1,505

+15

(1.01%)

Today

10,000

Volume

40,114

Avg volume

Company Background

PT Darya-Varia Laboratoria Tbk. atau DVLA memiliki bidang usaha Industri Farmasi berkedudukan di Jakarta, Indonesia. Perseroan memproduksi produk-produk berkualitas tinggi untuk lini produk Consumer Health dan Ethical. Saat ini, 92,66% saham Darya-Varia dimiliki oleh Blue Sphere Singapore Pte. Ltd. (BSSPL). BSSPL merupakan afiliasi dari United Laboratories, Inc. (Unilab) yang saat ini memiliki jaringan afiliasi tersebar di negara-negara Asia, termasuk di Indonesia, Vietnam, Myanmar, Thailand, Malaysia, Singapura, Laos, Kamboja dan Cina. Brand produk DVLA diantaranya NATURE-E, ENERVON-C, NEOZEP FORTE, NEW DIATABS dan VICEE.

imageProfile
Potential Junk
Potential Spam

Tentang $DVLA: Dividend Hunter

Lanjutan dari postingan sebelumnya tentang saham farmasi di External Community Pintar Nyangkut di Telegram dengan Kode External Community A38138 https://stockbit.com/post/13223345

Kalau ada saham yang bisa dibilang “pendiam, setia, dan nggak neko-neko,” DVLA adalah salah satu kandidat utamanya. Saham ini nggak banyak gaya, nggak sering masuk berita, dan jarang banget muncul di radar saham populer. Tapi justru di situlah daya tariknya. DVLA, atau PT Darya-Varia Laboratoria Tbk, adalah salah satu emiten farmasi paling mapan di Indonesia. Perusahaan ini berdiri sejak lama, IPO tahun 1994 dengan harga Rp6.200 per saham. Tapi DVLA bukan sekadar perusahaan tua yang diam di tempat. Di balik grafik harga yang lesu, tersembunyi bisnis yang stabil, kas melimpah, dan konsistensi membagi dividen yang bisa bikin kamu lupa kalau harga sahamnya nggak naik-naik. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf

DVLA ini punya DNA multinasional. 92,66% sahamnya dimiliki Blue Sphere Singapore, anak dari grup raksasa United Laboratories Inc (Unilab), yang punya jaringan di berbagai negara Asia. Jadi bisa dibilang, DVLA ini perusahaan Indonesia dengan otak dan kontrol global. Mereka memproduksi produk kesehatan consumer dan ethical, dengan brand yang sudah sangat dikenal publik—sebut saja ENERVON-C, NEOZEP, NEW DIATABS, NATURE-E, dan VICEE. Jadi jangan kira ini perusahaan kelas teri. DVLA punya distribusi, reputasi, dan produk yang bahkan bisa dibilang household name.

Dari segi fundamental, DVLA terlihat sangat konservatif dan sehat. Total kas Rp358 miliar, dengan total utang hanya Rp43 miliar—yang artinya net cash Rp315 miliar. Mereka nggak suka ngutang, dan itu tercermin juga di debt-to-equity ratio mereka yang cuma 0.03, jauh di bawah standar industri. Di sisi lain, Free Cash Flow TTM sebesar Rp229 miliar, yang artinya semua dividen dibayarkan dari arus kas nyata, bukan dari utang atau akal-akalan akuntansi. Dan ini penting: dividend yield-nya 7.25%, dengan payout ratio yang konsisten di kisaran 75–89%. Sejak 2016 sampai sekarang, dividen selalu dibayar rutin, bahkan meningkat secara nominal. Bahkan sejak 2021, mereka membayar dua kali dividen per tahun. Ini perusahaan yang benar-benar memanjakan investor income-oriented.

Tapi jangan salah sangka. Di balik semua angka manis tadi, harga sahamnya justru nggak pernah heboh. Dalam 5 tahun terakhir, harga turun 31.34%. Bahkan sekarang jauh di bawah harga IPO-nya yang Rp6.200. Dan ini yang kadang jadi jebakan psikologis: saham kayak DVLA ini bisa kelihatan "nggak menarik" karena harganya nggak lompat-lompat. Tapi kalau kita lihat valuasinya, sekarang PBV-nya cuma 1.15x, padahal rata-rata 10 tahun terakhir di angka 1.77x. PER-nya 10.69x, sementara rerata historisnya 16x. Price to Sales juga cuma 0.80x, terendah dibanding rata-rata sektor farmasi yang biasanya di atas 1.5x. Artinya? Ini saham sedang "diskon" dari segi valuasi, meskipun nggak kelihatan dari sisi sentimen pasar. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf

Bukan cuma itu, dari analisis PE dan PBV Band, saham DVLA saat ini berada di area -1 hingga -2 SD dari rerata 10 tahunnya. Di banyak literatur, kondisi seperti ini dianggap undervalued secara statistik. Bahkan bisa dibilang sedang berada di harga terendahnya secara historis, padahal kinerja fundamentalnya stabil dan masih menghasilkan laba yang cukup. Dan menariknya lagi, saham ini dikuasai investor asing hampir 97%, yang artinya mayoritas investor retail lokal justru melepas saham ini. Komposisi investor lokal hanya 2.82% di Maret 2025, dan didominasi individu, bukan institusi. Ironis, saham yang paling stabil justru makin ditinggal oleh investor lokal, dan makin dikumpulkan oleh pemodal besar luar negeri.

Tapi tentu saja, DVLA juga punya sisi "jebakan" yang perlu dicermati. Fall trap utamanya adalah stagnasi pertumbuhan. Dari sisi revenue dan laba bersih, perusahaan ini nggak menunjukkan pertumbuhan eksplosif. Laba bersih tahunan memang stabil di kisaran Rp140–160 miliar, tapi tidak bertumbuh signifikan. Bahkan dalam beberapa kuartal terakhir, laba kuartalan sempat drop tajam, misalnya Q3 2023 cuma Rp4 miliar, dan Q4 2023 Rp47 miliar. Walaupun TTM-nya pulih jadi Rp156 miliar di 2024, tetap saja pola ini menunjukkan bahwa bisnisnya sangat tergantung pada musim (seasonal), dan bukan growth stock. Jadi buat investor yang suka growth tinggi dan momentum trading, DVLA bisa jadi jebakan karena terlihat murah tapi nggak akan naik cepat.

Seasonality juga mengonfirmasi itu. Pergerakan bulanan selama 10 tahun terakhir menunjukkan pola yang tidak konsisten, dengan performa cenderung lemah di Q1 dan Q2, lalu membaik di Q3 dan Q4. Ini juga selaras dengan pola distribusi dividen mereka—kebanyakan terjadi di pertengahan tahun dan akhir tahun.

Manajemen DVLA juga tergolong konservatif. Tidak ada aksi korporasi aneh-aneh, nggak ada rights issue, nggak ada spin-off anak usaha, dan mereka juga nggak aktif terlibat dalam akuisisi besar. Bisa dibilang ini perusahaan yang low profile but high yield. Tidak ekspansif, tapi menguntungkan. Board of directors juga berisi kombinasi profesional Indonesia dan Filipina, dengan kendali mutlak tetap berada di tangan pemilik mayoritas dari Singapore/Unilab. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf

DVLA adalah saham yang menarik buat investor jangka panjang yang cari stabilitas, dividen, dan valuasi diskon—bukan pertumbuhan agresif atau capital gain jangka pendek. Cocok buat kamu yang pengin pegang saham kayak punya tabungan deposito, tapi dengan potensi yield 2–3x lipat dari bunga bank. Tapi pastikan kamu tahu posisi—jangan berharap DVLA jadi multibagger. Ini bukan saham untuk spekulasi, ini saham untuk kamu yang sabar, disiplin, dan tahu menikmati cuan pelan-pelan sambil ngopi.

Ini bukan rekomendasi jual dan beli saham. Keputusan ada di tangan masing-masing investor.

Untuk diskusi lebih lanjut bisa lewat External Community Pintar Nyangkut di Telegram dengan mendaftarkan diri ke External Community menggunakan kode: A38138
Link Panduan https://stockbit.com/post/13223345

Kunjungi Insight Pintar Nyangkut di sini https://cutt.ly/ne0pqmLm

Sedangkan untuk rekomendasi belajar saham bisa cek di sini https://cutt.ly/Ve3nZHZf
https://cutt.ly/ge3LaGFx

Toko Kaos Pintar Nyangkut https://cutt.ly/XruoaWRW

Disclaimer: http://bit.ly/3RznNpU
$SIDO $KAEF

Read more...

