekspansi yang absurd. Dana itu langsung dipakai buat nyicil utang 44,5 juta USD. Per akhir Maret 2025, utang berbunga tinggal 48 juta USD. Kas dan setara kas 129 juta USD, net cash bersih 81 juta USD. DER tinggal 0,09×, current ratio 3,26×. Jadi, secara struktur keuangan, ini ibarat Pak Toto punya tabungan emas, bebas utang, dan warungnya gak pakai leasing. Bandingkan dengan koperasi merah ijo milik Pak BudiDolDol bin Judd Old yang kelihatan besar tapi hidupnya dari gali lubang tutup lubang, utang ke Bank A buat bayar cicilan ke Bank B.
Namun tetap ada sisi gelap yang harus dipantau. Pertama, 85% pendapatan amonia dari Genesis. Jadi, satu pelanggan besar ini bukan cuma tulang punggung, tapi juga bisa jadi leher yang bisa dicekik kapan aja. Kontraknya sampai 2027 memang ada, tapi harganya pakai formula indeks Asia. Kalau harga global turun terus, Genesis bisa renegosiasi dan ESSA tetap harus jual. Kedua, vendor bahan baku juga tunggal yakni Pertamina–Medco. Jadi, kalau pasokan gas terganggu atau harga naik, margin ESSA bisa makin nyusut. Ketiga, goodwill dari PAU masih tergantung di neraca, nilainya 23 juta USD. Kalau PAU suatu saat dianggap overvalued karena labanya menyusut, bisa-bisa harus ada impairment.
Segmen usahanya juga belum terlalu beragam. Amonia memang menyumbang 85% revenue, tapi risikonya tinggi. LPG walau lebih stabil, porsinya kecil. ESM, anak usaha bahan kimia, masih dalam tahap awal dan rugi mini. Jadi, belum bisa jadi penopang kalau bisnis utama ngedrop. Kalau harga amonia terus di bawah 500 USD/ton dan pelanggan telat bayar, maka warung bakso Pak Toto ini bisa rugi walau tetap buka. Pendapatan kelihatan jalan, tapi cash flow mulai seret. Dan itulah potensi value trap-nya yakni sahamnya terlihat murah, tapi katalis pertumbuhan gak jelas. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf
Valuasi saat ini Rp635 per saham. PER trailing sekitar 15×, PBV 1,58×. Kalau laba balik ke level 2023, PER bisa turun ke 7–8×, PBV ke 1,1–1,2×. Itulah valuasi ideal versi value investor. Tapi syaratnya jelas yakni harga amonia rebound, Genesis tetap beli dengan disiplin bayar, dan margin operasi kembali ke atas 35%. Kalau semua itu jalan, investor bisa cuan dari rerating. Tapi kalau harga tetap lemah, piutang numpuk, dan FCF makin kecil karena harus bayar kontrak gas dan gaji, maka valuasi sekarang bisa jadi jebakan.
Hidden gems-nya? Struktur neraca kuat, net cash, utang turun, manajemen modal kerja disiplin, dan cadangan ekspansi lewat kapasitas gas tambahan yang belum dieksploitasi. Bahkan, bisa jadi mereka geser ke produk kimia baru atau metanol tanpa perlu belanja modal besar. Kalau sukses, itu bisa jadi mesin laba baru. Tapi, ya seperti biasa, ekspektasi tinggi harus dibayar dengan eksekusi yang konkret.
Jadi, posisi ESSA sekarang bukanlah di persimpangan jalan, tapi lebih ke jalan tanjakan yang landai. Mereka punya rem tangan kuat (kas), mesin bagus (efisiensi), tapi tangki bensinnya (margin) lagi tipis. Kalau bensinnya, alias harga amonia, bisa naik, mereka bisa ngebut lagi. Tapi kalau enggak, mereka harus atur napas supaya gak mogok di tengah jalan. Jadi, kamu sebagai investor harus siap-siap. Ini bukan naik roller coaster, tapi naik sepeda di tanjakan. Stabil, tapi kalau kehilangan momentum, bisa nyusruk balik. Pilihannya, kamu mau jadi rider jangka panjang kayak Pak Toto, atau cuma penumpang yang turun pas tanjakannya curam.
Ini bukan rekomendasi jual dan beli saham. Keputusan ada di tangan masing-masing investor.
