REFLEKSI INVESTASI PARUH PERTAMA 2023 "DIELUS OLEH MARKET"
Secara YTD pada 1H23 ini, return portfolio Indonesia dan portfolio luar negeri sebesar double digit secara persentase. Saya ga bandingin sama IHSG atau S&P 500 karena saya ga bakal seneng performa turun 50% cuma karena indeks turun lebih dalam, misal 60%.
Hasil yang saya rasa oke-oke aja. Saya sendiri ga pernah punya target return investasi. Menurut saya gaada gunanya punya target. Jadinya cuma ada kecenderungan buat nambah resiko untuk capai hasil itu, dan kalau ga kecapai cuma jadi tambahan pikiran. Saya lebih targetin optimize process dan naikin effort, dibanding nargetin hasil, the atomic habits way.
Gimana caranya? Source more ideas termasuk dari interact with more investors + read more + analyze better, supaya bisa lebih ketemu better opportunity yang saya punya conviction tinggi. Dan juga grow secara psychology maturity dan portfolio allocation skills.
Oleh karena kombinasi hal itu dan juga opportunity yang disajikan oleh Mr. Market, portofolio saya (baik di Indo dan luar) sama-sama mengalami pergeseran. Walau saham yang saya punya sebelumnya kebanyakan masih ada, tapi beberapa nama yang sebelumnya jadi top contributor, udah di salip oleh opportunity lain karena: 1) adanya opportunity yang saya rasa lebih baik yang di present oleh Mr. Market. Sehingga saya melakukan adjustment terhadap position sizing dengan adanya deposit lagi (cukup signifikan) ke portfolio di 2Q23, dan 2) harga beberapa saham yang sudah diapresiasi cukup baik dibanding value dan risk nya.
Uniknya, sejumlah posisi terbesar saya sekarang diduduki oleh perusahaan anggota LQ45 di Indonesia maupun masuk top 50 perusahaan global dunia. Ini adalah hal yang tidak pernah terjadi di portfolio saya, karena biasanya yang mendominasi adalah small-mid cap. Hal ini juga tidak sengaja, kebetulan saja opportunity terbaik menurut saya nya ternyata di large cap. Walau tentunya ada enaknya juga masuk ke large cap karena masuk sahamnya enak banget karena sangat likuid. Tentu, opportunity ini terjadi setelah masuknya ketiga saham yang menurut saya "wonderful" ini sedang mengalami tekanan harga dan valuasi.
Persamaan dari beberapa saham yang menduduki posisi terbesar tersebut? Semuanya bisnis dengan kualitas bagus, tapi dihargai kayak "sampah" karena concern dan pesimisme yang menurut saya overblown / terlalu berlebihan. Ada yang karena penurunan performa temporer dan sering dibilang "bisnis sunset" + structure bet yang misunderstood, ada juga yang ada concern yang membuat salah satu sahamnya sering dibilang "uninvestible", dan ada juga yang valuasi rendahnya dimanapun dijustifikasi karena concern yang overblown.
Namun dibalik concern itu, kesamaan ketiga nya juga menurut saya, adanya beberapa katalis untuk memperbaiki kinerja keuangan dari perbaikan pendapatan dan biaya, sekaligus adanya potensi "value unlocking" dari IPO anak usaha di jangka menengah. Kalau sesuai ekspektasi, dividend yang dibagikan juga bisa jadi signifikan. Menurut saya, potensi perbaikan kinerja sekaligus sentimen ini bisa berpotensi mendorong saham dari dua arah, yaitu earnings dan juga multiple.
Pendewasaan diri saya sebagai investor di paruh pertama 2023 ini juga berasal dari: keberanian untuk melakukan average up selama masih undervalued, walau lebih tinggi dari harga beli sebelumnya atau average price. Jujur, saya adalah tipe investor yang suka pisau jatuh karena justru personality saya adalah antitesis dari FOMO. Jadi, hal ini adalah hal yang sebelumnya tidak terlalu sering saya lakukan. Menghindari diri saya dari anchoring bias dan menekankan lagi pentingnya proper position sizing, karena bisa jadi size belum optimal harga udah agak naik sedikit, tapi kalau masih undervalued dan MOS masih lebar, so what? We cannot turn back time, and we never know the future. Cuma bisa liat things secara probabilistic thinking, seperti yang dibilang sama Howard Marks. Kalau rakus dan minta more margin of safety, that could mean more opportunity cost juga.
Selain itu, pendewasaan diri saya juga berasal untuk tidak mudah goyah dan pentingnya "impulse control" dan "delaying gratification", seperti yang juga dilakukan Nick Sleep dan Qais Zakaria dan di highlight di salah satu buku investasi favorit saya "Richer, Wiser, Happier". Setelah menyadari kesalahan saya yang melepas compounder dengan tailwind kencang di akhir tahun lalu, yang seharusnya bagger yang udah terealisasi nya bertambah satu lagi kalau saya masih hold sampai sekarang.