1/2

testes
imageProfile
Potential Junk
Potential Spam

$PYFA LK Full Year 2024: Efek Akuisisi Belum Terlihat Pada Laba

Lanjutan analisa dari External Community Pintar Nyangkut di Telegram dengan Kode External Community A38138 https://stockbit.com/post/13223345

PT Pyridam Farma Tbk (PYFA) mencatat transformasi besar dalam laporan keuangan 2024: dari perusahaan farmasi domestik skala menengah, menjadi grup regional setelah aksi akuisisi raksasa terhadap Probiotec Ltd asal Australia. Revenue-nya melonjak gila-gilaan dari Rp702 M di 2023 menjadi Rp1,92 T di 2024, naik 173% dalam waktu setahun—angka yang biasanya hanya muncul di startup tech. Tapi pertumbuhan itu bukan datang gratis. Beban pokok penjualan (COGS) juga naik dari Rp406 M ke Rp1,38 T atau naik 240%, sehingga margin kotor justru makin tipis. Dan parahnya lagi, PYFA mencatat rugi bersih Rp330 M, membengkak dari rugi Rp85 M di tahun sebelumnya. Jadi, meskipun pendapatan tampak mengkilap, di bawahnya ada darah dan keringat yang belum balik modal. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf

Arus kas dari operasional (CFO) juga masih merah—selama 3 tahun berturut-turut. Tahun 2024, CFO tercatat minus Rp141 M. Capex sekitar Rp108 M membuat Free Cash Flow (FCF) jadi -Rp249 M. Artinya, perusahaan tidak menghasilkan uang dari bisnis intinya, dan masih bakar kas besar-besaran. Untuk menambal semua ini, PYFA menempuh jalan ekstrem: utang dan right issue. Total utang berbunga (obligasi dan pinjaman bank) mencapai Rp3,24 T, melonjak lebih dari 3x lipat dibanding tahun sebelumnya. Kas hanya Rp352 M. Jadi net debt-nya bengkak, dan beban bunga juga ikut meledak—Rp226 M di 2024 dari sebelumnya hanya Rp86 M. Semua itu bikin rasio solvabilitas dan likuiditas makin ketat. Dan jangan lupa, goodwill dan aset takberwujud yang muncul dari akuisisi Probiotec juga membengkak ke Rp2,59 T—hampir setengah dari total aset Rp5,81 T. Ini aset "ghaib" yang hanya bernilai selama anak usaha Australia itu bisa cetak laba. Kalau enggak? Siap-siap impairment ratusan miliar.

Dari sisi cash conversion cycle (CCC), ada perbaikan: turun dari 254 hari (2023) menjadi 184 hari (2024). Ini sinyal operasional makin efisien. Tapi DSO (piutang) justru naik jadi 127 hari, artinya uang makin lama masuk. Persediaan memang berputar lebih cepat (DIO turun ke 120 hari), dan utang ke vendor dibayar makin lambat (DPO naik jadi 63 hari), tapi tetap saja, waktu cash balik itu butuh 6 bulan. Belum lagi risiko kurs. Utang valas dalam AUD, USD, SGD, dan EUR mencapai total Rp2,5 T, sedangkan aset dalam valas hanya Rp460 M. Dengan kurs AUD, USD, dan Euro yang makin mahal terhadap Rupiah (AUD sekarang Rp10.702 vs sebelumnya Rp10.082), potensi rugi kurs sangat nyata. Bahkan per Maret 2025, perusahaan sudah memperkirakan rugi translasi Rp73 M hanya dari perbedaan kurs—dan itu baru 3 bulan. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf

Valuasi saham? PYFA sekarang dihargai Rp178 per lembar, dengan market cap Rp2 T. Tapi ekuitas hanya Rp1,04 T, jadi PBV = 1,92x. PER? Enggak bisa dihitung karena rugi. FCF negatif. Nilai intrinsik versi DCF konservatif (dengan asumsi FCF positif baru muncul 2025 dan tumbuh 20% per tahun) ada di kisaran Rp100–110/saham. Artinya, harga pasar sekarang sudah premium banget, padahal belum ada laba dan kas juga belum balik. Kalau Probiotec gagal nyumbang cash atau laba, valuasi ini bisa jeblok sewaktu-waktu. Dilusi dari right issue juga parah—jumlah saham naik dari 535 juta jadi 11,24 miliar (naik 21x). Investor lama kena siram habis-habisan, EPS makin tipis, dan hak suara makin kecil.

Tapi tetap ada harapan. Pertama, revenue naik nyata dan bukan mimpi. Kedua, tidak ada konsentrasi pelanggan atau vendor tunggal, artinya bisnis tersebar dan minim ketergantungan. Ketiga, Probiotec punya fasilitas produksi besar dan segmen maklon yang menjanjikan margin jika efisien. Keempat, CCC mulai membaik, dan belum ada impairment meskipun goodwill besar. Kelima, tidak ada transaksi pihak berelasi yang mencurigakan, artinya tata kelola cukup bersih. Dan keenam, rights issue Rp1 T bisa sukses di tengah kerugian itu menunjukkan investor masih ada yang percaya, setidaknya terhadap potensi jangka panjangnya.

Apa yang bisa diperbaiki? Banyak. Tekan beban pokok dan efisiensikan pabrik. Turunkan beban SGA yang membengkak, terutama dari promosi dan jasa profesional. Percepat penagihan piutang. Hindari menambah utang baru. Kalau bisa, cicil pelunasan dan lindungi posisi kurs (hedging). Yang paling krusial: pastikan Probiotec bisa cetak laba dan FCF mulai 2025. Tanpa itu, goodwill akan jadi liabilitas tak kasat mata yang siap menyedot ekuitas. Kalau semua itu bisa dicapai, PYFA bisa jadi kisah sukses transformasi perusahaan lokal jadi grup farmasi internasional. Tapi kalau tidak? Maka ekspansi ini akan jadi studi kasus mahal tentang overleveraged M&A yang gagal bayar, dan saham Rp178 bisa balik ke angka Rp2 digit.

Buat investor yang pegang saham PYFA, satu hal yang wajib disadari adalah: ini bukan saham nyaman. Ini bukan saham dividen rutin, bukan juga saham dengan profit konsisten. Tapi juga bukan saham bangkrut. PYFA berada di persimpangan: antara jadi cerita sukses transformasi bisnis farmasi lintas negara, atau justru jadi studi kasus overleveraged M&A yang gagal bayar. Maka, investor yang ingin tetap waras dan tidak overhype, harus menaruh harapan yang masuk akal, berdasar data, bukan euforia. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf

Hal paling rasional yang bisa diharapkan sekarang adalah: PYFA berhasil menyempitkan kerugian. Di tahun 2024 rugi bersih mencapai Rp330 miliar, dan arus kas operasional (CFO) masih minus Rp141 miliar. Jadi, ekspektasi yang masuk akal di 2025 bukan langsung cuan ratusan miliar, tapi cukup jika rugi bisa dipangkas jadi di bawah Rp100–150 miliar, dan CFO balik positif meskipun tipis. Misalnya +Rp50 miliar, itu sudah jadi sinyal bahwa bisnis mulai menghasilkan uang, bukan cuma angka omzet. Jangan berharap terlalu jauh dulu soal EPS dan dividen. PYFA masih harus bayar bunga utang tahunan lebih dari Rp200 miliar, jadi profit net masih akan ketahan bunga—dan itu fakta.

Sekarang soal utang. Total utang berbunga PYFA di akhir 2024 tembus Rp3,24 triliun, terdiri dari utang bank dan obligasi. Sementara kas cuma Rp352 miliar. Kalau kita hitung kasar, rasio net debt ke EBITDA-nya jauh di atas ambang sehat. Tapi jangan buru-buru panik. Cara mereka bisa selamat hanya satu: anak usaha Probiotec harus bisa hasilkan EBITDA besar dan konsisten, lalu arus kas bersihnya dipakai untuk bayar bunga dan cicilan. Sederhananya: kalau FCF dari Probiotec tembus di atas Rp200–300 miliar dalam 1–2 tahun ke depan, itu bisa jadi penyelamat. Tapi kalau anak usahanya juga buntung dan malah jadi beban, ya sudah, satu per satu liabilitas bisa meledak mulai dari gagal bayar bunga, potensi downgrade rating, hingga impairment goodwill.

Worst case-nya? Goodwill Rp1,77 triliun itu di-write-down karena Probiotec ternyata enggak perform. Seketika ekuitas bisa ambles, rugi tambah dalam, dan kalau CFO tetap negatif, risiko gagal bayar obligasi mulai menghantui. Kalau kurs AUD, USD, dan Euro makin menguat, utang valas makin berat—dan rugi kurs bisa tambah menghantam bottom line. Bisa-bisa laporan 2025 penuh dengan rugi bersih, rugi kurs, rugi translasi, dan laporan arus kas merah lagi. Saham bisa jeblok, dan harga pasar turun jauh di bawah Rp100 karena market sadar ini bukan sekadar rugi operasi, tapi rugi yang struktural.

