Volume
Avg volume
Bidang usaha PT Map Boga Adiperkasa Tbk (MAPB) adalah Perdagangan umum, impor, industri, usaha-usaha di bidang jasa boga yang meliputi berbagai pengolahan, penyediaan, penjualan, pelayanan dan penghidangan makanan dan minuman termasuk usaha-usaha di bidang jasa dan konsultasi rumah makan/restoran, dan usaha terkait lainnya. PT. MAP Boga Adiperkasa Tbk (MAPB) adalah pemain Food & Baverage terkemuka di Indonesia dengan lebih dari 550 toko di 33 kota di Indonesia dan portofolio dari 7 merek ikonik: Starbucks, Pizza Marzano, Krispy Kreme, Cold Stone Creamery, Godiva, Genki Sushi, dan PAUL Bakery. Perusahaan ini merupakan anggota Gr... Read More
$MAPB
Starbucks adalah salah satu brand yang turut membangun industri perkopian di indonesia. Dulu sebelum starbucks ada, kopi hanya kegiatan biasa di warung. Namun setelah adanya starbuck dengan istilah italianya, ngopi bisa jadi keren. Dengan musik dan free wifinya yang membuat orang betah berlama lama. Dulu starbucks bisa membludak, saya masih ingat dulu ngopi di starbucks lapangan merdeka medan atau disebelah lippo plaza. Meja kosong susah didapati. Harga mahal ga jadi masalah, yang penting gaya dan suasana yang baik.
Nah , bisnis bagus tentu mengundang kompetitor. ada jco, kopi janji jiwa dan kopi kenangan, yang terbaru tomorro coffee ,Fore coffe dan bahkan ada kopi keliling yang bisa dinikmati dengan harga jauh lebih ekonomis. Membuat porsi pelanggan starbuck pindah sebagian ke kompetitor kompetitor ini. bagaimana bila anda masih bisa ngopi bergaya dan mendapat suasana yang baik dengan harga jauh lebih murah? sebagian besar orang tentu akan beralih ke kompetitor
Momentum perang israel palestina mendatangkan ajakan boikot. starbucks juga terimbas. Bangga budaya lokal juga mulai tertanam.Masyarakat mulai memilih produk berdasarkan keyakinan mereka. meja kosong mulai terlihat lumrah di starbucks yang mungkin hanya terisi bila weekend. Memilih kopi lokal untuk mendukung pengusaha lokal. imbas boikot masih sangat terasa. promo di line starbuck yang dulu sangat ditunggu pun sekarang menjadi biasa aja.
Starbuck mungkin telah turun dari masa kejayaannya. Bagaimanapun juga terimakasih telah menjadi rival yang ikut memajukan perindustrian kopi indonesia.
Akan menarik melihat persaingan kopi lokal di indo.
Malaysia punya Zus coffee, dan Gigi
China punya Luckin coffee
Indo ada fore dan kopken
saya pribadi setuju dengan dukung usaha lokal. walau saya punya saham ini, ini mungkin salah satu kesalahan saya dalam menganalisa. 😂😂
Dalam kondisi ekonomi seperti sekarang ini, pertarungan utama mulai kembali ke harga. Antara yang murah vs mahal.
Namun berbeda dengan persepsi dulu dulu bahwa murah = kurang enak atau kurang bagus, belakangan banyak pelaku usaha memainkan peran dengan jualan murah dengan kualitas yang tidak kalah saing. Hal ini kemudian disebut menggerogoti pemain pemain eksisting yang cenderung memvaluasi diri dengan harga murah karena kualitas dan branding. Misalnya apa yang terjadi di ranah perkopian dan mie mie-an. Atau, dalam lanskap yang lebih luas, apa yang terjadi di dunia transportasi online.
Kok bisa sih mereka jualan harga murah? Ini dia rahasia mereka…
=======
Rahasianya ada banyak. Tinggal dipilih aja mau yang mana.
Bisa murah, karena memang mereka cenderung berbisnis dengan impas atau untung setipis mungkin. Mereka ngga memvaluasi diri mereka tinggi (intrinsik) yang membuat harga harga barang mereka jadi mahal. Bahasa awamnya, jauhi gengsi. Istilah kata, kalau mau dibayangkan iPhone yang jualan branding (unsur intrinsik) yang membuat harganya bisa berlipat lipat, nah iPhone versi (pelaku bisnis) murah ini cuma yang penting cover biaya produksi dan biaya distribusi, plus margin tipis. Bisa jadi, harga iPhone kalau di tangan mereka ini jauh lebih murah. Asumsinya tentu fiturnya bisa jadi dibikin sama atau mungkin ada penyesuaian, tapi tetep kelihatan mirip dan bagus.
