INFLASI, INDEKS HARGA KONSUMEN
Sering kali narasi berseliweran kalau inflasi real itu tidak seperti data inflasi yang diumumkan Pemerintah (BPS), inflasi aslinya lebih dari itu.
Bahkan ada yang mengaitkan dengan lemahnya kurs, dan tak segan menuding Pemerintah sengaja mempercantik data inflasi supaya punya citra baik di masyarakat.
Inflasi sendiri adalah kenaikan Indeks Harga Konsumen (IHK) dari satu periode jika dibandingkan dengan periode sebelumnya. Jika ada penurunan IHK itu disebut Deflasi.
IHK adalah indeks yang menghitung rata-rata perubahan harga dalam suatu periode dari suatu "kumpulan" barang dan jasa yang dikonsumsi oleh penduduk/rumah tangga dalam kurun waktu tertentu.
Jadi, IHK ibaratnya adalah harga produk-produk dalam keranjang belanja yang harus dibayar masyarakat untuk konsumsi dalam satu periode (bulan/tahun).
Bukan satu barang, bukan dua produk, tapi kesemuanya baik barang maupun jasa.
IHK ini terdiri dari 11 kelompok pengeluaran
1. Makanan, minuman, dan tembakau
2. Pakaian dan alas kaki
3. Perumahan, air, listrik, dan bahan bakar rumah tangga
4. Perlengkapan, peralatan, dan pemeliharaan rutin rumah tangga
5. Kesehatan
6. Transportasi
7. Informasi, komunikasi, dan jasa keuangan
8. Rekreasi, olahraga, dan budaya
9. Pendidikan
10. Penyediaan makanan dan minuman/restoran
11. Perawatan pribadi dan jasa lainnya
https://cutt.ly/Iefmkodk
Untuk mengetahui seberapa besar konsumsi dari setiap kategori di atas hingga detail per item pengeluaran sebagai dasar menghitung IHK, maka BPS menyelenggarakan Survei Biaya Hidup (SBH).
Dari SBH ini akan didapatkan bobot per kategori hingga bobot detail item pengeluaran satu per satu terhadap besaran IHK.
SBH terakhir yang dilaksanakan BPS adalah pada tahun 2022 di 150 kabupaten/kota, terdiri dari 38 ibukota provinsi dan 112 kabupaten/kota lainnya. Jadi diperoleh gambaran utuh yang mencakup seluruh wilayah Indonesia.
Hasil dari SBH terbaru ini yang jadi patokan IHK hingga 2024.
Kalau mau lihat SBH ini seperti apa silakan akses link BPS berikut.
Jika anda download dan buka maka anda akan menemukan berkas sebanyak 3.532 halaman.
https://cutt.ly/HefmksWJ
Betapa detilnya proses survei dan statistik penyusunan IHK tersebut. Misalnya konsumsi ikan saja didetilkan hingga jenis-jenis ikannya, dan berapa bobotnya ke total pengeluaran.
Jadi, kalau ada yang bilang inflasi Indonesia saat ini 2,51% yoy (Juni 2024) itu tidak real, yang menuntut ilmu sekolah statistika hanya bisa tertawa meringis saja.
Apalagi kalau klaim ini datang dari pihak yang bilang "sekolah itu scam" 馃槀
Berbagai analogi pembenaran dipakai. Mulai dari kenaikan biaya kesehatan, biaya sekolah, mobil, harga rumah, dll itu lebih dari 2,51% setahun. Riilnya bisa sampai belasan hingga puluhan persen inflasinya.
Tapi pakai logika sederhana saja, memang penghasilan yang didapat masyarakat semata-mata hanya untuk bayar keperluan kesehatan, rumah, mobil, dll?
Apakah di satu waktu semua harga barang dan jasa naik pesat, tanpa ada yang hanya naik sedikit, atau bahkan turun?
Gaji 5 juta terus nuntut naik gaji per tahun 10% karena inflasi yang katanya real itu puluhan persen?
Biaya kesehatan misal naik 15% setahun, harga rumah 20% setahun, tapi makanan dan minuman rata-rata naik cuma 5% setahun. Maka penghasilan yang naik 20% misalnya itu sudah pasti ada sisanya untuk ditabung. Tidak ada persoalan habis tergerus inflasi.
Kalaupun sampai duit habis, berarti ada gaya hidup yang meningkat, pemborosan, judi online, pinjol, atau mungkin ikut "Akademi" dan kelas berbayar 馃
Apalagi sampai menghubungkan ke kurs Rupiah terhadap USD yang melemah, berarti inflasi jadi dobel-dobel?
Itu pengaruh risikonya ke imported inflation, barang impor jadi naik harganya ketika dibeli oleh konsumen di Indonesia. Selama risiko terakomodir, dampak bisa diminimalisir dengan subsidi, penetapan harga oleh pemerintah, pengurangan margin trader/distributor (beban pokok naik tapi harga jual ke konsumen tetap), substitusi impor, maka inflasi di Indonesia ya tetap rendah.
Urusan orang Indonesia yang mau pergi atau investasi ke luar negeri sehingga terdampak oleh lemahnya kurs, itu sudah urusan "inflasi pribadi", bukan soal inflasi IHK Indonesia.
Lalu hidup di kota besar seperti Jakarta akses barang dan jasa mudah, rata-rata penghasilan lebih tinggi, kebutuhan pokok melimpah, sehingga masyarakat sibuk mengejar kebutuhan tersier yang harganya naik terus (wisata, barang branded, tiket pesawat, hotel, resto, dll).
Sementara saudara sebangsa di bagian Indonesia lain, mengakses kebutuhan pokok saja sulit. Kebutuhan tersier warga kota besar pun mereka tidak punya gambaran sama sekali akan hal itu.
Nah justru IHK adalah gambaran umum yang merangkum outlook inflasi Indonesia secara keseluruhan, untuk seluruh wilayah, dan telah mencakup semua kelompok dan item pengeluaran. Ini reliabel secara statistik.
Jadi janganlah memakai gambaran "inflasi pribadi" karena naiknya ekspektasi dan gaya hidup diri sendiri, untuk menyalahkan data inflasi dari pemerintah.
Kalau mau hidup layak dan sederhana, inflasi 2,51% yoy memang riil seperti itu.
Janganlah tertipu oleh makin besarnya keserakahan pribadi, kemudian data inflasi jadi kambing hitam.
Apalagi memakai gambaran "inflasi pribadi" untuk mengajak orang mengejar kekayaan dengan dalih sebagai upaya melindungi diri dari inflasi "riil belasan persen" yang menggerus aset.
Mengejar tak tentu arah akhirnya masuk "Akademi".
Sayangilah kelebihan kenaikan penghasilan setiap tahun dan tabungan anda yang sudah melewati inflasi +2,51% yoy, jangan aneh-aneh, hidup sederhana saja.
Harusnya taraf hidup sudah naik kok asalkan kenaikan income dan aset anda per tahun sudah melewati inflasi yoy BPS.
Gak percaya statistik, gak percaya sains, terus mau percaya omon-omon?
Kalau gak percaya data BPS, cari atau selenggarakan sendiri penelitian secara ilmiah.
Katanya sekolah scam, kok bikin "Akademi" 馃槀
Bukannya gak boleh bikin Akademi, bukannya gak boleh seminar, gak boleh training, gak boleh kelas berbayar. Tapi ayolah kurangi cacat logika yang menyesatkan pola pikir.
$IHSG $BBRI $BBCA $ASII $BTC
1/7