Best case-nya? Probiotec menunjukkan performa bagus. Revenue naik lagi ke Rp2,3–2,5 triliun, CFO positif +Rp100–200 miliar, rugi bersih mengecil drastis, dan tidak ada impairment. Kurs stabil, atau bahkan Rupiah sedikit menguat, sehingga tekanan valas ringan. Manajemen fokus ke efisiensi biaya, dan tahun 2025 ditutup dengan laporan keuangan yang walaupun belum untung bersih, tapi arus kas kuat dan utang mulai bisa dicicil. Saham bertahan di atas Rp150–180 dan pasar mulai percaya bahwa ini bukan “growth illusion,” tapi “turnaround in progress.”

Jadi, buat investor realistis, harapan terbaik bukanlah euforia cuan cepat, tapi kesabaran melihat proses recovery keuangan sambil awasi 3 hal utama: apakah arus kas sudah positif, apakah Probiotec cetak EBITDA besar, dan apakah manajemen mampu tekan beban tanpa cari utang baru atau rights issue lanjutan. Kalau tiga hal itu tercapai, PYFA masih bisa jadi cerita sukses jangka menengah. Tapi kalau tidak, ya siap-siap tahan napas panjang atau segera ambil keputusan rasional—karena bom waktu itu memang nyata. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf

Buat investor yang udah telanjur nyangkut di saham PYFA, apalagi di harga di atas 200-an, wajar kalau sekarang mulai mikir keras: “Ini saham bisa balik enggak, ya?” Di satu sisi, ada harapan. Di sisi lain, utangnya numpuk kayak gunung, arus kas masih merah, dan labanya belum kelihatan. Jadi, mari kita bahas secara realistis, biar nggak overhype tapi juga nggak langsung panik lempar handuk.

PYFA sekarang sedang berada di fase “do or die”. Revenue memang naik tajam dari Rp702 miliar (2023) ke Rp1,92 triliun (2024), tapi tetap saja mereka rugi bersih Rp330 miliar. Lebih parah lagi, arus kas dari operasional (CFO) minus Rp141 miliar. Jadi ini bukan cuma rugi di atas kertas, tapi bisnisnya juga belum bisa cetak uang. Bahkan setelah akuisisi Probiotec, yang katanya jadi andalan, perusahaan belum bisa balik untung. Sementara itu, utang berbunga sudah tembus Rp3,24 triliun, dengan kas cuma Rp352 miliar. Artinya, rasio utangnya ngeri, dan setiap tahun mereka harus bayar bunga lebih dari Rp200 miliar—itu pun kalau kurs AUD dan USD stabil. Kalau kurs makin naik, seperti sekarang (AUD udah tembus Rp10.700 dan USD Rp16.800), maka beban utangnya makin berat dan risiko rugi kurs makin gede. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf

Tapi apakah PYFA pasti bangkrut? Belum tentu. Kalau manajemen bisa bikin Probiotec mulai hasilkan FCF (Free Cash Flow), dan arus kas perusahaan balik positif di 2025, maka situasi bisa mulai membaik. Revenue sudah besar, tinggal dijaga efisiensinya. Kalau rugi bersih bisa menyempit ke bawah Rp100 miliar, dan CFO bisa tembus +Rp50 sampai Rp100 miliar, itu sinyal bahwa bisnisnya mulai waras. Ditambah kalau goodwill sebesar Rp1,77 triliun itu nggak perlu di-write down, maka ekuitas tetap aman. Tapi kalau semua gagal? Probiotec buntung, arus kas tetap negatif, dan goodwill harus dihapus? Maka siap-siap neraca jebol, EPS makin merah darah, dan perusahaan bisa tergelincir ke restrukturisasi utang atau bahkan default.

Nah, untuk investor yang nyangkut di atas harga Rp200 per saham, langkah yang harus diambil tergantung dari dua hal: seberapa yakin kamu masih percaya sama prospeknya, dan seberapa kuat posisi keuangan kamu. Kalau kamu masih percaya, dan uang yang kamu pakai adalah uang dingin—yang nggak kepakai dalam waktu dekat—maka nggak apa-apa kalau kamu tahan. Bahkan kalau kamu optimistis dan ingin average down, silakan saja, asalkan tahu risiko dan nggak all-in. Tapi kalau kamu udah gak percaya, walau uangnya dingin, mending keluar sebagian atau full cut loss dan cari saham lain yang lebih jelas. Nggak usah gengsi. Uang dingin bukan berarti harus dibekukan sampai beku.

Buat yang uangnya panas, alias dana yang bakal kepakai dalam waktu dekat? Jangan main-main. Kalau kamu masih percaya, pertimbangkan jual sebagian buat jaga likuiditas. Tapi kalau kamu udah panik dan dananya darurat? Jangan ragu: jual dan amankan posisi. Nggak ada gunanya nunggu balik modal sambil stres dan ngorbanin kebutuhan hidup. Saham bisa balik, tapi mental dan keuangan pribadi kamu mungkin nggak akan pulih kalau nahan terlalu lama dalam tekanan.

Intinya, PYFA masih punya peluang, tapi bukan tanpa risiko besar. Harapan terbaik: arus kas balik positif, rugi menyempit, Probiotec perform, dan goodwill tetap utuh. Skenario terburuk: FCF gagal positif, kurs makin berat, laba makin tenggelam, dan akhirnya dililit utang yang nggak bisa dilunasi. Dalam kondisi kayak gini, investor harus waras, bukan cuma semangat. Realistis itu bukan berarti pesimis—itu justru bentuk cinta sehat ke portofolio sendiri. Jangan jadikan PYFA ladang harapan buta, tapi juga jangan abaikan potensi kalau mereka beneran berhasil keluar dari jurang. Tarik napas, lihat data, ambil sikap. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf

Ini bukan rekomendasi jual dan beli saham. Keputusan ada di tangan masing-masing investor.

Untuk diskusi lebih lanjut bisa lewat External Community Pintar Nyangkut di Telegram dengan mendaftarkan diri ke External Community menggunakan kode: A38138
Link Panduan https://stockbit.com/post/13223345

Kunjungi Insight Pintar Nyangkut di sini https://cutt.ly/ne0pqmLm

Sedangkan untuk rekomendasi belajar saham bisa cek di sini https://cutt.ly/Ve3nZHZf
https://cutt.ly/ge3LaGFx

Toko Kaos Pintar Nyangkut https://cutt.ly/XruoaWRW

Disclaimer: http://bit.ly/3RznNpU
$DVLA $SIDO

Read more...

1/10

testestestestestestestestestes
imageProfile
Potential Junk
Potential Spam

Sentimen 10 April 2025

10 April 2025 adalah hari di mana dunia keuangan secara harfiah jungkir balik seperti habis dilempar dari atas jurang sambil berharap ada trampolin di bawah. Sayangnya, yang nunggu di bawah itu bukan trampolin, tapi jurang lagi. Wall Street berdarah-darah dengan S&P 500 anjlok -4,46% ke 5.213,67, Nasdaq longsor -5,26% ke 16.223,76, dan Dow Jones ikutan ngedrop -4,26% ke 38.876,93. Indeks VIX, yang biasanya tenang-tenang aja kayak satpam kompleks, sekarang naik +27,01% sehari dan sudah +148% sejak awal tahun. Artinya? Investor bukan cuma takut, tapi udah gemeteran kayak nunggu hasil PCR positif. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf

Anehnya, di saat Amerika panik, pasar Asia malah pesta pora. Nikkei Jepang terbang +9,13%, KOSPI Korea naik +6,60%, bahkan IDX30 Indonesia lompat +5,60%—kayak nggak sadar dunia lagi dilanda kekacauan. Padahal ETF EIDO yang mencerminkan sentimen asing ke Indonesia justru jatuh -1,61% ke USD 15,31. Ini ibarat rumah tetangga pesta nikahan padahal rumah kita kebanjiran—dan semua tamu malah milih numpang makan ke situ. Net sell asing Rp751 Miliar seolah bilang, “Kalian aja yang happy, gua sih cabut duluan.”

Eropa juga ikut euforia, dengan DAX Jerman +4,53%, FTSE Inggris +3,04%, dan Euro Stoxx 50 +4,26%. Sumber euforianya? Trump ngumumin “tariff pause” selama 90 hari. Tapi jangan senang dulu, karena sebelumnya dia juga ngumumin kenaikan tarif impor China sampai 145%. Kayak mantan toxic: pagi ngajak rujuk, sore ngajak ribut. Belum cukup, Trump juga nyerang industri farmasi, nyopot semua dewan HIV, cabut regulasi air pancuran, dan wajibkan semua imigran buka semua akun medsos. Gimana nggak stres tuh pasar?

