Beberapa Kesalahan dalam Manajemen Portofolio

Secara sederhana berinvestasi saham yang baik itu adalah membeli perusahaan yang berkualitas, di harga yang pantas, untuk jangka panjang. Namun ada satu hal penting yang turut mempengaruhi kinerja investasi saham, dan ini luput dari perhatian beberapa investor saham. Hal tersebut adalah ‘’Manajemen Portofolio’.

Saya sendiri menerapkan strategi focused-portfolio, yaitu pembentukan portofolio saham yang hanya terdiri dari beberapa perusahaan berkualitas baik (tidak lebih dari jumlah jari di tangan) yang ditanamkan banyak uang dingin di masing-masing saham. Artinya saya tidak menerapkan diversifikasi yang lebar, atau portofolio yang seperti supermarket. Saya dulu pernah mengulas tentang pembentukan portofolio terfokus di tulisan berikut: https://stockbit.com/post/3018554

Pada tulisan kali ini, saya akan berbagi tentang beberapa kesalahan dalam manajemen portofolio investasi saham. Saya pernah membaca sebuah kutipan Zeke Ashton dari Centaur Capital tentang ini:

“In almost every case of catastrophic failure that we’ve observed, we believe the root cause can ultimately be boiled down to one or a combination of just five factors. The five factors are 1) leverage 2) excessive concentration 3) excessive correlation 4) illiquidity and 5) capital flight.”

Sebagian besar investor memulai proses investasi dengan melihat ke atas. Tujuan yang ingin dicapai: MAKE MONEY. Mereka mengidentifikasi saham-saham yang bisa naik capet dan dimasukkan ke dalam portofolionya. Mereka hanya fokus pada sisi positifnya dan sangat sedikit investor yang memulai dengan melihat ke bawah. Mereka seharusnya juga memikirkan: “Apa yang mungkin bisa salah? Bagaimana proteksi atas kerugiannya? Apa yang terjadi jika skenario yang diharapkan gagal terwujud?”

Charlie Munger telah lama menyarankan tentang "inverting". Sebagai seorang investor yang sekaligus manajer portofolio, alih-alih bertanya terlebih dahulu, "Bagaimana saya bisa menghasilkan uang?", tanyakan pula, "Bagaimana saya bisa menghindari kerugian besar?" Dengan memastikan masing-masing saham dalam portofolio bersama-sama meminimalkan risiko kehilangan modal secara permanen [alias risiko investasi yang sebenarnya].

Berikut saya uraikan berdasarkan pengamatan saya tentang 7 kesalahan umum dalam manajemen portofolio (4 kesalahan berdasarkan pendapat Zake Ashton dan 3 lagi saya tambahkan sendiri) di mana biasanya kesalahan-kesalahan ini cukup berpotensi untuk merugikan investor:


Kesalahan pertama: Leverage yang berlebihan

Maksud dari Excessive Leverage disini bisa 2 hal. Yaitu portofolio saham yang isinya banyak perusahaan dengan utang yang besar, dan modal yang digunakan untuk membeli sahamnya kebanyakan dari fasilitas marjin. Ini bahaya saudara-saudara, sudah beli perusahaan yang utangnya banyak, eh beli sahamnya juga pake ngutang lagi.

Membeli saham perusahaan yang memiliki utang tentu tidak ada masalah, asalkan utangnya juga diimbangi dengan kualitas aset perusahaan, dan perusahaan juga memiliki kemampuan untuk menghasilkan cash dengan baik sehingga perusahaan memiliki kemampuan yang baik untuk melunasi kewajibannya. Hati-hati jika perusahaan memiliki utang yang besar namun tidak diimbangi dengan atribut yang saya sebutkan tadi.

Dalam beberapa kasus sering kita temui faktor terbesar yang mendorong perusahaan pailit, yaitu utang. Begitu juga beberapa investor yang berujung stres karena selain portofolionya berkinerja buruk, tapi ia juga menggunakan marjin secara berlebihan. Leverage juga bisa dilihat dalam bentuk eksposur derivatif atau short selling yang berisiko.


Kesalahan kedua: Konsentrasi yang berlebihan

Ini bisa diartikan sebagai pembentukan portofolio saham yang terlalu terfokus, atau terlalu terkonsentrasi di mana investor hanya memiliki 1 atau 2 saham (misalnya) dengan porsi yang begitu besar. Sebagaimana yang saya ceritakan di awal tulisan ini, saya pun menerapkan strategi portofolio yang terkonsentrasi atau focused-portfolio, namun setiap saham yang saya miliki porsinya tidak lebih dari 40% dari total modal saya.

