Volume
Avg volume
PT Darya-Varia Laboratoria Tbk. atau DVLA memiliki bidang usaha Industri Farmasi berkedudukan di Jakarta, Indonesia. Perseroan memproduksi produk-produk berkualitas tinggi untuk lini produk Consumer Health dan Ethical. Saat ini, 92,66% saham Darya-Varia dimiliki oleh Blue Sphere Singapore Pte. Ltd. (BSSPL). BSSPL merupakan afiliasi dari United Laboratories, Inc. (Unilab) yang saat ini memiliki jaringan afiliasi tersebar di negara-negara Asia, termasuk di Indonesia, Vietnam, Myanmar, Thailand, Malaysia, Singapura, Laos, Kamboja dan Cina. Brand produk DVLA diantaranya NATURE-E, ENERVON-C, NEOZEP FORTE, NEW DIATABS dan VICEE.
$DVLA: Saham Valuasi Murah?
Diskusi hari ini di External Community Pintar Nyangkut di Telegram dengan Kode External Community A38138 https://stockbit.com/post/13223345
PT Darya-Varia Laboratoria Tbk (DVLA) ini kalau dibaca laporan keuangannya kuartal I 2025, sepintas terlihat gagah. Laba bersih naik 16,9% jadi Rp78,9 miliar, sementara penjualan hanya naik tipis 2,3% ke Rp544,3 miliar. Apa yang bikin beda? Efisiensi. Mereka berhasil memangkas beban pokok penjualan sampai 4,7%, bikin gross margin naik jadi 56,7% dan operating margin nempel ke 18,9%. Bahkan net margin-nya ikut naik ke 14,5%. Ini bukan karena one-off, bukan karena jual aset atau laba non-core lain tapi karena pos-pos non-inti seperti gain penjualan aset dan pendapatan shared service cuma sumbang di bawah 0,4% dari pendapatan. Jadi bisa dibilang, ini murni dari kinerja bisnis inti. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf
Namun, sebagus-bagusnya laporan laba rugi, semuanya mulai goyah waktu kita buka laporan arus kas. Arus kas operasi cuma Rp60,5 miliar alias 77% dari laba. Kasih tanda warning besar di situ. Kenapa? Karena piutang usaha nambah Rp125,6 miliar (+17%), dan persediaan naik Rp36,3 miliar (+9%). Padahal penjualan hanya naik 2%. Kas terjebak di piutang dan stok. Ini kayak warung bakso Nyangkut Pak Toto yang tiap hari rame, tapi semua pelanggan bayar tanggal 30, dan stok mie kuning numpuk karena takut kehabisan pas ada rombongan. Ya omzet tinggi, tapi uangnya baru masuk dua bulan lagi.
Yang lebih bikin melek lagi adalah 76% dari seluruh penjualan DVLA dikirim ke satu pelanggan utama yaitu PT Anugerah Pharmindo Lestari (APL). Distributor tunggal ini, kalau telat bayar, seluruh laporan laba rugi bisa jadi angan-angan. Dan kenyataannya? DSO (days sales outstanding) sudah 138 hari. Hampir 5 bulan. Belum lagi DI (days inventory) 166 hari. Jadi modal kerja DVLA betul-betul tersangkut di pelanggan dan gudang. Untungnya, pemasok baik hati karena DPO (days payables outstanding) sekarang 63 hari, artinya mereka masih kasih waktu DVLA untuk bernapas. Tapi ini nggak bisa jadi strategi jangka panjang. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf
Kalau dilihat dari model bisnis, DVLA memang cukup keren di atas kertas. Mereka punya dua pabrik sendiri di Gunung Putri, satu buat sediaan padat, satu pabrik buat sediaan cair. Mereka produksi produk consumer health seperti Vicks (lisensi dari P&G), obat resep dari United Life Sciences (ULS), dan kosmetik dari Pierre Fabre. Mereka juga maklon produk pihak ketiga lewat PT Medifarma. Di hilir, distribusinya dikunci APL, dan ekspor sebagian kecil (7%) lewat Concord, yang ternyata juga pihak berelasi. Jadi seluruh rantai pasoknya dari lisensi luar negeri, produksi sendiri atau maklon, lalu jual ke satu distributor besar. Ibarat Pak Toto yang punya warung bakso lengkap dari ternak sapi sampai layanan delivery, tapi semua pelanggannya cuma satu yakni BudiDolDol bin Judd Old Trafford, influencer saham yang sekarang juga nyambi promosi sabung online di Kamboja. Kalau BudiDolDol ngambek, semua warung bisa mati gaya.
Masalah tambah seru waktu kita lihat transaksi dengan pihak berelasi. Ada royalti ke ULS Rp8,4 miliar, manajemen fee ke Blue Sphere Singapore Rp10,7 miliar, dan biaya maklon ke PT Medifarma Rp9,3 miliar. Semuanya rutin tiap tahun dan cukup gendut, total hampir 6% dari revenue. Bahkan 34% dari pendapatan lain-lain DVLA datang dari PT Medifarma juga. Jadi sisi laba banyak juga yang bocor ke internal grup. Piutang ke Concord (ekspor) juga nambah Rp11,6 miliar dan jadi 86% dari seluruh piutang pihak berelasi. Yang artinya? Laba kelihatan naik, tapi uangnya belum tentu masuk bank. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf
Sekarang soal modal. DVLA ini didirikan sejak 1976, IPO 1994, dan sejak 1998 tidak pernah lagi rights issue besar. Jumlah saham beredar 1,12 miliar lembar, dengan mayoritas dikendalikan oleh Blue Sphere Singapore (92,1%). Public cuma pegang 7,9%. Jadi jangan heran kalau sahamnya nggak likuid. Mereka juga rajin kasih dividen, tahun lalu total Rp121 miliar dibagi ke pemegang saham, padahal FCF (free cash flow) hanya Rp82 miliar. Bayar dividen dari kantong tabungan? Yes.
Tapi perlu diakui, ada kelebihan yang nggak bisa diabaikan. Pertama, posisi kas DVLA masih solid Rp399 miliar. Mereka nggak punya utang bank, cuma liabilitas sewa kecil kurang dari Rp1 miliar. Capex mereka kecil banget, hanya Rp22 miliar per kuartal, sekitar 1,3× dari depresiasi. Free cash flow memang turun 30%, tapi masih positif. EV/EBITDA sekitar 3×, P/E 6×, dan PBV 1,25×. Bahkan net cash per saham sekitar Rp356, atau 21% dari harga saham Rp1.700.
Valuasi ini mencerminkan satu hal yakni pasar percaya laba DVLA oke, tapi mempertanyakan kemampuan mereka mengubah laba jadi kas. Pasar juga khawatir soal risiko konsentrasi pelanggan (APL), lisensi luar negeri, dan tingginya biaya intra-grup.
