$BJBR $IHSG $CEKA $NRCA $CLPI

:diamond_shape_with_a_dot_inside::diamond_shape_with_a_dot_inside::diamond_shape_with_a_dot_inside::diamond_shape_with_a_dot_inside::diamond_shape_with_a_dot_inside::diamond_shape_with_a_dot_inside::diamond_shape_with_a_dot_inside::diamond_shape_with_a_dot_inside::diamond_shape_with_a_dot_inside::diamond_shape_with_a_dot_inside::diamond_shape_with_a_dot_inside::diamond_shape_with_a_dot_inside:
Catatan Pribadi Akhir Tahun 2019
=============================

Pasar saham tahun 2019 telah ditutup kemarin 30 Desember 2019 jam 16:00. Harga penutupan IHSG adalah 6.299,54 atau turun 0,47% dari harga penutupan sehari sebelum-nya. Banyak pengalaman yang bisa saya petik sebagai bahan pembelajaran.

Bagi saya, penabung saham, emiten seperti MYOH dan ADMF yang telah saya beli sejak 2018 merupakan saham-saham yang telah memberi kepuasan karena selain dividend yield yang saya peroleh sangat memuaskan yaitu 12% dan 9% juga hampir tidak pernah mengalami floating loss selama saya pegang.

Saat awal-awal saya beli MYOH memang pernah mengalami floating loss, sekarang tidak. Demikian juga dengan HEXA. Puas dengan dividend yield sebesar 15% dan saat ini tidak mengalami floating loss. 

Secara keseluruhan cukup puas meski ada beberapa emiten mengalami floating loss. Secara keseluruhan dividend yield yang saya peroleh sekitar 8% net. Ditambah capital gain dari rebalancing sekitar 7% maka keuntungan saya sekitar 15%. Dengan tingkat keuntungan sebesar 15% masih mampu meredam goncangan akibat fluktuasi bursa dan akibat dari beberapa saham dalam portofolio saya yang masih mengalami floating loss sepanjang tahun 2019. Kalau saya tidak melakukan top up atau penambahan modal dan anggap tidak ada rebalancing (capital gain) tahun depan maka dividend yield yang akan saya terima tahun depan masih sekitar 8% sehingga keuntungan totalnya akan menjadi sekitar 23%. Dengan tingkat keuntungan sebesar itu dan tidak ada yang saya  tarik ke luar bursa  untuk saya konsumsi, saya rasa itu cukup kuat untuk menahan goncangan bursa tahun depan.

Pengalaman berharga lain yang saya peroleh tahun 2019 adalah jumlah emiten tabungan 
dalam portofolio yang terlalu sedikit membuat satu emiten porsinya terlalu besar di atas 12%. Belakangan saya baru sadar bahwa itu riskan dan kurang nyaman. Saya melakukan diversifikasi dan rebalancing. Salah satu saham yang saya rebalancing besar-besaran adalah WSBP.  Sekitar pertengahan tahun 2018 saya memperoleh dividend yield sekitar 7% gross dari WSB. Itu saat saya belum bergabung di StockBit dan merasa dividend yield (DY) seperti itu sangat besar. Karena saya merasa senang, saya akumulasi cukup banyak. Waktu itu sebelum saya bergabung  di SB. Karena ternyata ada beberapa emiten yang DY-nya 7% ke atas saya memutuskan untuk menjadi penabung saham dengan memegang 5 sd 8 emiten saja. Salah satunya adalah WSBP. Saya mengakumulasi WSBP sampai porsinya dalam portofolio saya sekitar 13% karena saat itu diperkirakan pertumbuhan laba bersih WSBP sekitar 10%. Tapi ternyata saat RUPS 2019, Dividend Pay Out Ratio WSBP diturunkan cukup drastis dari 70-an persen menjadi 50-an persen. Saya merasa ini ancaman bagi stabilitas passive income saya. Maka saya putuskan untuk melakukan rebalancing terhadap WSBP. Dari semula porsinya dalam portofolio saya sekitar 13% menjadi 1,3% saja. Bukan cut loss karena saya masih dapat capital gain sekitar 2,5% sd 10%.

Akhirnya saat beberapa lama saya di StickBit saya putuskan memperlebar diversifikasi portofolio dan memperbanyak emiten high yield dividend yang saya pegang. Saya membaca banyak tulisan di SB, mula-mula 20-an emiten dan akhirnya 34 emiten terseleksi yang saya amati untuk dibeli. Belum semua-nya saya beli karena masih berharap ada pe-nurunan harga.

Sampai di sini saya merasa berada pada jalur yang benar. Dulu tahun 2013 saya trading saham. Sebagian untung, sebagian lain rugi bahkan ada yang nyangkut sampai sekarang. Itu saya lakukan selama sekitar 2 tahun. Terus vacum tidak melakukan aktivitas di bursa. Baru aktif lagi sekitar awal 2018  saat saya sudah belajar fundamental. Dulu tahun 2013 saya tidak paham fundamental, trading dengan analisa teknikal saja. Sekarang saya fokus nabung saham saja. Nabung saham untuk mendapatkan passive income. Saya menyadari bahwa dividend yang saya terima saat ini sebesar 8% suatu saat bisa tumbuh menjadi 15% lebih per tahun. Lihat tulisan saya di link  
https://stockbit.com/post/2570238