Sementara itu, emas melonjak ke USD 3.154,40 (+3,20%) karena semua orang pengen pelukan dari benda kuning tua itu di tengah kekacauan ini. Minyak Brent jeblok -4,25% ke USD 62,70, padahal Trump bilang mau dorong batubara. Tembaga naik tipis +0,67%, kedelai +1,31%, tapi tetap nggak ada yang bisa ngalahin performa emas—satu-satunya yang dicintai semua orang di tengah badai. Mata uang juga ikut drama. Euro, Pound, Yen, semua menguat lawan dolar. Yuan? Tetap nyangkut di level terendah sejak 2007, biarpun naik +0,48%, mirip kayak orang yang bilang “aku baik-baik saja” padahal matanya sembab. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf

Investor global lari ke obligasi. Yield US 10Y turun ke 4,297%, Jepang 1,335%, Jerman dan UK juga turun. Ini klasik: saat saham ambruk, obligasi jadi pelampung. Tapi pelampung pun bisa bocor kalau yang megang orangnya panik. Masalahnya, inflasi AS turun ke 2,4%—pertama kalinya dalam lima tahun—tapi turunnya bukan karena barang jadi murah, tapi karena bensin dan mobil bekas jeblok. Jadi kalau kamu pikir ini sinyal positif, silakan beli mobil bekas dan isi bensin aja tiap hari buat ngerasain "deflasi".

Indonesia? IHSG rebound 4,79% ke 6.254, top gainer diisi oleh AKRA, MDKA, MAPI, bahkan saham gorengan kayak WIFI, GOTO, BREN ikut-ikutan terbang. Tapi ironisnya, asing tetap jualan. Biarpun IHSG naik, EIDO malah jatuh. Bagaikan pesta pernikahan di mana mempelai wanitanya kabur, tapi tamu masih joget-joget karena udah telanjur makan catering. Dana pensiun, BPJS, asuransi, semua masih wait and see. Tapi retail investor? Udah FOMO habis-habisan sambil teriak, “To the moon!”

Sektor farmasi globally kedinginan, saham-sahamnya turun gara-gara Trump ngancam tarif tinggi. PacBio PHK 120 karyawan, NIH dipotong anggaran, dan FDA kehilangan SDM penting. Bahkan measles di Texas tembus 505 kasus dan dua anak meninggal karena respons lambat. Di Hungaria, wabah mulut dan kuku dicurigai sebagai serangan biologis—entah hoaks, entah serius, pokoknya kayak plot film Hollywood yang kebanyakan plot twist.

Trump juga lagi hobi bikin gaduh di dalam negeri. Dari cabut green analysis untuk proyek energi, sampai copot semua anggota dewan HIV tanpa pengganti, dan bikin kebijakan wajib filter medsos buat imigran. Bahkan, perintah eksekutif baru dia termasuk menyerang dua mantan pejabat yang suka kritik—mirip gaya “gue gak suka, lo gue pecat.” Tapi anehnya, saham-saham AS rebound sebentar usai pengumuman tariff pause 90 hari, bikin kapitalisasi bursa AS naik USD 4 Triliun. Sayangnya, itu cuma jeda. Kayak napas terakhir sebelum tenggelam.

Dari sisi dalam negeri, Indonesia juga nggak kalah riuh. Sri Mulyani bilang tarif Trump bisa memangkas pertumbuhan ekonomi Indonesia sampai 0,5%. BPJS belum full masuk ke saham, dana pensiun BTN lesu, dan banyak multifinance lapor pembiayaan turun. Tapi nggak semua suram—LPPF bagi dividen Rp300/saham, AVIA buyback dan tebar dividen Rp1,3 Triliun, ITMG juga bagi Rp2.245/saham. HRTA ekspansi pas harga emas naik, dan RS Hermina buyback Rp3,76 Miliar. Gaya-gaya bertahan di tengah badai kayak Titanic tapi masih sempet main biola.

Secara keseluruhan, pasar global berada di antara ilusi euforia dan realita chaos. Bursa Asia dan Eropa berpesta karena jeda tarif, padahal dasarnya tetap rapuh. Amerika? Masih dalam mode ketakutan tingkat dewa. Trump? Makin sulit ditebak: satu jam bisa nego, sejam kemudian bisa deklarasi perang dagang. Sentimen global benar-benar campur aduk antara optimisme palsu dan ketakutan hakiki. Kalau kamu merasa ini semua bikin pusing, tenang aja—itu berarti kamu masih waras. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf

Dari semua keributan tanggal 10 April 2025, ini poin-poin yang paling signifikan secara dampak ke pasar dan ekonomi — baik langsung maupun potensial:

1. Anjloknya Wall Street dan Lonjakan VIX (❌ Sangat Signifikan)

S&P 500 -4,46%, Nasdaq -5,26%, Dow -4,26%, dan VIX +27,01% (YTD +148%)

Ini bukan cuma "turun biasa", ini panic sell skala besar. Lonjakan VIX mengindikasikan ketakutan ekstrem dan bisa memicu koreksi global, terutama di emerging markets.


2. Trump Naikkan Tarif Impor China hingga 145% (❌ Signifikan & Strategis)

Ini bukan gertakan main-main. Ini trigger langsung yang bikin market ambruk.

Risiko lanjutan: perang dagang jilid dua, inflasi impor, dan potensi resesi global.


3. ETF Indonesia (EIDO) Turun -1,61% saat IHSG Naik (❌ Divergensi Serius)

Artinya: asing masih net sell, belum percaya dengan rebound lokal.

Kalau tren ini berlanjut, bisa jadi sinyal palsu buat retail yang FOMO.


4. Inflasi AS Turun ke 2,4% (✅ Positif Tapi Rapuh)

Ini angka penting karena bisa pengaruhi arah suku bunga The Fed.

Tapi turun bukan karena barang jadi murah, melainkan karena harga bensin & mobil bekas turun → bukan sinyal fundamental yang kuat.


5. Yield Obligasi Turun (✅ Flight to Safety, Dampak Nyata)

US 10Y turun ke 4,297%

Ini tanda uang besar pindah dari saham ke obligasi → konfirmasi ketakutan.


6. IHSG Rebound 4,79% Tapi Didampingi Net Sell Asing (⚠️ Signifikan Tapi Ambigu)

Secara teknikal bagus, tapi secara fundamental masih rapuh. Bisa jadi bull trap.


7. Rupiah Menguat ke Rp16.779/JSDR +0,97% (✅ Signifikan Buat Stabilitas)

Ini menenangkan sektor impor & korporasi utang USD. Tapi tetap bergantung arah dolar dan arus asing.


8. Kebijakan Trump Lainnya (❌ Multiplier Effect)

Misalnya:

Ancaman tarif farmasi → tekanan sektor kesehatan global

Tarik green energy support → potensi capital flight dari proyek ESG

Kebijakan filter medsos imigran → tegangkan hubungan internasional



9. Emas Tembus USD 3.154 (+3,20%) (✅ Safe Haven Mode Aktif)

Jadi pelarian utama saat saham, obligasi, dan mata uang bingung semua.


10. Asia dan Eropa Relief Rally (✅ Efek Jangka Pendek Positif)

Tapi fragile. Jika sentimen AS nggak pulih, rally ini bisa balik arah sewaktu-waktu.

Yang paling signifikan adalah kombinasi dari Wall Street crash, tarif Trump ke China, dan divergen EIDO-IHSG. Tiga ini menggambarkan ketidakpastian mendalam, tekanan dari luar, dan potensi koreksi lanjutan, terutama buat Indonesia yang pasar modalnya masih sangat tergantung sentimen global dan arus dana asing.

Dalam dunia investasi, strategi “selot-selot, never all in” makin terasa relevan, apalagi di tengah kondisi pasar yang gampang berubah arah. Maksud dari strategi ini simpel: jangan taruh semua uang sekaligus di satu instrumen. Masuk pelan-pelan, sambil nunggu timing yang pas, sambil pastikan setiap aset yang dipilih punya kualitas. Fokus utamanya jelas—cari dividen, bukan sekadar cuan cepat. Cari saham yang rutin bagi dividen dengan yield gede, idealnya di atas 7% per tahun, punya laba bersih konsisten, valuasi murah (PER di bawah 10, PBV di bawah 1,5), kas yang kuat, dan arus kas dari operasi yang positif. Jadi bukan cuma untung di atas kertas, tapi benar-benar ada uang masuk yang bisa dibagikan ke investor. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf

Tapi semua nggak harus dimulai dari saham dulu. Justru pondasi awal bisa dibentuk dari instrumen yang lebih aman dan cair. Reksadana pasar uang, misalnya, biasanya kasih return tahunan di kisaran 4–5%, cocok banget buat parkir dana darurat atau modal nunggu peluang. Kalau pengin yang lebih stabil dengan bunga tetap, ada deposito yang sekarang bunganya rata-rata 3,5–4,25%, tergantung tenor dan banknya. Nah, kalau mau yang ada cashflow bulanan dan dijamin negara, SBN ritel seperti SR atau ORI bisa kasih kupon sekitar 6,1–6,5% per tahun, dibayar tiap bulan. Modal minimalnya juga ringan, biasanya mulai dari Rp1 juta, jadi bisa mulai nyicil sambil tetap fleksibel.