Sementara ini kekurangannya bisa diimbangi kelebihannya. Kas besar, bebas utang, dan margin yang kuat menahan tekanan likuiditas. Tapi ini hanya bisa bertahan kalau distribusi ke APL lancar dan stok terserap pasar. Kalau APL molor makin lama dan tender BPJS telat, kas bisa turun tajam. Kalau royalti dan fee naik atau lisensi tak diperpanjang, margin bisa tergilas. Dan kalau begitu terus, kita bakal lihat dividen tertekan dan valuasi makin susut. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf
Sebagai investor, harapannya sederhana yaitu DSO dipangkas minimal 15 hari, stok disesuaikan ke permintaan, fee intra-grup dinego ulang atau minimal nggak naik, dan volume consumer-health naik dua digit. Kalau semua itu kejadian, CFO naik, FCF sehat, dividen tetap jalan, valuasi bisa rerating ke P/E 10×. Harga saham bisa lari ke Rp2.700 dan tetap sustain. Tapi kalau harapan tinggal harapan? Kalau piutang makin menua, stok makin numpuk, fee intra-grup makin gendut, dan pelanggan utama nahan bayar, cashflow bisa nyungsep. Pada titik itu, DVLA harus pilih antara stop dividen, cari utang, atau cari pemegang saham baru lewat rights issue.
Jadi, DVLA bukan perusahaan yang jelek, mereka margin-nya bagus, balance sheet-nya kuat, dan punya histori stabil. Tapi mereka sedang menjalani fase di mana laba terlihat bagus, tapi uangnya belum tentu nyampe. Seperti warung bakso Pak Toto yang rame terus, tapi nota pelanggan menumpuk di laci. Sementara influencer BudiDolDol bin Judd Old Trafford terus makan gratis sambil sibuk promosi “Bakso 4D online”. Jadi, ini perusahaan yang capable, tapi dengan struktur yang rawan. Kalau bisa dikunci ulang, potensi jangka panjangnya menarik. Tapi kalau tidak, siap-siap ngelihat laba terus naik, tapi kasnya entah ke mana. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf
Ini bukan rekomendasi jual dan beli saham. Keputusan ada di tangan masing-masing investor.
Untuk diskusi lebih lanjut bisa lewat External Community Pintar Nyangkut di Telegram dengan mendaftarkan diri ke External Community menggunakan kode: A38138
Link Panduan https://stockbit.com/post/13223345
Kunjungi Insight Pintar Nyangkut di sini https://cutt.ly/ne0pqmLm
Sedangkan untuk rekomendasi belajar saham bisa cek di sini https://cutt.ly/Ve3nZHZf
https://cutt.ly/ge3LaGFx
Toko Kaos Pintar Nyangkut https://cutt.ly/XruoaWRW
Disclaimer: http://bit.ly/3RznNpU
$SIDO $KAEF
1/10
Hype Emiten. Sabtu, 24 Mei 2025
Kata kunci: SOHO, AstraZeneca, farmasi, divestasi, non-operasional
---
SOHO Lepas Kepemilikan di AstraZeneca Indonesia! Fokus ke Bisnis Inti Farmasi!
PT Soho Global Health Tbk (SOHO) resmi melepas seluruh kepemilikan sahamnya di PT AstraZeneca Indonesia, termasuk saham yang dimiliki anak usahanya PT Soho Industri Pharmasi (SIP). Total nilai transaksi divestasi ini mencapai USD 1,84 juta atau sekitar Rp30 miliar. 💊💼
---
Detail Transaksi:
Nilai total: USD 1,84 juta (≈Rp30 miliar)
Pihak terlibat: SOHO & anak usaha SIP
Jenis pendapatan: Dicatat sebagai non-operasional income
Tujuan: Fokus pada distribusi, produksi obat, suplemen, dan produk kesehatan
---
Dampak ke Bisnis?
→ Manajemen menyatakan tidak ada dampak material terhadap operasional atau kondisi keuangan.
→ Divestasi ini bersifat strategis: memperkuat lini inti SOHO di industri farmasi dan consumer health.
---
Sekilas Tentang SOHO:
Pemain lama di sektor farmasi dengan jaringan distribusi kuat
Merek unggulan: Imboost, Curcuma Plus, Fitkom
Fokus tumbuh di pasar produk kesehatan dalam negeri
---
Lepas AstraZeneca = bersih-bersih aset non-inti, atau peluang jangka panjang yang terlewat?
$SOHO $TSPC $DVLA
Tolong stockbit review customer service seperti ini.
Normalnya saya harus tunggu jawaban berapa lama. Self support, SELF SUPPORT, nya jangan lebih kejam dari binance. $DVLA
$TSPC ini keren, financial chart-nya growth-nya naik stabil sampai bisa ditarik garis linear regression manual, berbeda dengan emiten di industri drug manufacturing lain seperti $SIDO atau $DVLA.
kalau dividennya lebih berombak, seperti gelombang sinusoidal, kadang naik kadang turun. Tahun lalu sudah turun, apakah mungkin kalau tahun ini bisa naik?
Chart lainnya bisa dilihat di sini: https://cutt.ly/Xrz1pDds
1/2
Hype Emiten. Rabu, 7 Mei 2025
Kata kunci: PRDA, Cum Date, Dividen
Jangan lupa! Hari ini Cum Date Dividen
PT Prodia Widyahusada Tbk
PRDA
Dividen Rp172,93 per lembar
Dividen Yield ±6.43% di harga Rp2.690
Tanggal pembayaran 28 Mei 2025
$PRDA $DVLA $DGNS
Membandingkan $ELSA, $JPFA , $DVLA , CNMA mana yang paling murah? Ini saham requestan temen2 yang nonton di youtube. Detil review ada di komen.
Saham Sektor Kesehatan yang Sudah Rilis LK Q1 2025
Tadi baru rekap semua saham sektor kesehatan yang sudah rilis LK Q1 2025 di External Community Pintar Nyangkut di Telegram dengan Kode External Community A38138 https://stockbit.com/post/13223345
Sejauh ini baru 13 saham kesehatan yang rilis LK Q1 2025. Bahkan sekelas $SIDO pun belum rilis LK Q1 2025.
Sektor kesehatan di Q1 2025 kelihatannya masih sibuk menyembuhkan diri sendiri. Di tengah harapan bahwa ini sektor defensif yang aman buat parkir duit, kenyataannya nggak sesederhana itu. Beberapa emiten mencetak laba fantastis, tapi arus kasnya jebol. Ada juga yang labanya stabil dan dibarengi free cash flow tebal, tapi investor justru kabur karena katanya ‘kurang seksi’. Mari kita bedah satu per satu, siapa yang layak disimpan buat jangka panjang dan siapa yang cuma numpang lewat. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf
Kita mulai dari $KLBF, raksasa farmasi yang udah mapan banget. Revenue Q1 2025 tembus Rp8,8 Triliun dengan laba bersih Rp1,08 Triliun. Marginnya stabil di NPM 12,17% dan ROE 14,29%. Free cash flow-nya tebal, Rp3 Triliun, dengan posisi kas bersih Rp4 Triliun. Valuasinya memang agak premium, PER 14,86 dan PBV 2,72, tapi wajar untuk kualitas seperti ini. Sayangnya, investor malah -46 orang bulan ini dan harga saham turun -6,19% setahun terakhir—mungkin karena pertumbuhan labanya "cuma" 12,45%, nggak wow buat yang suka hype.
