Volume
Avg volume
PT. Indonesian Paradise Property Tbk (INPP) bergerak dalam penyediaan akomodasi (hotel) dan melakukan investasi pada saham pada entitas lain. Pemilik perusahaan hotel dengan nama HARRIS Hotel ini berada di Tuban, Bali. Perusahaan mulai beroperasi pada tahun 2002.
Jakarta, CNBC Indonesia- Di tengah gejolak ekonomi dan pelemahan daya beli, emiten pengembang properti utamanya hotel dan pusat belanja, PT Indonesian Paradise Property Tbk (INPP)berhasil mencatatkan pertumbuhan laba hingga 59% menjadi Rp500 Miliar selama Semester I-2025.
Director & CFO Indonesian P...
www.cnbcindonesia.com
$INPP 05 Aug 25
Investor: CGS INTERNATIONAL SECURITIES SINGAPORE
Source: KSEI
Action: SELL
Shares Traded: -2,700,000 (-0.0242%)
Current: 930,768,400 (8.3238%)
Previous: 933,468,400 (8.348%)
Broker: YU
Investor Type: Foreign
JAKARTA - PT Indonesian Paradise Property Tbk (INPP) mencatat lonjakan laba bersih sebesar 59% menjadi Rp500,89 miliar di semester pertama 2025.
Perolehan itu didukung oleh pertumbuhan pendapatan INPP, yang juga meningkat 57% menjadi Rp872,11 miliar di paruh pertama 2025.
Penjualan unit Antasari P...
www.idnfinancials.com
IDXChannel — PT Indonesian Paradise Property Tbk (INPP) membukukan pendapatan Rp872,11 miliar hingga semester I-2025. Capaian ini naik 57 persen secara year-on-year (yoy).
CEO Paradise Indonesia Anthony P Susilo mengatakan, lonjakan pendapatan ini terutama didorong oleh penjualan properti dari ser...
www.idxchannel.com
$INPP 23 Jul 25
Investor: CGS INTERNATIONAL SECURITIES SINGAPORE
Source: KSEI
Action: SELL
Shares Traded: -5,050,000 (-0.0451%)
Previous: 938,518,400 (8.3931%)
Current: 933,468,400 (8.348%)
Broker: YU
Investor Type: Foreign
$INPP = $GJTL + $MAPI
Lanjutan dari postingan sebelumnya di External Community Pintar Nyangkut di Telegram dengan Kode External Community A38138 https://stockbit.com/post/13223345
PT Indonesian Paradise Property Tbk (INPP) bisa jadi bukan nama yang langsung terlintas saat kita ngomongin konglomerasi besar di Indonesia, tapi kalau dikuliti satu per satu, INPP sebenarnya bukan anak kecil yang main properti sendirian. Di balik logo yang sederhana itu ada silsilah keluarga dan koneksi bisnis yang menyambung langsung ke dua raksasa, yaitu Grup Gajah Tunggal, kerajaan ban dan industri berat milik Sjamsul Nursalim, dan MAP Group, penguasa ritel modern pemegang lisensi brand internasional seperti Zara dan Starbucks. Kuncinya terletak pada satu nama yaitu Amelia Gozali. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf
Amelia Gozali duduk manis sebagai Komisaris INPP. Tapi posisinya di situ bukan sekadar jabatan struktural. Dia adalah anak dari Boyke Gozali, tokoh lama yang sudah berkecimpung dalam bisnis properti dan ritel sejak era Plaza Indonesia dan proyek landmark lainnya. Keluarga Gozali ini bukan nama asing di jagat bisnis nasional karena mereka berkeluarga langsung dengan Itjih Gozali Nursalim, istri dari Sjamsul Nursalim. Beberapa nama lain dari klan Gozali seperti Fredy Gozali, Gustimego Gozali, dan Muljati Gozali terlihat dalam jajaran direksi dan pemegang saham anak usaha Gajah Tunggal termasuk GT Petrochem dan Polychem Indonesia. Artinya struktur kekuasaan dan bisnis di antara mereka bukan sekadar kerja sama bisnis tapi aliansi keluarga. INPP dalam konteks ini adalah tangan properti dari dinasti Gozali dan Nursalim.
Tak berhenti di sana, keluarga besar ini juga punya sejarah di balik layar dari MAP Group. Di era awal pertumbuhan Mitra Adiperkasa, jaringan ritel internasional itu berkembang pesat dengan sokongan finansial dan strategi dari kelompok keluarga Gozali dan lingkaran bisnis Nursalim. Jadi wajar kalau portofolio properti yang dikembangkan INPP hari ini berupa mal premium, hotel bintang lima, dan apartemen sewa di lokasi strategis terlihat cocok jadi rumah bagi tenant ritel internasional. Karena di belakang layar, pemilik propertinya dan penyewa besar seperti Zara atau Starbucks bisa jadi berasal dari satu keluarga besar juga.
