Memantau Portofolio secara Berlebihan

Pada tanggal 14 Oktober 2019 lalu, saya menulis artikel berjudul ‘Hiperaktivitas Mengundang banyak Biaya’ yang bisa dibaca di sini https://stockbit.com/post/3046828 . Dalam artikel tersebut saya menceritakan tentang berapa banyak energi yang dikeluarkan setiap hari di lantai bursa. Lebih dari satu miliar saham berpindah tangan dan itu terjadi pada hari-hari biasa. Suasana hingar-bingar ini diramaikan oleh para pelaku transaksi harian dan swing traders yang membeli saham hari ini dengan niat menjualnya beberapa hari kemudian; lalu ada banyak fund manager dan lembaga keuangan lain yang kadang bertindak tanpa terkontrol, secara membabi-buta mengubah-ubah portofolio mereka setiap hari, setiap minggu, dan setiap bulan.

Ada saatnya ketika tidak mengerjakan apa pun atau “do nothing” merupakan suatu bentuk kecerdasan dalam berinvestasi. Transaksi yang terlalu sering dapat menumpuk biaya-biaya tambahan (frictional cost), sementara strategi hold saham dalam jangka panjang dapat mereduksi biaya-biaya ini. Salah satu penyebab investor hiperaktif atau sering membongkar pasang portofolio adalah karena terlalu sering memantau portofolionya.

Memantau portofolio secara berlebihan, setiap jam, setiap hari, sama saja dengan menyikapi saham sebagai barang dagangan karena kita hanya fokus pada pergerakan harga. Tentu saja, itu dapat mempengaruhi psikologis kita. Penilaian keputusan benar atau tidaknya berdasarkan kemana harga saham setelah pembelian pertama.

Warren Buffett tidak memiliki screen komputer di meja kantornya untuk memantau pergerakan harga saham setiap hari. Dia membeli saham untuk jangka panjang dan dia tidak membiarkan fluktuasi harga saham jangka pendek mempengaruhi keputusan investasinya. Baginya, kepemilikan saham adalah kepemilikan bisnis dan dia menyarankan investor untuk jangan mengawasi pasar terlalu serius.

Fluktuasi harga saham bisa mempengaruhi suasana hati kita. Semakin sering Anda memantau portofolio, maka semakin sering Anda merasa sangat terpukul terhadap penurunan harga atau loss, namun sebaliknya kurang bisa merasakan kebahagaiaan terhadap gain yang tinggi. Ketika saham yang baru dibeli langsung turun harganya, Anda seakan merasa bersalah dan bertekad ketika harganya sudah ke titik impas atau naik sedikit langsung buru-buru exit. Ketika saham yang dibeli ternyata benar naik harganya, Anda seakan tidak tahan untuk merealisasikan keuntungan yang tidak seberapa. Dengan begini, Anda tidak akan mendapatkan hasil yang maksimal.

Meskipun penting untuk terus mengikuti kisah dan perkembangan sebuah perusahaan, penting pula untuk tidak membiarkan pergerakan harga saham jangka pendek terlalu mempengaruhi pengambilan keputusan investasi. Dalam banyak kasus, pergerakan saham jangka pendek adalah fenomena acak murni. Dalam jangka panjang, kemana arah harga saham hanya ditentukan oleh kinerja perusahaan, tidak ada yang lain. Lalu bagaimana dengan opini bahwa pergerakan harga saham itu ditentukan oleh bandar? Bahwa analisis fundamental sudah tidak relevan dijaman sekarang? Bagaimana tanggapan saya? I don’t give a f*ck! Opini seperti ini sudah ada sejak jaman dulu hehe.

“When an investor focuses on short-term increments, he or she is observing the variability of the portfolio, not the returns – in short, being “fooled by randomness”. Our emotions are not designed to understand this key point, but as investors, we need to come to grip with our emotional liabilities.” (Barton Biggs)

Nicholas Taleb, dalam bukunya yang berjudul, 'Fooled by Randomness', menceritakan kisah seorang pensiunan dokter gigi yang membangun sendiri trading desk yang bagus di lotengnya, yang bertujuan untuk menghabiskan waktu untuk menonton pasar sambil menyeruput kopi tanpa kafein. Dia melihat inventaris sahamnya melalui spreadsheet dengan terus mengontrol pergerakan harga.

Berikut beberapa kutipan Taleb:

"Over the very narrow time increment, the observation will reveal close to nothing. Yet the dentist's heart will not tell him that. Being emotional, he feels a pang with every loss, as it shows in red on his screen. He feels some pleasure when the performance is positive, but not in equivalent amount as the pain when the performance is negative.

Over a short time increment, one observes the variability of the portfolio, not the returns."

Para investment masters mengakui efek psikologis yang merugikan terhadap pemantauan terus-menerus dari portofolio saham dan dapat mempengaruhi return investasi.

