$DVLA: Saham Valuasi Murah?
Diskusi hari ini di External Community Pintar Nyangkut di Telegram dengan Kode External Community A38138 https://stockbit.com/post/13223345
PT Darya-Varia Laboratoria Tbk (DVLA) ini kalau dibaca laporan keuangannya kuartal I 2025, sepintas terlihat gagah. Laba bersih naik 16,9% jadi Rp78,9 miliar, sementara penjualan hanya naik tipis 2,3% ke Rp544,3 miliar. Apa yang bikin beda? Efisiensi. Mereka berhasil memangkas beban pokok penjualan sampai 4,7%, bikin gross margin naik jadi 56,7% dan operating margin nempel ke 18,9%. Bahkan net margin-nya ikut naik ke 14,5%. Ini bukan karena one-off, bukan karena jual aset atau laba non-core lain tapi karena pos-pos non-inti seperti gain penjualan aset dan pendapatan shared service cuma sumbang di bawah 0,4% dari pendapatan. Jadi bisa dibilang, ini murni dari kinerja bisnis inti. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf
Namun, sebagus-bagusnya laporan laba rugi, semuanya mulai goyah waktu kita buka laporan arus kas. Arus kas operasi cuma Rp60,5 miliar alias 77% dari laba. Kasih tanda warning besar di situ. Kenapa? Karena piutang usaha nambah Rp125,6 miliar (+17%), dan persediaan naik Rp36,3 miliar (+9%). Padahal penjualan hanya naik 2%. Kas terjebak di piutang dan stok. Ini kayak warung bakso Nyangkut Pak Toto yang tiap hari rame, tapi semua pelanggan bayar tanggal 30, dan stok mie kuning numpuk karena takut kehabisan pas ada rombongan. Ya omzet tinggi, tapi uangnya baru masuk dua bulan lagi.
Yang lebih bikin melek lagi adalah 76% dari seluruh penjualan DVLA dikirim ke satu pelanggan utama yaitu PT Anugerah Pharmindo Lestari (APL). Distributor tunggal ini, kalau telat bayar, seluruh laporan laba rugi bisa jadi angan-angan. Dan kenyataannya? DSO (days sales outstanding) sudah 138 hari. Hampir 5 bulan. Belum lagi DI (days inventory) 166 hari. Jadi modal kerja DVLA betul-betul tersangkut di pelanggan dan gudang. Untungnya, pemasok baik hati karena DPO (days payables outstanding) sekarang 63 hari, artinya mereka masih kasih waktu DVLA untuk bernapas. Tapi ini nggak bisa jadi strategi jangka panjang. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf
Kalau dilihat dari model bisnis, DVLA memang cukup keren di atas kertas. Mereka punya dua pabrik sendiri di Gunung Putri, satu buat sediaan padat, satu pabrik buat sediaan cair. Mereka produksi produk consumer health seperti Vicks (lisensi dari P&G), obat resep dari United Life Sciences (ULS), dan kosmetik dari Pierre Fabre. Mereka juga maklon produk pihak ketiga lewat PT Medifarma. Di hilir, distribusinya dikunci APL, dan ekspor sebagian kecil (7%) lewat Concord, yang ternyata juga pihak berelasi. Jadi seluruh rantai pasoknya dari lisensi luar negeri, produksi sendiri atau maklon, lalu jual ke satu distributor besar. Ibarat Pak Toto yang punya warung bakso lengkap dari ternak sapi sampai layanan delivery, tapi semua pelanggannya cuma satu yakni BudiDolDol bin Judd Old Trafford, influencer saham yang sekarang juga nyambi promosi sabung online di Kamboja. Kalau BudiDolDol ngambek, semua warung bisa mati gaya.
Masalah tambah seru waktu kita lihat transaksi dengan pihak berelasi. Ada royalti ke ULS Rp8,4 miliar, manajemen fee ke Blue Sphere Singapore Rp10,7 miliar, dan biaya maklon ke PT Medifarma Rp9,3 miliar. Semuanya rutin tiap tahun dan cukup gendut, total hampir 6% dari revenue. Bahkan 34% dari pendapatan lain-lain DVLA datang dari PT Medifarma juga. Jadi sisi laba banyak juga yang bocor ke internal grup. Piutang ke Concord (ekspor) juga nambah Rp11,6 miliar dan jadi 86% dari seluruh piutang pihak berelasi. Yang artinya? Laba kelihatan naik, tapi uangnya belum tentu masuk bank. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf
Sekarang soal modal. DVLA ini didirikan sejak 1976, IPO 1994, dan sejak 1998 tidak pernah lagi rights issue besar. Jumlah saham beredar 1,12 miliar lembar, dengan mayoritas dikendalikan oleh Blue Sphere Singapore (92,1%). Public cuma pegang 7,9%. Jadi jangan heran kalau sahamnya nggak likuid. Mereka juga rajin kasih dividen, tahun lalu total Rp121 miliar dibagi ke pemegang saham, padahal FCF (free cash flow) hanya Rp82 miliar. Bayar dividen dari kantong tabungan? Yes.