Model bisnis INPP memang menggambarkan visi jangka panjang yang khas konglomerasi konservatif. Properti bukan untuk dijual cepat tapi disewakan jangka panjang. Mereka punya portofolio besar yang didominasi recurring income dengan komposisi pendapatan kuartal 1 2025 sebesar Rp286 Miliar, yang 91% datang dari sewa hotel, mal, dan pengelolaan properti. Penjualan properti cuma Rp24 Miliar alias 9%, jadi INPP ini sudah seperti REIT tapi versi korporasi keluarga. Aset terbesar mereka ada di Bali NAP Rp1,73 Triliun, Jakarta PSM Rp1,18 Triliun, dan Pekanbaru MPN Rp0,6 Triliun ditambah paparan pasif senilai Rp3,42 Triliun di REIT Plaza Indonesia. Mereka juga pegang merek hotel besar seperti Hyatt, Harris, Yello, dan 101 serta properti strategis seperti fX Sudirman dan Seminyak Village. Margin bruto tebal yaitu 70% untuk hospitality, 66% untuk rental, dan 80% untuk pengelolaan properti. Ini bikin laba kotornya stabil meskipun revenue belum meledak. Upgrade skill https://cutt.ly/ge3LaGFx
Tapi di balik keunggulan recurring income itu ada sisi gelap yang perlu diperhatikan. Laba bersih kuartal 1 2025 memang terlihat fantastis di Rp382 Miliar, tapi 135% ditopang oleh gain satu kali dari pelepasan saham anak sebesar Rp515 Miliar. Tanpa itu laba operasional hanya Rp31 Miliar dan arus kas operasi Rp49 Miliar, jauh lebih kecil dari headline laba, menunjukkan laba tidak sepenuhnya kas. Bahkan beban bunga kuartalan dari utang Rp1,9 Triliun dan obligasi Rp500 Miliar mencapai Rp45 Miliar, alias lebih besar dari laba usaha. Situasi ini bikin bisnis rawan kalau okupansi hotel atau penyewa mal terganggu. Di sisi lain, properti investasi terus naik nilainya jadi Rp1,94 Triliun tapi belum banyak yang berhasil dimonetisasi. Ini menciptakan potensi overstatement NAV kalau valuasi tidak segera direalisasi lewat REIT atau penjualan.
Eksposur geografis juga cukup berat ke Bali dengan 52% aset di sana. Lebih dari 40% pendapatan bergantung ke Beachwalk dan Hyatt Bali. Jadi kalau ada guncangan di sektor pariwisata, pendapatan bisa anjlok. Dari sisi kolektibilitas, piutang usaha Rp52 Miliar mengindikasikan masih ada tantangan dalam penagihan sewa yang membuat arus kas tidak selancar yang diharapkan dari bisnis recurring.
Valuasi saham di harga Rp800 menyiratkan kapitalisasi Rp5,46 Triliun dengan PBV 0,9x terhadap ekuitas Rp6,83 Triliun. PER headline terlihat menarik di 14x, tapi kalau gain satu kali disisihkan, PER inti bisa tembus 150x, jauh dari rasional investor konservatif. Tapi bagi investor yang fokus pada revaluasi aset dan potensi spin off ke REIT, valuasi seperti ini masih bisa dikejar. Apalagi net gearing cuma 0,17 memberi ruang ekspansi kalau proyek Bandung dan Semarang berjalan lancar.
Jadi kalau dilihat utuh, INPP bukan cuma cerita tentang hotel dan mal, tapi juga tentang keluarga yang tahu caranya menanam aset strategis, memelihara sewa panjang, dan tahu kapan harus lepas untuk cuan besar. Dari sisi recurring income, margin, dan posisi aset, INPP adalah salah satu yang terbaik di sektornya. Tapi dari sisi kualitas laba, arus kas, dan struktur utang, masih banyak pekerjaan rumah. Yang jelas, kalau investor tahu siapa yang duduk di belakang, tahu relasi keluarga dan sejarah MAP serta Gajah Tunggal, maka mereka paham bahwa INPP bukan saham gorengan. Ini saham keluarga lama yang mainnya panjang dan seperti banyak keluarga konglomerat, kadang sabar menunggu momentum sebelum memanen lewat aksi korporasi besar. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf
Ini bukan rekomendasi jual dan beli saham. Keputusan ada di tangan masing-masing investor.