“Almost all investors experience more pain and anguish from losses than they do pleasure from gains. The agony is greater than the ecstasy. I don’t know why this is true, but it is. Maybe it’s because the investment business breeds insecurity. But to the extent that the investor is focused on daily or even minute-by-minute performance of his or her portfolio, the time of pain is inadvertently increased and the time of pleasure reduced. The problem is that the investment pain leads to anxiety, which in turn can cause investors to make bad decisions. In other words continual performance monitoring is not good for your mental health or for your portfolio’s well-being, even though contemporary portfolio management systems and their suppliers, strenuously promote it.” (Barton Biggs)

“Well-worn studies confirm the financial utility of long-term viewpoints; however, behavioural psychologists augment the case by showing investors dislike losses two to three times more than they like gains. If short-term gains/losses carry 50/50 odds, then the disdain for losses implies that infrequent monitoring and long-term horizons aide both mental health and financial wealth. In short, Winston Churchill's quip on revenge may aptly apply to myopic investment habits: "Nothing costs more and yields less." (Allan Mecham)

"To be sure, the future is very abstract and provides little in the form of near-term emotional rewards. I've spent 40 years surrounded by people who watch the prices of the stocks they own as they fluctuate on a daily, or heaven forbid, hourly basis. Speeding through time on an emotional roller-coaster that ends where it starts is like envy: nothing good comes from the expenditure of enormous energy." (Frank Martin)

“Dick Thaler’s got a phrase, instead of watching CNBC, you should be watching ESPN. The idea being that tracking how you’re doing every day is going to cause tremendous unhappiness and it’s going to lead to more biases. Actually, we worked with one of our academic advisors, Professor Joey Engelberg who’s a UCSD and he’s done research that when the market goes down, there’s more admittances for heart attacks at the hospitals around the country.” (Dr Raife Giovinazzo)

“When people can check their returns 30 times a minute on the internet, time horizons shrink, investors are impatient and sell at any sign of underperformance, so they fail to participate in periods of overperformance.” (Joel Greenblatt)

“The frequency with which an investor checks his investments plays a significant part in his or her level of risk aversion. As stocks go down on nearly as many days as they go up according to De Bondt and Thaler, stocks can be highly unattractive if they are observed on a daily basis. Other behavioralists have estimated that if an investor’s time horizon was 20 years, the equity premium would fall to 1.5% from 6% as there is very little chance an investor would experience a loss after so many years, and stocks would be a much more appealing investment.” (Christopher Browne)

Untuk mengatasi bias psikologis ini, beberapa investment masters, seperti Buffett, mencoba untuk tidak memantau screen atau portofolio secara berlebihan:

"If I have a Bloomberg on, I find I am looking what the market is doing. I am looking at every news story. I really like to be the one who is parsing the information, rather than having a lot of irrelevant information thrown at me." (Lou Simpson)

"I don't have my computer or Bloomberg monitor set up to show me the price of all my holdings on one screen; if I need to check the price of a stock, I do it individually so that I won't see the price of all my other stocks at the same time. I don't want to see these other prices unnecessarily and to subject myself to this barrage of calls to action. It's worth thinking a little more about the effect of all this gratuitous noise on my poor brain. Checking the stock price too frequently uses up my limited willpower since it requires me to expend unnecessary mental energy simply resisting these calls to action. Given that my mental energy is a scarce resource, I want to direct it in more constructive ways. We also know from behavioural finance research by Daniel Kahneman and Amos Tversky that investors feel the pain of loss twice as acutely as the pleasure of gain. So I need to protect my brain from the emotional storm that occurs when I see that my stocks or the market are down. If there's average volatility, the market is typically up in most years over a 20-year period. But if I check it frequently, there's a much higher probability that it will be down at that particular moment. (Nassim Taleb explains this in detail in his superb book Fooled by Randomness.) Why, then, put myself in a position where I may have a negative emotional reaction to this short-term drop, which sends all the wrong signals to my brain?" (Guy Spier)

“If you don’t like what’s happening to your shares, switch off the screen. The price of the shares you buy may vary for reasons which have nothing to do with the fundamentals of the business. So movements in share prices are not necessarily a guide to whether your investment is good or bad. If you have chosen shares in good companies or a fund at reasonable prices, and you find gyrations in their prices unsettling, then simply stop looking at the share price.” (Terry Smith)

“None of us have a Bloomberg terminal. We have an outsourced trader, in Vancouver. We don’t generally trade the same day we make decisions.” (Yen Liow)

Dengan menghindari dampak melihat kerugian jangka pendek, investor lebih mungkin untuk dapat mengambil perspektif jangka panjang. Inilah salah satu ‘edge’ dalam berinvestasi.

“Kahneman and Tversky were able to prove mathematically that individuals regret losses more than they welcome gains of the exact same size – two to two and one-half times more. It was a stunning revelation … If you don’t check your portfolio every day, you will be spared the angst of watching daily price gyrations; the longer you hold off, the less you will be confronted with volatility and therefore the more attractive your choices seem. Put differently, the two factors that contribute to an investor’s unwillingness to bear the risks of holding stocks are loss aversion and a frequent evaluation period. Using the medical word for short-sightedness, Thaler and Bernartzi coined the term myopic loss aversion to reflect a combination of loss aversion and the frequency with which an investment is measured… In my opinion, the single greatest obstacle that prevents investors from doing well in the stock market is myopic loss aversion.” Robert Hagstrom

“The more often people look at their portfolios, the less willing they will be to take on risk, because if you look more often, you will see more losses.” Richard Thaler

"You know, I think people’s investment would be more intelligent, you know, if stocks were quoted about once a year." Warren Buffett

Saya pernah mendengar atau membaca sebuah istilah, yakni ‘coffee can portfolio’. Mungkin ini bisa menjadi jawaban tentang bagaimana agar kita bisa tahan hold saham dalam jangka panjang tanpa dipengaruhi oleh pergerakan harga saham secara harian. Ide ini dicetuskan oleh Robert Kirby dan menulisnya pada musim gugur 1984 dalam sebuah artikel klasik.