Sementara itu, emas tetap jadi pilihan buat jangka panjang. Sekarang harga emas dunia sudah tembus USD 3.154 per troy ounce, dan di dalam negeri, emas Antam udah naik hampir 30% dalam setahun terakhir. Nggak kasih dividen memang, tapi buat lindungin nilai uang dari inflasi, emas masih relevan. Buat yang cari penghasilan pasif tambahan, sewa properti juga bisa dipertimbangkan. Misalnya, kalau punya properti yang bisa disewakan Rp3 juta per bulan, dalam setahun bisa dapat Rp36 juta. Kalau modal awal properti itu Rp500 juta, berarti gross yield-nya sekitar 7,2% per tahun—cukup bersaing bahkan dibanding saham dividen tinggi.

Nah, di luar pasar keuangan, arus kas aktif juga penting. Salah satunya dari usaha harian, kayak jualan makanan. Katakan saja jualan sederhana seperti bakso atau sate, bisa ngasih margin bersih harian yang lumayan kalau dikelola dengan baik. Kalau omzet per hari bisa Rp2 juta, dan margin bersih 30%, artinya ada Rp600 ribu masuk tiap hari. Dalam sebulan kerja 25 hari, itu bisa jadi Rp15 juta laba bersih per bulan. Uang segar harian ini bisa dipakai buat kebutuhan rutin, sambil sebagian ditabung atau diputar ke investasi lain. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf

Kalau semua ini disusun rapi, hasilnya adalah portofolio yang lengkap. Ada bagian yang aman dan cair (reksadana, deposito), ada yang kasih arus kas rutin (SBN, properti, saham dividen), ada yang lindung nilai (emas), dan ada juga sumber penghasilan aktif harian (usaha kecil). Ini bukan sekadar strategi bertahan, tapi cara bertumbuh secara stabil. Dan yang paling penting, bikin tidur nyenyak tanpa harus khawatir tiap kali pasar merah.

Ini bukan rekomendasi jual dan beli saham. Keputusan ada di tangan masing-masing investor.

Untuk diskusi lebih lanjut bisa lewat External Community Pintar Nyangkut di Telegram dengan mendaftarkan diri ke External Community menggunakan kode: A38138
Link Panduan https://stockbit.com/post/13223345

Kunjungi Insight Pintar Nyangkut di sini https://cutt.ly/ne0pqmLm

Sedangkan untuk rekomendasi belajar saham bisa cek di sini https://cutt.ly/Ve3nZHZf
https://cutt.ly/ge3LaGFx

Toko Kaos Pintar Nyangkut https://cutt.ly/XruoaWRW

Disclaimer: http://bit.ly/3RznNpU
$DVLA $PRDA $SIDO

Read more...
imageProfile
Potential Junk
Potential Spam

tarif farmasi nyusul.
$KLBF
$DVLA
$TSPC

imageProfile
Potential Junk
Potential Spam

Ekspektasi Market Selalu Mendahului Realitas

Market selalu bergerak duluan bukan karena tahu masa depan, tapi karena dibangun atas dasar ekspektasi kolektif—dan ini dijelaskan sangat jelas dalam behavioral economics maupun teori pasar efisien. Dalam kondisi normal, pasar mencerminkan harga berdasarkan informasi yang tersedia. Tapi dalam kondisi krisis atau ancaman krisis, seperti Trade War Jilid 2, pasar bereaksi lebih sebagai makhluk emosional ketimbang makhluk rasional. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf

Menurut Robert Shiller (pemenang Nobel Ekonomi 2013), pasar itu dipengaruhi oleh narrative economics artinya, cerita atau narasi punya pengaruh yang sangat besar terhadap perilaku investor. Begitu muncul narasi “Trump kenakan tarif ke 144 negara”, maka pasar tidak menunggu hasil ekspor turun atau pabrik tutup. Pasar langsung diskon efek buruk yang mungkin terjadi, karena mereka tahu waktu adalah musuh. Ketika terlalu lambat, potensi kerugian bisa berlipat ganda. Makanya, reaksi pasar itu lebih cepat dari reaksi ekonomi riil.

Hal ini juga selaras dengan teori harapan adaptif dan expectations hypothesis dalam dunia keuangan. Investor akan menyesuaikan keputusan hari ini berdasarkan apa yang mereka pikir akan terjadi nanti, bukan apa yang terjadi sekarang. Dan dalam behavioral finance, ini disebut sebagai anticipatory behavior—reaksi terhadap sesuatu yang belum kejadian tapi diyakini sangat mungkin terjadi.

Ambil contoh Trade War Jilid 1 di 2018. Tarif diberlakukan awal Juli 2018. Tapi S&P 500, Hang Seng, bahkan IHSG sudah drop signifikan di kuartal kedua dan ketiga 2018, bahkan ketika data ekonomi saat itu masih kelihatan bagus

Kenapa? Karena pasar memproyeksikan produksi terganggu, rantai pasok rusak, dan margin korporasi akan jatuh

Prospect Theory oleh Daniel Kahneman dan Amos Tversky menjelaskan bahwa manusia (termasuk investor) cenderung lebih takut rugi daripada senang saat untung. Dalam situasi penuh ketidakpastian, investor memilih untuk "lari duluan", menjual aset berisiko, dan pindah ke safe haven seperti dolar, emas, atau obligasi negara maju. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf

Makanya dalam kasus Trade War Jilid 2 yang diumumkan 2 April 2025, pasar langsung turun drastis sebelum tarif berlaku 9 April. Investor global, terutama institusi besar, langsung menjual aset-aset negara berkembang seperti saham Asia, kripto, dan obligasi high-yield, karena mereka tahu dari pengalaman sebelumnya: harga akan jatuh duluan, ekonomi menyusul belakangan.

Dan ini juga dikuatkan oleh Efficient Market Hypothesis (EMH) dari Eugene Fama—yang menyebutkan bahwa semua informasi, termasuk ekspektasi masa depan, sudah tercermin di harga saat ini. Tapi realitas pasar sering kali lebih sesuai dengan teori pasar adaptif milik Shiller: bahwa pasar tidak sepenuhnya efisien, melainkan adaptif terhadap perubahan narasi dan ketakutan kolektif. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf

Jadi saat semua media dan analis mulai ramai dengan narasi "Trade War Jilid 2 lebih parah dari Jilid 1", pasar pun bereaksi secara otomatis dan refleksif. Ini mirip dengan respons fight or flight pada manusia: bukan soal akurat atau tidak, tapi soal bertahan hidup.

Jadi market bergerak duluan karena investor menghindari kerugian yang belum terjadi (loss aversion). Mereka bertindak berdasarkan narasi dan ekspektasi, bukan data real-time. Ada ketakutan kolektif dan memori akan krisis sebelumnya (Trade War 2018, Covid 2020). Institusi besar dan bandar ingin “keluar duluan” sebelum likuiditas hilang. Oleh karena itu harga saat ini mencerminkan ketakutan masa depan, bukan keadaan real hari ini. Kalau lihat data real GDP Q1 2025 dan LK emiten Q1 2025 yang baru akan rilis akhir April ini, mungkin semuanya masih kelihatan baik - baik saja saja karena di Q1 2025 belum ada trade war.

Dan inilah alasan kenapa, meskipun barang belum kena tarif, IHSG bisa rontok, Hang Seng longsor, dan Bitcoin amblas—karena investor global tidak dibayar untuk menunggu realita, mereka dibayar untuk menghindari risiko sebelum terlambat.

Di tengah turbulensi pasar yang dipicu Trade War Jilid 2, investor ritel sering merasa seperti penumpang kelas ekonomi di pesawat yang turbulensi berat—gak bisa kontrol arah, gak tahu kapan mendarat, tapi masih bisa pakai sabuk pengaman dan jaga diri sendiri. Kita nggak bisa atur tarif dagang, nilai tukar, atau aksi pelaku pasar besar yang tiba-tiba ngejual triliunan. Tapi yang bisa kita kontrol itu sederhana: strategi, emosi, dan disiplin. Menghindari risiko bukan berarti kita minggat dari pasar, tapi tahu kapan harus bertahan, kapan harus nyicil, dan kapan harus minggir dulu sambil ngopi dan lihat situasi. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf

Langkah pertama yang paling rasional adalah jangan pernah masuk pasar dengan mental serba langsung. Jangan all-in, jangan FOMO, dan jangan nekat beli sekaligus. Pasar sedang tidak rasional, jadi logika biasa belum tentu jalan. Strategi terbaik adalah beli pelan-pelan pakai sistem average down bertahap. Misalnya, kamu masuk setiap harga saham turun 15% dari harga sebelumnya, atau tiap valuasinya turun 0,1 PBV. Sisakan juga cadangan kas yang cukup, minimal 30–50% dari total dana di rekening efek atau deposito. Supaya kalau pasar makin longsor, kamu masih bisa nafas dan punya peluru buat nambah posisi dengan tenang.