Jalur yang benar ini bisa dipertanggungjawab-
kan secara logika. Saat kita mau investasi saham, screening pertama yang harus kita lakukan adalah screening dividend yield. Kita urutkan dari yang tertinggi. Kita harus pastikan bahwa dividen itu berasal dari laba operasional yang dilanjutkan atau rutin bukan berasal dari jual aset yang cuma sekali saja seperti MPMX atau MERK. Setelah itu kita pastikan bahwa dalam 5 tahun terakhir emiten yang kita screening tadi tidak mengalami kerugian. Secara logika DY tinggi itu sudah mencerminkan PER rendah, mungkin juga PBV dan DER kecil sehingga bisa dikatakan under value. PER kecil belum tentu menghasilkan DY tapi DY tinggi biasanya otomatis PER-nya kecil mungkin juga under value sehingga tidak hanya cocok bagi penabung saham yang hanya mencari passive income dari dividen tetapi juga bagi investor yang berharap pada capital gain. Memang tidak semua emiten yang mnghasilkan DY tinggi itu likuid. Tapi bagi retail dan pemodal kecil seperti saya yang berharap hanya mendapatkan dividen untuk passive income, tidak mempermasalahkan likuiditas emiten di bursa. Inilah salah satu keuntungan retail. Bagi big fund saham-saham ADMF dan MYOH tidak menarik. Tapi retail terutama yang mengejar passive income dari dividen, banyak yang menjadikan kedua saham tersebut sebagai tabungan kesayangan. Saham yang tidak likuid bukan berarti fundamentalnya tidak bagus, itu hanya berarti tidak cocok untuk trading bagi big fund. Selain itu perlu diingat bahwa dividend yield itu berasal dari laba riil perseroan bukan dari trading yang mungkin bersifat zero sum game karena naik turunnya harga saham. Relatif lebih aman.

Setelah kita melakukan screening dividend yield dan memastikan bahwa emiten tersebut tidak pernah mengalami kerugian selama 5 tahun terakhir kita cek beberapa rasionya seperti ROE, DER, PBV dll, kemudian kita lihat pertumbuhan EPS, GCG dan hal-hal lain yang berkaitan dengan fundamentalnya. Selain itu kita perlu cek juga stabilitas dividend pay out ratio-nya. Sebelum masuk kita juga pastikan harga dan analisa teknikalnya. Selain itu juga kita pastikan perbandingan antara pertumbuh-an EPS 5 tahun terakhir vs kenaikan harga saham 5 tahun terakhir. Idealnya yg diprioritaskan yang  pertumbuhan EPS-nya lebih kencang dari pertumbuhan harganya. Demikian juga perlu kita cek pertumbuhan net income yoy vs kenaikan harga YTD-nya. Mungkin ada emiten yang DY-nya tinggi tapi pertumbuhan harganya lebih kencang dari pertumbuhan EPS-nya. Untuk yang seperti ini kita masuk tapi tidak terlalu agresif atau kalau kita sudah memilikinya kita hold saja tanpa menambah tabungan.

Karena saya melakukan screening berdasar-kan DY maka sekitar setahun lalu saya lebih memilih BJTM daripada BJBR. Bandingkan tulisan
https://stockbit.com/post/2074725

Memang akhirnya saya memasukkan BJBR dalam daftar pilihan. Saya masih watch apakah BJBR bisa turun lagi harganya sehingga memberikan DY lebih baik dari BJTM atau tidak, kalau bisa mungkin saya akan memindahkan sebagian dana di BJTM saya ke BJBR. Kalau saya setahun lalu beli BJBR tentu sekarang sudah mengalami floating loss.

Saya merasa sudah mantap dan di jalur yang benar dengan memulai screening saham berdasarkan tingginya Dividend Yield (DY). Ini sekedar sharing dan pendapat pribadi. Bagi yang berprinsip trading for living, tulisan saya ini tidak cocok. Tapi bagi yang sibuk di luar bursa dan masih memiliki income dari luar bursa yang bisa ditabung di saham  mungkin tulisan saya ini cocok. Hanya saja perlu diingat bahwa sering kali pasar itu tidak efisien artinya tidak semua emiten yang fundamentalnya bagus langsung diapresiasi pasar dengan kenaikan harga sahamnya. Demikian juga tidak semua emiten yang fundamentalnya jelek langsung dihukum oleh pasar dengan penurunan harga. Perlu waktu. Kesabaran biasanya milik retail bukan big fund.

Tulisan saya mengenai Urutan 30-an emiten high yield dividend bisa dibaca di link berikut ini.

Urutan 30-an Emiten High Yield Dividend Beserta Data-data Rasio dan Prospeknya:

Bagian I
Urutan 1 sd 28
https://stockbit.com/post/3259394

Bagian II
Urutan 29 sd 34
https://stockbit.com/post/3259429

Semoga di tahun 2020 mendatang kita bisa lebih baik. Selamat tahun baru 1 Januari 2020. Selamat berlibur. Semoga Tuhan memberkati kita semua. Happy New Year, Happy investing.

Saya ucapkan terima kasih kepada StockBit-ers yang telah memberi inspirasi maupun yang telah share tulisan-tulisan yang mencerahkan. Saya tetap harus belajar.

DISCLAIMER ON
===============
Saya telah membuat tulisan ini dengan segala kemampuan saya. Apabila ada kesalahan dalam membaca angka, memasukkan angka atau dalam menghitung sifatnya bukan kesengajaan.

DYOR. Do your own research. It's your money, your risk. 

Dalam hal ini saya sekedar sharing pengalaman dan pendapat pribadi untuk kebutuhan saya sendiri sebagai penabung saham (menggunakan uang dingin) yang mengejar passive income dari dividen dengan porsi tiap emiten tidak lebih dari 3,3% dalam portofolio saya. Tidak untuk trading, tidak untuk investasi yang mengejar capital gain, tidak menggunakan uang panas. Tidak mencurahkan dana hanya pada 1 sd 5 emiten.

Read more...
2013-2024 Stockbit ·About·ContactHelp·House Rules·Terms·Privacy