Data Inflasi + Inflasi Gaya Hidup.

Tulisan ini dimulai dengan membandingkan data harga pangan pokok Jan 2012 dengan Jan 2025 (rentang 13 tahun), untuk mengetahui rataan inflasi tahunannya.

1. Beras (Medium) = Rp 7.329 -> Rp 13.563 = 4,85% p.a.

2. Jagung = Rp 4.532 -> Rp 6.470 = 2,87% p.a.

3. Terigu = Rp 7.663 -> Rp 11.298* = 3,03% p.a.

4. Kacang Tanah = Rp 15.687 -> Rp 28.000** = 4,56% p.a.

5. Kedelai = Rp 8.646 -> Rp 10.369 = 1,41% p.a.

6. Gula = Rp 11.179 -> Rp 18.138 = 3,79% p.a.

7. Minyak Goreng = Rp 11.327 -> Rp 18.950* = 4,04% p.a.

8. Cabe Merah Keriting = Rp 42.253 -> Rp 56.985 = 2,33% p.a.

9. Cabe Merah Besar = Rp 18.187 -> Rp 55.976 = 9,03% p.a.

10. Bawang Merah = Rp 24.025 -> Rp 38.812 = 3,76% p.a.

11. Daging Sapi = Rp 68.110 -> Rp 134.646 = 5,38% p.a.

12. Daging Ayam Ras = Rp 25.395 -> Rp 37.482 = 3,04% p.a.

13. Telur Ayam Ras = Rp 16.396 -> Rp 29.714 = 4,68% p.a.

Catatan:

Harga tahun 2012 diambil dari sumber laporan Statistik Ketahanan Pangan yang rilis oleh Badan Ketahanan Pangan, Kementerian Pertanian (lampiran gambar slide 1 dan full report pdf di kolom komentar).

Harga tahun 2025 diambil dari harga rata-rata nasional hari ini 21 Jan 2025 dari website Panel Harga Bapanas (lampiran gambar slide 1 dan 2).
https://cutt.ly/8e36p4hA

Persentase inflasi p.a. (per tahun) dihitung dengan rumus bunga-berbunga future value -> FV = PV (1+r)^n
Kalau di kalkulator manual bisa masukkan input, contohnya untuk beras premium 7.329+4,85%+4,85%+4,85%+4,85%+4,85%+4,85%+4,85%+4,85%+4,85%+4,85%+4,85%+4,85%+4,85% = 13.565 鉁旓笍

**Harga Kacang Tanah saat ini tidak dimaintain di Panel Harga Bapanas. Tapi dengan melihat rata-rata informasi harga pasar di website Pemda Kota/Kab, juga beli langsung di pasar, harganya saya ambil Rp 28.000/kg untuk Jan 2025.

*Harga Tepung Terigu dan Minyak Goreng Jan 2025, saya ambil rata-rata dari harga kemasan dan curah.

......................................................
Dari list harga 13 pangan pokok dengan berselang waktu 13 tahun di atas, dapat disimpulkan bahwa hanya Cabai Merah Besar dan Daging Sapi yang rata-rata inflasi tahunannya di atas 5%, itupun tidak sampai 10%.

Sementara pangan pokok lainnya tidak ada yang rata-rata inflasinya lebih dari 5% setahun.

Kemudian merujuk ke angka inflasi yang dirilis BPS dari Jan 2012 sampai terkini Des 2024 (gambar slide 4).
Tahun 2013-2015 inflasi yoy Indonesia melonjak hingga kisaran 7% sampai 8% lebih.
Tahun 2012 serta 2016-2019 inflasi kerap kali bertahan di atas 3%.
Tahun 2022-2023 inflasi kembali melonjak sampai ke atas 5%.

Hanya di tahun 2020-2021 dan 2024 yang inflasinya di bawah 3%, bahkan Des 2024 hanya 1,57% yoy.

Jadi, dari perbandingan sederhana ini bisa terlihat bahwa data inflasi BPS masih reliabel menggambarkan realitas yang ada.

Masyarakat saat ini merasakan tekanan harga yang berat salah satunya karena pengaruh lonjakan inflasi yang terjadi sebelum-sebelumnya, serta daya beli yang melemah.

Jika inflasi tahun 2024 masih bertahan di atas 3%, maka harga pangan pokok yang saya jabarkan di atas nampaknya akan mengalami rataan inflasi di atas 5% per tahun untuk jangka waktu 13 tahun terakhir.
Tekanan bakal jauh lebih berat dari kondisi riil saat ini.

Jadi, klaim beberapa pihak yang mengatakan 'inflasi real' di atas 5% bahkan sampai belasan persen, jauh lebih tinggi dari data BPS, itu jelas berlebihan.

Belanja pangan itu adalah komponen penyusun terbesar dari keranjang belanja masyarakat (indeks harga konsumen atau IHK).
Jadi kalaupun biaya pendidikan, kesehatan, dll naik tinggi yang dibilangnya sampai belasan puluhan persen, tapi di sisi lain tentu ada komponen belanja lain yang naiknya tidak terlalu tinggi.
IHK sebagai dasar hitungan inflasi BPS sudah memberi bobot yang sesuai untuk tiap komponen pengeluaran secara rinci.