Dengan fokus pada margin tipis, mereka bisa menjaga efisiensi disisi operasional, terutama fixed cost (karyawan, listrik, energi, sewa dsb) dan memainkan lebih banyak di variable cost. Jikapun tidak ada variable cost, ya fokusnya pada format bisnis yang lebih efisien fixed cost. Misalnya dengan memilih ruangan sewa kecil dan karyawan yang tidak banyak. Yang lain, mereka bisa memaksimalkan volume disisi omset/pendapatan dan ini diharapkan tumbuh lebih baik dibandingkan biaya biaya operasional.
Bisa lebih murah, karena mereka bikin value added product. Apa yang terjadi pada kopi kopian dan mie mie-an terkenal adalah mereka membuat produk produk value added yang bisa mensubsidi silang makanan atau minuman utama. Mereka bisa murahin kopi dan mienya, tapi ada potensi keuntungan dengan roti, gorengan hingga minuman yang marginnya lebih tinggi. Selain hal hal ini ngga bisa dimurahin (cenderung dibuat premium), tentu makanan dan minuman tambahan ini akan menggoda untuk dinikmati bersama makanan atau minuman utamanya. Ngga mungkin kan yang value added ini dikonsumsi sendirian tanpa kopi dan mienya? Begitupun sebaliknya.
Teori subsidi silang ini, dalam banyak bisnis sudah diterapkan. Misalnya dalam sektor media dan konten, dimana media konvensional seperti televisi membiayai inisiatif bisnis digital media yang cenderung lebih efisien dan peluang pertumbuhannya tinggi. Atau di bisnis rokok atau tembakau, dimana bisnis rokok konvensional/sigaret membiayai inisiatif alternatif rokok/nikotin dan rokok yang dipanaskan, yang memiliki potensi besar untuk dikembangkan. Subsidi ini diharapkan membantu membiayai dan sekaligus menambah margin. Selain itu, subsidi membantu diversifikasi produk yang disediakan.
Bisa lebih murah, karena bahan baku yang lebih murah. Ini sih teori umum dalam bisnis, dimana urusan bahan baku yang cukup mempengaruhi laba kotor akan bergantung pada harga bahan bahannya. Semakin kompetitif dari sisi harga, bisa semakin murah. Untuk itu, bisnis akan mencari sumber bahan baku yang paling murah dari sisi harga dan tentunya paling bisa diandalkan. Selain mengandalkan pihak eksternal, jika mereka mampu dan skalanya memungkinkan, mereka bisa memproduksi bahan baku sendiri untuk bisnisnya. Hal ini bisa menekan biaya lumayan.
Bisa lebih murah, yang terakhir, karena ada biaya biaya yang dipotong karena model bisnis pesaing yang diotak atik. Bahasa kerennya, disrupsi. Kalau kasus yang ini, kita bisa inget kejadian munculnya Uber, Grab dan Gojek di masa silam yang “memotong kompas” aturan pemerintah dalam transportasi umum yang penuh dengan biaya ini dan itu. Dengan alasan bahwa mereka perusahaan teknologi dan mengusung konsep ridesharing, beban terkait kendaraan dan bensin sepenuhnya jadi tanggung jawab mitra pengemudi, serta tidak ada kewajiban plat kuning, uji KIR dan lainnya. Mereka cuma berfungsi sebagai perantara. Namun demikian, belakangan mereka mencoba meniru perilaku transportasi umum dalam praktek bisnisnya, meski beban masih sebagian besar ditanggung mitra pengemudi.
Namun demikian, bisa lebih murah ini juga bisa dimanfaatkan dengan tidak sehat. Apa yang terjadi pada sektor tekstil Indonesia yang terpukul dengan impor tekstil asal Tiongkok, baik barang baru maupun bekas, adalah situasi yang tidak adil buat pelaku dalam negeri. Situasi ini jugalah yang dulu sempat jadi keributan saat Uber, Grab dan Gojek muncul.
