Berinvestasi Saham untuk Jangka Panjang
Mendapatkan return yang besar dengan risiko yang minim saat berinvestasi saham merupakan idaman seluruh investor. Tapi kebanyakan teori yang beredar mengungkapkan bahwa jika anda ingin memperoleh return yang memuaskan, maka harus menanggung risiko yang besar pula. Bagaimana agar kita dapat memperoleh return yang memuaskan dengan risiko yang minim, bahkan tidak ada risiko? Menurut saya ada 3 langkah sederhana yang bisa menjadi pedoman. Pertama, mencari perusahaan yang berkualitas baik dari aspek bisnis, manajemen, dan keuangannya. Kedua, setelah menemukan dan meyakini kualitas perusahaan tersebut, maka beli lah di harga yang pantas. Ketiga, hold sahamnya dalam jangka waktu yang panjang.
Dalam jangka panjang? Seberapa panjang waktunya? 5 tahun? 10 tahun? 30 tahun? Setiap orang punya time-frame yang berbeda-beda. Ada yang menganggap berinvestasi sampai 5 tahun itu sudah disebut investasi jangka panjang (lelucon macam apa ini), ada juga yang menganggap minimal waktu yang dibutuhkan untuk investasi jangka panjang adalah 10 tahun. Tapi saya yakin, kebanyakan dari mereka yang berparisipasi dalam pasar modal tidak tahan untuk memegang saham dalam jangka panjang, rata-rata holding periodnya hanya dalam hitungan bulan. Bagi mereka, jual beli saham secara jangka pendek atau bertransaksi secara hiperaktif itu lebih menyenangkan dan memacu adrenalin sehingga menimbulkan kecanduan tersendiri. Mereka tidak menyadari bahwa ada risiko besar yang terus membuntuti. Mereka tidak menyadari bahwa ada biaya tersembunyi yang dibebankan kepada mereka yang terlalu sering bertransaksi. Memang sebagian mereka bisa memperoleh untung yang lumayan dalam jangka pendek, tapi sadarkah mereka bahwa sebagian uang yang mereka hasilkan itu juga dibagi-bagi dengan pihak broker??
“Buat apa hold saham dalam jangka panjang kalo kita bisa mendapatkan return 100% dalam hitungan bulan?” Ya saya setuju, beberapa saham gorengan yang kinerjanya nggak jelas dengan fundamental macam (maaf ya) taik, itu bisa naik gila-gilaan dengan cepat bahkan dalam hitungan hari. Tapi jangan lupa, semakin cepat saham gorengan naik, semakin deras pula ia berpotensi turun. Apakah anda memiliki kemampuan untuk membaca atau menentukan timing untuk masuk lalu keluar dari saham gorengan atau mengikuti pergerakan bandar? Kalo nggak yakin saran saya jangan coba-coba, darah itu merah Jendral!
Lalu sebagian mereka yang mengaku investor ada juga yang gemar mencari saham yang undervalue, meskipun kualitas perusahaannya biasa-biasa saja bahkan jelek, misal: bisnisnya ribet, marjinal, untungnya kecil bahkan sering rugi, high capital requirement, manajemennya ngaco, intinya lousy bisnis lah. Mereka membeli saat harganya dibawah nilai intrinsik menurut perhitungan mereka, lalu berniat untuk menjualnya kelak saat harganya sudah naik melampaui nilai intrinsik tadi. Mereka merasa membeli perusahaan yang undervalue ini karena banyak investor lain yang belum menyadarinya, nanti jika sudah banyak yang tahu maka harganya diharapkan akan dikerek naik. Dan jika ternyata harganya berhasil naik ke titik klimaks, lalu mereka menjualnya dan mengulangi langkah pertama, yaitu kembali mencari perusahaan undervalue lainnya untuk kelak dijual saat overvalue.
