Ngopi Santai 74
=============
Mengapa Kiat JHP Membatasi Masa Akumulasi.
Sebuah Tulisan Ringan dengan Bonus Daftar Emiten High DY Versi Mesin Screener
Dalam Postingan Ngopi Santai 70, saya menyinggung bahwa nanti saya akan membahas mengapa Kiat JHP membatasi masa akumulasi, ini link Ngopi Santai tsb ➡️ https://stockbit.com/post/11249306 Di sini, dalam postingan hari ini, saya penuhi janji saya itu.
Suatu saat saya membaca thread orang lain di Stockbit mengenai suatu emiten. Karena tulisan itu sudah cukup lama dan hanya ilustrasi saya rasa tidak terlalu sensitif untuk disebut nama emitennya. Kemudian ada yang berkomentar: Pak kalau kita menyarankan kepada saudara kita jangan begitu, kasihan. Begitu kurang lebih komentarnya. Maksudnya jangan all in atau jangan memakan porsi yang sangat besar dengan cara beli otomatis tanpa lihat harga. Saya sangat setuju dengan komentator itu. Namun saya juga bisa menghargai upaya thread starter (TS) menyarankan untuk Nabung Saham. Dalam ilustrasi yang dibuat TS itu seorang investor penabung saham yang bernama Budi nabung saham secara DCA alias nyicil bulanan. Uang dingin per bulan Rp 1.000.000,- alias satu juta rupiah. Di bulan pertama yaitu Januari 2018 mendapatkan 15 lots SIDO dengan average price Rp 616,- Dalam ilustrasi itu langsung dibuat angka average price 308 dengan jumlah lot 30. SIDO memang melakukan stocksplit tahun 2020 dengan rasio 1:2. Jadi angka average price 308 itu tentunya angka setelah stocksplit. Di bulan kedua, menurut ilustrasi itu, mendapatkan SIDO 28 lots dengan average price 337. Demikian juga di bulan ketiga mendapatkan 28 lots dengan average price 337 juga. Ilustrasi itu bisa dilihat di sini https://stockbit.com/post/11202329
Selain itu saya juga pernah membaca suatu tulisan lain mengenai nabung saham dengan cara DCA nyicil beli otomatis setiap bulan di tanggal yang sama tanpa lihat harga. Bila itu dilakukan terhadap emiten LQ45 maka setelah 15 tahun tidak akan rugi. Sedangkan kalau beli secara lumpsum alias sekaligus satu kali terhadap emiten LQ45 maka cukup 10 tahun saja maka tidak rugi. Konon katanya cara DCA yang amat sederhana itu khusus untuk orang yang tidak bisa nahan diri bila ada uang nganggur yang sering terpakai untuk hal lain, oleh karena itu harus dipaksa beli otomatis di tanggal yang sama setiap bulan tanpa lihat harga. Selain itu juga untuk orang yang tidak mau repot. Belinya pun diarahkan ke LQ45, seolah di luar itu adalah saham gorengan yang berbahaya semua atau tidak bagus fundamentalnya. Sebenarnya seperti itu terserah masing-masing orang. Kalau dengan sedikit repot bisa menghasilkan keuntungan lebih baik (baik dari dividen, dinilai yield-nya) maupun dari capital gain mengapa tidak? Mungkin masih banyak yang belum tahu tahu bahwa kadang ada cara simpel untuk melakukan analisa dan membeli di harga yang baik, hold jangka panjang sehingga tingkat keberhasilannya tinggi dan itu bukan cara DCA otomatis tanpa lihat harga.
Pengaruh tulisan nabung saham secara DCA beli otomatis itu ternyata cukup luas. Beberapa hari lalu saya juga baca thread lain di SB dengan suatu pertanyaan apakah lebih menguntungkan hold jangka pendek atau DCA bertahun-tahun. Memang ada juga tulisan nabung saham secara DCA yang nyicil terus sampai lebih dari 10 tahun tanpa henti. Di thread SB tsb Stockbitor meyinggung kasus Nokia dan Blackberry yang kalah dengan Android dan menanyakan kalau kita beli secara DCA dan ternyata setelah sekian lama bertahun-tahun kemudian emiten kita ambruk atau mengalami kemerosotan seperti Nokia atau Blackberry bagaimana? Agaknya ia akan cenderung pilih hold jangka pendek.
Mungkin bagi pemula masih sering bingung bahwa ada penulis menyarankan DCA otomatis tanpa melihat harga dan dengan masa akumulasi bertahun-tahun tanpa ada kejelasan kapan akan selesai dan menilai cara DCA seperti itulah cara paling aman. Sementara itu di pihak lain ada komentator yang bukan pemula malah menganjurkan yang bertentangan dengan buku yang pernah dibacanya mengenai nabung saham secara DCA beli otomatis.