Untuk diskusi lebih lanjut bisa lewat External Community Pintar Nyangkut di Telegram dengan mendaftarkan diri ke External Community menggunakan kode: A38138
Link Panduan https://stockbit.com/post/13223345
Kunjungi Insight Pintar Nyangkut di sini https://cutt.ly/ne0pqmLm
Sedangkan untuk rekomendasi belajar saham bisa cek di sini https://cutt.ly/Ve3nZHZf
https://cutt.ly/ge3LaGFx
Toko Kaos Pintar Nyangkut https://cutt.ly/XruoaWRW
Disclaimer: http://bit.ly/3RznNpU
1/8
$INPP Perusahaan Properti Milik Gajah Tunggal
Request salah satu user Stockbit bukan di External Community Pintar Nyangkut di Telegram dengan Kode External Community A38138 https://stockbit.com/post/13223345
PT Indonesian Paradise Property Tbk (INPP) adalah emiten properti yang nggak seperti mayoritas developer lainnya. Kalau yang lain fokus jualan kavling dan apartemen buat cuan besar di awal, INPP justru ngandelin recurring income dari hotel, pusat belanja, dan properti sewa jangka panjang. Berdiri sejak 1996 dan kini dikendalikan oleh PT Grahatama Kreasibaru (37 persen) dan Tree of Blessing Pte Ltd (28 persen), INPP udah berevolusi jadi salah satu dari sedikit properti player yang mirip REIT tapi versi listed company. Dengan total aset Rp10,15 triliun dan hanya 567 karyawan, bisnis ini ramping tapi punya gigi yang cukup tajam di segmennya. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf
Model bisnis INPP bisa dibilang lebih ke arah property as cash machine. Mereka bangun mal, hotel, apartemen sewa, lalu disewakan ke brand ternama seperti Hyatt, Harris, Yello, 101, juga berbagai tenant retail internasional di Beachwalk Bali, Seminyak Village, hingga Plaza Semanggi. Pelanggan akhirnya ya turis, pengunjung mal, dan penyewa apartemen. Vendor bisa berupa kontraktor proyek, operator hotel, hingga penyedia sistem manajemen properti.
Struktur revenue mereka sangat sehat. Di kuartal 1 2025, recurring income dari hotel, mal, dan pengelolaan properti mencapai Rp261 miliar atau 91 persen dari total pendapatan Rp286 miliar. Lebih gede dari recurring income $PWON.
Penjualan properti cuma nyumbang Rp24,9 miliar atau 9 persen. Pendapatan sewa hotel punya 70 persen gross margin, sewa mal 66 persen, dan jasa manajemen 80 persen. Semuanya tinggi dan stabil. Bahkan sejak 2022, proporsi recurring konsisten di atas 85 persen, jauh lebih tinggi dari PWON (78 persen), SMRA (43 persen), atau $BSDE (16 persen).
Pertumbuhan revenue-nya juga konsisten naik dari Rp956 miliar tahun 2022 ke Rp1,31 triliun tahun 2024, CAGR 17 persen dalam dua tahun. Tapi di balik itu ada noda besar yang nggak bisa diabaikan. Laba bersih kuartal 1 2025 tembus Rp382 miliar, tapi Rp515 miliar-nya berasal dari penjualan saham anak alias non recurring. Laba operasi murni cuma Rp31,6 miliar. Ironisnya, ini masih kalah sama beban bunga yang tembus Rp45,4 miliar. Artinya apa? Core business INPP belum cukup kuat buat nutupin cicilan utang, apalagi bagi dividen. CFO memang positif Rp49,3 miliar, tapi sebagian besar karena arus masuk dari pelanggan atau DP proyek, bukan dari keuntungan operasional yang stabil. Upgrade skill https://cutt.ly/ge3LaGFx
Sementara itu, capex properti investasi jalan terus, Rp114 miliar di kuartal 1 doang. Itu belum termasuk proyek mal baru di Semarang dan Bandung yang masih proses bangun.
Aset properti investasi sudah naik jadi Rp1,94 triliun, belum termasuk tanah cadangan dan proyek dalam konstruksi sebesar Rp394 miliar. Tapi sebagian besar properti itu belum dimonetisasi. Misalnya, Beachwalk Bali yang jadi aset andalan dikelola oleh anak usaha Nusa Dua Indonesia. Kontribusinya Rp133 miliar revenue dan Rp34,6 miliar laba sebelum pajak. Tapi entitas lain seperti Rifai Maju Property atau hotel di Makassar dan Plaza Semanggi malah rugi. Terlalu tergantung pada satu aset dan satu lokasi yaitu Bali yang nyumbang sekitar 45 persen dari pendapatan. Kalau pariwisata Bali anjlok, ya INPP bisa ikut keok.