Strategi buy low sell high seperti yang saya jelaskan di atas itu memang cocok diterapkan bagi anda yang memiliki kemampuan dalam melakukan market timing, menghitung valuasi berdasarkan angka-angka dalam laporan keuangan, meramal berapa expected earning growth nya, dan memiliki keberanian untuk bersikap contrarian. Strategi ini tidak membutuhkan riset kualitatif yang mendalam, cukup dengan memperhatikan laporan keuangan saja dan harga yang terbentuk di pasar, setelah itu menggantungkan harapan dengan Mr. Market untuk mengangkat harganya. Tapi, strategi ini tidak nyaman untuk sebagian kecil investor (termasuk saya), karena membutuhkan monitoring yang agak ketat, berharap pada pihak yang salah (Mr. Market), memperbesar biaya transaksi dan pajak, dan membuat hidup menjadi kurang tenang.
Saya dan quality investor lainnya lebih nyaman untuk menerapkan strategi buy and hold, yaitu membeli perusahaan hebat diharga yang tepat lalu hold selama mungkin. Saya yakin strategi ini jauh lebih aman dan hasilnya jauh memuaskan. Tapi, sebuah ide yang buruk jika strategi ini anda terapkan untuk memiliki saham perusahaan mediocre dan berkualitas buruk. Hanya perusahaan yang memenuhi kriteria high quality lah yang pantas untuk dipegang dalam jangka panjang, dan menjual sahamnya terlalu cepat adalah sebuah kesalahan yang besar. Memangnya para quality investor tidak memiliki strategi untuk menjual? Sebegitu yakinkah dengan kualitas dan kinerja perusahaan? Kapan para quality investor menjual saham?
Saya pernah posting tentang beberapa alasan tentang kapan harus menjual saham, bisa dibaca di sini: https://stockbit.com/post/3108369 . Jadi ada 3 alasan, yang pertama: jika saya menemukan saham yang lebih baik atau menyadari bahwa kualitas perusahaan tersebut ternyata tidak terlalu bagus, kedua: jika perusahaan mulai kehilangan competitive advantage atau terdisrupsi, ketiga: jika harganya naik gila2an yang menyebabkan valuasinya menjadi ekstrim hingga EV/EBIT mencapai lebih dari 40x. Kalo ketiga alasan ini belum ditemukan, kapan saya harus jual?? Jawabannya adalah: “TIDAK PERNAH”.
Mengapa saya begitu yakin? Karena di awal saya sudah melakukan riset secara mendalam untuk mencari tahu:
1. Apakah perusahaan bergerak di bisnis yang sederhana dan mudah dipahami?
2. Apakah perusahaan menghasilkan produk yang akan selalu dibutuhkan hingga 50 tahun ke depan dan tidak banyak mengalami perubahan sehingga dapat menjamin recurring income?
3. Apakah perusahaan memiliki durabilitas dan prospek jangka panjang dengan memiliki kekuatan kompetitif?
4. Apakah manajemen memiliki kemampuan berbisnis secara rasional?
5. Apakah manajemen bertindak layaknya owner atau memiliki saham perusahaan dalam porsi besar?
6. Apakah manajemen berintegritas, berpengalaman dan berkompeten?
7. Apakah perusahaan memiliki struktur neraca yang kuat dengan DER < 0,3x dan CR > 2x?
8. Apakah perusahaan high profit dengan ROC > 15% dan GPM > 30% dalam 10 tahun terakhir?
9. Apakah perusahaan menghasilkan surplus Free Cash Flow dalam 10 tahun terakhir?
Jika 9 pertanyaan ini jawabannya adalah “iya”, maka itulah perusahaan yang berkualitas menurut penilaian saya. Apalagi jika valuasi yang ditawarkan menarik, yaitu EV/EBIT < 15x dan EVEG Ratio < 1, ditambah lagi manajemen berkomitmen untuk membagikan dividen dengan payout yang wajar dan stabil. Maka, dengan memiliki perusahaan semacam ini saya rasa tidak ada batasan waktu. Jadi, hold saham selamanya bukanlah hal yang aneh bagi saya. Perusahaan yang hebat akan terus meningkatkan kekayaan para shareholdernya seiring waktu terus berjalan. “Time is the friend of the wonderful business, the enemy of the mediocre.”, kata Warren Buffett.