Ini penting saudara-saudara, kita harus bisa menetapkan strategi penyebaran modal kita dengan porsi yang seimbang.
Contoh saat ini portofolio saya berisi 4 saham yaitu $SIDO $ULTJ $SMSM $EKAD dengan porsi masing-masing 30% 30% 30% 10% (komposisi ini tidak termasuk cash dalam RDN) Dari komposisi ini,60% modal saya diinvestasikan kepada 2 perusahaan yang cenderung defensif, 40% sisanya ke dalam 2 perusahaan yang agak cyclical.

Dalam berinvestasi kita tidak pernah tahu secara pasti apa yang akan terjadi ke depan terhadap perusahaan kita. Sebagus apapun kualitasnya saat ini, tentu tidak menjamin 100% perusahaan akan terus baik-baik saja. Jangan terlalu jatuh cinta pada suatu saham. Setelah membeli sahamnya, selanjutnya kita terus monitor perkembangan kisah yang terjadi pada perusahaan secara kuartalan atau tahunan. Jika terjadi hal yang tidak diinginkan, maka jangan ragu untuk keluar atau jual saham kita. Jika porsi dalam suatu saham terlalu besar (apalagi modalnya juga besar) lalu terjadi hal yang tidak diinginkan, maka potensi loss nya juga besar dan nantinya akan menyulitkan kita untuk exit.

Intinya, kalo mau menerapkan strategi focused-portfolio, pastikan modal Anda tersebar dengan porsi yang seimbang dan batasi porsi maksimal dalam satu saham.


Kesalahan ketiga: Korelasi yang berlebihan

Saya menerapkan strategi focused-portfolio bukan berarti saya tidak melakukan diversifiksi. Meskipun saya hanya memiliki 4 emiten, namun mereka bergerak dalam subsektor yang berbeda (industrinya sama-sama manufaktur). Kita harus memastikan agar emiten-emiten dalam portofolio kita tidak memiliki korelasi yang kuat. Hal ini tentu saja untuk meminimalisir risiko sekaligus memaksimalkan profit.

Sangat berbahaya jika kita hanya memiliki 4 atau 5 emiten, namun semuanya bergerak di bidang finance, atau semuanya bergerak di bidang mining, atau semuanya bergerak di bisnis yang ribet dan cyclical (seperti energy, konstruksi, real estate, dan infrastruktur). Akan lebih aman jika semuanya bergerak di industri yang simple atau consumer staples, tapi bergerak di sub sektor yang berbeda (seperi FnB, healthcare, household product, personal care product, dll)

Contoh keempat emiten yang saya miliki saat ini. Meskipun keempatnya sama-sama bergerak di industri manufaktur, namun sub sektornya berbeda, antara lain healthcare, food and beverage, automotive components, dan specialty chemicals. Ini dilakukan untuk meminimalisir risiko industri dan saling backup. Misalnya ketika terjadi gejolak di pasar ekspor komponen otomotif tahun lalu, saham yang lebih defensif atau lebih fokus di pasar lokal masih memberikan pertumbuhan kinerja yang baik.

Pastikan saham-saham dalam portofolio kita terdiversifikasi secara sub sektornya, dan tidak kalah penting pastikan mereka sama-sama memiliki kualitas yang baik.


Kesalahan keempat: kurang likuid

Ada risiko yang timbul jika kita memiliki saham yang tidak likuid (apalagi modal kita besar), yaitu ketika terjadi perubahan tesis investasi kita, terjadinya kesalahan analisis, terjadinya perubahan fundamental yang fatal pada emiten, atau ketika kita sedang betul-betul sedang membutuhkan uang tunai, maka kita akan kesulitan untuk menjual saham tersebut.

Memang ada pandangan bahwa investasi saham itu untuk jangka panjang dan modal yang digunakan adalah uang dingin. Jangan kita berinvestasi saham untuk kebutuhan jangka pendek misal untuk membiayai sekolah anak 3 tahun lagi. Itu benar, tapi tidak ada yang dapat memastikan bahwa apa yang kita alami saat ini akan terus baik-baik saja. Meskipun kita merencanakan berinvestasi saham untuk 10 tahun ke depan, Bisa saja suatu saat sebelum 10 tahun itu kita membutuhkan dana besar secara darurat.

