Sulitkah Analisis Kualitatif?
Dalam forum ini saya sempat menemukan sebuah opini bahwa analisa kualitatif ala quality investing itu cukup sulit untuk dilakukan khususnya bagi pekerja kantoran yang memiliki sedikit waktu. Analisa kuantitatif lebih mudah dilakukan karena sumbernya mudah ditemui dan jelas, yaitu melalui laporan keuangan. Kebanyakan orang merasa cukup dengan menganalisa setiap angka dalam laporan keuangan lalu mengolahnya menjadi rasio-rasio keuangan dan mengambil kesimpulan bahwa perusahaan dengan ROE sekian persen, profit margin sekian persen, DER sekian kali adalah perusahaan yang bagus. Lalu jika PER nya dibawah sekian kali dan PBV dibawah sekian kali, maka valuasinya murah. Saya ingatkan sekali lagi, jangan terlalu mengandalkan analisis hanya pada angka-angka laporan keuangan, saya takut anda tertipu dan kecewa. Berapa banyak kita temui investor-investor hebat yang melakukan kesalahan karena terlalu menekankan analisis kuantitatif.
Siapapun anda mau menyebutnya value investor, growth investor, dividend investor dan lain-lain itu sangat sangat perlu untuk memahami aspek kualitatif suatu perusahaan. Menganalisa bagaimana suatu bisnis bekerja dan tindakan manajemen perusahaan memang tidak gampang namun sangat perlu, karena akan memberi peringatan awal mengenai kekuatan, kekurangan, ancaman dan peluang yang melekat pada perusahaan. Jadi, analisis terhadap aspek bisnis dan manajemen tidak bisa diukur dengan angka ataupun rasio keuangan dan sangat membutuhkan galian informasi yang lebih mendalam. Dan disinilah mungkin letak kesulitannya bagi sebagian orang. Selain analisis kualitatif itu hasilnya subjektif, anda membutuhkan pemahaman tentang bisnis dan manajemen dan itu juga membutuhkan waktu. Tapi kita bisa memanfaatkan salah satu keunggulan kita sebagai investor individual yang tidak dimiliki investor profesional, yaitu kemewahan akan memiliki waktu yang fleksibel, dan berinvestasi untuk diri sendiri.
Meskipun anda termasuk pekerja kantoran atau orang yang sibuk, memangnya anda sama sekali tidak memiliki waktu luang untuk mempelajari aspek kualitatif perusahaan? Sebenarnya itu mudah kok, yaitu memulai dengan memperhatikan sekitar anda. Informasi mengenai perusahaan hebat itu bisa jadi ada di belakang rumah anda, dekat kantor, di sepanjang jalan menuju kantor, di mall dekat rumah, di minimarket, dan lain-lain. Sekali lagi saya tekankan bahwa angka-angka yang disajikan dalam laporan keuangan tidak dapat memberikan gambaran tentang nilai aset tak-berwujud yang dimiliki perusahaan, seperti kekuatan brand, paten, merk dagang, rahasia dagang, dan inovasi. Investor profesional yang tidak memiliki waktu sebanyak kita, mereka cenderung mengandalkan rasio-rasio keuangan dalam pengambilan keputusan. Mereka tidak punya waktu untuk mempelajari lebih mendalam isi dapur perusahaan, meskipun mereka mungkin memiliki akses dengan perusahaan.
Lalu bagaimana cara menganalisis elemen kualitatif perusahaan dengan mudah? Dari manakah sumber datanya? Setiap analisis membutuhkan sumber data, dimana sumber data yang reliable dari analisis kualitatif adalah salah satunya melalaui wawancara. Lalu pertanyaan selanjutnya, apakah quality investor seperti saya harus memiliki akses dengan internal perusahaan untuk melakukan wawancara?? Menurut saya, meskipun kita tidak memiliki akses yang strategis dengan pihak perusahaan, tidak perlu berkecil hati karena anda bisa memanfaatkan hasil wawancara yang sudah dilakukan orang lain, baik itu dari jurnalis maupun akademisi. Dan berikut saya jelaskan lebih lanjut cara menggali elemen kualitatif suatu perusahaan.