Untuk diskusi lebih lanjut bisa lewat External Community Pintar Nyangkut di Telegram dengan mendaftarkan diri ke External Community menggunakan kode: A38138
Link Panduan https://stockbit.com/post/13223345
Kunjungi Insight Pintar Nyangkut di sini https://cutt.ly/ne0pqmLm
Sedangkan untuk rekomendasi belajar saham bisa cek di sini https://cutt.ly/Ve3nZHZf
https://cutt.ly/ge3LaGFx
Toko Kaos Pintar Nyangkut https://cutt.ly/XruoaWRW
Disclaimer: http://bit.ly/3RznNpU
1/6
Inget kalimat saya ini ya, 🤑🤑, sukses slalu 😇
tinggal tunggu giliran saham2 oil & coal akan ATH 🤑😉
random tag $ADRO $MEDC $AKRA 🤑
Minyak Naik Tajam Usai Israel-Iran Baku Serang
💥 Ketegangan Israel-Iran memicu lonjakan harga minyak dunia
🛢️ Brent naik 7,02% ke US$ 74,23/barel, sempat tembus US$ 78,50
📈 WTI melesat 7,62% ke US$ 72,98/barel, tertinggi sejak Januari
🎯 Serangan balasan Iran ke Tel Aviv menambah ketegangan
🏭 Infrastruktur energi jadi kekhawatiran utama
🌍 Pasar global bergejolak, emas & dolar diburu
Baca detailnya di https://cutt.ly/HrQAAB80
$ELSA $MEDC $ESSA
Posting pertama... Senin naik dikit ya $ELSA@$MEDC $OBAT kalau bisa bener akan buat saham BSJP Tiap sore, Hehehehe
UPDATE!
$MEDC
https://stockbit.com/post/18638242
$ENRG LK Q1 2025: Utang Pajak dari Zaman Reformasi Tak Kunjung Lunas
Diskusi hari ini tentang ENRG di External Community Pintar Nyangkut di Telegram dengan Kode External Community A38138 https://stockbit.com/post/13223345
PT Energi Mega Persada Tbk (ENRG) ini posisinya sekarang ibarat warung bakso Nyangkut Pak Toto yang berdiri di pinggir perempatan antara keberuntungan dan kebangkrutan. Di satu sisi ada angin segar dari harga migas dunia yang mulai panas lagi gegara perang Iran–Israel, plus wacana pemerintah yang (katanya) mau kasih insentif buat para kontraktor migas melalui revisi kontrak gross split. Tapi di sisi lain mereka masih bawa beban utang pajak yang tebalnya kayak nota koperasi Pak BudiDolDol bin Judd Old, koperasi merah ijo spesialis sabung ghoib dan rentenir yang suka bikin pelanggan megap-megap bayar bunga. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf
Pendapatan kuartal I 2025 memang kelihatan manis, USD 117,05 juta, naik 20,4% dari tahun lalu yang cuma USD 97,28 juta. Kayak warung Pak Toto yang akhirnya dapet orderan dari dinas pemda buat nyuplai bakso ke kantor-kantor pemerintahan, dorongan datang dari gas bumi USD 74 juta dan minyak mentah USD 40,27 juta. Tapi masalahnya, dari mana aja sih duit itu datang? Jawabannya, tiga pelanggan gede doang yaitu TIS Petroleum (USD 28,47 juta), PT Kilang Pertamina Internasional (USD 30,08 juta), dan PT Indonesia Power (USD 13,46 juta). Artinya, ini warung bakso yang hampir semua omzetnya bergantung sama tiga pelanggan tetap. Jadi, kalau satu aja berhenti langganan karena pindah ke resto baru atau kena mutasi, ya selamat tinggal stabilitas pendapatan.
Masuk ke sisi dapur alias ongkos produksi, ENRG juga lagi-lagi harus berdamai dengan beban berat. COGS naik dari USD 64,09 juta jadi USD 79,14 juta. Penyebab utamanya, penyusutan dan amortisasi aset migas dan hak guna lahan. Coba bayangkan Pak Toto yang mesinnya udah tua, tiap bulan harus bayar listrik freezer, sewa kios yang makin mahal, dan ganti mata pisau alat giling. Tambahannya lagi, ada depresiasi aset USD 18,35 juta dan amortisasi hak guna lahan USD 16,18 juta. Tapi setidaknya beban usaha ENRG menurun dari USD 5,55 juta jadi USD 4,96 juta. Artinya, gaya manajemen mereka mirip Pak Toto juga — irit gas tapi tetap bisa goreng tahu isi, efisiensi tetap jalan.