Lalu pilih saham yang kuat bukan cuma di atas kertas, tapi juga tangguh di dunia nyata. Karakteristiknya sederhana: kas lebih besar dari utang, valuasi murah (PBV di bawah 1 dan PER di bawah 10), dividend yield stabil di atas 6,5%, dan arus kas operasional positif. Bisnisnya juga sebaiknya berbasis domestik dan gak terlalu tergantung ekspor atau mata uang asing, terutama dolar. Karena di masa krisis global, perusahaan dengan ketergantungan tinggi ke luar negeri bakal duluan goyah.

Selain itu, jangan semua dana kamu tanam di saham. Diversifikasi ke dunia nyata dan aset lain itu wajib hukumnya. Sisihkan sebagian di mata uang asing seperti USD atau SGD, atau logam mulia seperti emas. Dan jangan remehkan pemasukan dari kerja, usaha, atau jualan. Income di luar pasar bisa jadi penyelamat saat portofolio kamu merah semua. Dengan begitu, kamu masih bisa nyicil beli saham sehat tanpa harus jual rugi.

Satu hal penting yang sering dilupakan adalah jangan pernah pakai margin, jangan ngutang buat beli saham. Ini bukan masa untuk main api. Kalau kamu beli saham pakai margin dan harga turun 30%, kamu bukan cuma nyangkut, tapi juga bisa dipaksa jual rugi lewat margin call. Di sisi lain, yang pegang cash keras masih bisa beli diskonan dengan tenang.

Jangan lupa juga buat rutin baca arah arus dana dan indikator global. Perhatikan kurs dolar, aliran dana asing, indeks ketakutan pasar seperti VIX, dan harga komoditas. Jangan cuma lihat IHSG, karena IHSG itu akibat, bukan sebab. Kalau asing terus jualan dan dolar tembus Rp17.000, itu sinyal risiko masih tinggi. Jangan buru-buru optimis dan mikir bakal rebound besok. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf

Bangun portofolio juga harus pakai logika jangka panjang. Bukan beli saham kayak beli gorengan. Bangun pelan-pelan, misalnya target kamu punya Rp50 juta di saham defensif, cicil aja sedikit-sedikit. Pakai sistem “selot”—masuk 1–5 juta setiap kali ada penurunan level. Jadi rekening dana nasabah kamu nggak habis di awal, dan kamu tetap bisa konsisten beli di harga diskon.

Dan terakhir, siapkan mental nyangkut dan sabar. Rebound bisa cepat seperti waktu Covid, cuma 6 bulan. Tapi bisa juga molor seperti krisis global 2008 yang butuh 6 tahun, bahkan kayak Nikkei yang nyangkut 30 tahun. Tapi selama kamu pegang perusahaan yang sehat, cashflow pribadi aman, dan negara ini belum bubar, maka peluang untuk rebound itu selalu ada. Ingat, di pasar saham bukan yang paling cepat cuan yang menang, tapi yang paling bisa bertahan saat badai datang.

Sebagai investor ritel, kita memang kecil dibanding dana asing atau institusi, tapi kita punya kelebihan—kita fleksibel dan nggak ada tekanan performance bulanan. Kita bisa nunggu, bisa sabar, bisa beli nyicil, dan nggak harus jual saat market panik. Yang penting jangan serakah, jangan panik, dan tetap rasional di saat semua orang mabuk emosi. Karena di akhir krisis, yang akan tetap berdiri adalah mereka yang tahu cara bertahan. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf

Ini bukan rekomendasi jual dan beli saham. Keputusan ada di tangan masing-masing investor.

Untuk diskusi lebih lanjut bisa lewat External Community Pintar Nyangkut di Telegram dengan mendaftarkan diri ke External Community menggunakan kode: A38138
Link Panduan https://stockbit.com/post/13223345

Kunjungi Insight Pintar Nyangkut di sini https://cutt.ly/ne0pqmLm

Sedangkan untuk rekomendasi belajar saham bisa cek di sini https://cutt.ly/Ve3nZHZf
https://cutt.ly/ge3LaGFx

Toko Kaos Pintar Nyangkut https://cutt.ly/XruoaWRW

Disclaimer: http://bit.ly/3RznNpU
$DVLA $PRDA $GOTO

Read more...

1/6

testestestestestes
imageProfile
Potential Junk
Potential Spam

$DVLA: Tak Ada Saham yang Sempurna

Di pasar saham yang penuh dengan emiten yang heboh promosinya, DVLA tampil kalem dan cenderung underrated. Tapi di balik sikap kalem itu, DVLA punya isi yang kuat dan rapih. Data 2024 memperlihatkan banyak sinyal positif yang nggak bisa diabaikan begitu saja. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf

Pertama, dari sisi pendapatan, DVLA berhasil tumbuh +10,4% YoY menjadi Rp2,09 Triliun. Laba bersih juga naik +6,7% jadi Rp156 M. Ini menunjukkan bahwa bisnis mereka masih bertumbuh walau di sektor yang cenderung defensif. Margin kotor bahkan naik dari 51,6% ke 52,6%, artinya mereka bisa menekan biaya pokok penjualan atau berhasil mengarahkan penjualan ke produk dengan margin lebih tinggi. Meski margin operasional dan margin bersih agak turun tipis (10,1% → 9,9% dan 7,7% → 7,5%), penurunan ini wajar di tengah kenaikan biaya distribusi dan pemasaran yang umum di sektor consumer healthcare. Tapi tetap saja, secara keseluruhan, ini perusahaan yang tahu cara menjaga efisiensi dan kualitas pertumbuhannya.

Hal yang paling mencolok dari laporan keuangan DVLA tahun 2024 adalah ledakan arus kas operasi (CFO). Dari hanya Rp109 M di 2023, melonjak jadi Rp332 M di 2024. Ini bukan hasil penjualan aset atau kejadian luar biasa, tapi murni dari efisiensi operasional—piutang ditagih lebih cepat, persediaan dipangkas, dan mereka menahan kenaikan kewajiban. Alhasil, Free Cash Flow (FCF) ikut meroket dari Rp11 M ke Rp229 M. Angka ini bikin semua rasio valuasi jadi terlihat menarik: EV/FCF hanya 5,4x, EV/CFO 3,7x, dan P/FCF cuma 6,9x. Untuk sektor farmasi yang stabil dan nyaris tanpa utang, angka ini tergolong murah.

Modal kerja pun dikelola lebih efisien. DSO turun dari 128 hari ke 117 hari, DI turun dari 180 ke 146 hari, dan CCC menyusut dari 271 ke 232 hari. Artinya mereka butuh lebih sedikit waktu buat mengubah piutang dan persediaan menjadi uang tunai. Rasio likuiditas seperti current ratio (2,69), quick ratio (1,99), dan cash ratio (0,63) semuanya sehat. Bahkan, perusahaan nyaris tidak memiliki utang berbunga. Lease liabilities hanya sekitar Rp1 miliar—hampir nggak berarti kalau dibandingkan dengan kas Rp358 miliar. Dengan struktur seperti ini, WACC DVLA praktis setara dengan cost of equity, sekitar 11–12%. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf

Dari sisi valuasi, harga saham saat ini Rp1.420/lembar berarti market cap sekitar Rp1,59 Triliun. Kalau FCF 2024 dianggap sebagai baseline baru, fair value DVLA bisa tembus Rp3.100-an/lembar berdasarkan DCF. Tapi kalau mau lebih konservatif dan pakai rata-rata FCF 2023–2024 (~Rp120 M), nilai wajarnya tetap Rp1.650—masih lebih tinggi dari harga pasar. Bahkan dengan pendekatan Benjamin Graham pun, hasil valuasinya berkisar Rp2.500–Rp3.100, tergantung asumsi growth. Semua ini menunjukkan satu hal: pasar belum sepenuhnya menghargai kekuatan arus kas dan struktur modal DVLA.

Tapi jangan buru-buru kasih nilai A+. Karena meskipun keuangannya rapi, tetap ada sisi DVLA yang bikin kita harus angkat alis. Salah satunya adalah beban afiliasi yang besar. Mereka bayar Rp41 M untuk jasa manajemen ke induk (Blue Sphere Singapore) dan Rp34 M untuk royalti ke afiliasi lainnya. Dua komponen ini menggerus Rp75 M dari laba bersih, atau sekitar 48% dari total laba. Dan ini terjadi setiap tahun. Apakah nilainya sebanding dengan manfaat yang diberikan? Apakah ini akan terus bertambah? Pertanyaan-pertanyaan seperti ini wajib ada di kepala investor minoritas.

Ada juga penurunan DPO, alias waktu pembayaran ke supplier, dari 37 hari ke 32 hari. Ini artinya perusahaan lebih cepat membayar utang ke pemasok, dan kalau pemasok itu adalah afiliasi, kita harus makin waspada. Bukan berarti ada pelanggaran, tapi dalam konteks corporate governance, setiap perlakuan spesial ke pihak berelasi harus diawasi ketat. Dan jangan lupakan, lonjakan FCF 2024 sangat mungkin disebabkan oleh efisiensi modal kerja yang mungkin tidak terulang. Kalau tahun depan persediaan dan piutang kembali naik, FCF bisa turun lagi ke level moderat. Maka jangan langsung diasumsikan bahwa FCF Rp229 M ini akan jadi standar baru.