Itu rahasia yang bener. Kalau rahasia yang negatif mah banyak. Misalnya, jualan dengan bahan dan cara yang ngga bener. Jelas dengan jalan yang ngga bener bisa murah, karena ngga ikut standar pesaing, sehingga mereka bisa seenaknya potong biaya dengan margin yang lebih bagus.
Begitu kira kira ~
Bacaan menarik soal saham, investasi dan bisnis lainnya, cek Instagram, TikTok dan Threads @plbk.investasi, serta Twitter/X @plbkinvestasi. Cek juga tulisan lainnya di s. id / plbkrinaliando.
$BIRD $MAPB $SCMA
1/2
$MAPB: Anak $MAPI yang Lagi Sakit
Diskusi hari ini di External Community Pintar Nyangkut di Telegram dengan Kode External Community A38138 tentang saham franchise Starbucks https://stockbit.com/post/13223345
MAP Boga Adiperkasa Tbk (MAPB) sedang berada dalam kondisi yang jauh dari ideal. Perusahaan yang selama ini dikenal sebagai operator Starbucks, Krispy Kreme, Cold Stone, Subways dan Paul Bakery (bukan LOL Bakery) di Indonesia, kini harus menghadapi kenyataan pahit dengan mencatatkan rugi bersih 79,1 Miliar hingga September 2024. Padahal, setahun sebelumnya, mereka masih bisa membukukan laba 111,4 Miliar. Ini bukan sekadar penurunan kinerja biasa, tapi perubahan drastis yang menunjukkan ada sesuatu yang serius sedang terjadi di dalam bisnis mereka. Penyebab utamanya? Revenue jeblok 21,2% dari 3,07 Triliun menjadi 2,42 Triliun, dengan segmen minuman yang sebelumnya menjadi pilar utama pendapatan kini justru menjadi beban berat. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf
Starbucks, yang menyumbang 59,2% dari total revenue MAPB, mengalami pukulan telak sepanjang 2024. Selain daya beli masyarakat yang melemah, ada satu faktor eksternal yang memperparah keadaan: boikot produk Amerika karena konflik Palestina-Gaza. Isu ini bukan sekadar tren media sosial yang berumur pendek, tapi benar-benar berdampak pada perilaku konsumen di Indonesia. Kampanye boikot yang menyerukan agar masyarakat menghindari brand Amerika mulai berdampak nyata terhadap bisnis Starbucks. Konsumen Muslim yang sebelumnya rutin mengunjungi Starbucks kini lebih memilih kopi lokal seperti Janji Jiwa, Kopi Kenangan, dan Fore Coffee. Dampaknya mulai terasa dari penurunan trafik pelanggan ke gerai, hingga penurunan rata-rata transaksi per gerai.
Masalah utama MAPB bukan hanya di penurunan volume penjualan, tetapi juga dalam cara mereka bisa (atau tidak bisa) mengelola perjanjian lisensi mereka dengan Starbucks Corporation. Sejak 2016, MAPB memegang lisensi sebagai operator Starbucks di Indonesia melalui perjanjian "Area Development and Operation License Agreement," yang akan berakhir pada 31 Desember 2025. Perjanjian ini bukan cuma soal hak menggunakan brand Starbucks, tapi juga kewajiban membayar royalti dan berbagai biaya lainnya sesuai ketentuan yang telah disepakati. Namun, ada satu hal yang semakin menambah ketegangan dalam hubungan MAPB dan Starbucks pusat: utang royalti MAPB melonjak 34,6% menjadi 128,8 Miliar dari 95,7 Miliar di 2023. Ini artinya, pembayaran ke Starbucks masih tertunda.
Kalau Starbucks merasa MAPB sudah tidak kompeten dalam mengelola bisnis mereka, ada kemungkinan besar lisensi ini tidak akan diperpanjang. Dalam dunia bisnis F&B global, pemegang merek tidak akan segan-segan mengganti mitranya jika mereka merasa bisnisnya tidak dikelola dengan baik. Kita bisa melihat contoh seperti McDonald's yang pada tahun-tahun sebelumnya juga pernah menghadapi sengketa lisensi di beberapa negara, dan ketika perusahaan lokal gagal memenuhi standar, mereka kehilangan hak untuk mengoperasikan brand tersebut. Kalau hal serupa terjadi dengan MAPB, ini bisa menjadi pukulan yang sangat berat bagi perusahaan. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf
MAPI sebagai induk usaha tentu tidak bisa tinggal diam melihat anak perusahaannya terancam kehilangan salah satu brand paling berharga yang mereka kelola. Maka pada Februari 2025, MAPI mengumumkan akan menjamin pembayaran utang MAPB. Ini adalah langkah strategis, yang bisa diartikan sebagai upaya mereka untuk meyakinkan Starbucks bahwa mereka masih layak untuk mempertahankan lisensi ini. Namun, ini juga mengungkap fakta yang tidak bisa diabaikan: MAPB sedang berada dalam tekanan likuiditas yang cukup serius. Jika kondisi keuangan MAPB baik-baik saja, tentu mereka tidak akan sampai harus dijamin oleh induk usahanya sendiri.