Struktur pendanaan cukup konservatif. Utang berbunga Rp1,86 triliun, kas Rp766 miliar, jadi net debt Rp1,09 triliun. Net gearing 0,18 kali dan debt to equity 0,31 kali masih aman. Tapi muncul obligasi Rp500 miliar dengan kupon 7,3 persen per tahun yang mulai mencederai interest coverage. Dengan laba operasi di kisaran Rp31,6 miliar per kuartal, rasio interest coverage INPP cuma 0,7 kali. Jadi kalau proyek molor, risiko gagal bayar atau refinancing meningkat. Piutang usaha juga cukup tinggi di Rp52,3 miliar, indikasi revenue yang belum jadi kas. Persediaan apartemen menumpuk Rp938 miliar. Kalau nggak laku, bisa jadi write down ke depannya. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf
Valuasi saham INPP di harga Rp800 memberi market cap Rp8,95 triliun. Dengan ekuitas Rp6,03 triliun, PBV-nya 1,48 kali, cukup premium dibanding emiten properti lain yang umumnya di bawah 1 kali. Tapi apakah premium ini layak? PER headline hanya 6,3 kali karena laba one off, tapi PER core berdasarkan laba murni tahunan bisa tembus di atas 70 kali. Jadi valuasi ini jelas nggak murah kalau kita lihat dari sisi operasional. Kecuali manajemen bisa ngasih bukti bahwa proyek proyek baru bisa menghasilkan recurring cash flow yang gede dan stabil, investor bakal bayar mahal buat mimpi, bukan kenyataan.
Kelebihannya jelas, recurring income tinggi, margin tebal, model bisnis defensif, dan tidak tergantung pada penjualan satuan. Tapi kekurangannya juga nggak bisa disepelekan. Laba banyak dari gain one off, cash flow belum benar benar kuat, beban bunga meningkat, dan tergantung pada pariwisata Bali. Kalau kekurangan ini bisa dikompensasi dengan selesainya proyek baru di Semarang dan Bandung, maka recurring revenue bisa nambah Rp150 sampai Rp200 miliar per tahun. Kalau okupansi bagus, CFO bakal naik, interest coverage jadi sehat, dan valuasi PBV bisa turun ke 1 kali dengan PER 15 kali yang lebih masuk akal. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf
Hidden gem-nya ada di saham minoritas di Plaza Indonesia REIT senilai Rp3,42 triliun yang belum fully dimonetisasi dan bisa dijadikan sumber dividen pasif. Potensi value trap jelas ada, kalau investor tertipu angka laba besar padahal isinya penjualan anak usaha dan bukan hasil operasional. Valuasi ideal untuk INPP ada di rentang PBV 0,9 sampai 1 kali dan PER 12 sampai 15 kali berbasis laba operasi nyata, bukan laba kertas. Tapi syaratnya, proyek baru harus menghasilkan, okupansi mal harus tinggi, bunga utang nggak boleh jebol, dan cash flow harus lebih stabil.
Jadi INPP memang bukan emiten properti biasa. Buat investor konservatif, tunggu bukti dulu bahwa laba bisa dikonversi ke arus kas. Buat yang spekulatif, bisa masuk buat ngejar potensi spin off REIT atau valuasi aset yang bisa loncat. Tapi jangan lupa, recurring revenue itu bagus kalau benar benar menghasilkan duit, bukan sekadar angka di laporan laba rugi. Upgrade skill https://cutt.ly/ge3LaGFx
Ini bukan rekomendasi jual dan beli saham. Keputusan ada di tangan masing-masing investor.
Untuk diskusi lebih lanjut bisa lewat External Community Pintar Nyangkut di Telegram dengan mendaftarkan diri ke External Community menggunakan kode: A38138
Link Panduan https://stockbit.com/post/13223345
Kunjungi Insight Pintar Nyangkut di sini https://cutt.ly/ne0pqmLm
Sedangkan untuk rekomendasi belajar saham bisa cek di sini https://cutt.ly/Ve3nZHZf
https://cutt.ly/ge3LaGFx
Toko Kaos Pintar Nyangkut https://cutt.ly/XruoaWRW
Disclaimer: http://bit.ly/3RznNpU
1/7
$INPP 10 Jul 25
Shareholder : Cgs International Securities Singapore
Type : Foreign
Sold : -16,000 (0.00%)
Current : 938,518,400 (8.39%)
Previous : 938,534,400 (8.39%)
$INPP 30 Jun 25
Shareholder : Grahatama Kreasibaru
Type : Local
Sold : -85,000,000 (-0.76%)
Current : 4,041,653,709 (36.14%)
Previous : 4,126,653,709 (36.9%)
Jika membeli saham ketika cumedate lalu menjualnya ketika exdate tapi sebelum tanggal pencatatan, apa msh dapat dividen? $BBMD $DLTA $INPP