Jadi, sebagai investor, kita harus bersikap seimbang: apresiasi kekuatan perusahaan, tapi jangan menutup mata terhadap potensi jebakan. Tindakan bijak bukan hanya pegang karena kelihatan murah, tapi terus pantau arus kas kuartalan, periksa rasio akrual, bandingkan porsi biaya afiliasi terhadap laba bersih, dan perhatikan apakah DSO, DI, dan DPO tetap stabil atau berubah ke arah yang mencurigakan. Buat skenario—apa yang terjadi kalau FCF turun 50%? Apakah valuasinya masih masuk akal? Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf

Investor nggak perlu jadi idealis yang cuma cari perusahaan sempurna. Tapi juga jangan jadi optimis membabi buta. DVLA adalah contoh perusahaan yang secara fundamental sangat bagus—rasio efisien, valuasi murah, utang minim, dan arus kas kuat. Tapi tetap punya celah yang harus dijaga. Tugas investor bukan menutup mata pada kekurangan, tapi justru memahami mereka dan bersikap logis dalam menyikapi setiap peluang dan risikonya.

Karena dalam dunia saham, yang bertahan lama bukan yang ikut euforia, tapi yang tahu kapan harus realistis.

Ini bukan rekomendasi jual dan beli saham. Keputusan ada di tangan masing-masing investor.

Untuk diskusi lebih lanjut bisa lewat External Community Pintar Nyangkut di Telegram dengan mendaftarkan diri ke External Community menggunakan kode: A38138
Link Panduan https://stockbit.com/post/13223345

Kunjungi Insight Pintar Nyangkut di sini https://cutt.ly/ne0pqmLm

Sedangkan untuk rekomendasi belajar saham bisa cek di sini https://cutt.ly/Ve3nZHZf
https://cutt.ly/ge3LaGFx

Toko Kaos Pintar Nyangkut https://cutt.ly/XruoaWRW

Disclaimer: http://bit.ly/3RznNpU

Read more...
imageProfile
Potential Junk
Potential Spam

Sebagus Apa $DVLA

Kalau kita bicara perusahaan farmasi yang jalannya nggak ribut tapi rapi dan stabil, nama PT Darya-Varia Laboratoria Tbk (DVLA) layak banget dilirik. Berdiri sejak 1976 dan listing sejak 1994, DVLA kini dikendalikan oleh Blue Sphere Singapore Pte. Ltd.—anak perusahaan dari Unilab, grup farmasi raksasa asal Filipina yang dikenal punya jaringan kuat di Asia Tenggara. Struktur kepemilikannya sangat terkonsentrasi: 92,53% saham dipegang oleh Blue Sphere, sisanya hanya 7,47% untuk publik. Ini bikin free float-nya rendah, jadi jangan kaget kalau sahamnya agak jarang disentuh ritel. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf

Bisnis DVLA terbagi tiga: pertama, produk obat resep (ethical) yang jadi tulang punggung revenue; kedua, produk OTC dan suplemen seperti Enervon dan Curcuma yang akrab di pasaran; dan ketiga, jasa maklon farmasi buat brand besar, termasuk Procter & Gamble (Vicks) dan Pierre Fabre. DVLA juga nggak jalan sendirian soal distribusi. Mereka serahkan urusan pengiriman ke distributor kakap macam Anugerah Pharmindo Lestari (APL), Enseval, dan Kimia Farma, yang artinya barang mereka gampang nyebar ke seluruh Indonesia.

Secara performa, DVLA mencetak pertumbuhan penjualan sebesar +10,4% YoY, dari Rp1,89 triliun (2023) ke Rp2,09 triliun (2024). Laba bersih juga naik dari Rp146 miliar ke Rp156 miliar atau sekitar +6,7%. Walau pertumbuhan labanya lebih lambat dari revenue, margin kotornya naik dari 51,6% ke 52,6%, yang artinya beban pokok penjualan lebih efisien atau strategi produk mereka makin matang. Tapi margin operasional dan margin laba bersih justru turun tipis dari 10,1% ke 9,9% dan dari 7,74% ke 7,48%. Artinya, beban operasional—terutama promosi dan biaya manajemen—masih cukup menggerus profitabilitas.

Yang paling mencolok dari semua ini adalah lonjakan kas dari operasi (CFO) yang meledak dari Rp109 miliar (2023) ke Rp332 miliar (2024)—naik lebih dari 200%. Lonjakan ini bukan karena one-off seperti jual aset, tapi karena manajemen berhasil menurunkan inventori (dari Rp453 miliar ke Rp399 miliar) dan mempercepat penagihan piutang. Mereka juga menunda pembayaran beberapa beban akrual, yang wajar dalam strategi efisiensi modal kerja. Tapi perlu dicatat juga, lonjakan ini bisa jadi nggak berulang. Kalau tahun depan stok kembali naik atau piutang molor, ya CFO-nya bisa turun lagi. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf

Struktur keuangan DVLA tergolong premium: tanpa utang berbunga, hanya ada liabilitas sewa kecil. Total kas akhir 2024 tembus Rp358 miliar, dan total ekuitas Rp1,45 triliun, yang bikin neraca mereka kelihatan bersih dan kuat. Current ratio dan quick ratio di atas 2, alias likuiditas aman. Bahkan kalau lihat dari valuasinya pun cukup menarik: dengan harga saham Rp1.420 dan jumlah saham 1,12 miliar, market cap DVLA adalah Rp1,59 triliun. Itu berarti PBV 1,10x, PER 10,19x, dan P/FCF cuma 6,94x. Dari sisi EV/CFO (3,72x) dan EV/FCF (5,38x), artinya DVLA menghasilkan arus kas operasional yang jauh lebih efisien dibanding valuasi pasarnya.

Tapi bukan berarti semuanya mulus. Beban afiliasi cukup besar dan konsisten. Tahun 2024, mereka bayar management consulting fee ke Blue Sphere Singapore sebesar Rp41,1 miliar (naik dari Rp37,7 miliar), yang setara 2% dari revenue dan 26% dari laba bersih. Mereka juga harus bayar royalti ke ULS dan mitra lainnya sebesar Rp34,4 miliar. Total beban ini makan sekitar Rp75 miliar dari struktur biaya perusahaan. Memang kerja sama dengan brand global memberikan brand equity dan akses teknologi, tapi biayanya juga nggak murah.

Ancaman lainnya datang dari model distribusi yang bergantung pada pihak ketiga. Kalau sewaktu-waktu distributor utama seperti APL atau Enseval bermasalah, distribusi produk bisa terganggu. Ditambah lagi, dividen yang besar (Rp135 miliar di 2024) bikin ruang untuk investasi ekspansi jadi terbatas. Buat investor dividen, ini menarik. Tapi buat yang nyari growth jangka panjang, model ini agak konservatif. Apalagi jika biaya afiliasi makin naik, margin bisa makin tertekan.

Jadi kalau dirangkum: potensi utama DVLA ada di stabilitas bisnis farmasi yang defensif, neraca yang bersih, arus kas yang efisien, dan valuasi yang relatif murah untuk kondisi fundamentalnya. Cocok untuk investor yang suka perusahaan tenang, rajin setor dividen, dan nggak neko-neko. Ancamannya? Terdapat pada tingginya ketergantungan terhadap mitra afiliasi dan distributor, lonjakan kas yang mungkin tidak berulang, serta tekanan marjin dari biaya-biaya tetap yang semakin besar porsinya terhadap laba.

DVLA adalah tipe perusahaan yang nggak agresif tapi juga nggak rapuh. Kalau kamu cari saham growth dengan risiko tinggi dan potensi eksplosif, ini bukan untukmu. Tapi kalau kamu pengin pegang saham dengan napas panjang, duit masuk stabil, dan manajemen operasional yang rapi, DVLA ini pas banget. Yang penting, jangan anggap lonjakan CFO 2024 itu akan terjadi setiap tahun. Tetap waspada, tetap realistis. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf

Ini bukan rekomendasi jual dan beli saham. Keputusan ada di tangan masing-masing investor.