Lalu ada TSPC yang jadi definisi klasik saham undervalued. PER cuma 7,27, PBV 1,31, tapi arus kas bebasnya Rp1,32 Triliun, dengan net cash Rp3,3 Triliun. Laba usaha naik 67,5%, ROIC 14,11%, dan umur piutang efisien banget, 39,98 hari. Laba bersih Rp409 Miliar, NPM 12,5%, dan yield 3,79%. Meski revenue-nya turun tipis -4,84%, saham ini tetap masuk kategori layak pantau ketat. Cuma ya, investor belum terlalu sadar: -45 orang dalam sebulan terakhir.
Bergeser ke $DVLA, yang tampil sebagai hidden gem. PER hanya 5,93, PBV 1,23, dan yield lumayan gede 6,47%. Laba bersih naik 16,86%, ROIC 10,17%, dan net cash Rp314 Miliar. Walau arus kas Q1 sedikit minus, trailing-nya tetap positif Rp229 Miliar. Piutangnya butuh waktu 121 hari buat cair, tapi wajar karena mayoritas revenue-nya dari distribusi. Investor malah nambah 36 orang bulan ini—sepertinya mulai kebuka matanya.
Kalau mau lihat margin rumah sakit premium, ya lihat MIKA. NPM 24,44%, OPM 30,76%, ROE 17,16%. Sayangnya, valuasi selangit: PER 28, PBV 5,13. Laba bersih Rp310 Miliar, tapi hanya naik 7,6%. Arus kas bebas Rp1 Triliun dan kas Rp1,74 Triliun aman, tapi investor justru lari -133 orang. Mungkin karena sadar: “bayar mahal, tapi pertumbuhannya pelan.” Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf
OMED juga menarik—NPM 16,68%, ROIC 11,02%, dan free cash flow positif Rp254 Miliar. PER 14,97, PBV 1,72. Piutang 45 hari. Sahamnya memang belum ramai, -81 investor, tapi ini kandidat saham kecil yang efisien dan sehat secara keuangan.
Lanjut ke IRRA dan SAME, dua saham yang labanya melesat tapi kenyataannya... dompetnya bolong. IRRA cetak laba Rp10 Miliar (naik 141%) tapi free cash flow minus Rp456 Miliar. Piutangnya ngeri—185 hari, dan net debt Rp592 Miliar. SAME juga serupa, laba naik 566% tapi cuma Rp9 Miliar nominalnya, arus kas -Rp76 Miliar, dan net debt Rp864 Miliar. Dua-duanya dibalut PER tinggi (SAME 138x, IRRA 15,7x), tapi realitasnya keuangan mereka ngos-ngosan. Investor juga sadar, -153 dan -339 orang masing-masing.
MTMH sebenarnya punya revenue yang tumbuh 17% dan laba naik 97%, tapi sayangnya margin kecil banget. ROIC cuma 0,29%, free cash flow -Rp70 Miliar, dan net cash tipis. Saham ini seperti rumah sakit yang ramai pasien tapi nggak semua bayar tunai. Harga saham juga turun -23%, sinyal bahwa pasar belum percaya diri.
SOHO dan RSGK ada di tengah-tengah. SOHO margin-nya kecil, arus kas negatif, tapi revenue masih oke. PBV 3,05 bikin dia agak mahal. RSGK lebih parah, karena semua pertumbuhan negatif: revenue -9%, laba -46%, dan arus kas hampir netral. Valuasi PER 27 terlalu optimis untuk bisnis sekelas ini.
BMHS, CARE, dan SURI masuk kategori rawat intensif. BMHS punya revenue Rp379 Miliar tapi cuma laba Rp3,27 Miliar. PER 163, free cash flow negatif, dan utang Rp1 Triliun. CARE lebih parah: rugi Rp29 Miliar, ROE -2,92%, arus kas jebol Rp339 Miliar, dan valuasi malah negatif. SURI juga rugi, revenue kecil, dan PER 188—saham gocap yang mahal, bukan murah. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf
Saham Sehat dan Layak Investasi?
✅ DVLA: murah, efisien, arus kas oke, net cash
✅ TSPC: value menarik, cashflow kuat, margin tebal
✅ KLBF: stabil, cash flow besar, dividennya rajin
Saham Sehat tapi Mahal?
❗ MIKA: margin bagus, tapi valuasi kelewat premium
Saham Laba Naik Tapi Cashflow Agak Rawan?
❌ IRRA
❌ SAME
❌ MTMH (lebih ringan)
Saham Darurat ICU?
❌ CARE
❌ SURI
❌ BMHS
Saham dengan Umur Piutang Efisien (under 60 hari)?
✅ TSPC: 39,98 hari
✅ BMHS: 29,96 hari
✅ RSGK: 40,14 hari
✅ OMED: 45,8 hari
✅ KLBF: 53,23 hari
Jadi kalau mau investasi di sektor kesehatan bukan cuma lihat labanya naik atau nggak, tapi lihat juga: duitnya beneran masuk nggak? Kas-nya kuat nggak? Utangnya bisa dibayar? Kalau semua jawaban iya, baru itu namanya “saham sehat”—bukan cuma hasil rapid test doang. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf
Ini bukan rekomendasi jual dan beli saham. Keputusan ada di tangan masing-masing investor.
Untuk diskusi lebih lanjut bisa lewat External Community Pintar Nyangkut di Telegram dengan mendaftarkan diri ke External Community menggunakan kode: A38138
Link Panduan https://stockbit.com/post/13223345
Kunjungi Insight Pintar Nyangkut di sini https://cutt.ly/ne0pqmLm
Sedangkan untuk rekomendasi belajar saham bisa cek di sini https://cutt.ly/Ve3nZHZf
https://cutt.ly/ge3LaGFx
Toko Kaos Pintar Nyangkut https://cutt.ly/XruoaWRW
Disclaimer: http://bit.ly/3RznNpU
1/8
$DVLA daging dvla itu ada di ekspor dan maklon + obat resep nya
CH ini misal 1T ke 2T penjualannya
ebit cuma tambah 80b dari 80b ke 160b
Betul $DVLA itu ibarat $ASII nya untuk sektor obat2an di $IHSG dan dinaungi oleh parents company yg sama2 berasal dari Singapore juga cuma kalo dvla dipegang blue sphere kalo asii dipegang cycle n carriage 🤭🤭🤭
Tentang $DVLA: Dividend Hunter
Lanjutan dari postingan sebelumnya tentang saham farmasi di External Community Pintar Nyangkut di Telegram dengan Kode External Community A38138 https://stockbit.com/post/13223345
Kalau ada saham yang bisa dibilang “pendiam, setia, dan nggak neko-neko,” DVLA adalah salah satu kandidat utamanya. Saham ini nggak banyak gaya, nggak sering masuk berita, dan jarang banget muncul di radar saham populer. Tapi justru di situlah daya tariknya. DVLA, atau PT Darya-Varia Laboratoria Tbk, adalah salah satu emiten farmasi paling mapan di Indonesia. Perusahaan ini berdiri sejak lama, IPO tahun 1994 dengan harga Rp6.200 per saham. Tapi DVLA bukan sekadar perusahaan tua yang diam di tempat. Di balik grafik harga yang lesu, tersembunyi bisnis yang stabil, kas melimpah, dan konsistensi membagi dividen yang bisa bikin kamu lupa kalau harga sahamnya nggak naik-naik. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf
DVLA ini punya DNA multinasional. 92,66% sahamnya dimiliki Blue Sphere Singapore, anak dari grup raksasa United Laboratories Inc (Unilab), yang punya jaringan di berbagai negara Asia. Jadi bisa dibilang, DVLA ini perusahaan Indonesia dengan otak dan kontrol global. Mereka memproduksi produk kesehatan consumer dan ethical, dengan brand yang sudah sangat dikenal publik—sebut saja ENERVON-C, NEOZEP, NEW DIATABS, NATURE-E, dan VICEE. Jadi jangan kira ini perusahaan kelas teri. DVLA punya distribusi, reputasi, dan produk yang bahkan bisa dibilang household name.