Tapi perlu diakui, ada kelebihan yang nggak bisa diabaikan. Pertama, posisi kas DVLA masih solid Rp399 miliar. Mereka nggak punya utang bank, cuma liabilitas sewa kecil kurang dari Rp1 miliar. Capex mereka kecil banget, hanya Rp22 miliar per kuartal, sekitar 1,3× dari depresiasi. Free cash flow memang turun 30%, tapi masih positif. EV/EBITDA sekitar 3×, P/E 6×, dan PBV 1,25×. Bahkan net cash per saham sekitar Rp356, atau 21% dari harga saham Rp1.700.
Valuasi ini mencerminkan satu hal yakni pasar percaya laba DVLA oke, tapi mempertanyakan kemampuan mereka mengubah laba jadi kas. Pasar juga khawatir soal risiko konsentrasi pelanggan (APL), lisensi luar negeri, dan tingginya biaya intra-grup.
Sementara ini kekurangannya bisa diimbangi kelebihannya. Kas besar, bebas utang, dan margin yang kuat menahan tekanan likuiditas. Tapi ini hanya bisa bertahan kalau distribusi ke APL lancar dan stok terserap pasar. Kalau APL molor makin lama dan tender BPJS telat, kas bisa turun tajam. Kalau royalti dan fee naik atau lisensi tak diperpanjang, margin bisa tergilas. Dan kalau begitu terus, kita bakal lihat dividen tertekan dan valuasi makin susut. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf
Sebagai investor, harapannya sederhana yaitu DSO dipangkas minimal 15 hari, stok disesuaikan ke permintaan, fee intra-grup dinego ulang atau minimal nggak naik, dan volume consumer-health naik dua digit. Kalau semua itu kejadian, CFO naik, FCF sehat, dividen tetap jalan, valuasi bisa rerating ke P/E 10×. Harga saham bisa lari ke Rp2.700 dan tetap sustain. Tapi kalau harapan tinggal harapan? Kalau piutang makin menua, stok makin numpuk, fee intra-grup makin gendut, dan pelanggan utama nahan bayar, cashflow bisa nyungsep. Pada titik itu, DVLA harus pilih antara stop dividen, cari utang, atau cari pemegang saham baru lewat rights issue.
Jadi, DVLA bukan perusahaan yang jelek, mereka margin-nya bagus, balance sheet-nya kuat, dan punya histori stabil. Tapi mereka sedang menjalani fase di mana laba terlihat bagus, tapi uangnya belum tentu nyampe. Seperti warung bakso Pak Toto yang rame terus, tapi nota pelanggan menumpuk di laci. Sementara influencer BudiDolDol bin Judd Old Trafford terus makan gratis sambil sibuk promosi “Bakso 4D online”. Jadi, ini perusahaan yang capable, tapi dengan struktur yang rawan. Kalau bisa dikunci ulang, potensi jangka panjangnya menarik. Tapi kalau tidak, siap-siap ngelihat laba terus naik, tapi kasnya entah ke mana. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf
Ini bukan rekomendasi jual dan beli saham. Keputusan ada di tangan masing-masing investor.
Untuk diskusi lebih lanjut bisa lewat External Community Pintar Nyangkut di Telegram dengan mendaftarkan diri ke External Community menggunakan kode: A38138
Link Panduan https://stockbit.com/post/13223345
Kunjungi Insight Pintar Nyangkut di sini https://cutt.ly/ne0pqmLm
Sedangkan untuk rekomendasi belajar saham bisa cek di sini https://cutt.ly/Ve3nZHZf
https://cutt.ly/ge3LaGFx
Toko Kaos Pintar Nyangkut https://cutt.ly/XruoaWRW
Disclaimer: http://bit.ly/3RznNpU
$SIDO $KAEF
1/10