$BTPS - Kenapa Harus Malu?

Setelah menelusuri filosofi "condor over cosmetics" ala Buffet pada artikel https://stockbit.com/post/18971543, kita sampai pada satu kesimpulan pahit tapi realistis, bahwa kinerja operasional yg stabil belum tentu mencerminkan keberanian manajemen untuk bicara jujur. Dua emiten besar itu lolos dalam tata kelola formal, tapi gagal dalam ujian paling mendasar ala Buffett: candor. Mereka rapi, tapi kaku. Lengkap prosedur, tapi minim refleksi. Selalu “berhasil” di atas kertas, tapi tidak pernah mengatakan apa yg tidak berjalan. Seolah-olah perusahaan tidak boleh punya luka, atau kalaupun ada, lebih baik disembunyikan pakai jargon-jargon korporat.

Dan justru karena itu, BTPS jadi anomali.

Bank kecil di segmen ultra mikro ini—yg secara aset dan infrastruktur jelas jauh dr raksasa seperti Astra Group atau jaringan manufaktur $SMSM—tampil jauh lebih jujur, reflektif, dan manusiawi.

Mereka bukan sekadar menyampaikan bahwa pandemi memukul portofolio, tapi jg mengakui bahwa strategi mereka sendiri waktu itu keliru. Mereka menyampaikan terus terang bahwa disiplin kelompok nasabah runtuh, bahwa Community Officer (CO) mereka banyak yg resign, dan bahwa mereka salah mengandalkan vendor untuk rekrutmen.

BTPS bicara seperti pemilik usaha. Bukan seperti Humas yg sedang menyiapkan presentasi ke regulator. Dan justru karena itulah, di antara deretan laporan yg penuh kalimat positif tapi kosong makna, candor mereka terasa seperti air bersih di tengah musim laporan tahunan kemarau panjang.

Berikut ini adalah evaluasi mendalam BTPS berdasarkan tujuh indikator candor over cosmetics ala Buffet—satu per satu. Teman-teman bisa nilai sendiri, apakah ini perusahaan biasa, atau memang benar-benar beda.

BTPS tidak menyebut dirinya sebagai bank yg paling pintar. Tapi mereka tahu satu hal yg sering dilupakan manajemen di pasar modal: bahwa mengakui kelemahan bukan dosa dan tidak memalukan sama sekali. Dan dari sanalah analisis ini dimulai.


Indikator pertama: pengakuan terhadap tantangan dan kesalahan.

Bank ini tidak segan menyebut bahwa pandemi bukan hanya mengganggu operasional, tapi menghantam jantung model bisnis mereka. Ketika sebagian besar bank sibuk bilang “pembiayaan tetap tumbuh positif” atau “resiliensi tetap terjaga”, BTPS datang dgn kalimat:

“Moral hazard meningkat. Kelompok tidak disiplin. Repayment rate turun.”

Mereka bahkan mengakui bahwa strategi longgar di masa pandemi ikut menyumbang kerusakan struktur komunitas nasabah. Ini bukan sekadar pengakuan situasional. Ini refleksi strategis yg jujur, dan nyaris langka di pasar modal Indonesia. Orang-orang yg skeptis pun harus mengangguk: mungkin mereka memang benar-benar belajar.


Masuk ke indikator kedua: rencana pemulihan dan perubahan.

BTPS tidak berhenti di narasi maaf. Mereka bawa data dan langkah. Misalnya: program “Bijak” utk on-boarding CO, hasil evaluasi bahwa turnover tinggi karena pelatihan kurang mendalam. Dari 40% retention rate ke 76%—hanya karena memperbaiki hari-hari pertama kerja.

Mereka juga menciptakan “uang solidaritas” buat memulihkan disiplin komunitas. Dan yang bikin menarik? Semua langkah itu diukur dampaknya, bukan sekadar diumumkan di RUPS lalu lenyap. Lucunya, inisiatif seperti ini lebih terasa seperti startup kecil yg ngerti produk, bukan bank syariah konvensional yg kadang bicara perubahan tapi takut keluar dari SOP (cek lampiran gambar).


Indikator ketiga: keterbukaan terhadap risiko.

BTPS tidak bicara soal NPF sebagai angka, tapi sebagai gejala sosial. Mereka tahu bahwa nasabah ultra mikro rentan bukan karena skor kredit, tapi karena hujan, gagal panen, atau motor rusak. Dan mereka bilang terus terang:

“Lockdown itu bukan risiko makroekonomi bagi kami, itu bencana operasional.”