Dari segi fundamental, DVLA terlihat sangat konservatif dan sehat. Total kas Rp358 miliar, dengan total utang hanya Rp43 miliar—yang artinya net cash Rp315 miliar. Mereka nggak suka ngutang, dan itu tercermin juga di debt-to-equity ratio mereka yang cuma 0.03, jauh di bawah standar industri. Di sisi lain, Free Cash Flow TTM sebesar Rp229 miliar, yang artinya semua dividen dibayarkan dari arus kas nyata, bukan dari utang atau akal-akalan akuntansi. Dan ini penting: dividend yield-nya 7.25%, dengan payout ratio yang konsisten di kisaran 75–89%. Sejak 2016 sampai sekarang, dividen selalu dibayar rutin, bahkan meningkat secara nominal. Bahkan sejak 2021, mereka membayar dua kali dividen per tahun. Ini perusahaan yang benar-benar memanjakan investor income-oriented.
Tapi jangan salah sangka. Di balik semua angka manis tadi, harga sahamnya justru nggak pernah heboh. Dalam 5 tahun terakhir, harga turun 31.34%. Bahkan sekarang jauh di bawah harga IPO-nya yang Rp6.200. Dan ini yang kadang jadi jebakan psikologis: saham kayak DVLA ini bisa kelihatan "nggak menarik" karena harganya nggak lompat-lompat. Tapi kalau kita lihat valuasinya, sekarang PBV-nya cuma 1.15x, padahal rata-rata 10 tahun terakhir di angka 1.77x. PER-nya 10.69x, sementara rerata historisnya 16x. Price to Sales juga cuma 0.80x, terendah dibanding rata-rata sektor farmasi yang biasanya di atas 1.5x. Artinya? Ini saham sedang "diskon" dari segi valuasi, meskipun nggak kelihatan dari sisi sentimen pasar. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf
Bukan cuma itu, dari analisis PE dan PBV Band, saham DVLA saat ini berada di area -1 hingga -2 SD dari rerata 10 tahunnya. Di banyak literatur, kondisi seperti ini dianggap undervalued secara statistik. Bahkan bisa dibilang sedang berada di harga terendahnya secara historis, padahal kinerja fundamentalnya stabil dan masih menghasilkan laba yang cukup. Dan menariknya lagi, saham ini dikuasai investor asing hampir 97%, yang artinya mayoritas investor retail lokal justru melepas saham ini. Komposisi investor lokal hanya 2.82% di Maret 2025, dan didominasi individu, bukan institusi. Ironis, saham yang paling stabil justru makin ditinggal oleh investor lokal, dan makin dikumpulkan oleh pemodal besar luar negeri.
Tapi tentu saja, DVLA juga punya sisi "jebakan" yang perlu dicermati. Fall trap utamanya adalah stagnasi pertumbuhan. Dari sisi revenue dan laba bersih, perusahaan ini nggak menunjukkan pertumbuhan eksplosif. Laba bersih tahunan memang stabil di kisaran Rp140–160 miliar, tapi tidak bertumbuh signifikan. Bahkan dalam beberapa kuartal terakhir, laba kuartalan sempat drop tajam, misalnya Q3 2023 cuma Rp4 miliar, dan Q4 2023 Rp47 miliar. Walaupun TTM-nya pulih jadi Rp156 miliar di 2024, tetap saja pola ini menunjukkan bahwa bisnisnya sangat tergantung pada musim (seasonal), dan bukan growth stock. Jadi buat investor yang suka growth tinggi dan momentum trading, DVLA bisa jadi jebakan karena terlihat murah tapi nggak akan naik cepat.
Seasonality juga mengonfirmasi itu. Pergerakan bulanan selama 10 tahun terakhir menunjukkan pola yang tidak konsisten, dengan performa cenderung lemah di Q1 dan Q2, lalu membaik di Q3 dan Q4. Ini juga selaras dengan pola distribusi dividen mereka—kebanyakan terjadi di pertengahan tahun dan akhir tahun.
Manajemen DVLA juga tergolong konservatif. Tidak ada aksi korporasi aneh-aneh, nggak ada rights issue, nggak ada spin-off anak usaha, dan mereka juga nggak aktif terlibat dalam akuisisi besar. Bisa dibilang ini perusahaan yang low profile but high yield. Tidak ekspansif, tapi menguntungkan. Board of directors juga berisi kombinasi profesional Indonesia dan Filipina, dengan kendali mutlak tetap berada di tangan pemilik mayoritas dari Singapore/Unilab. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf
DVLA adalah saham yang menarik buat investor jangka panjang yang cari stabilitas, dividen, dan valuasi diskon—bukan pertumbuhan agresif atau capital gain jangka pendek. Cocok buat kamu yang pengin pegang saham kayak punya tabungan deposito, tapi dengan potensi yield 2–3x lipat dari bunga bank. Tapi pastikan kamu tahu posisi—jangan berharap DVLA jadi multibagger. Ini bukan saham untuk spekulasi, ini saham untuk kamu yang sabar, disiplin, dan tahu menikmati cuan pelan-pelan sambil ngopi.
Ini bukan rekomendasi jual dan beli saham. Keputusan ada di tangan masing-masing investor.
