Economic cycle dan investasi
Cycle adalah fitur ekonomi yang tidak bisa dihindarkan karena informasi tidak akan pernah bisa menyebar secara efisien dan merata ke semua orang. Bahkan kalau informasi ini somehow bisa menyebar merata ke semua orang, pemahaman dan psikologis setiap orang terhadap informasi tersebut berbeda2, dan cenderung hyperbolic. Oleh karena itu, respon atas sebuah fase ekonomi selalu terlambat dan kebablasan.
Market secara umum baru sadar ekonomi sedang bagus2-nya pada saat... well... ekonomi sudah bagus2nya. Pada saat ekonomi sedang bagus2-nya, psikologis market akan drive ekonomi to the moon -- yang artinya market berebut masuk pada saat situasi ekonomi sudah dalam fase bubble maximum.
Kondisi ekonomi yang kebablasan ini selalu merupakan kondisi yang tidak didukung oleh fundamental yang kuat tetapi hype -- dan akan menimbulkan glut (supply yang berlebih) -- sehingga pasti meletus karena harga akan drop tetapi penjualan tetap turun karena demand-nya memang menghilang. Pada saat letusan dimulai, berita gagal bayar, inventory menumpuk dan turun-nya profit akan mulai menghiasi media, tetapi market akan merespon-nya dengan... denial... kali ini beda... fluktuasi sesaat... whatever... alias terlambat dan kemudian terjebak.
Seperti biasa selanjut-nya psikologis market akan drive semua hal to the bottom. Pada saat itu barang murah dan berkualitas ada dimana2 tetapi hampir tidak ada yang berani menyentuh nya, dan baru kembali masuk pada saat ekonomi sedang bagus2-nya -- so kembali ketinggalan opportunity. Terlambat lagi-terlambat lagi.
No hope memang jika kita berada di sisi yang salah.
Seperti kita sudah tahu "value" part dari value investing adalah datang dari stealing the money from the market -- dan luckily market selalu memberikan opportunity untuk melakukan ini secara konsisten dalam bentuk economic cycle. Greed when fear, fear when greed. Oleh karena itu memahami economic cycle adalah esensi yang tidak terpisahkan dari value investing. ( Idiot https://stockbit.com/post/9450352 )
Economic cycle jelas sangat mempengaruhi business cycle -- tetapi tidak seluruh business memberikan respon secara seragam. Setiap individual company mempunyai kisah-nya masing2 dalam setiap fase economic cycle. Dan kadangkal individual company mempunyai performance yang bertolak-belakang dari yang diramalkan oleh economic cycle, sehingga juga menjadi opportunity yang baik.
Supaya tidak terlambat atau terjebak oleh market -- kita harus memahami economic cycle ini. Tetapi HATI2: kita bukan akan menebak kapan sebuah cycle akan terjadi karena memang tidak bisa. Investing adalah kegiatan menunggu -- menunggu2 seperti Taiji Chuan -- dan seperti hal-nya juga Taiji Chuan, kemudian merespon-nya dengan agresif pada saat timing dari HAL YANG SUDAH TERJADI dengan tepat.
Kita tidak bisa menebak kapan dan ke arah mana sebuah "serangan" akan datang, tetapi surely kita bisa menebak secara lumayan pada saat serangan datang atau menebak kita ada di fase mana. KARENA INDIKATOR2-NYA BERJIBUN! Indikator menunjukkan yang sudah kejadian -- BUKAN apa yang akan terjadi. Kalau ada indikator yang bisa menunjukkan apa yang akan terjadi, itu namanya TA-GPT. Apa itu?? TA-GPT adalah sebuah software system yang hanya ada dalam khayalan publik pada umumnya. Makanya kita hanya mungkin tahu story belum berakhir tetapi bukan kapan akan berakhir. Dan ini sudah cukup baik.
Economic cycle seperti yang diceritakan di atas, selalu bergerak dari satu fase ke fase lain-nya, seperti bumi mengelilingi matahari, seperti 4 musim terus silih-berganti. Ada 4 fase economic cycle yang cukup dipahami untuk keperluan investasi, yaitu:
1. Reflation (through)
2. Recovery (expansion)
3. Overheat (peak)
4. Stagflation (contraction)
Lihat Gambar 1 untuk mendapat gambaran lebih jelas hal apa yang akan kita bahas di sini.
Kita mulai dengan membahas fase overheat. (Kenapa gak mulai dari nomor 1 -- sudah kepalang nulis yg nomor 3 duluan -- then males nge-revisi-nya.)
