$BBRI $BBCA $BMRI $BBNI $BRIS
MELIHAT MASA DEPAN: APA YANG AKAN TERJADI SETELAH RUPIAH MENEMBUS Rp. 16,000?
Mungkin buat kebanyakan dari kita tidak terlalu memikirkan efek dari nilai tukar ini terhadap pergerakan saham di Indonesia. Padahal, perubahan nilai kurs memiliki imbas yang sangat signfikan pada pergerakan arus inflow dan outflow di pasar obligasi dan saham. Kok bisa?
Saya kasi gambaran, apabila Anda adalah seorang fund manager (FM) dari US dan mengelola dana Triliunan dan saya adalah seorang pengelola dana pensiun lokal. Kita sama2 membeli instrumen saham yakni BMRI di harga yang sama pada penutupan harga sekarang (misal) di Rp. 6,950. Ketika saham ini tidak bergerak, tapi kurs rupiah melemah saya mungkin akan santai2 aja karena sebagai pengelola dana lokal. Saya tidak punya EXPOSURE di nilai tukar. Laporan keuangan saya tersaji dalam nilai tukar Rupiah. Tidak akan ada selisih nilai kenaikan atau penurunan nilai tukar ketika rupiah melemah atau mengalami kenaikan. Sedangkan Anda sebagai FM dari US jelas punya EXPOSURE yang luar biasa besar. Ketika saham BMRI tidak bergerak, tapi nilai tukar terus melemah, portfolio Anda mengalami penurunan. Kalo turunnya cuma 2-3% si masih bisa ditolernasi, cuma kalo potensi penurunan lebih besar mereka harus ambil sikap sebelum skenario yang tidak diharapkan terjadi. Normalnya ketika view-nya bearish untuk nilai tukar negara tertentu, si FM ini akan mengurangi posisi. Sebagai gambaran nilai tukar Rupiah terhadap USD sudah melemah lebih 2% lebih dari hasil quick count diumumkan dari kisaran 15,500 -15,600 sekaran sudah menyentuh 15,900. Pelemahan yang cukup lumayan dalam hitungan 1 bulan lebih.
Apakah hal ini akan memicu outflow? Jelas IYA. Teman2 harus paham bahwa yang namanya inflow dan ouflow di investasi portfolio = HOT MONEY. Mereka bisa tiba2 bullish, bisa tiba2 bearish. Ini adalah hal yang normal. Apakah mereka yang sudah keluar akan masuk lagi? Jelas IYA, TAPI DENGAN SYARAT. Kurs Rupiah harus "stabil" terlebih dahulu. Kapan? Kalo dilihat dari keadaan saat ini, masih terlalu cepat kita bilang kurs akan stabil dalam waktu dekat. Saya udah jelaskan kenapa kurs bisa menembus 16,000 dalam waktu dekat di postingan ini https://stockbit.com/post/14115819. Sedikit rekapnya:
Variabel pertama yakni pertumbuhan ekonomi US masih on track. Saya gak liat ada tanda2 pelemahan sejauh ini. Tidak ada alasan buat mereka untuk "slowing down", apalagi Joe Biden sebagai incumbent sudah siap untuk bertarung lagi lawan Donald Trump. Salah satu kebijakan yang masih saya pelajari dan berimbas cukup besar buat pertarungan mereka dan positif buat ekonomi US adalah kebijakan untuk imigran.
Variabel kedua dateng dari Cina yang berpotensi kasih "surprise" dari sisi ekonomi mereka. Injeksi yang luar biasa untuk mendorong perekonomian, bisa saja masih "menguap" karena masalah di sana sifatnya struktural dan gak bisa selesai dalam waktu 1-2 tahun. Pelemahan rupiah ini banyak dimanfaatkan para analis2 saham untuk merekomendasikan saham2 "berbau" komoditas. Mereka diharapkan diuntungkan dari pelemahan rupiah dengan pangsa pasar ekspornya. Tetapi apabila kejutan dari Cina terjadi, harga komoditas akan "rontok" dalam waktu cepat. Klo ini terjadi, jelas neraca perdagangn kita "akan terganggu" karena destinasi utama pasar ekspor Indoensia adalah Cina.
Varibel ketiga (2+1) adalah kejutan dari kebijakan Bank Sentral yang tetep memangkas suku bunga, meskipun inflasi belum mencapi 2% (target mereka). Ini adalah variabel yang tidak boleh terjadi, karena imbas ke pelemahan rupiah akan jauh lebih dalam.
Apakah Pemerintah akan diam? Tentu TIDAK, TAPI sekarang kita lagi dalam tahap transisi perubahan dan presiden baru (apabila tidak adalah masalah di MK) akan BARU dilantik bulan Oktober. Normalnya kita baru akan tau "bursa" nama2 menteri 1 bulanan sebelumnya karena pasti banyak spekulasi dengan dengan koalisi yang cukup "gemuk" saat ini. Jadi kebijakan yang akan diimplementasikan merupakan kebijakan yang sudah disetujui melalui RAPBN tahun lalu. Ngomong gampangnya kita masuk ke fase "autopilot" sampe Oktober.
Respon yang akan kita tunggu adalah dari Bank Indonesia. Kalo temen2 lihat sejauh ini "blom" ada kebijakan yang sifatnya "intervensi" nilai tukar secara agersif. Apakah pelemahan ini dibiarkan? Sebenernya sebagai pembuat kebijakan mereka juga gak bisa sembarangan menerbitkan instrumen atau intervensi menggunakan cadangan devisa untuk menenangkan Rupiah. Kalo ternyata mereka intervensi tapi makroekonominya melemah, mereka seperti menggarami air laut. PERCUMA. Saya liat mereka baru akan merespon agresif ketika nilai tukar di atas 16,000an. Range-nya akan liar setelah lebaran ini. Estimasi saya, BI akan lebih "berani" ketika kepastian pemangkasan suku bunga di US sudah jelas. Kalo nanti awal semester II blom jelas, mereka juga gak boleh sembarangan ambil sikap.
Sejauh ini saya blom liat ada revisi asumsi APBN 2024 untuk nilai tukar. Saat ini acuan masih berada di kisaran 15,000-15,400. Kita segera melihat Pemerintah merevisi asumsi ini dan para analis dan economist yang percaya bahwa pemangkasa suku bunga juga akan segera merevisi financial modelling mereka. Asumsi saya mereka akan mulai menaikkan ke kisaran 15,500 - 15,800. Merubah asumsi nilai tukar yang lebih lemah untuk Rupiah. Gelombang ini yang membuat terjadi "gempa" sesaat.
Jadi apakah si investor asing ini akan masuk lagi ke Indonesia? Iya, setelah semuanya lebih stabil. Buat teman2 yang mau belanja agresif terutama di big banks, ada baiknya tidak perlu terburu-buru. Tulisan saya ini jangan dilihat untuk menebar FEAR, tapi sebagai gambaran apa yang mungkin terjadi dan bersikap.
Mungkin banyak yang gak suka fundamental karena ribet dan banyak ngomong, tapi percaya deh setelah kejadian2 yang akan terjadi kalian akan lebih menghargai ilmu yang cukup terlihat agak ribet ini
馃檪