Bank ini seolah mengajak investor melihat realita di lapangan, bukan simulasi Excel. Di pasar yg suka laporan wangi tp lupa tanah becek di bawahnya, ini bentuk candor yg nyaris revolusioner.


Indikator keempat: nada dan bahasa narasi.

Bisa dibilang, ini poin paling mengejutkan. Bahasa BTPS di video, public expose, dan annual report terasa konsisten: Tidak hiperpositif. Tidak teknokratis. Tidak sok bijak.

Mereka katakan “kami belum berhasil”, “kami coba ulang”, dan “kami sadar strategi sebelumnya kurang cocok.”

Dan di tengah lautan jargon seperti “transformasi terintegrasi” atau “inisiatif digital keberlanjutan berbasis kolaboratif”—gaya BTPS terasa seperti napas asli. Ada satu momen di Emiten Talk Stockbit saat direktur operasional mereka mengatakan sambil senyum kecil:

“Kami belum punya mobile banking waktu itu. Jadi ya… ya repot juga.”

Komentar yg sederhana—tapi justru lebih jujur daripada 20 halaman whitepaper corporate strategy.


Masuk ke indikator kelima: tanggapan terhadap isu eksternal.

BTPS tidak pura-pura kebal. Mereka tahu inflasi berdampak ke daya beli nasabah. Mereka tahu bahwa PNM dan fintech menyerbu segmen serupa. Tapi alih-alih mengklaim posisi unggul, mereka justru bicara tentang post-loan service, kehadiran CO, dan menjaga ritme komunitas. Mereka menyampaikan:

“Kita nggak bisa adu teknologi, tapi kita bisa adu hubungan.”

Tentu, ini bukan strategi ekspansi cepat. Tapi bagi Buffett, kesadaran atas keunggulan dan batas diri adalah tanda manajemen yg dewasa.


Indikator keenam: struktur GCG dan keterbukaan formal.

BTPS menjalankan struktur governance sesuai pakem: komisaris independen, komite audit, pelaporan remunerasi, dan struktur risiko. Tapi yg menarik: mereka tidak berhenti di kewajiban. Mereka jg membuka struktur bonus, menjelaskan partisipasi MESOP, dan menjabarkan arah penggunaan laba ditahan. Di banyak bank lain, bagian ini dibahas dgn bahasa legalistik. Di BTPS, terasa seperti obrolan antara pemilik dan pengelola. Dan ini sesuai prinsip Buffett: pemegang saham harus tahu ke mana uangnya pergi—dan siapa yg ikut makan dari hasilnya.


Terakhir, indikator ketujuh: visi dan strategi jangka panjang.

BTPS tidak menjual janji lima tahun menjadi unicorn.
Mereka menjelaskan bahwa fokus mereka adalah bertumbuh pelan tapi sehat. Mereka tahu mereka tidak harus menjadi bank digital tercanggih. Tapi mereka ingin tetap relevan utk komunitas yg selama ini tidak pernah disapa dunia perbankan formal. Transformasi di sini bukan soal AI atau blockchain, tapi soal agen komunitas, Warung Tepat, dan pembiayaan ultra mikro rantai pasok.

Apakah ini ambisius? Tidak. Apakah ini realistis? Sangat.

Dan di pasar yg sering mengejar pertumbuhan instan, pendekatan seperti ini terasa seperti menyelam ke dasar dan menambatkan jangkar, bukan melompat ke awan kosong.

BTPS mungkin bukan bank yg terdengar megah di ruang media. Tapi justru karena mereka tahu keterbatasannya, mereka belajar bicara apa adanya. Candor bukan alat marketing di sini. Ia jadi budaya. Dan kalau investor benar-benar ingin mencari perusahaan yg tumbuh lewat disiplin, bukan ilusi—maka BTPS adalah contoh langka.

Disclaimer: artikel ini bukan ajakan untuk membeli/menjual saham, melainkan memberi contoh perusahaan yg mungkin sesuai prinsip Buffet. Bukan yg sempurna, tapi sepenuhnya sadar siapa diri mereka, dan berani mengatakan: kami sedang belajar.

@rustamharahap

Read more...

1/2

testes
2013-2025 Stockbit ·About·ContactHelp·House Rules·Terms·Privacy