Fase overheat atau peak, ditandai dengan inflasi yang tinggi. Harga yang naik terlalu tinggi selalu disebabkan karena ada masalah di supply-demand. Yang berminat terhadap sebuah barang mendadak banyak (thus dikasih nama fase overheat) -- walaupun belum tentu barang itu adalah barang yang nilai-nya sesuai dengan harga tinggi-nya -- sedangkan kenaikan supply-nya so-so saja, maka harga menjadi luar biasa tinggi.
Satu note menarik mengenai ini adalah perlu di-ingat bahwa supply yang kurang secara struktural, pasti karena terjadi sebuah demand yang mendadak tinggi (demand shock). Kalau demand naik secara wajar, supply tidak akan kesulitan mengejar-nya, thus bukan struktural.
Dalam fase ini, seluruh barang sebetul-nya mengalami kenaikan harga dan volume penjualan, sehingga harga saham secara umum juga mengalami kenaikan. The best asset class dalam fase ini adalah komoditi dan company (equity) terbaik tentu yang berhubungan dengan producing komoditi tersebut.
Tetapi kenapa komoditi lebih baik dari misalnya barang kebutuhan sehari2 (defensive stock)? Bukankah harga jual dan volume penjualan barang kebutuhan sehari2 juga naik? Betul, tetapi demikian juga harga bahan baku-nya. Kalau komoditi, in general cost bahan baku relatif tetap, tetapi harga jual dan volume penjualan naik sehingga profit-nya lebih maximum dibandingkan sector yang lain. Cost-nya perusahaan tambang misalnya, ya begitu2 saja karena cost mengeruk hasil tambang secara umum tidak ada kenaikan berarti.
Setelah fase overheat, pasti akan memasuki fase stagflation atau contraction dimana harga sudah sedemikian tinggi sehingga volume penjualan menurun tajam (karena orang tidak sanggup membeli-nya) sehingga total jenderal-nya revenue = harga x volume penjualan justru menjadi turun. Harga mungkin akan bertahan tinggi beberapa saat, tetapi tidak naik lebih jauh, karena no choice cost untuk memproduksi-nya sudah kepalang tinggi juga. Dalam kondisi ini semua company pasti turun profit-nya.
Oleh karena itu stock secara umum akan turun harga-nya. Jelas dalam kondisi ini memiliki cash adalah yang terbaik karena dengan nilai nominal cash yang sama akan bisa membeli stock dalam jumlah yang lebih besar. Simple-nya kalau kita tahu company A akan turun harga-nya, lebih baik kan kita jual dulu stock company A, pegang cash, kemudian masuk lagi pada saat harga-nya sudah lebih rendah.
Company terbaik dalam fase ini adalah yang menjual barang2 kebutuhan sehari2 yang tidak peduli dalam fase apapun selalu dinomorsatukan untuk dibeli (defensive stocks).
Tetapi jika demikian, bukankan komoditi seperti oil gas dan coal juga sama tetap dibutuhkan? Betul, tetapi komoditi seperti oil gas dan coal digunakan di seluruh sector, sehingga pada saat demand ter-kontraksi, oil gas dan coal akan mengalami tekanan penurunan harga dan volume dari seluruh sector. Sedangkan barang kebutuhan sehari2 justru yang satu2-nya paling bisa bertahan, atau setidak2-nya menurun penjualan-nya akan terjadi paling akhir setelah semua penjulan di sector lain turun.
Plus satu note tambahan, dalam fase ini defensive stock terbaik adalah yang mempunyai harga serendah2nya. Kalau factor growth biasanya kita include untuk menaik-kan P/E dari sebuah company -- dalam fase ini growth factor boleh dilupakan saja karena tidak akan kejadian dalam waktu yang cepat juga.
Setelah fase ini, economic cycle akan memasuk fase yang disebut reflation atau through. Dalam kondisi ini harga dan volume penjualan sudah mencapai titik terendah-nya. Best asset class adalah bond karena stock akan mengalami sideway yang panjang menunggu recovery. Kalau simpan cash apa yang mau dibeli kalau stock secara umum masih sideway. Recovery belum tahu kapan, sedangkan bond memberikan kepastian return walaupun yield-nya rendah tetapi better then nothing. Juga kalau semua orang berpikiran sama, harga bond juga akan meningkat (membuat yield-nya semakin kecil kembali).
Kalau dalam fase sebelum-nya kita disuguhi kejatuhan harga2 saham, dalam fase ini kepanikan sudah berakhir tetapi market masih wait and see sehingga terjadi lah sideway tersebut. Dividen juga relatif lebih kecil karena company2 bersiap2 dengan capex untuk menyongsong fase setelah-nya (yaitu recovery).