Untuk diskusi lebih lanjut bisa lewat External Community Pintar Nyangkut di Telegram dengan mendaftarkan diri ke External Community menggunakan kode: A38138
Link Panduan https://stockbit.com/post/13223345
Kunjungi Insight Pintar Nyangkut di sini https://cutt.ly/ne0pqmLm
Sedangkan untuk rekomendasi belajar saham bisa cek di sini https://cutt.ly/Ve3nZHZf
https://cutt.ly/ge3LaGFx
Toko Kaos Pintar Nyangkut https://cutt.ly/XruoaWRW
Disclaimer: http://bit.ly/3RznNpU
$SIDO $KAEF
1/2
$PYFA LK Full Year 2024: Efek Akuisisi Belum Terlihat Pada Laba
Lanjutan analisa dari External Community Pintar Nyangkut di Telegram dengan Kode External Community A38138 https://stockbit.com/post/13223345
PT Pyridam Farma Tbk (PYFA) mencatat transformasi besar dalam laporan keuangan 2024: dari perusahaan farmasi domestik skala menengah, menjadi grup regional setelah aksi akuisisi raksasa terhadap Probiotec Ltd asal Australia. Revenue-nya melonjak gila-gilaan dari Rp702 M di 2023 menjadi Rp1,92 T di 2024, naik 173% dalam waktu setahun—angka yang biasanya hanya muncul di startup tech. Tapi pertumbuhan itu bukan datang gratis. Beban pokok penjualan (COGS) juga naik dari Rp406 M ke Rp1,38 T atau naik 240%, sehingga margin kotor justru makin tipis. Dan parahnya lagi, PYFA mencatat rugi bersih Rp330 M, membengkak dari rugi Rp85 M di tahun sebelumnya. Jadi, meskipun pendapatan tampak mengkilap, di bawahnya ada darah dan keringat yang belum balik modal. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf
Arus kas dari operasional (CFO) juga masih merah—selama 3 tahun berturut-turut. Tahun 2024, CFO tercatat minus Rp141 M. Capex sekitar Rp108 M membuat Free Cash Flow (FCF) jadi -Rp249 M. Artinya, perusahaan tidak menghasilkan uang dari bisnis intinya, dan masih bakar kas besar-besaran. Untuk menambal semua ini, PYFA menempuh jalan ekstrem: utang dan right issue. Total utang berbunga (obligasi dan pinjaman bank) mencapai Rp3,24 T, melonjak lebih dari 3x lipat dibanding tahun sebelumnya. Kas hanya Rp352 M. Jadi net debt-nya bengkak, dan beban bunga juga ikut meledak—Rp226 M di 2024 dari sebelumnya hanya Rp86 M. Semua itu bikin rasio solvabilitas dan likuiditas makin ketat. Dan jangan lupa, goodwill dan aset takberwujud yang muncul dari akuisisi Probiotec juga membengkak ke Rp2,59 T—hampir setengah dari total aset Rp5,81 T. Ini aset "ghaib" yang hanya bernilai selama anak usaha Australia itu bisa cetak laba. Kalau enggak? Siap-siap impairment ratusan miliar.
Dari sisi cash conversion cycle (CCC), ada perbaikan: turun dari 254 hari (2023) menjadi 184 hari (2024). Ini sinyal operasional makin efisien. Tapi DSO (piutang) justru naik jadi 127 hari, artinya uang makin lama masuk. Persediaan memang berputar lebih cepat (DIO turun ke 120 hari), dan utang ke vendor dibayar makin lambat (DPO naik jadi 63 hari), tapi tetap saja, waktu cash balik itu butuh 6 bulan. Belum lagi risiko kurs. Utang valas dalam AUD, USD, SGD, dan EUR mencapai total Rp2,5 T, sedangkan aset dalam valas hanya Rp460 M. Dengan kurs AUD, USD, dan Euro yang makin mahal terhadap Rupiah (AUD sekarang Rp10.702 vs sebelumnya Rp10.082), potensi rugi kurs sangat nyata. Bahkan per Maret 2025, perusahaan sudah memperkirakan rugi translasi Rp73 M hanya dari perbedaan kurs—dan itu baru 3 bulan. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf
Valuasi saham? PYFA sekarang dihargai Rp178 per lembar, dengan market cap Rp2 T. Tapi ekuitas hanya Rp1,04 T, jadi PBV = 1,92x. PER? Enggak bisa dihitung karena rugi. FCF negatif. Nilai intrinsik versi DCF konservatif (dengan asumsi FCF positif baru muncul 2025 dan tumbuh 20% per tahun) ada di kisaran Rp100–110/saham. Artinya, harga pasar sekarang sudah premium banget, padahal belum ada laba dan kas juga belum balik. Kalau Probiotec gagal nyumbang cash atau laba, valuasi ini bisa jeblok sewaktu-waktu. Dilusi dari right issue juga parah—jumlah saham naik dari 535 juta jadi 11,24 miliar (naik 21x). Investor lama kena siram habis-habisan, EPS makin tipis, dan hak suara makin kecil.
Tapi tetap ada harapan. Pertama, revenue naik nyata dan bukan mimpi. Kedua, tidak ada konsentrasi pelanggan atau vendor tunggal, artinya bisnis tersebar dan minim ketergantungan. Ketiga, Probiotec punya fasilitas produksi besar dan segmen maklon yang menjanjikan margin jika efisien. Keempat, CCC mulai membaik, dan belum ada impairment meskipun goodwill besar. Kelima, tidak ada transaksi pihak berelasi yang mencurigakan, artinya tata kelola cukup bersih. Dan keenam, rights issue Rp1 T bisa sukses di tengah kerugian itu menunjukkan investor masih ada yang percaya, setidaknya terhadap potensi jangka panjangnya.
Apa yang bisa diperbaiki? Banyak. Tekan beban pokok dan efisiensikan pabrik. Turunkan beban SGA yang membengkak, terutama dari promosi dan jasa profesional. Percepat penagihan piutang. Hindari menambah utang baru. Kalau bisa, cicil pelunasan dan lindungi posisi kurs (hedging). Yang paling krusial: pastikan Probiotec bisa cetak laba dan FCF mulai 2025. Tanpa itu, goodwill akan jadi liabilitas tak kasat mata yang siap menyedot ekuitas. Kalau semua itu bisa dicapai, PYFA bisa jadi kisah sukses transformasi perusahaan lokal jadi grup farmasi internasional. Tapi kalau tidak? Maka ekspansi ini akan jadi studi kasus mahal tentang overleveraged M&A yang gagal bayar, dan saham Rp178 bisa balik ke angka Rp2 digit.
Buat investor yang pegang saham PYFA, satu hal yang wajib disadari adalah: ini bukan saham nyaman. Ini bukan saham dividen rutin, bukan juga saham dengan profit konsisten. Tapi juga bukan saham bangkrut. PYFA berada di persimpangan: antara jadi cerita sukses transformasi bisnis farmasi lintas negara, atau justru jadi studi kasus overleveraged M&A yang gagal bayar. Maka, investor yang ingin tetap waras dan tidak overhype, harus menaruh harapan yang masuk akal, berdasar data, bukan euforia. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf
Hal paling rasional yang bisa diharapkan sekarang adalah: PYFA berhasil menyempitkan kerugian. Di tahun 2024 rugi bersih mencapai Rp330 miliar, dan arus kas operasional (CFO) masih minus Rp141 miliar. Jadi, ekspektasi yang masuk akal di 2025 bukan langsung cuan ratusan miliar, tapi cukup jika rugi bisa dipangkas jadi di bawah Rp100–150 miliar, dan CFO balik positif meskipun tipis. Misalnya +Rp50 miliar, itu sudah jadi sinyal bahwa bisnis mulai menghasilkan uang, bukan cuma angka omzet. Jangan berharap terlalu jauh dulu soal EPS dan dividen. PYFA masih harus bayar bunga utang tahunan lebih dari Rp200 miliar, jadi profit net masih akan ketahan bunga—dan itu fakta.
Sekarang soal utang. Total utang berbunga PYFA di akhir 2024 tembus Rp3,24 triliun, terdiri dari utang bank dan obligasi. Sementara kas cuma Rp352 miliar. Kalau kita hitung kasar, rasio net debt ke EBITDA-nya jauh di atas ambang sehat. Tapi jangan buru-buru panik. Cara mereka bisa selamat hanya satu: anak usaha Probiotec harus bisa hasilkan EBITDA besar dan konsisten, lalu arus kas bersihnya dipakai untuk bayar bunga dan cicilan. Sederhananya: kalau FCF dari Probiotec tembus di atas Rp200–300 miliar dalam 1–2 tahun ke depan, itu bisa jadi penyelamat. Tapi kalau anak usahanya juga buntung dan malah jadi beban, ya sudah, satu per satu liabilitas bisa meledak mulai dari gagal bayar bunga, potensi downgrade rating, hingga impairment goodwill.