Masuk ke bagian horor, sisi keuangan. Beban bunga dan pinjaman tembus USD 9,47 juta, naik dari USD 8,22 juta. Ini udah mirip pola gali lubang tutup lubang koperasi Kamboja Pak BudiDolDol. Bahkan lebih ngeri lagi, total utang pajak mereka tembus USD 98,23 juta. Komposisinya adalah PPN USD 52,86 juta, selebihnya pajak penghasilan dan kewajiban lainnya. Dan oh ya, ada juga sengketa pajak warisan tahun 1997–2002 soal pembayaran uplift ke JAPEX yang nilainya USD 8,86 juta. Sampai sekarang belum kelar. Ini ibarat utang ke tukang daging sejak zaman reformasi yang nggak pernah dibayar, tapi ditulis terus di papan hutang. Hebat juga ini ENRG bisa lolos kejaran pajak selama 20 tahun berturut-turut. Sri Mulyani bangga.
Laba bersih? Ya masih ada, sih. USD 17,96 juta, hampir sama dengan tahun lalu USD 17,67 juta. Tapi perhatikan, beban pajaknya sekarang USD 9,31 juta, padahal tahun lalu mereka malah dapet manfaat pajak USD 3,12 juta. Jadi, sebenarnya laba ini bukan hasil dari efisiensi, tapi lebih ke keberuntungan karena pendapatan naik lumayan. Uniknya, induk usahanya masih punya rugi fiskal USD 121,93 juta alias belum kena pajak. Tapi anak-anak usahanya malah udah nyumbang pajak. Ini kayak Pak Toto yang di warung pusatnya rugi terus, tapi gerobak keliling yang disewain ke keponakan malah laris manis dan bayar retribusi ke kelurahan. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf
Terus gimana harapannya? Pemerintah lagi bahas revisi kontrak gross split, tujuannya buat bikin investasi hulu migas jadi lebih menggairahkan. Katanya sih, bakal potong pajak tidak langsung dan perbaiki mekanisme harga DMO gas. Kalau ini kejadian, ENRG bisa dapet napas baru. Ditambah lagi, perang Iran–Israel bisa bikin harga migas dunia meledak naik. Simulasi sederhana, kalau harga jual naik 10–20%, laba mereka bisa melompat dari USD 18 juta ke USD 25–30 juta per kuartal. Kalau mulus, setahun bisa tembus USD 100 juta. Ini kayak Pak Toto dapet kontrak bakso dari Pemprov dan buka 10 cabang sekaligus, semuanya rame, semuanya cuan.
Tapi kalau skenario gagal? Revisi aturan cuma jadi wacana politik, perang Timur Tengah adem ayem lagi, harga minyak jatuh, dan utang makin mencekik? Ya siap-siap aja ENRG kembali ke mode bertahan hidup. Cash makin seret, risiko gagal bayar makin nyata, dan laba bisa meleleh kayak es lilin. Mereka harus milih, mau terus kayak koperasi BudiDolDol yang suka ngisep darah nasabahnya lewat bunga dan denda, atau jadi seperti Pak Toto: pelan tapi pasti, fokus pada kualitas dan pelayanan, serta nggak rakus buka cabang sana-sini asal-asalan. Upgrade skill https://cutt.ly/ge3LaGFx
ENRG itu seperti warung bakso besar di lokasi premium, tapi masih bayar cicilan alat giling, hutang ke tukang daging belum lunas, dan andalkan tiga pelanggan loyal. Kalau dapet diskon sewa dan cuaca makin dingin, bisa panen. Tapi kalau sebaliknya, tinggal tunggu waktu sampai warungnya masuk daftar bangkrut. Jadi ya, posisi ENRG saat ini, jalan di garis tipis antara rebound dan jebakan Batman.
Ini bukan rekomendasi jual dan beli saham. Keputusan ada di tangan masing-masing investor.