Dari sisi operasional, MAPB sudah berusaha untuk menekan biaya. Tetapi masalahnya, pengurangan biaya tidak bisa mengimbangi penurunan revenue. Beban penjualan memang turun 8,8%, dari 1,69 Triliun menjadi 1,54 Triliun, dan beban umum & administrasi juga turun 9,9% dari 251,4 Miliar menjadi 226,6 Miliar. Tapi kalau dibandingkan dengan penurunan revenue yang mencapai 21,2%, penghematan ini masih jauh dari cukup. Biaya tenaga kerja masih tinggi di 391,3 Miliar, meskipun jumlah karyawan sudah dikurangi sebanyak 1.009 orang atau sekitar 12,4% dibandingkan akhir 2023. Beban sewa dan jasa pelayanan masih di 197,1 Miliar, dan beban penyusutan aset hak-guna malah naik 8,1% menjadi 213,9 Miliar. Jadi, walaupun mereka sudah mengurangi karyawan dan memangkas beberapa biaya, beban tetap terlalu besar untuk bisa menyeimbangkan kondisi keuangan mereka.
Di sisi lain, MAPB masih memiliki keunggulan dalam hal arus kas. Meski di atas kertas mereka mencatat rugi, arus kas operasional (CFO) masih positif di 392,5 Miliar. Namun, apakah ini cukup untuk melunasi utang mereka? Mari kita lihat lebih dalam. Total liabilitas MAPB saat ini mencapai 1,42 Triliun, dengan utang jangka pendek sebesar 1,04 Triliun. Sementara itu, mereka hanya punya kas sebesar 460,5 Miliar. Jadi, kalau misalnya mereka nekat mau bayar utang pakai kas yang ada, ya jelas tidak cukup. Kalau hanya mengandalkan CFO pun sama saja. Bahkan jika mereka mengombinasikan kas yang tersedia + CFO (total 983,5 Miliar), mereka masih kekurangan sekitar 56,5 Miliar untuk bisa menutup utang jangka pendek. Dan kalau kita berbicara soal total utang (jangka pendek + jangka panjang), mereka masih butuh tambahan 436,5 Miliar. Artinya, mereka harus mencari solusi pendanaan tambahan untuk bisa bertahan.
Opsi yang bisa mereka pilih tidak banyak. Mereka bisa mengurangi belanja modal (Capex), tetapi ini berarti mereka harus menunda ekspansi atau bahkan menutup gerai yang tidak menguntungkan. Mereka bisa mencari pendanaan eksternal, tapi kalau ini dilakukan melalui rights issue, efeknya bisa negatif bagi harga saham. Opsi lain adalah menjual aset tidak produktif untuk menambah likuiditas, tetapi ini juga bukan solusi yang bisa dilakukan dalam semalam.
Satu hal yang perlu diperhatikan adalah perbedaan antara laporan laba rugi (P&L) dan arus kas. Secara akuntansi, MAPB memang rugi, tetapi mereka masih cashflow positif. Hal ini disebabkan oleh depresiasi dan amortisasi yang besar, mencapai 418,2 Miliar. Dengan kata lain, meskipun mereka mencatat kerugian, kas mereka sebenarnya masih mengalir. Selain itu, ada perubahan dalam modal kerja yang memberikan dampak positif terhadap kas mereka: piutang usaha turun 27,8% jadi 39,2 Miliar, utang usaha naik 4,3% jadi 235,6 Miliar, dan persediaan turun 13,3% jadi 167,2 Miliar. Ini berarti MAPB sedang menggunakan strategi klasik perusahaan yang sedang mengalami tekanan likuiditas: menunda pembayaran ke pemasok dan mempercepat penagihan dari pelanggan. Tapi strategi seperti ini hanya bisa dilakukan dalam jangka pendek. Kalau revenue tidak segera membaik, perusahaan bisa kehabisan cara untuk mempertahankan arus kas positifnya.