Dalam situasi semacam itulah tulisan saya ini hadir. Seperti saya singgung di awal bahwa tulisan ini ingin menjelaskan mengapa Kiat JHP membatasi masa akumulasi. Kita kembali meminjam ilustrasi Budi yang membeli SIDO di atas. Dalam 3 bulan dari Januari 2018 sd Maret Budi berhasilkan mengumpulkan 43 lots harga sebelum stocksplit atau 86 lots bila menggunakan harga setelah Stocksplit. Secara-rata-rata harganya 3 bulan itu adalah Rp 326,88. Kalau dalam Kiat JHP seharusnya BUDI berhenti mengakumulasi SIDO setelah 3 bulan itu dengan memiliki 43 lots (sebelum stock split) atau setara 86 lots setelah stockplit dengan harga rata-rata saham SIDO-nya Budi Rp 326,88. Setelah Maret 2018 harga SIDO cenderung naik, jadi hold saja tidak usah nambah. Bayangkan kalau itu terjadi. Setelah itu SIDO membagikan dividen dimana DPS-nya sebesar Rp 29,- pada bulan Juni 2018, kemudian Rp 15,- pada November 2018 dan Rp 21,- pad Juni 2019. Karena angka DPS itu angka sebelum stocksplit maka harus dibagi 2 sehingga DPS yang bisa dipakai untuk menghitung yield adalah 14,5 DPS Juni, kemudian Rp 7,5 DPS November, dan DPS Rp 10,5 Juni 2019 atau total dari 3 kali pembagian dividen Rp 32,5. DY dari 3 kali pembagian dividen adalah 9,94%. Kalau dari 2 x pembagian dividen sekitar 5,5%. Tidak terlalu jelek.
Kalau Budi tetap hold dan mempertahankan average price 326,88 maka Anda bisa lihat sendiri floating profit yang dialami Budi. Harga saham SIDO tertinggi adalah Rp 1070,- Berarti Budi pernah merasakan multibagger kalau berinvestasi dengan mindset Kiat JHP.
Karena Budi berhenti melakukan akumulasi SIDO setelah bulan Maret 2018 sementara itu Budi memiliki uang dingin 1 juta rupiah per bulan apakah uang Budi harus dianggurkan kalau menggunakan Kiat JHP? Tentu saja tidak. Adakah emiten lain selain SIDO yang layak dibeli setelah Maret 2018 itu bila menggunakan Kiat JHP. Tentu ada. Kalau trader atau investor jangka bawah 1 tahun biasanya punya prinsip: sell in May and go away. Mindest Kiat JHP justru sebaliknya, belanja pada bulan Mei sd November karena biasanya pada saat itu kita bisa mendapatkan harga terbaik alias harga murah.
Dalam pengalaman saya yang nyata antara bulan Mei sd November 2018 itu paling tidak ada 2 emiten yang bagus yaitu MYOH dan HEXA. Sekitar bulan Mei sd Oktober saya rasa bisa mendapatkan harga rata-rata MYOH sekitar Rp 787,- seperti pengalaman saya. Demikian juga bisa mendapatkan harga HEXA sekitar Rp 3.000,- Berhenti mengakumulasi SIDO tidak berarti berhenti belanja saham. Oh ya, selain HEXA dan MYOH pada tahun 2018 ada TPMA dan BUDI. Sesuai pengalaman saya, saya pernah memiliki TPMA di harga saham sekitar Rp 220 dan BUDI di harga saham sekitar Rp 97,- Anda lihat sendiri berapa sekarang harga TPMA dan BUDI.
Kemudian di tahun 2019 ada PSSI, bisa dapat harga sekitar 170, ada MLPT dapat harga di Rp 454 sesuai pengalaman saya stockbit.com/#/post/2525905 Itu kalau kita tidak memasukkan crash Maret 2020. Karena kita memang tidak tahu crash itu akan terjadi maka average price yang bisa kita miliki sekitar itu. Dengan average price sekitar itu, Budi bisa mengalami floating profit multibagger.
Tapi karena crash Maret 2020, Budi jual MYOH dan membeli beberapa emiten yang harganya murah di sekitar bulan Maret dan April 2020 itu. Paling tudak Budi memiliki dana cash 4 juta dari jual MYOH saat crash itu dan 1 juta per bulan ada uang dingin baru dari luar. Ia tidak jual rugi MYOH, sebelumnya mendapat DY sekitar 12%. Dengan adanya crash semakin banyak emiten yang dimiliki Budi dengan average price yang sangat rendah, ada ANTM di harga sekitar 360, ada BNGA di harga sekitar Rp 750,- ada RANC di sekitar harga Rp 405, ada juga BMRI dsb. Dan banyak yang bisa multibagger. Itulah yang terjadi kalau Budi menggunakan Kiat JHP.