Pertama, seperti yang saya jelaskan sebelumnya, mulailah dengan melihat sekeliling anda. Saat anda bangun tidur, lalu terus mandi tidak lupa menggosok gigi, sarapan, keluar rumah, pergi ke kantor, bekerja, berkomunikasi dengan orang lain baik secara langsung maupun tidak langsung, jalan2 ke mall, belanja di supermarket, semua aktivitas tersebut dapat memberikan informasi kepada anda mengenai beberapa perusahaan publik yang terdaftar di BEI. Dalam aktivitas sehari-hari kita bersinggungan dengan produk dan jasa yang dihasilkan oleh perusahaan-perusahaan tersebut. Coba anda renungkan, dengan begitu saja anda tidak perlu berpikir keras seperti yang dilakukan saat membaca laporan keuangan atau memahami rasio-rasio dengan nama yang aneh2. Anda cukup jalan-jalan, bersosialisasi dengan orang banyak, kongkow dan ngobrol di kedai kopi, menghabiskan waktu dengan keluarga sambil mendapatkan informasi kualitatif terhadap suatu perusahaan. Inilah cara mengenali perusahaan sambil menghirup udara segar. Makanya penting bagi kita untuk membeli saham perusahaan yang produknya dekat dengan kita atau sering kita ditemui agar kita lebih mudah mendapatkan informasi awal tentang kualitas dan khasiat yang ditawarkan produk dari perusahaan tersebut.
Coba tanyakan pertanyaan-pertanyaan ini kepada rekan, keluarga, kerabat anda: “merek apa yang terlintas dipikiranmu kalo saya sebutkan kata ........ (produk)?” Setiap jawaban yang diberikan, maka itulah perusahaan-perusahaan yang memiliki brand yang kuat, dimana kekuatan brand merupakan salah satu atribut dalam competitive advantage/moat. Perusahaan yang memiliki brand awareness merupakan perusahaan berkualitas yang produk atau jasanya disukai oleh kebanyakan orang atau dengan kata lain perusahaan tersebut memang lebih baik dibandingkan pesaingnya. Dengan cara begini saja, anda sudah mendapatkan sedikit informasi mengenai kekuatan kompetitif suatu perusahaan berdasarkan kekuatan brandnya. Saya tanya anda lagi, sulitkah melakukan itu? Perlukah anda berpikir keras??
Oke kita lanjut ya. Apakah dengan hanya mengenali brand dan produk suatu perusahaan sudah cukup meyakinkan kita terhadap kualitas suatu perusahaan? Saya rasa belum. Ingat kan postingan saya tentang “Berinvestasi dalam Lingkaran Kompetensi”?: https://stockbit.com/post/3394632 “, bahwa membeli saham perusahaan yang hanya anda tahu itu tidak cukup, setelah itu anda perlu melakukan riset terlebih dahulu, dan inilah cara yang kedua setelah anda melihat sekililing anda. Dari riset inilah segala informasi yang komprehensif mengenai kualitas bisnis dan manajemen perusahaan didapatkan. Inilah yang saya lakukan saat dulu sebelum membeli $EKAD $SIDO $SMSM , setelah saya tahu siapa mereka dan produk apa yang mereka jual, saya lanjut melakukan riset lebih dalam untuk meyakinkan perkenalan ini.
Adapun tools yang digunakan untuk melakukan riset kualitatif tersebut dinamakan dengan istilah “Scuttlebutt” yang dicetuskan oleh investor legendaris, Philip Fisher. Melalui buku Common Stocks and Uncommon Profits, Fisher mengajarkan kita bagaimana cara menemukan perusahaan hebat yang memiliki prospek kinerja masa depan yang cerah. Inilah buku pertama yang saya baca yang memperkenalkan kita dengan analisa kualitatif, sangat berbeda dengan analisa kuantitatif yang sering kita pelajari dari berbagai “pakar” dalam bentuk berbagai rasio finansial. Selain buku ini mengajarkan kita cara berinvestasi saham dengan benar, ia juga mengajarkan kita bagaimana cara berbisnis yang benar jika kita memiliki usaha sendiri.