Untuk diskusi lebih lanjut bisa lewat External Community Pintar Nyangkut di Telegram dengan mendaftarkan diri ke External Community menggunakan kode: A38138
Link Panduan https://stockbit.com/post/13223345
Kunjungi Insight Pintar Nyangkut di sini https://cutt.ly/ne0pqmLm
Sedangkan untuk rekomendasi belajar saham bisa cek di sini https://cutt.ly/Ve3nZHZf
https://cutt.ly/ge3LaGFx
Toko Kaos Pintar Nyangkut https://cutt.ly/XruoaWRW
Disclaimer: http://bit.ly/3RznNpU
$MEDC $PGAS
1/10
Yang lagi ramai, diobrak-abrik sama Genk Solo karena ada isu punya cadangan Migas. Raja Ampat udh gagal disikat dan kapal ketauan punya genk solo, saatnya ekspansi ke Sumatera🤑
Kira-kira siapa yang bakal dapet jatah kelola yah kalo emng isunya valid?🙈
Selengkapnya https://cutt.ly/0rQOkpYw
$MEDC $ENRG $ELSA
$MEDC $ENRG Lanjutan Bullish 🚀🚀🚀
Please Follow for Support Us.....😊🙏
#Follow Bandar
#ARAHunter
#Ayo Bergabung bersama kami....
#Mari saya bantu Tradingnya....
1/2
⚠️Perang Israel-Iran kalau berkelanjutan seperti Rusia-Ukraina bakal berdampak besar ke harga minyak dunia, apalagi kalau rudal nyasar ke kilang minyak. Siap" harga bensin melonjak gila"an📊 📈🛢️$OIL $ELSA $MEDC
IHSG - Ketika Rudal Terbang, Pasar pun Bergoyang
Di atas langit yang seharusnya dihuni doa dan debu pagi, rudal-rudal beterbangan.
Iran dan Israel, dua negeri yang dipisahkan oleh sejarah, agama, dan dendam lama, kembali saling hantam.
Dan seperti biasa, korban pertamanya bukanlah pangkalan militer—melainkan rasa tenang di layar portofolio kita.
Di ujung dunia sana, investor menggigit kuku.
Harga minyak melonjak seperti emosi yang tak tertahan.
Emas bersinar bukan karena perhiasan, tapi karena ketakutan.
Dan indeks saham dari Tokyo hingga Jakarta, seperti gemetar menanti berita berikutnya.
———————————————————
Ketika Sentimen Lebih Tajam dari Fundamental
“Pasar akan menilai rasionalitas,” kata teori.
Tapi pasar hari ini tidak sedang rasional.
Pasar sedang paranoid.
Investor mencium bau krisis, bahkan sebelum bahan bakar terbakar.
Harga minyak naik 7%, padahal tak ada satu barel pun yang terganggu.
Semua hanya karena asumsi.
Bayangan.
Di sinilah pasar menjadi cermin yang kejam:
Ia memantulkan ketakutan kita dengan presisi algoritma, dan menyebarkannya lebih cepat dari kecepatan rudal balistik.
—————————————
Portofolio yang Gemetar
IHSG pun ikut demam.
Asing keluar pelan-pelan—seperti orang yang tahu lebih dulu kebakaran sebelum sirene berbunyi.
Sektor transportasi dan konsumer memucat.
BBM mahal? Itu artinya ongkos naik, margin turun, dan laba bersih tinggal angka harapan.
Tapi di sudut lain: tambang dan energi justru berseri-seri.
$ARCI $MEDC $UNTR seperti petani gurun yang tiba-tiba diberi hujan deras.
Karena di dunia yang takut, komoditas adalah pelampung terakhir.
————————————————
Perang Tak Selalu Butuh Senjata
Kadang yang dibom bukan kota, tapi kestabilan harga.
Kadang yang jadi korban bukan tentara, tapi investor kecil yang baru belajar candlestick.
Karena perang modern tak hanya terjadi di tanah sengketa—tapi juga di chart TradingView dan watchlist harian kita.
————————————————
Dan Maka, Investor Bijak Berkata…
“Tenang.”
Karena harga naik bukan berarti harus FOMO.
Karena indeks turun bukan berarti waktunya panik jual.
Investor bijak tahu:
perang bisa merusak ekonomi, tapi lebih sering merusak emosi.
Dan dalam dunia saham, emosi adalah kerugian paling mahal.
——————————
Maka tetaplah waras.
Simpan cash secukupnya.
Evaluasi ulang posisi.
Kalau perlu, beli emas bukan karena cuan, tapi karena butuh tidur nyenyak.
Karena di zaman ketika rudal bisa terbang dalam semalam,
kadang strategi terbaik bukan “buy the dip”—
tapi “pause and think.”
$MEDC Dari minus 50% sekarang hanya tinggal minus 1,9%. Selama nyangkut enam bulan dan Minggu depan pasti akan Profit.🚀🚀🚀
Rilis data ekonomi US
❌ Baker Hughes Oil Rig Count = 439 (vs previous 442)
❌ Baker Hughes Total Rig Count = 555 (vs previous 559)
Jumlah rig produksi minyak dan gas di US terus menurun.