Risk masuk ke stock sebetulnya juga sudah sedang rendah2-nya karena harga yang murah, tetapi karena alasan2 tersebut, masih akan ada waktu untuk muter2 capital ke tempat lain. Pendulum-nya Howard Marks sedang berada di titik terjauh di sebelah kiri.
Company terbaik adalah company yang menjual barang kebutuhan sehari2 yang mempunyai growth factor terbesar (defensive growth). Dalam fase ini boleh dimasuk-kan kembali growth factor dalam menghitung P/E yang wajar. Dan seperti kita ketahui company dengan growth factor lebih besar akan mempunyai intrinsic value lebih besar dibandingkan company yang simply harga-nya sedang murah saja. So be it.
Komoditi masih akan stabil karena dalam fase ini belum semua sector mengalami kenaikan selain stock2 yang masuk dalam kategori defensive growth di atas. Tail wind-nya masih kecil yang oleh karenanya kenaikan komoditi masih tidak sebaik kenaikan stock2 defensive growth.
Setelah fase reflation, economic cycle akan memasuk fase recovery atau expansion. Interest rate rendah sedangkan company2 mulai bersinar. Best asset class jelas kembali ke stock -- karena company2 secara umum akan naik penjualan-nya thus harga stock-nya -- terutama cyclical growth stock.
Defensive growth stock juga akan mengalami masa2 kenaikan, tetapi harga-nya biasanya sudah ter-apresiasi dulu di fase sebelum-nya, sehingga di fase ini adalah giliran-nya company yang menjual barang2 yang biasa di-akuisisi pada saat orang2 banyak duid (cyclical growth): mobil, rumah, tas mewah dan mungkin pacar thus cafe2 dan resto2 dan hotel2 mewah dan liburan2. Cyclical growth stock lebih baik karena baru take-off dari titik nadir-nya.
Komoditi juga pasti akan mengalami kenaikan significant, karena mendapatkan tail wind dari lebih banyak sector, tetapi tanpa demand shock, growth-nya juga tidak menang dibandingkan cyclical growth stock.
Sampai akhirnya kembali memasuki fase overheat karena market berpandangan semua-nya serba optimis disertai kantong yang tebal. Kalau orang mulai belanja karena tetangga-nya belanja, bukan karena betul dibutuhkan, demand shock akan terjadi. Dan demand shock ini terjadi di hampir semua sector, sehingga komoditi akan kembali mendapatkan tail wind paling maximal dari seluruh sector.
Itu kerangka berpikir-nya, sekarang kita diskusikan implementasi-nya yang jauh lebih kompleks dan seru!
Economic cycle di setiap negara berbeda2 -- walaupun karena globalization -- semuanya saling mempengaruhi satu sama lain. Walaupun economic cycle adalah ibu dari segala cycle -- tetapi business cycle pun berjalan dengan cycle-nya sendiri karena setiap industry unik -- yang kemudian akan feedback kembali ke economic cycle secara keseluruhan. Ini bukan hubungan sebab-akibat satu arah -- thus membuat-nya sangat kompleks.
Business cycle kalau di-detail-kan pun tidak sama setiap industri. Bahkan di setiap business cycle yang unik di setiap industri, unik pula impact-nya ke setiap company. Ada company yg siap ada yang tidak -- dan ditambah persepsi market kepada setiap company tersebut juga tidak sama. Dalam industri yang sama, ada yg P/E-nya dihargai 20 ada juga yang dihargai hanya 2 -- ini situasi antara bagger 10x dan boncos 90%.
Status Indonesia sendiri saat ini adalah inflation rate mulai turun (masih bisa naik lagi) dan interest rate most likely akan dimaintain sama. Ekonomi kita kuat dengan GDP growth bagus walaupun menurun saat ini, trade balance yang surplus dan meningkat, serta porsi government spending yang relatif kecil. Ini growth yang real dan akan berkelanjutan.
Dari status ini seharus-nya kita ada ada fase transisi atau halting sementara -- antara melanjutkan peak atau berbalik ke contraction. Dengan status seperti ini susah ditentukan mana yang akan kejadian.
Export Indo terbesar adalah China kemudian di-ikuti oleh Amrik di nomor 2. Nomor 3 Japan, dan nomor 4 India. Amrik dan Japan menuju resesi, China masih dalam re-opening serta bersumpah untuk mengembalikan pertumbuhan ekonomi-nya, dan kemudian growth GDP India sudah menyusul China. Perlu digaris-bawahi juga bahwa porsi export ke China adalah 24% dan ke Amrik 12%.