Situasi MAPB saat ini adalah kombinasi dari berbagai faktor yang saling menekan. Revenue turun drastis, segmen Starbucks kena boikot, biaya operasional masih tinggi, utang royalti membengkak, dan lisensi Starbucks yang semakin tidak pasti. Dengan induk usaha harus turun tangan menjamin utangnya, ini adalah indikasi bahwa kondisi keuangan mereka sudah masuk kategori serius. Jika dalam beberapa bulan ke depan mereka tidak berhasil menemukan cara untuk memperbaiki kondisi ini, ada kemungkinan besar bahwa kita akan melihat perubahan besar dalam bisnis MAPB—entah itu dalam bentuk penutupan gerai, restrukturisasi keuangan, atau bahkan kehilangan lisensi Starbucks yang selama ini menjadi aset utama mereka. MAPB bisa jualan bakso Pak Toto buat upgrade skill, biaya lisensinya tidak mahal https://cutt.ly/Ve3nZHZf
Melihat jumlah investornya yang hanya 600an orang, kelihatan menarik ini MAPB. Siapa tahu pas RUPS dapat Kopi Starbucks dan Pizza Marzano. Meskipun nyangkut, bisa tetap kenyang. Tapi entah apa ya ini gimmick RUPS MAPB, saya ndak pernah ikut RUPS mereka.
Untuk diskusi lebih lanjut bisa lewat External Community Pintar Nyangkut di Telegram dengan mendaftarkan diri ke External Community menggunakan kode: A38138 (caranya cek gambar terakhir)
Link Panduan https://stockbit.com/post/13223345
Jangan lupa kunjungi Insight Pintar Nyangkut di sini https://cutt.ly/ne0pqmLm
Sedangkan untuk rekomendasi belajar saham bisa cek di sini https://cutt.ly/Ve3nZHZf
https://cutt.ly/ge3LaGFx
Toko Kaos Pintar Nyangkut https://bit.ly/44osZSV
Disclaimer: http://bit.ly/3RznNpU
1/3
$IHSG bikin kepala panas, portfolio menyala semua, mending makan🍦 biar kepala dingin. Btw, ini promo haagendazs gak habis2, sekarang turun lagi jadi 46.500. Apa sdh mau bangkrut ya merk ini? $MAPB $MAPA MAPI
https://cutt.ly/qrqrHuQI
$MAPB
Beli merek asing mahal-mahal
Dapat saingan merek lokal dengan mesin bagus. Starbak vs cafe lokal (kenangan...).
PBV masih 1.7x
Rugi lumayan. EPS -30an
Mahal. Kasih diskon dong ndaaar budiman
200-400 perak untuk ritel teri ndaaar
@BillyK99 $MAPB $ICBP $AMRT $DNET
Tolak ppn 12%
Siap2 rame2 Frugal Living
Siap2 Daya beli lesu
Ekonomi ga bergairah
astagaa wkwkwk
krisis geopoitik begini masuk bumn
$TLKM $BBRI $PTBA mumpung asing lagi out
jangan masuk $MAPA $MAPB mapi yang bakal jadi the next unvr. dunia ini akan saling boikot
$FAST ekuitas sisa 467 milyar
padahal Q3 rugi sekitar 200 milyar
berarti 2 kuartal lagi ekuitasnya bisa minus💀
tags: $PZZA $UNVR $MAPB
“Bro, seinget ane lu bolak balik menyebut kalo ekonomi kita ini lagi ngga baguslah, daya beli tertekan dan sejumlah tantangan ekonomi saat ini terjadi. Tapi ane bingung deh, kenapa sih masih ada aja orang yang beli Labubu, nonton konser keknya rame banget sampai rame rame nyicip makanan atau minuman yang viral?”
Sejujurnya, fenomena ini memang menjadi keheranan tersendiri. Seperti menunjukkan memang kesenjangan ekonomi beneran nyata terjadi, karena banyak yang nyari duit buat makan yang biasa aja susah payah. Belum lagi membicarakan beban beban khas orang dewasa seperti membayar tagihan, membayar hutang dan sejumlah kebutuhan spesifik yang berbeda beda tiap orang.
