Refleksi Investasi Tahun 2022
Sebagai investor yang invest di perusahaan Indonesia dan luar (China, US), tahun 2022 menarik banget. Porto dan juga pasar saham Indo bagus di tengah ketidakpastian pasar luar tersebut.
Pastinya, kalau ngomongin refleksi (tapi bukan pijit), saya lebih banyak belajar dari pasar luar tahun itu. Karena crisis is the best investing teacher untuk investor seperti saya, yang suka cari alpha bukan dari “market timing” atau prediksi tapi being bold in uncertain times. Baik secara makro (lagi ada sell-off) ataupun mikro (company / industry specific problem/undervaluation).
Maksudnya gimana? Saya adalah investor fundamental yang ga cuma suka masuk pas semua rasio keuangan ataupun LK terlihat bagus. Tapi, saya justru banyak masuk pas outlook lagi terlihat suram dan harganya lagi pada murah banget dan semua orang mau exit, tapi saya yakin itu hanya sementara / temporer, dan perusahaan bisa “resilient” ataupun “antifragile” dalam jangka panjang karena kualitas dan prospek perusahaan kedepannya (dari analisis mendalam) serta ada katalis yang bisa me-reverse kondisi sekarang. Saya lakuin ini dengan mencoba tetap rasional dengan fakta di balik noise yang ada.
Sebagai contoh: Saya beli saham coal di tahun 2020 saat harga coal di 50-70 karena saya percaya akan reversing coal cycle karena demand msh ada dan yang diberitakan ttg shift ke renewables itu belom relevan at least in the short to medium term di Asia karena masalah cost, infra, dan intermittency yang bisa untungin perusahaan coal kayak $PTBA $BYAN $ADRO. Selain itu, di saat covid dan restriksi PSBB masih banyak, saya beli saham yang punya operasi heavy di retail stores, mulai dari klinik ($PRDA) sampe operator di mall yang moat nya besar ($MAPI dan teman2 nya) dan masih essential dan bahkan berpotensi dpt katalis di masa mendatang. Mungkin mirip sama approach nya Mohnish Pabrai dan banyak value investor lainnya.
Makanya, dari 2021 pun saya udah tergiur sama tech, terutama di China, setelah adanya crackdown yang buat harga saham nya pada rontok. Ditambah kejadian selama 2022 di US dan wilayah lain juga, saya jadi lebih banyak fokus riset ke area itu.
Tapi, memang jadi “bagholder” begini sebenernya juga ga mudah. Karena butuh emotional discipline yang kuat. Semua conviction kita diuji saat penurunan harga saham keliatannya gaada ujungnya dan banyak dead cat bounce, naratif “berubah”, dan “inaction” seringkali terlihat di reward oleh pasar. Apalagi di saat saham lain yang orang lain punya mungkin naik.
Selain itu, kita juga ga tahu sampai kapan penurunan akan terjadi, jadi money management harus disiplin (nyicil / beli / jual nya) dan ga terpengaruh emosi. Seringkali setelah krisis, apalagi kalau liat dari krisis 2020 yang terjadi sangat cepat, kita bakal mikir bahwa stock picking itu less important, karena kebanyakan saham gajelas juga naik banyak setelah krisis kelar.
Tapi masalahnya, di market yang amat volatile, keputusan untuk average down adalah hal yang sangat sulit untuk dilakukan, apalagi untuk saham yang anda ga punya conviction nya. Dan masalahnya, ga ada siapapun bisa tau secara persis dimana bottom nya, jadi kalau mau jadi value investor, average down hampir pasti terjadi kalo mau beli pada saat blood’s in the street. Makanya, penting banget untuk concentrate on a few ideas that you have extraordinary conviction in.
Karena investing sangat butuh itu, apalagi sebagai contrarian. Jangankan invest di saham yang ga dipercayain, yang dipercayain aja seringkali naratif nya berubah 180 derajat di tengah drawdown. Saham yang dibilang emas dan jadi darling di tahun 2021, udah di treat kayak sampah di media dan pemberitaan tahun ini, kayak perusahaan mau bangkrut / worthless. Padahal mungkin fakta nya, mereka ga di kedua extreme tersebut. Makanya untuk keep sanity, saya selalu keep journal dan juga notes untuk thesis2 saya. Jadi saya bisa stay lebih objective sesuai fakta dan ga terbawa “perasaan” dari Mr. Market yang moody banget itu.
Saya inget pernah baca quote tapi lupa dari siapa yang kurang lebih begini bunyinya, dan saya juga percayain, untung 300% dalam 5 tahun tapi di tengah2 nya ada drawdown gede, itu tetep lebih bagus dari untung 100% tapi smooth gaada penurunan.
Mungkin itu aja sharing saya dari journey investasi tahun ini. Saya tau metode ini bukan buat semua orang, tapi ini metode paling cocok buat investor pengecut kayak saya yang suka baca dan punya rasa ingin tahu tinggi, dan suka anti mainstream di semua hal di kehidupan. Saya merasa ga cuma metode nya work, tapi juga bisa ngelatih kesabaran, emosi, dan akhirnya jadi bikin saya orang yang jauh lebih happy di dunia yang gila ini (sama kayak market).
Untuk tahun 2023 ini, saya juga pngn lbh banyak cari dan evaluate more diverse type of investment opportunity, ga cuma kayak yang di atas, tapi juga tipe special situations, ataupun tipe2 lain yang sempet dilakuin tp lbh jarang (misal asset play, net net, dll).
Kalau kalian, gmn pembelajaran nya di tahun 2022? Adakah resolusi investasi buat tahun 2023?