Kondisi ini terus menjadi faktor makin ketatnya supply, dan akan makin mendorong kenaikan harga $OIL $BRENT
Harga energi naik, inflasi berpotensi kembali naik dan semakin kecil peluang cut rate.
$MEDC
Breaking News: Harga Minyak Meroket 10% Pasca Israel Serang Iran.
https://cutt.ly/HrQU1nWu
Target :
🔼 520–530 Resisten minor
🔼 560 Resisten kuat tertinggi terakhir (double top)
🔼 600 Resisten major jika tembus 560 dengan volume tinggi
Watchlist:
$ELSA $ENRG $MEDC
Jika Harga oil naik terus disaat daya beli jelek?
Good for oil stocks $MEDC $ELSA $IHSG
Bad for our economy, ongkos produksi naik, harga barang dan jasa naik.
Defisit APBN membesar karena harus tahan harga pertalite dan solar.
Ujungnya nanti ke pelemahan IDR.
Well you know the answers…
Kabar gembira buat holder saham EBT, Indonesia sudah dapat lampu hijau untuk ekspor listrik EBT ke Singapura.
$ADRO $MEDC $TOBA
$PGAS - Apakah bisa ikutan nge-GAS?
Kalau kamu sering mantau sektor energi di bursa, besar kemungkinan pernah dengar saham berkode PGAS. Tapi mungkin nggak semua tahu sebenernya perusahaan ini kerjaannya apa. PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS) adalah anak usaha dari holding migas Indonesia, yaitu PT Pertamina (Persero). PGAS ini dikenal sbg tulang punggung penyalur gas bumi dlm negeri. Tapi apakah arah bisnisnya mulai punya peluang menjanjikan di pasar global? Gak cuma main di kandang sj, tp mungkin bisa mulai ngintip peluang ekspor juga.
Biar lebih mudah, mari kita bahas dulu posisi PGAS dlm rantai industri gas. Dalam dunia migas, ada tiga istilah penting: upstream, midstream, dan downstream. Upstream itu bagian hulunya—mereka yg ngebor, eksplorasi, dan produksi gas. Midstream itu bagian yg mengalirkan—menyalurkan gas dari produsen ke pelanggan melalui pipa atau kapal. Nah, downstream itu bagian hilirnya—biasanya yg jualan ke industri, rumah tangga, atau pembangkit listrik. PGAS secara mayoritas bukan perusahaan hulu (upstream), tapi lebih banyak main di tengah dan ujung rantai—alias midstream dan downstream.
PGAS membeli gas dari produsen, contohnya Pertamina EP atau Medco, lalu menyalurkan gas itu ke pengguna akhir lewat jaringan pipa dan infrastruktur miliknya. Dan jgn salah, jaringan pipa PGAS ini panjang banget, lebih dari 10.000 kilometer terbentang dari Sumatera sampai Jawa. Jadi, PGAS ini ibaratnya kayak PLN, tapi khusus gas bumi.
Sebagai perbandingan, di Asia terdapat beberapa perusahaan sejenis PGAS yg punya jaringan pipa gas jg. Pertama ada Petronas Gas Berhad (Malaysia), mengelola sistem pipa gas sepanjang sekitar 2.500 km, jauh di bawah PGAS. Kedua, Korea Gas Corporation (KOGAS), raksasa energi gas Korea Selatan, mengoperasikan jaringan pipa transmisi gas sepanjang lebih dari 5.000 km, yg menyuplai gas ke hampir seluruh wilayah Korea. Sementara itu, PTT Public Company Limited dari Thailand menguasai sistem transmisi gas alam sepanjang sekitar 4.000 km. Artinya, kalau kita bicara soal panjang pipa distribusi, PGAS justru lebih unggul di level regional. PGAS dgn 10.000 kilometer jaringan pipa transmisi dan distribusi menunjukkan posisi yg cukup strategis di kawasan Asia Tenggara, terutama karena cakupannya menjangkau lintas pulau dan mendukung backbone energi industri nasional.
