imageProfile
Potential Junk
Potential Spam

$TINS โ€“ Menambang Emas Putih dari Tanah yg Rapuh

Apakah bisnis PT Timah Tbk (TINS) sederhana atau kompleks? Gali timah, olah, ekspor? Setelah ditelusuri, ternyata bisnis TINS adalah lanskap penuh jebakan, asimetri kekuasaan, dan ketergantungan sistemik yg tidak mudah dijinakkan.

Sampai 2024, TINS masih bertahan sebagai salah satu produsen timah murni terbesar dunia, dgn wilayah tambang yg secara legal sangat luas. Tapi legalitas tak selalu identik dgn efektivitas. Sebab dr total bijih timah yg mereka proses, lebih dr 60% justru berasal dr mitra rakyat, bukan tambang sendiri. dgn kata lain, TINS punya IUP, tapi rakyat yg punya ore. Dan di titik inilah akar dr semua keruwetan dimulai. ๐Ÿคฏ

Nilai jual utama TINS datang dr penambangan, pemurnian, dan ekspor logam timah dgn kandungan Sn >99.9 persen. Tapi jalur bisnis itu sangat tergantung pd tiga hal, yaitu ketersediaan pasokan ore, efisiensi smelter, dan harga LME. Dan dari tiga ini, TINS hanya punya kendali terbatas pd satu hal, yaitu efisiensi internal.

Kita bisa melihat pd gambar tabel terlampir, dr 2019 hingga 2023, efisiensi laba TINS hanya benar-benar sehat dlm dua tahun, yaitu 2020 dan 2021. Selebihnya? Pasak lebih besar daripada tiang. Bahkan pd 2024 ketika harga timah rebound dan laba tembus Rp1,14 triliun, mutasi kas operasional tetap tidak cukup menutupi lonjakan kebutuhan modal kerja. Itu bukan pertanda baik. Artinya, perusahaan mungkin hanya sedang menikmati angin pasar, bukan hasil sistem yg mereka bangun.

Lebih ironisnya, walau harga timah LME naik 15% sepanjang 2024, harga saham TINS justru stagnan di kisaran seribu rupiah. Bahkan tetap lebih rendah dibanding saat harga LME sempat longsor ke bawah US$20 ribu per ton. Ini sinyal bahwa pasar tidak percaya lagi TINS bisa menciptakan leverage operasional yg sehat atas siklus harga komoditas. Kenapa ya? ๐Ÿซฃ

Sekarang coba sy analisis dgn pendekatan Porter's Five Forces. Pertama untuk ancaman pendatang baru sy rasa cukup rendah. Industri penambangan timah di Indonesia terikat lisensi IUP dan memerlukan permodalan besar. Tapi dlm praktiknya, tambang rakyat dan pelaku ilegal justru menjadi quasi-competitor.

Bukan secara formal, tapi mereka merebut pasokan ore dr wilayah operasi TINS. Artinya, meskipun secara teori barrier to entry tinggi, kenyataan di lapangan justru terbuka lebar. TINS bukan menghadapi pendatang formal, melainkan pesaing ilegal yg dilindungi struktur sosial dan politik lokal. Dan itu jauh lebih sulit utk ditaklukkan.

Kedua terkait daya tawar pemasok, ini sangat tinggi. Pemasok utama TINS bukan korporasi, melainkan individu-individu atau kelompok tambang rakyat. Mereka tidak terikat kontrak jangka panjang, tidak punya insentif efisiensi, dan bahkan kerap menjual ke pihak lain lewat jalur abu-abu.

Hal ini membuat TINS kehilangan kendali atas harga dan volume ore. Bahkan ironisnya, ketika harga timah dunia naik, biaya bahan baku TINS bisa ikut melonjak, karena rakyat ikut menaikkan harga jual ore ke perusahaan. Situasi ini terbalik dr rantai pasok industri normal yg ideal.

Ketiga daya tawar pembeli, tentunya sedang hingga tinggi. TINS menjual timah ke pasar global dgn harga berbasis LME. Tidak ada kontrak eksklusif, tidak ada premium khusus. Semua transaksi terjadi secara spot, artinya buyer punya pilihan. Terlebih jika produk TINS tidak unik atau belum masuk kategori value-added. Ini membatasi potensi margin dan membuat bisnis sepenuhnya terpapar pd dinamika global, termasuk ekonomi China dan permintaan solder elektronik.

Keempat ancaman produk substitusi, dlm hal ini bisa dikatakan rendah dlm jangka pendek. Timah masih menjadi material utama solder dan chemical industri. Tapi tren jangka panjang menuju miniaturisasi dan elektrifikasi bisa memunculkan substitusi dr teknologi baru seperti conductive adhesive atau timah yg didoping material sintetis. Risiko ini tidak langsung tp nyata.

Kelima intensitas persaingan industri, ini sangat tinggi. Di pasar global, produsen dr China, Myanmar, dan Afrika terus bermunculan. Beberapa di antaranya memiliki ongkos produksi yg lebih rendah karena tidak terikat regulasi ESG ketat. Di sisi lain, pasar timah tidak tumbuh cepat, bahkan relatif stagnan dlm volume sejak 2018. Artinya, TINS tidak hanya harus bertarung melawan biaya, tapi juga memperjuangkan ceruk pasar yg tidak membesar.

Simpulan sementaranya, TINS adalah contoh sempurna dr perusahaan strategis nasional yg tidak sedang memegang kendali penuh atas hidupnya sendiri. Mereka memiliki aset legal, pengalaman teknis, dan akses ke pasar ekspor. Tapi nilai sebenarnya ada pd kendali atas pasokan dan struktur biaya, dua hal yg justru selama ini lepas dr genggaman.

Selama TINS tidak bisa mengurangi ketergantungan terhadap mitra rakyat, dan selama hilirisasi masih sebatas janji tanpa kontribusi signifikan ke margin, maka valuasi rendah akan tetap menjadi harga yg adil. Pasar hanya akan percaya jika manajemen bisa membuktikan bahwa mereka mampu menciptakan sistem nilai sendiri, bukan sekadar berenang mengikuti arus harga dunia.

Dengan kata lain, harga TINS akan murah sampai mereka berhenti menjadi korban dr struktur yg mereka klaim kuasai. Di tambang ini, yg diolah nyatanya bukan hanya timah, tapi jg kesabaran investor.

Disclaimer: Tetap DYOR ๐Ÿ™ˆ
Alasan menulis: https://stockbit.com/post/19040669

Random Tag: $INCO $ANTM

Read more...

1/3

testestes
2013-2025 Stockbit ยทAboutยทContactHelpยทHouse RulesยทTermsยทPrivacy