Kembali pada judul dan awal tulisan, mengapa Kiat JHP membatasi masa akumulasi? Anda lihat sendiri dari average price saham-saham yang saya sebut di atas. Average price itu bisa sangat rendah seperti itu karena membatasi masa akumulasi. Dalam ilustrasi SIDO, masa akumulasi SIDO hanya 3 bulan. Dalam pengalaman saya average price rendah yang lain seperti yang saya sebut di atas pernah terjadi. Bila Budi memiliki average price ANTM sekitar 360 seperti yang saya miliki maka tahun 2023 DY ANTM yang dimiliki Budi adalah 22,1% jauh di atas suku bunga deposito. Dan bila memiliki BNGA 750 maka DY-nya saat ini 15%.
💠💠💠
=====================================
Membatasi masa akumulasi bisa membuat DY cepat tumbuh dan floating profit ratusan persen. Kalau 3 bulan akumulasi sudah cukup, tidak perlu memperpanjang masa akumulasi bila hal itu membuat average price ikut melonjak.
Dalam mindset atau paradigma Kiat JHP kalau average price melonjak, itu berarti kita menyia-nyiakan kesempatan yang pernah datang menghampiri kita. Ketika berhenti akumulasi, kita bisa membeli emiten lain dan bisa sukses dengan emiten lain itu tanpa perlu membatasi berapa maksimal jumlah emiten dalam portofolio kita.
Jadi, dalam Kiat JHP itu, masa akumulasi dibatasi sependek mungkin sedangkan periode hold dibuat sangat panjang, mungkin malah hold forever. Ketika kita masuk, kita sudah perhitungkan bahwa sekian tahun lagi akan balik modal dari dividen.
Justru karena kita tidak tahu harga nanti bisa berapa, maka kita mempertahankan average price serendah mungkin. Selain itu, sebagai investor minoritas kita tidak bisa mengendalikan DPR (Dividend Pay Out Ratio). Yang bisa kita kendalikan adalah average price yang kita miliki.
Itulah sebabnya mengapa investor dividend yang menggunakan Kiat JHP bisa floating profit ratusan persen atau multibagger.
===============
Mungkin ada pertanyaan berapa jumlah lot per emiten. Itu sebenarnya tergantung dana masing-masing. Kalau modal investor antara 100 ribu sd 1 juta rupiah per bulan, maka untuk hold forever di suatu emiten saya rasa minimal 10 lots, kalau mau dijual sebagian harus lebih banyak dari itu. Kalau uang dingin investor 3 juta bisa per lot-nya antara 15 sd 30 lots. Jadi dengan modal 10 juta, jumlah lots SIDO yang dimiliki Budi sebesar 43 (sebelum stocksplit) saya rasa sudah cukup.
Bagi sebagian orang yang belum tahu caranya, investasi saham dianggap sangat berisiko. Kemudian ada orang yang membuat penjelasan dan ilustrasi dengan metode beli nyicil otomatis secara DCA tanpa lihat harga, beli otomatis setiap bulan di tanggal tertentu. Dari ilustrasi itu, setelah 15 tahun tidak rugi. Itu salah satu cara atau ilustrasi meminimalkan risiko. Namun bagi yang sudah tahu, cara seperti (DCA) itu tidak bisa memaksimalkan DY dan juga tidak bisa memaksimalkan floating profit. Kiat JHP bisa meminimalkan risiko tapi bisa memaksimalkan keuntungan, DY tinggi floating profit tinggi itu dilakunan dengan periode akumulasi yang dibatasi dan periode hold yang dibuat sangat panjang di mana saat masuknya sudah menggunakan valuasi dan sudah melakukan perhitungan bahwa nanti sekian tahun lagi akan balik modal dari dividen. DY itu bagian dari valuasi dan dalam Kiat JHP secreening pertama adalah screening high DY.
Itu yang bisa saya sampaikan. Sebagaimana saya sebut dalam judul, dalam postingan ini ada bonus daftar emiten high DY yang keluar dari mesin screener, lihat gambar. Itu harus dicek ulang secara manual. Selain itu, screening high DY itu baru screening awal, harus ada pendalaman kondisi fundamentalnya seperti sering saya tulis atau saya sebut secara lisan, penjelasan lisan ada di sini https://stockbit.com/post/11623226. Yang sangat perlu diperhatikan adalah pertumbuhan EPS-nya apakah akan naik atau turun. Harus berhati-hati bila EPS akan turun.
Happy Monday. Happy investing
Disclaimer on. DYOR. Jangan ikut-ikutan, pahami bila ingin membeli.
______________________________
Random tags: $IHSG $BMRI $HEXA $BNGA
Baca juga tulisan saya yang lain, link tulisan saya ada di Ngopi Santai 73, bisa scroll ke bawah atau lihat dari link ini ➡️ https://stockbit.com/post/11650258
1/8