Pendapatan utama PGAS datang dari penjualan gas bumi. Berdasarkan laporan keuangan tahun 2024, sekitar 75% dari total pendapatan konsolidasi PGAS berasal dari segmen distribusi gas bumi, di mana PGAS membeli gas dan menjualnya lg ke pelanggan industri, rumah tangga, dan pembangkit listrik. Di bawahnya ada pendapatan 10-12% dr jasa transmisi—ini model bisnis di mana pihak lain menyewa pipa milik PGAS utk mengalirkan gas mereka sendiri. Lalu ada jasa konstruksi dan perawatan pipa yg menyumbang 3-5%, lewat anak usaha bernama PGN Solution, serta usaha skala kecil di segmen gas terkompresi (Compressed Natural Gas/CNG) dan gas alam cair (Liquefied Natural Gas/LNG) dgn kontribusi <1%.
Menariknya, PGAS juga punya anak usaha di hulu migas bernama Saka Energi, yg memang melakukan eksplorasi dan produksi gas bumi. Tapi kontribusinya masih kecil, hanya sekitar 7–9% dari total pendapatan. Artinya, PGAS bukan produsen utama gas, melainkan lebih dominan sebagai distributor dan pengelola infrastruktur gas.
Dari sini mulai kelihatan satu benang merah penting: kekuatan utama PGAS ada di infrastruktur. Tapi sayangnya, potensi pendapatannya di dalam negeri dibatasi oleh kebijakan harga gas industri domestik yg dipatok maksimal USD 6 per MMBTU (Million British Thermal Units). Ini kebijakan pemerintah utk menjaga daya saing industri lokal, tp secara bisnis bikin margin PGAS jd terbatas. Mereka punya jaringan pipa panjang, infrastruktur besar, tp gak bisa jual mahal. Ibaratnya punya mobil sport tapi harus jalan pelan-pelan karena jalanan penuh polisi tidur. Upps 🙊
Lalu muncul satu peluang besar yg bisa ngubah peta bisnis ini: ketegangan geopolitik di Timur Tengah. Ketika kemarin, 13 Juni 2025 perang antara Iran dan Israel pecah, harga minyak dunia langsung melonjak tajam, dan seperti biasa, harga gas ikut naik. Di pasar Eropa, harga gas jenis TTF (Title Transfer Facility) langsung merespon ketegangan ini. Memang, gas dan minyak itu dua komoditas yg beda, tp pergerakannya sering saling memengaruhi, terutama kalau pasokan global terganggu.
Nah, disinilah peran PGAS bisa meluas. Lewat anak usahanya PGN LNG, PGAS udah mulai main di pasar ekspor gas alam cair. Salah satu aset utama PGN LNG adalah FSRU (Floating Storage Regasification Unit) di Lampung, dgn kapasitas sekitar 2,7 juta ton per tahun (mtpa). Meski saat ini baru ekspor dalam volume terbatas, salah satunya ke China yg dimulai sejak awal 2024, peluang utk masuk pasar Eropa terbuka lebar apalagi jika harga gas Eropa terus tinggi karena gangguan suplai dari kawasan Timur Tengah dan Rusia.
Mari kita hitung secara kasar. Kalau PGN LNG mengekspor sekitar 0,75 juta ton LNG per tahun dgn harga rata-rata USD 11 per MMBTU (harga spot Asia), pendapatan dari ekspor bisa mencapai USD 268 juta. Dgn kurs tahun 2024 sekitar Rp15.810/USD, nilainya setara Rp4,2 triliun. Tapi jika harga LNG di Eropa melonjak jadi USD 18 per MMBTU akibat perang, maka PGN LNG bisa menikmati margin tambahan USD 7 per MMBTU. Itu artinya ada potensi tambahan pendapatan sekitar USD 155 juta, atau Rp2,48 triliun jika pakai kurs proyeksi 2025 sebesar Rp16.000/USD.
Tambahan pendapatan dari segmen ekspor inilah yg bs bikin kinerja PGAS di 2025 jauh lebih baik dr tahun sebelumnya. Tanpa ekspor tambahan pun, pendapatan PGAS kalau diperkirakan tumbuh organik sekitar 4%, dari Rp60 triliun di 2024 menjadi sekitar Rp62,4 triliun. Tapi dgn tambahan ekspor LNG ke pasar global, pendapatan bisa naik jadi Rp64,88 triliun. Artinya, potensi ekspor ini bukan cuma angka tambahan, tapi bisa jd game changer bagi PGAS ke depan.