........................................................
Tapi kenapa inflasi 1,57% yoy yang rendah itu terasa berat ?

Sebagian sudah dijelaskan di atas, kalau lonjakan inflasi menurut data BPS yang terjadi di tahun-tahun sebelumnya itu telah membebani konsumen hingga kini.

Tapi jangan lupa faktor berikutnya yakni "Inflasi Gaya Hidup".

Data inflasi IHK menurut BPS, itu 'hanya' merinci naiknya harga seluruh barang dan jasa di dalam keranjang belanja masyarakat sesuai bobotnya secara umum.

Tapi kalau tiap individu menambahkan lebih banyak jenis belanjaan, menambah lebih banyak porsi untuk item tertentu ke dalam keranjang belanjanya, termasuk juga meningkatkan kualitas produk yang ia beli.
Maka itulah Inflasi Gaya Hidup, data inflasi 'umum' BPS tentu tidak cover itu karena merupakan ranah pribadi masing-masing.

Ini contohnya :
Dulunya gak ada Netflix YouTube Vidio dll, sekarang harus langganan membership buat dapat hiburan.
Dulu gak ada pesen makanan di Grab, Gojek, masak sendiri, sekarang makin sering pesen online.
Dulu gak pernah jajan mahal, sekarang dikit-dikit jajan ke kafe resto, gak nunggu weekend.
Dulu gak ada Tiktok Tokopedia Shopee, sekarang scroll-scroll checkout.
Dulu nyuci baju gak pake mesin cuci, ngucek-ngucek sendiri, sekarang pake laundry.
Dulu minum air rebusan sumur atau PAM, sekarang beli air galon.
Dulu rumah pake kipas cukup, sekarang tiap kamar pake AC nyala seharian.
Dulu naik angkot, sekarang kemana-mana motoran bahkan mobilan.
Dulu cukup makan bergizi, diet, sekarang kudu pake skincare.
Dulu kerja udah sembari aktivitas fisik (kuli, tani), sekarang harus ikut member gym buat olahraga.
Dulu Esia SMS 1 Rupiah, sekarang harus beli kuota bahkan jaringan internet termahal biar makin kenceng online nya.
Makin tinggi penghasilan, makin tinggi standar pendidikan buat anak, dan makin tinggi kualitas rawatan pengobatan.
Yang sering jalan-jalan ke luar negeri, beli barang impor, atau bisnis trading invest ke luar negeri, tentu terbebani sama kurs USD, sedangkan yang hidupnya di dalam negeri aja tentu tidak terlalu merasakan.

Dan lain-lain banyak sekali contoh Inflasi Gaya Hidup.

Jadi faktornya bukan karena data inflasi BPS yang tidak benar, tapi jelas ada banyak faktor gaya hidup personal.
Hanya memakai sudut pandang pribadi untuk melihat kondisi umum, tentu jadinya bias.

Data Inflasi BPS + Inflasi Gaya Hidup = Inflasi Real (Personal) 鉁旓笍

..............................................................
Solusinya gimana ?

Data inflasi BPS atau kenaikan harga real di lapangan tentu tidak bisa kita kendalikan.

Jadi,
1. Kejar income yang makin tinggi secepat mungkin untuk bisa mengejar kenaikan 'inflasi real'.

2. Kurangi faktor Inflasi Gaya Hidup, sehingga inflasi real yang dirasakan individu masing-masing berkurang tekanannya.

Memadukan kedua hal di atas adalah yang paling 馃憤, tapi saya pribadi cenderung fokus untuk nomor 2 dulu.

Ketika cepat merasa 'cukup', terbiasa dengan gaya hidup sederhana tanpa beban pikiran yang banyak keinginan, maka lebih cepat juga masalah inflasi-inflasi tersebut teratasi.

Psikologis juga lebih tenang, tidak terburu-buru, lebih matang mengambil keputusan, lebih bahagia mengerjakan sesuatu.

Pada akhirnya nomor satu juga tercapai, apalagi semua yang di sini tentu menjadikan investasi sebagai kendaraan.

Kendaraan bikin makin cepat sampai ke tujuan, tapi bahayanya tentu tinggi jika tidak tenang dan terburu-buru mengendarainya.

Balik lagi ke masing-masing, mungkin ada yang lebih nyaman ngebut-ngebut, kemana-mana buru-buru, terus ngomel-ngomel di jalan ngajak ribut pengguna jalan yang lain, ya silakan aja itu kan hobi ya 馃榿

Postingan ini kelanjutan dari 2 tulisan saya berikut :
https://stockbit.com/post/15907673
https://stockbit.com/post/15181172

Terima kasih.

$INDF $BBRI $GOTO

Read more...

1/4

testestestes
2013-2025 Stockbit 路AboutContactHelpHouse RulesTermsPrivacy