Worst case-nya? Goodwill Rp1,77 triliun itu di-write-down karena Probiotec ternyata enggak perform. Seketika ekuitas bisa ambles, rugi tambah dalam, dan kalau CFO tetap negatif, risiko gagal bayar obligasi mulai menghantui. Kalau kurs AUD, USD, dan Euro makin menguat, utang valas makin berat—dan rugi kurs bisa tambah menghantam bottom line. Bisa-bisa laporan 2025 penuh dengan rugi bersih, rugi kurs, rugi translasi, dan laporan arus kas merah lagi. Saham bisa jeblok, dan harga pasar turun jauh di bawah Rp100 karena market sadar ini bukan sekadar rugi operasi, tapi rugi yang struktural.
Best case-nya? Probiotec menunjukkan performa bagus. Revenue naik lagi ke Rp2,3–2,5 triliun, CFO positif +Rp100–200 miliar, rugi bersih mengecil drastis, dan tidak ada impairment. Kurs stabil, atau bahkan Rupiah sedikit menguat, sehingga tekanan valas ringan. Manajemen fokus ke efisiensi biaya, dan tahun 2025 ditutup dengan laporan keuangan yang walaupun belum untung bersih, tapi arus kas kuat dan utang mulai bisa dicicil. Saham bertahan di atas Rp150–180 dan pasar mulai percaya bahwa ini bukan “growth illusion,” tapi “turnaround in progress.”
Jadi, buat investor realistis, harapan terbaik bukanlah euforia cuan cepat, tapi kesabaran melihat proses recovery keuangan sambil awasi 3 hal utama: apakah arus kas sudah positif, apakah Probiotec cetak EBITDA besar, dan apakah manajemen mampu tekan beban tanpa cari utang baru atau rights issue lanjutan. Kalau tiga hal itu tercapai, PYFA masih bisa jadi cerita sukses jangka menengah. Tapi kalau tidak, ya siap-siap tahan napas panjang atau segera ambil keputusan rasional—karena bom waktu itu memang nyata. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf
Buat investor yang udah telanjur nyangkut di saham PYFA, apalagi di harga di atas 200-an, wajar kalau sekarang mulai mikir keras: “Ini saham bisa balik enggak, ya?” Di satu sisi, ada harapan. Di sisi lain, utangnya numpuk kayak gunung, arus kas masih merah, dan labanya belum kelihatan. Jadi, mari kita bahas secara realistis, biar nggak overhype tapi juga nggak langsung panik lempar handuk.
PYFA sekarang sedang berada di fase “do or die”. Revenue memang naik tajam dari Rp702 miliar (2023) ke Rp1,92 triliun (2024), tapi tetap saja mereka rugi bersih Rp330 miliar. Lebih parah lagi, arus kas dari operasional (CFO) minus Rp141 miliar. Jadi ini bukan cuma rugi di atas kertas, tapi bisnisnya juga belum bisa cetak uang. Bahkan setelah akuisisi Probiotec, yang katanya jadi andalan, perusahaan belum bisa balik untung. Sementara itu, utang berbunga sudah tembus Rp3,24 triliun, dengan kas cuma Rp352 miliar. Artinya, rasio utangnya ngeri, dan setiap tahun mereka harus bayar bunga lebih dari Rp200 miliar—itu pun kalau kurs AUD dan USD stabil. Kalau kurs makin naik, seperti sekarang (AUD udah tembus Rp10.700 dan USD Rp16.800), maka beban utangnya makin berat dan risiko rugi kurs makin gede. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf
Tapi apakah PYFA pasti bangkrut? Belum tentu. Kalau manajemen bisa bikin Probiotec mulai hasilkan FCF (Free Cash Flow), dan arus kas perusahaan balik positif di 2025, maka situasi bisa mulai membaik. Revenue sudah besar, tinggal dijaga efisiensinya. Kalau rugi bersih bisa menyempit ke bawah Rp100 miliar, dan CFO bisa tembus +Rp50 sampai Rp100 miliar, itu sinyal bahwa bisnisnya mulai waras. Ditambah kalau goodwill sebesar Rp1,77 triliun itu nggak perlu di-write down, maka ekuitas tetap aman. Tapi kalau semua gagal? Probiotec buntung, arus kas tetap negatif, dan goodwill harus dihapus? Maka siap-siap neraca jebol, EPS makin merah darah, dan perusahaan bisa tergelincir ke restrukturisasi utang atau bahkan default.
Nah, untuk investor yang nyangkut di atas harga Rp200 per saham, langkah yang harus diambil tergantung dari dua hal: seberapa yakin kamu masih percaya sama prospeknya, dan seberapa kuat posisi keuangan kamu. Kalau kamu masih percaya, dan uang yang kamu pakai adalah uang dingin—yang nggak kepakai dalam waktu dekat—maka nggak apa-apa kalau kamu tahan. Bahkan kalau kamu optimistis dan ingin average down, silakan saja, asalkan tahu risiko dan nggak all-in. Tapi kalau kamu udah gak percaya, walau uangnya dingin, mending keluar sebagian atau full cut loss dan cari saham lain yang lebih jelas. Nggak usah gengsi. Uang dingin bukan berarti harus dibekukan sampai beku.
Buat yang uangnya panas, alias dana yang bakal kepakai dalam waktu dekat? Jangan main-main. Kalau kamu masih percaya, pertimbangkan jual sebagian buat jaga likuiditas. Tapi kalau kamu udah panik dan dananya darurat? Jangan ragu: jual dan amankan posisi. Nggak ada gunanya nunggu balik modal sambil stres dan ngorbanin kebutuhan hidup. Saham bisa balik, tapi mental dan keuangan pribadi kamu mungkin nggak akan pulih kalau nahan terlalu lama dalam tekanan.
Intinya, PYFA masih punya peluang, tapi bukan tanpa risiko besar. Harapan terbaik: arus kas balik positif, rugi menyempit, Probiotec perform, dan goodwill tetap utuh. Skenario terburuk: FCF gagal positif, kurs makin berat, laba makin tenggelam, dan akhirnya dililit utang yang nggak bisa dilunasi. Dalam kondisi kayak gini, investor harus waras, bukan cuma semangat. Realistis itu bukan berarti pesimis—itu justru bentuk cinta sehat ke portofolio sendiri. Jangan jadikan PYFA ladang harapan buta, tapi juga jangan abaikan potensi kalau mereka beneran berhasil keluar dari jurang. Tarik napas, lihat data, ambil sikap. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf
Ini bukan rekomendasi jual dan beli saham. Keputusan ada di tangan masing-masing investor.