Nah sekarang kita masuk ke proyeksi laba. Kita pakai pendekatan konservatif tapi logis: margin laba bersih PGAS tahun 2024 tercatat di kisaran 9%. Jika ekspor LNG memberikan margin lebih tinggi—karena harga jualnya premium dibanding pasar domestik—maka margin bersih keseluruhan bisa naik tipis. Kita anggap margin laba bersih 2025 berada di level 9,3%. Artinya, dari pendapatan Rp64,88 triliun, laba bersih PGAS berpotensi mencapai Rp6,1 triliun.
Lalu kita hitung Earnings Per Share (EPS), atau laba per saham, yg jadi salah satu metrik favorit investor. Dengan jumlah saham beredar sebanyak 24,24 miliar lembar, EPS 2025 bisa menjadi sekitar Rp252 per lembar. Naik dari EPS 2024 yg berada di kisaran Rp222. Kenaikan ini bukan cuma angka di kertas, tapi refleksi nyata bahwa PGAS punya potensi tumbuh, asal momentum global bisa ditangkap dan dimaksimalkan dgn cerdas.
Buat investor jangka panjang, bisa memiliki perusahaan dengan outlook stabil dan potensi pengembangan bisnis yg lebar, sy rasa ini cukup menarik. Tapi seperti biasa, gak ada potensi yg bebas risiko. Pasar ekspor LNG itu fluktuatif, tergantung harga spot dan permintaan global. Juga, biaya logistik dan efisiensi pengelolaan infrastruktur tetap harus dikawal ketat. Tapi dr sisi aset, PGAS punya modal kuat—baik dari sisi infrastruktur pipa, fasilitas LNG, maupun dukungan holding-nya, yaitu Pertamina, yg bisa mempermudah urusan logistik dan koneksi antar anak usaha.
Di tengah situasi harga gas domestik yg dibatasi pemerintah, peluang ekspor ini bisa jadi angin segar. Bahkan mungkin bisa menjadi pembuka jalan bagi transformasi PGAS dari perusahaan distribusi domestik menjadi pemain energi regional. Kalau dikelola serius, ekspor LNG ini gak harus jadi pendapatan sampingan. Bisa jadi motor utama pertumbuhan laba jangka panjang.
Investor ritel mungkin sempat bingung kenapa PGAS gak ikut terbang kayak saham batu bara atau nikel waktu booming komoditas beberapa tahun lalu. Tapi cerita PGAS itu beda. Mereka bukan perusahaan komoditas murni, tapi punya ceruk pasar yg unik: gas sebagai energi transisi, lebih bersih dari batu bara, dan jauh lebih fleksibel dibanding minyak. Dan sekarang, dgn ketegangan global yg mempercepat perubahan peta suplai gas, posisi PGAS makin relevan.
Berikutnya, kalau PGAS ibarat gerbang distribusi gas nasional, maka kita perlu tau siapa aja ‘tetangganya’ di industri yg bisa jd lawan, bisa juga kawan. Salah satu nama yg sering dikira mirip adalah PT Surya Esa Perkasa Tbk ($ESSA). Tapi ketika ditelisik lebih dalam, ternyata struktur bisnis keduanya beda cukup jauh. ESSA bukanlah distributor gas seperti PGAS, melainkan lebih dikenal sebagai produsen gas dan amonia yang sangat bergantung pada gas alam sebagai bahan baku utama. Dalam kasus amoniak, lewat anak usaha PT Panca Amara Utama (PAU), ESSA adalah produsen amonia terbesar di Indonesia yg beroperasi di Sulawesi Tengah. Mereka membeli gas alam (umumnya metana/CH₄) dari blok Senoro, lalu mengolahnya menjadi amonia, produk turunan gas yg digunakan utk pupuk dan industri kimia lainnya. Jadi kalau PGAS itu kaya operator tol gas, maka ESSA ini lebih mirip pabrik pengolah bahan baku gas.
Perbedaan model ini penting, krn dampak naiknya harga gas global akibat perang Iran–Israel punya implikasi berbeda ke tiap model bisnis. Untuk PGAS, kenaikan harga gas global bisa jadi berkah kalau mereka bisa ekspor LNG ke pasar internasional, terutama Eropa. Tapi buat ESSA, yg masih bergantung pada pasokan gas domestik dgn harga tetap (regulated), kenaikan harga gas global bisa menimbulkan tekanan margin—karena harga bahan baku gak ikut naik, sementara harga jual produk amonia bisa naik jika permintaan global meningkat.