Kalau kata ekonom, ini fenomena K shape, yang menunjukkan ada yang makin kaya, tapi ada yang belum bisa bangkit seperti sebelumnya. Tapi, ada satu istilah baru lain yang mungkin lebih sesuai, dan lebih edgy, terhadap fenomena ini. Saya baru denger belakangan ini istilahnya : lipstick effects. Apa Ini?
======
Secara sederhana, lipstick effects Ini menyebut bahwa ada fenomena karena kita stress dengan keadaan, kita menghadapi tantangan ekonomi yang sulit, tapi bukannya kita ngerem pengeluaran, malah kita cari pelampiasan dengan membeli atau mengonsumsi barang barang yang dianggap bisa menghibur diri sendiri. Biasanya barang barang ini adalah barang barang konsumtif, tapi bukan kebutuhan sehari hari, seperti hiburan, wisata dan kebutuhan tersier lainnya.
Berarti yang beli Labubu, cerminan lagi stres sama keadaan dong ya? Wkwkwkwkw ~
Fenomena ini adalah amatan menarik seseorang bernama Juliet Schor, yang meneliti fenomena kenaikan penjualan lipstik Estee Lauder, sebuah brand personal care, perfume and cosmetics terkemuka dunia, yang signifikan terjadi saat peristiwa 11 September 2001 di Amerika Serikat (peristiwa apa itu? Google ajalah, bahaya saya tulis disini). Itulah kenapa disebut sebagai lipstick effects, yang kemudian diperluas maknanya ke berbagai barang sekunder dan tersier lainnya. Hal ini kemudian beliau bukukan dalam buku The Overspent American : Why We Want What We Don't Need (Orang Orang Amerika yang Boros : Mengapa Kita Ingin Sesuatu yang Tidak Kita Butuhkan).
Mungkin ada yang bingung, kok bisa sih? Apalagi kenyataannya, teori ekonomi pada umumnya menyebut, biasanya kalau ekonomi sulit maka umumnya kecenderungannya kita akan cenderung memenuhi kebutuhan pokok duluan. Namun, secara manusiawi, hal ini bisa dijelaskan. Simpelnya, kebutuhan pokok tentu akan tetap terpenuhi, dan tetap diperhatikan - malah mungkin tetap akan secara otomatis anggarannya bertambah/membesar secara porsi atau nominal. Namun, mosok iya si ngga ada “colong colongan” duit dikit buat menghibur diri. Apalagi dengan tren viral yang silih berganti muncul, keknya bisa nih kita nyoba nyobain, ye ga?
Nah, sebagai akibat dari keinginan tersebut, ya ada anggaran yang diubah porsinyalah. Atau, kalau ngga bisa diubah porsinya, cari deh yang murah murah. Kebutuhan pokok dicari yang murah, begitupun yang jadi penghiburan ini. Itu yang juga bisa menjelaskan mengapa belakangan yang viral itu selalu ada embel embelnya “harga murah” atau “dengan harga sekian, dapetnya oke banget/enak banget”. Namun, karena ada namanya latah dan FOMO, keknya kalo ngga beli yang mahal mahal sesekali kurang dar der dor hidup gitu, ya. Kurang ada adrenalinnya, kurang seru. Apalagi kalau temen temen sudah pakai, sudah cobain atau pergi ke sana juga. Seperti fenomena Labubu atau iPhone baru yang sampai antri.
Akhirnya, segala cara dilakukan untuk nekat dapetin yang mahal mahal itu. Disinilah akhirnya muncul hutang. Kalau jaman dulu saat riset lipstick effect itu, jamannya kartu kredit ya, namun jaman sekarang jamannya pinjaman online atau paylater. Definisi godaan berat, apalagi dengan integrasi ekosistem belanja online dan paylater straight away (langsung). Klik klik sana sini, masukin data pribadi, tunggu approval (persetujuan), beres. Semudah itu. Jadilah situasinya adalah duit mepet, daya beli tertekan ditambah hutang, tapi gayanya harus shimmering splendid.
Dengan mereka melakukan itu, bukan hanya menghibur diri dan melepas stress karena realitas situasi mereka yang keras, namun juga ada sensasi kenikmatan dan keseruan sekaligus. Apalagi sampai misalnya rebutan barang sampai ribut ribut. Duh, dijamin berwarna ini hidup. Apalagi dengan tren jaman sekarang yang apa apa masuk media sosial, duh kalau ada ribut ribut enaknya minimal nonton kali ya keributan itu. Mayan, tontonan gratis.