Menurut Kirby: ”The Coffee Can portfolio concept harkens back to the Old West, when people put their valuable possessions in a coffee can and kept it under-the mattress… The success of the program depended entirely on the wisdom and foresight used to select the objects to be placed in the coffee can to begin with.”

Secara sederhana, ide ini mengajarkan kita untuk membeli saham untuk kita input ke dalam portofolio, ibarat kita membeli barang lalu kita simpan dalam toples, setelah itu kita simpan saja toples itu di bawah kasur kita untuk waktu yang lama. Seiring berjalannya waktu, barang berharga ini nilainya akan semakin naik. Tapi, tentu saja dalam investasi saham berdasarkan coffee can portfolio, kita harus memastikan bahwa saham yang kita beli adalah betul-betul saham yang berkualitas baik dan tahan lama. Karena tidak semua saham itu layak disimpan untuk jangka panjang.

Baiklah saudara-saudara. Sekali lagi dalam tulisan ini saya tidak ingin menyesatkan Anda untuk buy and forget atau membeli saham lalu lupakan dan dibiarkan saja. Kita tetap perlu melakukan monitoring terhadap kisah dan kondisi perusahaan baik secara kuartalan atau tahunan, bukan monitoring pergerakan harga saham setiap menit, jam, atau harian. Sebagai pemilik saham, itu sama saja sebagai pemilik sebuah bisnis. Seseorang yang memiliki mentalitas dan mindset seperti business owner tidak akan mudah terpengaruh terhadap fluktuasi harga saham dalam jangka pendek, ia lebih fokus terhadap kondisi perusahaannya.

Jika saya terlalu memantau portofolio secara berlebihan dan terlalu fokus pada pergerakan harga, mungkin saya sudah menjual $SIDO dan $SMSM saat pertama saya beli di Oktober 2015 lalu, karena tidak tahan terhadap pergerakan harganya yang lambat. Saat membeli SIDO, harga sahamnya tidak kemana-mana selama 2 tahun lamanya. Coba Anda bayangkan, betapa membosankan. Bisa saja saya menjual SIDO lalu pindah ke saham lain yang lebih cepat naiknya. Dalam 2 tahun awal yang sama, saham $EKAD justru naik sekitar 80%, jika saya terlalu berlebihan memantau portofolio, bisa saja saya realisasikan keuntungan pada EKAD. Namun atas kesabaran saya, lihat sekarang bagaimana harga SIDO dan EKAD dibandingkan Oktober 2015 lalu, hehe.

Begitu juga saat pertama membeli SMSM, harganya sempat drop hampir 30%, dan sudah 6 tahun saya hold saham ini capital gainnya hanya 38%, sedangkan banyak saham lain yang sudah naik tinggi, bahkan ada juga mereka yang bisa menghasilkan multibagger dalam waktu yang singkat.

Apakah saya merasa bersalah??? Awalnya memang saya merasa kesal, namun seiring berjalannya waktu ini justru saya anggap sebagai kesempatan untuk menambah posisi. Karena saya menganggap bahwa saya merupakan bagian dari kepemilikan bisnis, dan saya yakin dalam jangka waktu hingga 20 tahun ke depan, beberapa saham yang saya miliki bisa tumbuh hingga 100x. Alhamdulillah selama masa menunggu itu saya mendapatkan dividen dari perusahaan saya, dan dividen tersebut saya investasikan lagi sehingga tercipta efek compounding.

Merupakan hal yang lumrah dialami oleh beberapa investor, ketika membeli saham dan memasuki tahun ke 3 harganya naik hingga 70%, lalu memasuki tahun ke 5 harganya malah turun lagi menjadi gain 20%. Fluktuasi harga saham itu adalah hal yang sangat wajar. Jika kita memiliki cash yang memadai (dry powder) maka penurunan harga semacam ini bisa dijadikan kesempatan untuk menambah posisi.

Last, memantau portofolio secara berlebihan sangat mempengaruhi efek psikologis. Kita akan cenderung memperhatikan pergerakan harga jangka pendek, melakukan kesalahan menjual saham terlalu cepat, membongkar pasang portofolio, dan ujung-ujungnya mengganggu keputusan investasi kita. Saran saya, perbanyak kegiatan yang produktif atau menyenangkan, luangkan waktu dengan keluarga tercinta.

Semoga bermanfaat

Read more...
2013-2024 Stockbit ·About·ContactHelp·House Rules·Terms·Privacy