Untuk diskusi lebih lanjut bisa lewat External Community Pintar Nyangkut di Telegram dengan mendaftarkan diri ke External Community menggunakan kode: A38138
Link Panduan https://stockbit.com/post/13223345
Kunjungi Insight Pintar Nyangkut di sini https://cutt.ly/ne0pqmLm
Sedangkan untuk rekomendasi belajar saham bisa cek di sini https://cutt.ly/Ve3nZHZf
https://cutt.ly/ge3LaGFx
Toko Kaos Pintar Nyangkut https://cutt.ly/XruoaWRW
Disclaimer: http://bit.ly/3RznNpU
$DVLA $SIDO
1/10
Sentimen 10 April 2025
10 April 2025 adalah hari di mana dunia keuangan secara harfiah jungkir balik seperti habis dilempar dari atas jurang sambil berharap ada trampolin di bawah. Sayangnya, yang nunggu di bawah itu bukan trampolin, tapi jurang lagi. Wall Street berdarah-darah dengan S&P 500 anjlok -4,46% ke 5.213,67, Nasdaq longsor -5,26% ke 16.223,76, dan Dow Jones ikutan ngedrop -4,26% ke 38.876,93. Indeks VIX, yang biasanya tenang-tenang aja kayak satpam kompleks, sekarang naik +27,01% sehari dan sudah +148% sejak awal tahun. Artinya? Investor bukan cuma takut, tapi udah gemeteran kayak nunggu hasil PCR positif. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf
Anehnya, di saat Amerika panik, pasar Asia malah pesta pora. Nikkei Jepang terbang +9,13%, KOSPI Korea naik +6,60%, bahkan IDX30 Indonesia lompat +5,60%—kayak nggak sadar dunia lagi dilanda kekacauan. Padahal ETF EIDO yang mencerminkan sentimen asing ke Indonesia justru jatuh -1,61% ke USD 15,31. Ini ibarat rumah tetangga pesta nikahan padahal rumah kita kebanjiran—dan semua tamu malah milih numpang makan ke situ. Net sell asing Rp751 Miliar seolah bilang, “Kalian aja yang happy, gua sih cabut duluan.”
Eropa juga ikut euforia, dengan DAX Jerman +4,53%, FTSE Inggris +3,04%, dan Euro Stoxx 50 +4,26%. Sumber euforianya? Trump ngumumin “tariff pause” selama 90 hari. Tapi jangan senang dulu, karena sebelumnya dia juga ngumumin kenaikan tarif impor China sampai 145%. Kayak mantan toxic: pagi ngajak rujuk, sore ngajak ribut. Belum cukup, Trump juga nyerang industri farmasi, nyopot semua dewan HIV, cabut regulasi air pancuran, dan wajibkan semua imigran buka semua akun medsos. Gimana nggak stres tuh pasar?
Sementara itu, emas melonjak ke USD 3.154,40 (+3,20%) karena semua orang pengen pelukan dari benda kuning tua itu di tengah kekacauan ini. Minyak Brent jeblok -4,25% ke USD 62,70, padahal Trump bilang mau dorong batubara. Tembaga naik tipis +0,67%, kedelai +1,31%, tapi tetap nggak ada yang bisa ngalahin performa emas—satu-satunya yang dicintai semua orang di tengah badai. Mata uang juga ikut drama. Euro, Pound, Yen, semua menguat lawan dolar. Yuan? Tetap nyangkut di level terendah sejak 2007, biarpun naik +0,48%, mirip kayak orang yang bilang “aku baik-baik saja” padahal matanya sembab. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf
Investor global lari ke obligasi. Yield US 10Y turun ke 4,297%, Jepang 1,335%, Jerman dan UK juga turun. Ini klasik: saat saham ambruk, obligasi jadi pelampung. Tapi pelampung pun bisa bocor kalau yang megang orangnya panik. Masalahnya, inflasi AS turun ke 2,4%—pertama kalinya dalam lima tahun—tapi turunnya bukan karena barang jadi murah, tapi karena bensin dan mobil bekas jeblok. Jadi kalau kamu pikir ini sinyal positif, silakan beli mobil bekas dan isi bensin aja tiap hari buat ngerasain "deflasi".
Indonesia? IHSG rebound 4,79% ke 6.254, top gainer diisi oleh AKRA, MDKA, MAPI, bahkan saham gorengan kayak WIFI, GOTO, BREN ikut-ikutan terbang. Tapi ironisnya, asing tetap jualan. Biarpun IHSG naik, EIDO malah jatuh. Bagaikan pesta pernikahan di mana mempelai wanitanya kabur, tapi tamu masih joget-joget karena udah telanjur makan catering. Dana pensiun, BPJS, asuransi, semua masih wait and see. Tapi retail investor? Udah FOMO habis-habisan sambil teriak, “To the moon!”
Sektor farmasi globally kedinginan, saham-sahamnya turun gara-gara Trump ngancam tarif tinggi. PacBio PHK 120 karyawan, NIH dipotong anggaran, dan FDA kehilangan SDM penting. Bahkan measles di Texas tembus 505 kasus dan dua anak meninggal karena respons lambat. Di Hungaria, wabah mulut dan kuku dicurigai sebagai serangan biologis—entah hoaks, entah serius, pokoknya kayak plot film Hollywood yang kebanyakan plot twist.
Trump juga lagi hobi bikin gaduh di dalam negeri. Dari cabut green analysis untuk proyek energi, sampai copot semua anggota dewan HIV tanpa pengganti, dan bikin kebijakan wajib filter medsos buat imigran. Bahkan, perintah eksekutif baru dia termasuk menyerang dua mantan pejabat yang suka kritik—mirip gaya “gue gak suka, lo gue pecat.” Tapi anehnya, saham-saham AS rebound sebentar usai pengumuman tariff pause 90 hari, bikin kapitalisasi bursa AS naik USD 4 Triliun. Sayangnya, itu cuma jeda. Kayak napas terakhir sebelum tenggelam.
Dari sisi dalam negeri, Indonesia juga nggak kalah riuh. Sri Mulyani bilang tarif Trump bisa memangkas pertumbuhan ekonomi Indonesia sampai 0,5%. BPJS belum full masuk ke saham, dana pensiun BTN lesu, dan banyak multifinance lapor pembiayaan turun. Tapi nggak semua suram—LPPF bagi dividen Rp300/saham, AVIA buyback dan tebar dividen Rp1,3 Triliun, ITMG juga bagi Rp2.245/saham. HRTA ekspansi pas harga emas naik, dan RS Hermina buyback Rp3,76 Miliar. Gaya-gaya bertahan di tengah badai kayak Titanic tapi masih sempet main biola.
Secara keseluruhan, pasar global berada di antara ilusi euforia dan realita chaos. Bursa Asia dan Eropa berpesta karena jeda tarif, padahal dasarnya tetap rapuh. Amerika? Masih dalam mode ketakutan tingkat dewa. Trump? Makin sulit ditebak: satu jam bisa nego, sejam kemudian bisa deklarasi perang dagang. Sentimen global benar-benar campur aduk antara optimisme palsu dan ketakutan hakiki. Kalau kamu merasa ini semua bikin pusing, tenang aja—itu berarti kamu masih waras. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf
Dari semua keributan tanggal 10 April 2025, ini poin-poin yang paling signifikan secara dampak ke pasar dan ekonomi — baik langsung maupun potensial:
1. Anjloknya Wall Street dan Lonjakan VIX (❌ Sangat Signifikan)
S&P 500 -4,46%, Nasdaq -5,26%, Dow -4,26%, dan VIX +27,01% (YTD +148%)
Ini bukan cuma "turun biasa", ini panic sell skala besar. Lonjakan VIX mengindikasikan ketakutan ekstrem dan bisa memicu koreksi global, terutama di emerging markets.