Dari deskripsi tadi, sudah kebayang kan betapa puyengnya memahami mereka mereka ini? Bagaimana jika kita harus memperingatkan mereka untuk berhati hati dan lebih eling (sadar) saat berbelanja? Bisa jadi mereka punya banyak alasan soal hal ini, sehingga agak sulit melepas mereka dari jeratan ini. Sama sulitnya seperti melepas mereka mereka yang terjerat toxic relationship (hubungan antar manusia yang tidak sehat).
Namun bagi ekonomi, situasi ini sebenernya masih bagus. Mengindikasikan permintaan masih ada, cuma sebagai pelaku bisnis kita memang harus melakukan penyesuaian untuk menjaga level permintaan dan memaksimalkannya. Tapi bukannya tanpa dampak negatif ya, karena selain memberi tekanan pada sektor konsumer untuk membuat “apapun murah” karena daya beli mengarah ke hal hal yang kurang menjadi prioritas/kurang penting, juga karena akan memberi dampak pada kinerja kredit konsumsi, yang di dalamnya mengandung kartu kredit, pinjaman online, paylater, kredit tanpa agunan dan lain sebagainya. Belum lagi dampak tekanan daya beli berlanjut karena harus membayar hutang, sementara pendapatan ngga naik sekencang pengeluarannya.
Karena itu, bagi pelaku bisnis salah satu yang harus difokuskan adalah penajaman target pasar untuk menghadapi dampak hal ini. Sementara bagi konsumen, tentu kesadaran diri sendiri untuk mengendalikan apa yang kita punya, memaksimalkan peluang yang ada untuk memperbesar dan memperoleh sumber pendapatan, serta berupaya untuk mengendalikan (bahkan tidak mengambil) hutang menjadi upaya terbaik untuk menghadapi tantangan yang sedang kita hadapi.
Soal kebahagiaan dan menghibur diri, pada akhirnya hanya bisa terwujud dalam rasa cukup dan bersyukur, bukan pada barang barang yang dibeli, bukan pada uang yang telah dikeluarkan. Ini memerlukan kebiasaan yang dilatih. Jikapun memang ngga nahan mau beli, ya setidaknya kita tidak menjadikan barang itu sebagai sumber kebahagiaan.
Percuma dapet kebahagiaan semu, tapi selanjutnya pusing bayar hutangnya.
======
Setelah menulis ini, saya kemudian menyadari jangan jangan saya kena efek ini juga lagi? Beberapa waktu terakhir, saya muter muter beli berbagai kopi dari merek berbeda, seperti Starbucks (MAPB), Point Coffee (Indomaret - DNET), Familymart, Tomoro Coffee, Kopi Kenangan dan Fore. Tinggal Tuku, Janji Jiwa sama Flash yang belum dicoba. Yang puyengnya, saya beli kopinya tipe yang sama : Caramel Machiato semua wkwkwk. Dari semua brand ini, yang saya suka banget ada 3 : Starbucks, Fore dan Point Coffee.
Eh kok jadi review sih wkwkwkw
Tapi serius, rasanya memang muter muter begini seneng banget, meski rasanya nampak sama aja. Hal ini yang kemudian saya lakukan juga saat belanja online misalnya, dimana saya sampai menggilir belanja di hampir semua e-commerce. Atau ketika saya belanja kebutuhan sehari hari, saya menggilir belanja di hampir semua supermarket-minimarket yang bisa dijangkau dari rumah. Selain, tentu saja untuk menjadi bahan riset buat konten. Sekali mendayung, dua tiga pulau terlampaui.
Eh tapi bentar, jangan jangan viralnya j dan i 4 huruf online, sebenernya juga lipstick effects juga? Melihat yang memainkannya rata rata adalah kaum menengah ke bawah, yang bukan hanya sulit dari sisi ekonomi dan lemah dari sisi edukasi, tapi sangat haus hiburan?
Duh, pekerjaan pemerintah makin sulit banget ini ya dalam menghadapi dan memberantas dampak j dan i online 4 huruf, karena sudah menyentuh emosional manusia ~
Bacaan menarik soal saham, investasi dan bisnis lainnya, cek Instagram, TikTok dan Threads @plbk.investasi. Cek juga tulisan lainnya di s. id / plbkrinaliando.
$IHSG $MAPI $LPPF $RALS $MAPB
1/2