Lagipula, salah satu niat saya berinvestasi saham adalah untuk dapat diwariskan kepada istri dan anak-anak saya. Saya juga tidak tahu sampe berapa usia saya dan bisa saja saya berpulang lebih cepat dari yang saya kira. Dengan memiliki saham perusahaan yang secara historis memiliki kualitas bagus dan teruji melewati berbagai krisis, maka saya bisa dengan tenang mewarisinya untuk keluarga saya tanpa saya harus ajarkan mereka untuk monitoring apakah harganya sudah melewati nilai intrinsiknya, serta kapan dan bagaimana cara menjualnya, lalu cari lagi saham yang undervalue dan jual di saat sudah overvalue (repeat and repeat).
Beberapa investor hebat di seluruh dunia pun saya yakini mereka menerapkan quality investing dengan holding period: FOREVER. Contohnya Warren Buffet dan kebanyakan investor lainnya yang pada awalnya mereka gemar mencari saham murah atau undervalue lalu berniat menjualnya saat overvalue. Seiring berjalannya waktu, dengan pengalaman dari akuisisi See's Candies dan tentu saja sedikit peran dari Charlie Munger, ia menyadari bahwa tingkat pengembalian terbaik dapat ditemukan dalam membeli bisnis yang hebat dan memegangnya dalam jangka panjang. Pertanyaannya, kapan para investor hebat ini menjual sahamnya? Simak jawaban mereka:
“If the job has been correctly done when a common stock is purchased, the time to sell it is almost never." (Philip Fisher)
“The question about selling a really great business is never. Because to sell off something that is a really wonderful business because the price looks a little high or something like that is almost always a mistake. It took me a lot of time to learn that. I haven’t fully learned it yet. It’s rare it makes sense. If you believe the long term economics of the business are terrific, it’s rarely makes any sense to sell it.” (Warren Buffett)
“What we really like is buying good-sized to very large first-class businesses with first-class management and just sitting there. You don’t have go from flower to flower. You can just sit there and watch them produce more and more every year.” (Charlie Munger)
“If we have identified a great business, a compounding machine that we’ve purchased well, we want not to interrupt that compounding unnecessarily by curtailing it with a sell target. We want these businesses to continue to compound and we want to own that as long as they continue to be exceptional. So no sell targets, only buy targets.” (John Neff)
“I have also learnt that selling a stake in a good company is almost always a mistake... Selling good companies is rarely a good move. The good news is that we don’t do it very often.” (Terry Smith)
“Some of our biggest mistakes have been in selling down positions in great businesses when we thought they were fairly valued, or even a bit overvalued. In our experience, compounders tend to keep compounding, so we’re slow to sell unless something in the business or company has fundamentally changed or if the valuation has just become extreme." (Peter Keefe)
“The reason I wanted to include my adventures with Ferrari in this letter was to try to reinforce in my brain the importance of just sitting on your ass when you own great businesses run by great managers. It is not a good idea to sell them unless they are egregiously overvalued.” (Mohnish Pabrai)
Para Investment Masters tersebut mengadopsi pola pikir atau mindset yang sama, yaitu membeli saham untuk menjadi bagian dalam kepemilikan bisnis, bukan menjadi pedagang dalam pasar saham. Saya juga suka dengan pendapat Warren Buffet berikut: “"In our view, what makes sense in business also makes sense in stocks: An investor should ordinarily hold onto a small piece of an outstanding business with the same tenacity that an owner would exhibit if he owned all of that business.” Anda harus memastikan bahwa anda dapat bertahan dari fluktuasi jangka pendek untuk mencapai pengembalian jangka panjang yang tinggi. Ini membutuhkan kesabaran, pemahaman yang kuat tentang bisnis yang mendasarinya untuk memperkuat keyakinan anda dalam hold jangka panjang. Charlie Munger menyarankan, jika anda tidak kuat menghadapi penurunan harga saham hingga 50%, anda mungkin tidak seharusnya berada di pasar saham.