2. Trump Naikkan Tarif Impor China hingga 145% (❌ Signifikan & Strategis)
Ini bukan gertakan main-main. Ini trigger langsung yang bikin market ambruk.
Risiko lanjutan: perang dagang jilid dua, inflasi impor, dan potensi resesi global.
3. ETF Indonesia (EIDO) Turun -1,61% saat IHSG Naik (❌ Divergensi Serius)
Artinya: asing masih net sell, belum percaya dengan rebound lokal.
Kalau tren ini berlanjut, bisa jadi sinyal palsu buat retail yang FOMO.
4. Inflasi AS Turun ke 2,4% (✅ Positif Tapi Rapuh)
Ini angka penting karena bisa pengaruhi arah suku bunga The Fed.
Tapi turun bukan karena barang jadi murah, melainkan karena harga bensin & mobil bekas turun → bukan sinyal fundamental yang kuat.
5. Yield Obligasi Turun (✅ Flight to Safety, Dampak Nyata)
US 10Y turun ke 4,297%
Ini tanda uang besar pindah dari saham ke obligasi → konfirmasi ketakutan.
6. IHSG Rebound 4,79% Tapi Didampingi Net Sell Asing (⚠️ Signifikan Tapi Ambigu)
Secara teknikal bagus, tapi secara fundamental masih rapuh. Bisa jadi bull trap.
7. Rupiah Menguat ke Rp16.779/JSDR +0,97% (✅ Signifikan Buat Stabilitas)
Ini menenangkan sektor impor & korporasi utang USD. Tapi tetap bergantung arah dolar dan arus asing.
8. Kebijakan Trump Lainnya (❌ Multiplier Effect)
Misalnya:
Ancaman tarif farmasi → tekanan sektor kesehatan global
Tarik green energy support → potensi capital flight dari proyek ESG
Kebijakan filter medsos imigran → tegangkan hubungan internasional
9. Emas Tembus USD 3.154 (+3,20%) (✅ Safe Haven Mode Aktif)
Jadi pelarian utama saat saham, obligasi, dan mata uang bingung semua.
10. Asia dan Eropa Relief Rally (✅ Efek Jangka Pendek Positif)
Tapi fragile. Jika sentimen AS nggak pulih, rally ini bisa balik arah sewaktu-waktu.
Yang paling signifikan adalah kombinasi dari Wall Street crash, tarif Trump ke China, dan divergen EIDO-IHSG. Tiga ini menggambarkan ketidakpastian mendalam, tekanan dari luar, dan potensi koreksi lanjutan, terutama buat Indonesia yang pasar modalnya masih sangat tergantung sentimen global dan arus dana asing.
Dalam dunia investasi, strategi “selot-selot, never all in” makin terasa relevan, apalagi di tengah kondisi pasar yang gampang berubah arah. Maksud dari strategi ini simpel: jangan taruh semua uang sekaligus di satu instrumen. Masuk pelan-pelan, sambil nunggu timing yang pas, sambil pastikan setiap aset yang dipilih punya kualitas. Fokus utamanya jelas—cari dividen, bukan sekadar cuan cepat. Cari saham yang rutin bagi dividen dengan yield gede, idealnya di atas 7% per tahun, punya laba bersih konsisten, valuasi murah (PER di bawah 10, PBV di bawah 1,5), kas yang kuat, dan arus kas dari operasi yang positif. Jadi bukan cuma untung di atas kertas, tapi benar-benar ada uang masuk yang bisa dibagikan ke investor. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf
Tapi semua nggak harus dimulai dari saham dulu. Justru pondasi awal bisa dibentuk dari instrumen yang lebih aman dan cair. Reksadana pasar uang, misalnya, biasanya kasih return tahunan di kisaran 4–5%, cocok banget buat parkir dana darurat atau modal nunggu peluang. Kalau pengin yang lebih stabil dengan bunga tetap, ada deposito yang sekarang bunganya rata-rata 3,5–4,25%, tergantung tenor dan banknya. Nah, kalau mau yang ada cashflow bulanan dan dijamin negara, SBN ritel seperti SR atau ORI bisa kasih kupon sekitar 6,1–6,5% per tahun, dibayar tiap bulan. Modal minimalnya juga ringan, biasanya mulai dari Rp1 juta, jadi bisa mulai nyicil sambil tetap fleksibel.
Sementara itu, emas tetap jadi pilihan buat jangka panjang. Sekarang harga emas dunia sudah tembus USD 3.154 per troy ounce, dan di dalam negeri, emas Antam udah naik hampir 30% dalam setahun terakhir. Nggak kasih dividen memang, tapi buat lindungin nilai uang dari inflasi, emas masih relevan. Buat yang cari penghasilan pasif tambahan, sewa properti juga bisa dipertimbangkan. Misalnya, kalau punya properti yang bisa disewakan Rp3 juta per bulan, dalam setahun bisa dapat Rp36 juta. Kalau modal awal properti itu Rp500 juta, berarti gross yield-nya sekitar 7,2% per tahun—cukup bersaing bahkan dibanding saham dividen tinggi.
Nah, di luar pasar keuangan, arus kas aktif juga penting. Salah satunya dari usaha harian, kayak jualan makanan. Katakan saja jualan sederhana seperti bakso atau sate, bisa ngasih margin bersih harian yang lumayan kalau dikelola dengan baik. Kalau omzet per hari bisa Rp2 juta, dan margin bersih 30%, artinya ada Rp600 ribu masuk tiap hari. Dalam sebulan kerja 25 hari, itu bisa jadi Rp15 juta laba bersih per bulan. Uang segar harian ini bisa dipakai buat kebutuhan rutin, sambil sebagian ditabung atau diputar ke investasi lain. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf
Kalau semua ini disusun rapi, hasilnya adalah portofolio yang lengkap. Ada bagian yang aman dan cair (reksadana, deposito), ada yang kasih arus kas rutin (SBN, properti, saham dividen), ada yang lindung nilai (emas), dan ada juga sumber penghasilan aktif harian (usaha kecil). Ini bukan sekadar strategi bertahan, tapi cara bertumbuh secara stabil. Dan yang paling penting, bikin tidur nyenyak tanpa harus khawatir tiap kali pasar merah.
Ini bukan rekomendasi jual dan beli saham. Keputusan ada di tangan masing-masing investor.
Untuk diskusi lebih lanjut bisa lewat External Community Pintar Nyangkut di Telegram dengan mendaftarkan diri ke External Community menggunakan kode: A38138
Link Panduan https://stockbit.com/post/13223345
Kunjungi Insight Pintar Nyangkut di sini https://cutt.ly/ne0pqmLm
Sedangkan untuk rekomendasi belajar saham bisa cek di sini https://cutt.ly/Ve3nZHZf
https://cutt.ly/ge3LaGFx
Toko Kaos Pintar Nyangkut https://cutt.ly/XruoaWRW
Disclaimer: http://bit.ly/3RznNpU
$DVLA $PRDA $SIDO