Untuk diskusi lebih lanjut bisa lewat External Community Pintar Nyangkut di Telegram dengan mendaftarkan diri ke External Community menggunakan kode: A38138
Link Panduan https://stockbit.com/post/13223345

Kunjungi Insight Pintar Nyangkut di sini https://cutt.ly/ne0pqmLm

Sedangkan untuk rekomendasi belajar saham bisa cek di sini https://cutt.ly/Ve3nZHZf
https://cutt.ly/ge3LaGFx

Toko Kaos Pintar Nyangkut https://cutt.ly/XruoaWRW

Disclaimer: http://bit.ly/3RznNpU

Read more...
imageProfile
Potential Junk
Potential Spam

Bahas requestan lagi. $SIDO sekalian murah mana vs $DVLA
$IHSG

https://cutt.ly/8ratZuYB

imageProfile
Potential Junk
Potential Spam

$DVLA
mendingan ngumpul di 1400
sabarin dikit aja
ini yang guyur juga ngga sabar kok

imageProfile
Potential Junk
Potential Spam

$DVLA lagi ngantri makan siang gratis

mana tau dapat ya guys ya

imageProfile
Potential Junk
Potential Spam

$DVLA
2028 EPS 192
2035 EPS 300

$DVLA CAGR 8.5% tanpa dividend di reinvest ke tempat lain

total dividend dari 2009-2024 adalah 150, jika direinvest jadi 300, CAGR 11% -
begitu juga kalau 450, jadi CAGR 13%

dalam waktu 2009-2024 itu 15 tahun
cari saham yang memberikan 150 --> 450, atau 100--> 300 atau 2 bagger, dalam 10 tahun misal bisa menjadi opsi yaitu 12% CAGR nya

dividend yang diterima, memang lebih baik diputar lagi, dibungakan kembali, bisa ke obligasi, bisa ke mata uang asing lain - begitu keluar dari kantong, CAGR saham yang dipegang juga turun, kalau dividend habis dipakai semua di hidup, menyisakan CAGR gain tanpa gain dividend, yaitu 72/15 = 5%

Read more...
imageProfile
Potential Junk
Potential Spam

$DVLA capex dan penjualan aset DVLA

untungnya karena jual diatas depresiasi

imageProfile
Potential Junk
Potential Spam

$DVLA semoga bisa sampai ke 1250, mengingat DPR nya kelewat tinggi . kalau $PRDA kisaran 60-80%

imageProfile
Potential Junk
Potential Spam

Murah mana antara $DVLA dan $PRDA ?
$IHSG

https://cutt.ly/OrobW5Kb

imageProfile
Potential Junk
Potential Spam

LK 24 - $DVLA

dengan harga 1.430

EPS : 139,42
PER : 10,26x
---
BVPS : 1.293,72
PVBR : 1,11x
CEPS : 319,48
---
estimasi DPR : 82,5%
estimasi DPS : 115
estimasi DY : 8,04%
DPS Interim : 43
estimasi sisa DPS : 72
estimasi sisa DY : 5,03%
---
entry price: 1.430-1.500
valuasi: fair value
---
PE Band (TTM) - 3 tahun
Mean PE Standart Deviation: 22,39x
Harga Wajar: 3.120
---
PBV Band - 3 tahun
Mean PBV Standart Deviation: 1,51x
Harga Wajar: 1.960
---

Read more...
imageProfile
Potential Junk
Potential Spam

hayo cm koar2 ato pd action nih? 🤭 $DVLA

imageProfile
Potential Junk
Potential Spam

$DVLA

imageProfile
Potential Junk
Potential Spam

$DVLA is it too late now to say sorrryyy~

imageProfile
Potential Junk
Potential Spam

$DVLA how low can you go?

imageProfile
Potential Junk
Potential Spam

$DVLA dulu saya pas beli di 1800 juga begini, ada yang jual banyak di kanan
tampung kiri aja, tawar pelan-pelan

kalau memang urgensi, pasti mereka guyur juga kayak waktu itu di arb kan di 1400, volumenya baru naik itu

saham gak liquid bisa hidup ada 2 cara, antara di ARB kan sama di ARA kan
sesimple itu

imageProfile
Potential Junk
Potential Spam

$DVLA kamfreet..baru naek dikit udah lemes..

imageProfile
Potential Junk
Potential Spam

$DVLA kentuuuuuuuut

imageProfile
Potential Junk
Potential Spam

$SOHO saya sebenarnya menyesal jual saham ini demi beli $DVLA
yang beli saham dari saya, hold aja ya

dapat maklon syrup dari PnG pindahan MERK tahun ini, bakal bagus

dan, dia itu distribusi produknya banyak sekali, dan besar; kalau kamu ada waktu, spend deh 2 jam, riset aja 1-1

liat betapa kuatnya saham ini, udah kayak index fund

jadi kalau bisa, jangan jual ya kayak saya

DVLA juga ada kebagusan sendiri, tapi soal earning, bakal lebih defensive, SOHO

Read more...
imageProfile
Potential Junk
Potential Spam

PT Darya-Varia Laboratoria Tbk ($DVLA) sebenernya masih punya bisnis yang kuat, tapi makin banyak tantangan dari berbagai sisi. Segmen produk kesehatan kayak vitamin dan suplemen masih jadi tulang punggung pendapatan mereka, sekitar Rp961,7 miliar, yang berarti masyarakat masih doyan beli suplemen buat jaga kesehatan. Enervon-C, Natur-E, dan Vicee masih punya daya tarik besar, tapi di sisi lain, persaingan di segmen ini makin ketat. Kalbe Farma (KLBF) dengan Hydro Coco, Fatigon, dan Xonce udah lebih agresif dalam marketing dan distribusi. Tempo Scan (TSPC) juga punya banyak suplemen yang populer, kayak Hemaviton dan Vidoran. Ditambah lagi, tren orang mulai beralih ke suplemen herbal dan produk alami, yang sekarang makin banyak dijual di marketplace dan apotek. Kalau DVLA gak bisa ngikutin tren ini, bisa aja market share mereka mulai berkurang.

Di segmen obat resep, DVLA masih dapet pendapatan sekitar Rp708,4 miliar, tapi tantangannya lebih berat. Persaingan dengan obat generik makin ketat, terutama dari Kalbe Farma, Dexa Medica, dan Sanbe Farma, yang udah lebih dulu mendominasi pasar obat generik dan punya jaringan distribusi yang lebih kuat di rumah sakit dan BPJS. Apalagi, BPJS makin fokus pake obat generik buat efisiensi biaya, jadi kalau DVLA gak bisa masuk ke sistem BPJS atau gak punya keunggulan dibanding generik lain, mereka bisa aja pelan-pelan kehilangan pasar ke pesaing yang lebih murah.

Segmen ekspor & maklon juga mulai goyah, dengan penurunan 12% jadi Rp193,7 miliar. Ini bisa jadi karena aturan baru soal sirup obat dan pasar ekspor yang makin sulit bersaing dengan produk dari India dan China yang lebih murah. Tempo Scan dan Kalbe Farma juga udah ekspansi ke luar negeri dengan lebih agresif, sementara DVLA masih agak tertinggal di sisi ini. Kalau mereka gak bisa cepat cari pasar ekspor baru atau strategi yang lebih efektif, bisa aja segmen ini makin keteteran. Bisnis jasa mereka masih kecil, cuma Rp26,9 miliar, tapi kalau mereka bisa manfaatin ini buat bantu manufaktur atau pemasaran produk farmasi lain, bisa jadi sumber cuan tambahan di masa depan.

Tapi, meskipun ada tantangan, DVLA masih punya moat alias benteng pertahanan bisnis yang cukup kuat. Brand awareness mereka tinggi, terutama di produk kesehatan, jadi meskipun kompetitor masuk, orang udah familiar sama produk mereka. Selain itu, mereka juga punya distribusi luas, udah masuk ke banyak apotek, minimarket, dan supermarket di seluruh Indonesia. Ini bikin pesaing baru susah buat langsung ngerebut pasar mereka. Moat lainnya ada di kepercayaan dokter dan rumah sakit terhadap produk mereka, terutama di segmen obat resep. Ini gak gampang disaingi, karena butuh waktu lama buat bangun kredibilitas di dunia medis.

Tapi dari sisi daya saing, DVLA harus lebih agresif lagi. Kalbe Farma dan Tempo Scan lebih unggul dalam inovasi dan marketing, sementara Dexa Medica dan Sanbe Farma lebih kuat di segmen obat generik dan rumah sakit. Kalau DVLA gak bisa memperkuat branding, inovasi produk, dan distribusi, bisa aja mereka makin tertinggal.

Secara keseluruhan, DVLA masih punya posisi yang kuat, tapi gak bisa santai juga. Mereka harus terus inovasi di produk kesehatan, perkuat strategi di obat resep, dan cari cara buat ngebalikin segmen ekspor biar gak makin turun. Kalau cuma jalan di tempat, bisa aja mereka ketinggalan dari pesaing yang lebih agresif. Dengan makin banyaknya aturan baru dan tren pasar yang berubah cepat, mereka harus bisa adaptasi kalau gak mau bisnisnya makin susah di tahun-tahun ke depan.

Read more...
imageProfile
Potential Junk
Potential Spam

$DVLA

Terakhir beli saham ini tahun 2017.

mau coba masuk lagi.

imageProfile
Potential Junk
Potential Spam

$DVLA

2013-2025 Stockbit ·About·ContactHelp·House Rules·Terms·Privacy