Dalam jangka pendek, banyak sekali faktor yang membentuk harga saham, antara lain: pendapatan dan laba triwulanan, sentimen pasar, gejolak makroekonomi, kondisi politik dalam negeri maupun global, rekomendasi analis, berita baik atau buruk, isu peperangan, postingan Elwitabakrie, bahkan virus mematikan. Namun dalam jangka panjang, pembentukan harga saham suatu perusahaan lebih dipengaruhi oleh kinerja bisnis dan manajemen dari perusahaan yang menerbitkan saham tersebut, dan ini tidak terbantahkan. Jika dalam 10 tahun terakhir kinerja perusahaan berjalan dengan baik, penjualan dan labanya terus tumbuh, mereka menginvestasikan kembali sebagian laba pada rate of return yang tinggi, memiliki kekuatan kompetitif yang durable, maka harga sahamnya akan terus terapresiasi.
Mereka yang bisa merasakan hasil return investasi hingga ribuan persen lalu terus bertahan di angka tersebut dan terus tumbuh adalah mereka yang memegang saham perusahaan bagus dalam jangka panjang, meskipun membeli saat harganya cenderung mahal. Inilah salah satu kemewahan bagi kita sebagai individual investor, yaitu bebas menentukan periode waktu memiliki saham perusahaan selama mungkin atau “do nothing” dimana kemewahan ini tidak dimiliki oleh para professionals investors. Menemukan perusahaan yang hebat itu mudah bagi para profesional, begitu juga dengan menghitung valuasinya. Mereka sangat “ahli” dalam bidang itu khususnya kemampuan dalam menggunakan formula atau rumus-rumus yang rumit.
Hingga saat ini, saya masih memegang trio $EKAD $SIDO $SMSM . lebih dari 4 tahun sudah saya pegang sahamnya dan belum kepikiran untuk mejualnya sama sekali. Saya menerapkan buy and hold, bukan buy low sell high, atau buy and forget, apalagi buy high sell low. Saya dengan senang hati dan gembira mengikuti perkembangan kualitas dan prospek kinerja 3 perusahaan tersebut, dan tidak terlalu pedulikan pergerakan harga saham dalam jangka pendek, kondisi makroekonomi dan kebisingan pasar. Biarlah pasar saham terus berisik dan hiruk pikik sebagaimana pasar pada umumnya. Disaat mereka sibuk dengan urusan jual belinya, saya hanya menonton sambil mengevaluasi kinerja perusahaan yang saya miliki. “doing nothing often leads to the very best of something.” (Winnie the Pooh)
Dengan memiliki pemahaman bisnis suatu perusahaan yang dipilih serta melakukan pengawasan secara berkala, maka kesalahan untuk menjual saham terlalu dini dapat dihindari. Memang sangat menggiurkan bagi saya untuk menjual 3 saham ini dimana nilainya sudah naik lebih dari 100%, namun setelah saya analisis ternyata mereka bertiga masih berada dalam kondisi prima, masih memiliki ruang untuk terus tumbuh, masih mendominasi dalam industrinya, dan masih memiliki manajemen yang berkualitas, maka selalu terbuka peluang jika harga sahamnya di masa yang akan datang naik menjadi 1000% bahkan 10.000%. Kita lihat saja nanti, ikuti ceritanya.
Menutup tulisan ini, saya akan berikan quotes favorit saya dari seorang Charlie Munger:
“All you have to do is pick a really great company when it is attractively priced, and then just SIT ON YOUR ASS!”