Scuttlebutt adalah suatu proses penyelidikan tentang sebuah perusahaan, tapi bukan melalui metode umum seperti membaca laporan keuangan, melainkan dengan cara berdiskusi dengan berbagai pihak yang mengenal betul suatu industri atau perusahaan atau memiliki minat terhadap perusahaan. Kita hanya butuh mengkoleksi pecahan-pecahan informasi dari berbagai narasumber, baik itu dari karyawan perusahaan, vendor, supplier, badan hukum, badan peneliti, kompetitor, bahkan mantan karyawan. Fisher lanjut mengarahkan bahwa tidak semua informasi yang kita kumpulkan itu harus saling sinkron satu sama lain, namun jika kita berhasil menanyakan pertanyaan yang cerdas kepada orang yang tepat, maka dari pecahan informasi yang terkumpul akan terlihat sangat jelas perusahaan mana yang memiliki keunggulan. Langkah terakhir barulah kita mengunjungi perusahaan dan mengadakan pertemuan dengan pihak manajemen untuk menyempurnakan analisa kita.
Tapi tunggu-tunggu, kayanya agak ribet ya kalo dipikir-pikir menerapkan caranya Fisher saat semasa hidupnya. Kita harus memiliki pengetahuan yang cukup mengenai bisnis, menajemen dan strategi perusahaan sehingga mampu mengajukan pertanyaan cerdas untuk mengumpulkan informasi yang berharga, dan kita juga harus punya akses untuk bertemu dengan pihak perusahaan. Banyak investor individual (termasuk saya) yang kesulitan mendapatkan akses untuk bertemu dengan pihak internal perusahaan secara langsung, apalagi modalnya kecil dan nggak seberapa, apek bener dah. Cara yang paling make sense untuk bertemu dengan manajemen ya dengan menghadiri RUPS atau public expose. Memang disitu kita bisa ajukan pertanyaan kepada manajemen, tapi tetap saja pertanyaannya dibatasi karena peserta lain juga menunggu giliran untuk bertanya. Dan hati-hati juga saat bertanya, kalo ada salah2 kata nanti dilaporin ke polisi cuk.
Tapi saudara-saudara, scuttlebutt tidak hanya soal mencari informasi dari pihak perusahaan. Coba simak pendapat dari Warren Buffet: “I had learned that from a fella named Phil Fisher and he calls it the scuttlebutt method. And Phil was a remarkable guy. And I first used it back in 1963 when American Express had this great Salad Oil Scandal that people were worried about it bankrupting the company. So I went out to restaurants and saw what people were doing with the American Express card, and I went to banks to see what they were doing with travelers’ checks and everything. And clearly American Express had lost some money from this scandal, but it hadn’t affect their consumer franchise. So I ask people about products all the time. When I take my great-grandchildren to Dairy Queen they bring along friends sometimes. They’ve all got a iPhone and, you know, I ask ’em what they do with it and how … whether they could live without it, and when they trade it in what they’re gonna do with it. And of course, I see when they come to the furniture mart that people have this incredible stickiness of — with the product. I mean, if they bring in an iPhone, they buy a new iPhone. I mean, they’re … it just has that quality. It gets built into their lives. Now, that doesn’t mean something can’t come along that will disrupt it. But the continuity of the product is huge, and the degree to which their lives centre around it is huge. And it’s a pretty nice, it’s a pretty nice franchise to have with a consumer product.”
Coba perhatikan, seorang Buffet yang kita yakini dia punya akses ke pihak perusahaan untuk bertanya banyak hal, tapi dia juga lebih senang untuk menyempatkan waktu melakukan riset ke lapangan dengan berkunjung ke restoran, memperhatikan perilaku konsumen (setelah skandal salad oil yang menimpa Amex), pergi ke bank, membawa cucunya ke Dairy Queen dan heran melihat tingkah mereka yang “lengket” dengan Iphone. Dan memang pada akhirnya, pembelian saham Amex dan Apple oleh Buffet adalah hasil dari scuttlebutt dengan mengunjungi berbagai tempat. Selain Warren Buffet, investor hebat lainnya yang juga menggunakan scuttlebutt dan lebih fokus pada kualitas bisnis adalah seorang Peter Lynch. Bukunya yang berjudul “One Up On Wall Street” juga merupakan buku investasi yang lebih banyak mengajarkan kita untuk menganalisis suatu perusahaan dengan pendekatan kualitatif.