Dalam 1 tahun terakhir ini kita memang digempur dengan kenaikan interest rate, lockdown China, wake-up call utk tech companies, dan kemudian mild banking crisis di Amrik dan Europe -- hampir pasti inilah yang menyebabkan sideway di banyak index dunia. IHSG sendiri sudah bergerak sideway selama lebih dari satu tahun.
Yield curve Indo adalah bear flattening tetapi gap-nya semakin mengecil, yang artinya market bergerak dari contraction ke arah yang lebih optimis. FDI (foreign direct investment) Indo masih menunjukkan kenaikan.
Psikologis market pun tidak terlihat ada-nya euphoria. Semua masih serba hati2 kecuali beberapa saham gorengan yang mencoba mencuri kesempatan.
Sulit membayangkan bahwa Indo akan memasuki masa2 contraction dalam waktu dekat. Tidak ada indikator yang menujukkan hal itu.
Dalam fase peak, komoditi adalah pemenang-nya, sedangkan dalam fase contraction, cash dan defensive value stock adalah pemenang-nya. Tetapi setelah sideway yang panjang akan membuat defensive value stock dan defensive growth stock tidak terlihat beda-nya yang significant -- karena sama2 belum mendapatkan apresiasi-nya. Disamping itu, personally saya tidak terlalu suka peng-kategori-an seperti ini karena ada tidak-nya value selalu ditentukan oleh price-nya. Jangankan tidak ada growth, bahkan dalam kondisi distress-pun, selama ada harga yang tepat -- selalu ada value di situ. Jadi pilihan-nya memang antara komoditi dan defensive stocks seperti perdebatan di antara para suhu2.
Pas lagi menulis ini, masuk berita mengenai meningkat-nya penjualan LV, Hermes, dan luxury items secara umum di China. Berita ini membuat kita berpikir apakah kita ada di fase recovery, sehingga sideway yang terjadi sebetulnya hanya mild contraction yang sudah berlalu??
Yield curve China adalah bergerak dari bear flattening menuju bull steepening, juga sebagai tanda market mulai bergerak dari contraction menjadi lebih optimis.
Besar chance-nya resesi akan terjadi di Amrik, UK, dan Europe. Ini pasti akan impact ke seluruh dunia. Tetapi "thanks" (dalam tanda kutip) to de-globalization (https://stockbit.com/post/9849856), China recovery dan real thanks to de-dollarization -- impact-nya tidak akan sebesar di masa lalu. Dan sebalik-nya likuiditas justru akan mengalir ke negara2 dengan GDP growth dan trade surplus yang bagus.
Hampir semua index mengalami sideway dalam 1 tahun ini, tetapi ada kenaikan hampir di semua index dalam 3 bulan terakhir. Jadi apakah kita sebetulnya masih dalam recovery yang tertunda atau sudah melihat the new bottom dari komoditi dan stocks?? Lihat titik --c'--- atau --f'-- di Gambar 3 untuk apa yang dimaksud.
Nah! Mana yang betul?? Dalam economic cycle yang perlu kita perhatikan adalah posisi-nya relatif terhadap sebelum-nya. Dalam case ini, either way -- sama2 akan naik kan??? Jadi??
So much untuk economic cycle -- at the end of the day price dan value dari individual company yang menentukan. Kita tidak bisa menebak kapan bottom dan kapan peak -- tetapi kita punya chance yang lebih baik dalam menebak intrinsic value dari sebuah company.
Ada company yang walupun profit-nya turun -- seperti yang telah diduga sejak 6 bulan yang lalu -- tetapi revenue-nya justru meningkat -- masih dihargai dengan P/E di bawah 2. Company ini hampir bisa dipastikan sudah kembali dalam fase recovery (yang lagi2 menunjukkan bahwa jangan2 sideway ini memang adalah mild-contraction yang sudah selesai). Dan ada company yang walupun profit dan revenue-nya turun -- sama juga seperti yang telah diduga sejak 6 bulan lalu -- tetapi problem di industri-nya belum selesai -- dihargai dengan P/E hanya 2 dan terus menurun.
So, kombinasi dari economic cycle yang berada di fase peak dan belum ada tanda2 sudah selesai, atau malah sudah "jumping" memasuk cycle recovery atau the new bottom, dengan company2 bagus yang akan rip-off dari fase ini -- dihargai dengan P/E di bawah 2 -- fear dan greed rupanya tidak hanya berada di level economic cycle tetapi juga di level individual company.
Ini termasuk bet ke angka 3 atau bukan angka 3? I hope you all will bet wisely.
$ITMG $IHSG $SMDR
1/5