Namun di sisi lain, ESSA juga sedang mengincar peluang ekspansi ekspor. Amonia termasuk komoditas strategis yg mulai dilirik sebagai bahan bakar transisi bersih—terutama amonia biru dan hijau. Kalau pasar ekspor terbuka, dan harga amonia naik seiring melonjaknya harga gas, ESSA bisa juga kecipratan cuan. Tapi jelas, potensi ekspor langsung gas seperti LNG tetap lebih dekat dgn model bisnis PGAS dibanding ESSA.
Nah, kalau kita memperluas cakupan ke Asia, ada beberapa pemain besar yg sejenis dgn PGAS. Misalnya Petronas Gas Berhad dari Malaysia, atau Korea Gas Corporation (KOGAS) dari Korea Selatan. Dua-duanya adalah perusahaan midstream sampai downstream, seperti PGAS, dan sudah lama main di ekspor-impor LNG. Bedanya, negara-negara tersebut lebih dulu membangun fasilitas regasifikasi dan jaringan pasar regional. PGAS masih dalam tahap mengejar. Tapi keberadaan FSRU Lampung dan langkah-langkah ekspor LNG awal ke China menunjukkan PGAS mulai belajar main di liga yg sama.
Lalu siapa saja emiten lain di Bursa Efek Indonesia yg bisa kecipratan untung dari naiknya harga gas global? Salah satu yg potensial adalah PT Medco Energi Internasional Tbk ($MEDC), yg punya blok gas besar dan aktif mengekspor. Ada juga PT Rukun Raharja Tbk (RAJA) yg bergerak di infrastruktur gas, walaupun skala dan asetnya masih jauh di bawah PGAS. Selain itu, emiten seperti PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGEO) atau PT TBS Energi Utama Tbk (TOBA) mungkin gak langsung terkait gas, tapi bisa ikut ambil ceruk pasar transisi energi, seiring meningkatnya permintaan energi bersih dan diversifikasi pasokan.
Namun, sejauh ini, belum ada perusahaan Tbk di Indonesia yg secara signifikan mengekspor LNG ke Eropa. Tapi kalau ketegangan geopolitik terus berlanjut, bukan mustahil Indonesia akan dilirik Eropa sebagai alternatif pasokan gas—karena selama ini Eropa terlalu tergantung ke Rusia, Qatar, dan sebagian negara Afrika Utara. Di titik inilah, PGAS melalui PGN LNG bisa jadi pemain potensial. Belum tentu jadi pemimpin pasar, tapi cukup punya panggung utk tampil.
Maka ketika kita lihat PGAS dalam kacamata 2025, ia bukan sekadar emiten konservatif dgn jalur distribusi gas domestik. Ia adalah perusahaan yg sedang berdiri di simpang jalan besar. Di satu sisi ada keterbatasan regulasi harga domestik. Di sisi lain ada peluang global yg belum pernah terbuka selebar ini. Perang kadang menciptakan krisis. Tapi di balik krisis, selalu ada peluang buat yg siap.
PGAS punya infrastruktur, punya anak usaha LNG, punya induk kuat (Pertamina), dan sekarang mulai punya akses ke pasar global. Kombinasi ini membuat proyeksi pertumbuhan EPS dan valuasi sahamnya bukan sekadar harapan, tapi hasil perhitungan yg masuk akal.
Berdasarkan proyeksi EPS naik jd Rp252 dan kalau kita gunakan PER 9 kali (rata-rata tiga tahun terakhir antara 7-11 kali), maka harga proyeksinya adalah Rp2268. Bandingkan dgn harga pasar saat ini di Rp1.670 per lembar (per 13 Juni 2025), berarti PGAS bisa memberikan potensi return 36%—asal ekspor LNG terealisasi dan harga jual tetap mendukung. Dan ya, investor gak perlu ngarep semua berjalan mulus. Tapi inilah dunia saham. Kita menilai bukan cuma apa yg sudah terjadi, tapi apa yg mungkin terjadi—dan bagaimana peluang itu dihitung.
Disclaimer: Tetap lakukan riset secara mandiri, ini bukan ajakan menjual atau membeli saham.
Yahh jual kecepetan, harga naik lagi. Coba di hold lbh lama cuannya lbh tinggi. Beberapa trader pernah mengalami itu. Tapi tetaplah bersyukur jika sudah $CUAN berapapun nilainya. Ilmu yang paling susah diterapkan. 😋 😋 😋 Random tag $MEDC $BBRI
@Gunarto58 sama seperti waktu $MEDC di harga under 1000 & $PGEO di harga 700 an😅🫣,Semuanya pada membully and bilang saham bla,bla🥂