Menurut Peter Lynch, kelebihan para individual investors berasal dari kemampuan mereka untuk mengumpulkan informasi mengenai sebuah bisnis dan manajemen perusahaan secara khusus. Mereka bisa mempelajari kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman suatu perusahaan jauh sebelum para oxymoron mengetahuinya. Salah satu bentuk analisis fundamental yang baik adalah dengan riset langsung ke lapangan misalnya mengunjungi pusat perbelanjaan atau mall. Lynch menambahkan bahwa informasi penting yang sangat bermanfaat tentang sebuah perusahaan tersedia bagi para individual invesor khususnya di era internet ini. Laporan-laporan dari perusahaan saat ini tersedia secara online bersamaan dengan informasi lainnya yang dibutuhkan. Bahkan, mengikuti public expose pun bisa dilakukan secara live streaming. Investasi terbaik Lynch tidak datang dari pertemuan dan pembicaraan formal dengan para CEO, analis keuangan, kolega, tapi didapatnya dalam kehidupan sehari-hari. Beberapa saham yang ia beli seperti Taco Bell, Hanes, La Quinta Motor Inns, dan Dunkin Donuts merupakan hasil dari scuttlebutt dengan sedikit bantuan dari vice president perusahaan kompetitor dan juga istrinya.
Pengalaman dari Warren Buffet dan Peter Lynch telah membuktikan bahwa metode scuttlebutt tidak serumit yang dibayangkan banyak orang. Bahkan, kita tidak perlu bertemu dengan pihak manajemen dan pemangku kepentingan lainnya secara formal dan langsung untuk mendapatkan informasi tentang “dapur” nya perusahaan. Karena ada satu hal yang tidak dimiliki Fisher semasa hidupnya, yaitu KEMAJUAN KONEKSI INTERNET. Itulah kelebihan kita sebagai investor individual yang hidup di jaman modern. Kalo ditanya sekali lagi, bagaimana saya melakukan analisis kualitatif mengenai suatu perusahaan? Maka jawabannya adalah dengan metode “Modern Scuttlebutt”, yaitu proses penyelidikan terhadap suatu perusahaan dengan melakukan riset secara langsung ke lapangan (seperti menghadiri RUPS, belanja ke supermarket, datang ke bengkel dan pameran mobil, datang ke Tiki/Jne, sambil bertanya dengan para pelanggan); serta memanfaatkan kehadiran internet, Google, dan Youtube (soft resources). Melalui search engine, saya mencari:
1. Official Website perusahaan, supplier dan juga kompetitornya;
2. Artikel yang mengulas wawancara dengan CEO atau direksi. Biasanya saya menggunakan majalah online “swa megazine”;
3. Corporate news dari media yang kredibel;
4. Jurnal/riset kualitatif dari akademisi. Metode pengumpulan data penelitian ini tentu saja salah satunya melalui wawancara dengan perusahaan dan para stakeholdernya. Topik yang paling sering saya temui dalam riset akademisi ini mengenai keunggulan bersaing perusahaan, dan ini sangat membantu;
5. Forum diskusi konsumen untuk mengetahui consumen satisfaction;
6. Laporan tahunan perusahaan.
Selain dari search engine google, saya juga menggunakan:
1. Youtube untuk melihat video profile perusahaan, video profile kompetitor, video public expose dari channel official BEI, video wawancara dengan direksi, impresi konsumen terhadap produk perusahaan beserta dengan perbandingan produk dengan kompetitor, video kegiatan yang diupload pegawai perusahaan, dan berita mengenai perusahaan;
2. Social media seperti instagram untuk mengetahui kesan-kesan pegawai dan mantan pegawai, serta network effect.
Semua informasi yang saya dapatkan dikumpulkan dan saya cocokkan dengan kriteria yang saya inginkan, yaitu bisnis yang sederhana dan efisien, produk yang consumable dan unregulated, memiliki competitive advantage, serta dikelola oleh manajemen yang rasional, berperilaku seperti owner, berintegritas, dan jujur. Kembali ke rumusan masalah, apakah analisis kualitatif sulit dilakukan? Metode ini menjadi sulit bukan karena anda adalah seorang pekerja kantoran yang punya sedikit waktu, tapi memang anda malas untuk meluangkan waktu untuk menyelidiki aspek bisnis dan manajemen perusahaan, atau memang karena pola pikir anda sudah disetting untuk cukup “percaya” saja pada angka dalam laporan keuangan. Jadi, pada akhirnya kembali lagi ke minat dan hobi anda.