Walaupun begitu, secara umum prinsip investasi saya masih sama. Beberapa saham saya pun masih sama, seperti saham dividen dan compounder lainnya yang saya rasa masih high quality dan undervalued, dengan potensi perbaikan / katalis. Juga masih ada porsi cash yang penting bagi saya untuk tetap bisa memanfaatkan keadaan jikalau Mr Market memberikan opportunity lagi, seperti biasa.
Saya pun semakin yakin atas penulis salah satu investor favorit saya, Sir John Templeton.. To not look where the outlook is best.. but instead look at where the outlook is worst. To buy at the point of extreme pessimism when people are despondently selling.. Karena seringkali implied expectations nya terlalu rendah.. Karena menurut saya, semua saham, sebagus apapun itu, juga ada cyclicality nya / downturn nya / bisa mengalami problem temporer. Dan hal itu bisa dimanfaatkan. Tentu pemahaman akan apa yang murah juga harus lebih strict dan menyeluruh untuk melakukan ini, dan money management juga tetap harus diatur karena kita ga bisa market timing. Saya sendiri juga selain melihat saham undervalued, saya mencoba melihat sentiment check (extreme pessimism kalau bisa) dan melihat implied valuation at the price dan apakah resiko nya telah tercompensate fully, yang selama tahun ini cukup relevan untuk melihat apakah downturn sudah mulai limited atau tidak.
Selain itu, saya juga masih mencoba mengabaikan "prediksi makro untuk market timing" dalam proses keputusan saya menyusun strategi portfolio.
Kenapa?
Karena di akhir tahun lalu, kalau ditanya performance yang bakal lebih tinggi siapa antara saham China dan US dalam 1H23 ini? Saya bakal pasti ngira China bakal outperform US. Karena US resesi lah, China ada reopening dan masih bisa cut interest rate lah. Tapi ternyata yang terjadi kebalikannya. Dan itulah untungnya kenapa walau saya ada non expert opinion on macro, saya ga pake judgement itu untuk porto saya. Porto saya di akhir taun lebih banyak di US - karena saya menemukan saham dengan MOS yang sangat besar, where the outlook is worse and priced even worse than that- sehingga mayoritas keburukan makro juga udah terasa lebih dari priced in. Baru sekarang ini, lebih banyak di China. Hal yang sama juga terjadi di saat Nasdaq mengalami peningkatan terus menerus dan saya berpikir "kayaknya dengan ada resesi ini, arahnya bisa berbalik" sekitar 3 bulan lalu. Tapi saya ga buat keputusan berlandaskan itu, saya tetep hold perusahaan US itu karena menurut kalkulasi saya masih ada margin of safety dan belum mencapai nilai wajarnya.
Karena saya percaya, makro itu sangat sulit untuk dijadikan acuan untuk timing the market (yang saya maksud jadi masuk saham / jadi cash berdasar makro. Beda hal dengan liat makro untuk analisa dampak ke bisnis, misal di komoditas atau efek policy dll), at least buat saya pribadi dan mayoritas orang lain. Walau memang ada yang sukses implementasi makro kayak Ray Dalio, Stanley Druckenmiller, Michael Burry dan George Soros, saya merasa kalau kita ga bisa do it as well as them, justru makro bisa bikin a sense of false security. But that's me. Saya sih bakal tetap merasa seperti John Lennon di lagu Strawberry Fields Forever nya The Beatles kalau hanya berinvestasi berdasar makro untuk market timing, "Living is easy with eyes closed, misunderstanding all you see." Terlalu banyak faktor yang terlibat, di saat perlu prediksi yang tepat, sangat sulit. Dan lebih sulit lagi tau bagaimana reaksi market dari data tersebut, contoh: seberapa lagging, seberapa leading, dst.
Tentunya, selama setengah tahun ini, juga banyak highlights dari kejadian pasar modal yang berkesan bagi saya. Seperti profitabilitas nya Sea Limited yang menjadi secercah harapan untuk ekosistem tech Asia Tenggara.. Seberapa cepat naratif berganti ditengah kenaikan yang cepat harga saham teknologi AS, mengukuhkan fakta bahwa "narratives always follow price" dan kita perlu melihat semuanya dengan objektif agak tidak terbawa ambingan market. Bagaimana perusahaan "large cap" walau size nya yang sangat besar juga bisa naik gesit memutuskan kata banyak orang bahwa large companies have small moves.. Bagaimana teknologi dan kecepatan informasi pun tidak membuat market jadi sangat efisien, justru membuat mood swing nya semakin parah, dan terlihat dan bisa meningkatkan upside bahkan di large companies.. Bagaimana siklus terus terjadi karena pendulum swing antara optimisme dan ekspektasi yang terlalu tinggi.. sampai dengan pesimisme dan ekspektasi yang terlalu rendah.. And how history repeats itself again.. and again.
Peace out,
Calvin
Refleksi tahun 2022 bisa dilihat di https://stockbit.com/post/10484567.
Tagging random stocks yang lumayan rame, bukan saham top holding $BTPS $UNTR $ICBP $ANTM $BBRI