Oleh karenanya kita harus memastikan bahwa saham emiten yang kita miliki juga memiliki likuiditas yang baik dan kita sesuaikan alokasi modal kita dengan porsi yang seimbang sebagimana yang saya ceritakan sebelumnya. Jika kita menemukan saham yang bagus namun secara likuiditasnya kurang, pastikan kita membatasi porsi dalam saham tersebut. Misalnya saya membeli EKAD tapi porsinya tidak lebih dari 20% dari total modal. Sekali lagi, terlalu jatuh cinta terhadap suatu saham itu berbahaya.


Kesalahan kelima: Kemahalan

Maksudnya di sini adalah menyusun portofolio yang berisi saham-saham dengan valuasi mahal, atau saham-saham yang menjual angan-angan di masa depan dengan valuasi selangit saat ini. Investasi yang baik harus dilengkapi dengan kemampuan kita untuk sabar membeli saham dengan valuasi yang wajar, selain memang kualitasnya bagus.

Saham dengan valuasi mahal dipenuhi oleh ekspektasi kebanyakan orang. Ketika kinerja mereka tidak memenuhi ekspektasi, harga saham mahal akan turun sangat cepat atau terjadinya bubble sehingga menurunkan modal kita. Misalnya dalam sejarah, portofolio yang sarat dengan saham teknologi pada puncak ledakan Nasdaq pada tahun 2000 atau saham 'Nifty-Fifty' pada akhir 1960-an berakhir dengan kerugian yang signifikan bagi investor ketika setiap gelembung pecah.

Kita harus cenderung mengadopsi perkiraan konservatif dan menghindari membayar terlalu mahal untuk saham yang tidak didukung oleh nilai intrinsiknya.


Kesalahan keenam: Tidak menyisakan cash

Kesalahan umum lainnya yaitu beberapa investor yang terlalu bernafsu menginvestasikan seluruh modalnya sekaligus tanpa menyisakan cash di RDN (biasanya ini juga dikenal sebagaim dry powder). Cash ini berguna untuk cadangan peluru sewaktu ada kesempatan kita bisa menambah posisi. Jangan sampai kita hanya jadi penonton yang ngiler saat crash terjadi dimana banyak saham-saham bagus harganya turun nggak karuan karena tidak punya amunisi untuk memborong lebih banyak. Kegunaan menyisakan cash di RDN juga untuk backup ketika lagi apes dan butuh dana maka kita bisa transfer cash ini ke rekening bank kita tanpa kita harus menjual saham yang sudah dimiliki.

Saya selama ini menerapkan “strike zone” saat akan membeli saham. Artinya saya betul-betul menunggu kesempatan yang sangat baik untuk mengeksekusi pembelian. Jika ada kesempatan menemukan perusahaan berkualitas baik di harga yang wajar, saya melakukan lump sum atau langsung beli banyak. Jika belum ada kesempatan, saya tidak merasa khawatir untuk menyimpan cash di RDN. Jika semua rencana pembelian sudah dilakukan, saya menyisihkan cash untuk dry powder ini sebesar minimal 5% dari total modal yang ada.


Kesalahan ketujuh: Tidak paham apa yang dibeli

Biasanya jika kita memang tidak paham dengan perusahaannya, atau tidak memiliki kemampuan analisis yang baik, maka modalnya cenderung disebar ke banyak emiten hingga puluhan. Hal ini mungkin bisa mengurangi risiko penurunan modal, tapi juga sulit untuk memberikan keuntungan maksimal secara keseluruhan. Jika tidak paham apa yang dibeli, saran saya lebih baik berinvestasi pada instrumen lain, jangan memilih berinvestasi saham. Penting sekali untuk sebelum memulai berinvestasi saham, maka berinvestasilah terlebih dahulu untuk diri sendiri. Mantapkan diri kita dengan psikologi, mental, dan pemahaman yang baik sebelum memulai.

Yang lebih fatal lagi adalah mereka yang mengisi portofolionya dengan banyak saham dari hasil analisa atau rekomendasi dari orang lain. Jika hasilnya bagus, mereka akan senang. Namun ketika hasilnya mengecewakan, siapa yang akan disalahkann???


Itulah beberapa kesalahan dalam manajemen portofolio. Semoga tulisan ini bermanfaat untuk kesuksesan berinvestasi.

Read more...
2013-2024 Stockbit ·About·ContactHelp·House Rules·Terms·Privacy