Volume
Avg volume
PT Total Bangun Persada Tbk merupakan perusahaan pengembang properti. Perusahaan bergerak dalam konstruksi gedung-gedung perniagaan dan pencakar langit, ruang perkantoran, pemukiman vertikal, pusat perbelanjaan, perhotelan, sekolah dan universitas, rumah sakit, bangunan keagamaan, dan lainnya. Proyek-proyek Perusahaan antara lain Masjid Raya Padang, Islamic Center di Samarinda, Wihara Mahavira Graha, Gereja di Graha Reformed Millennium, Central Park di Jakarta Barat, Proyek Mega Terpadu di Kemang Village, dan Trans Studio di Makassar. Anak perusahaannya termasuk PT Adhiguna Utama, PT Total Persada Development, dan PT Total Camak... Read More
Tahun 2024 ini memberi kesan banyak. Termasuk buat Cerita Dibalik Duit.
Ini adalah tahun pertama buat Cerita Dibalik Duit beroperasi full sebagai sebuah podcast, setelah meluncur pertama kali di Maret 2023 lalu. Banyak yang telah dibahas oleh podcast ini, terkait dengan ekonomi, perduitan dan investasi. Sejumlah topik terhangat pernah dibahas, seperti topik boikot, tantangan ekonomi Indonesia dan tekanan daya beli konsumen hingga yang saat ini menuai perhatian masyarakat yaitu PPN 12%. Ada pula beberapa emiten di bursa saham yang pernah saya bahas. Apa aja? Kali ini saya rangkum semua bahasannya.
Dengarkan hanya di Spotify dan Noice Cerita Dibalik Duit.
$INDY $TOTL $RALS
1/2
$TOTL pak djajang adalah salah satu pengendali panutan tercinta yg dicintai para investor sahamnya dan para riteal,dia selalu memperjuangkan harga nilai sahamnya biar gk anjlok parah
$TOTL
Njir pengen nambah lot, tapi belum gajian, di tambah uang ada direksadana dan ga bisa instan juga buat di ambil wkwkwk, giliran nanti udah gajian harga naik lagi brengsek🫠
sama nih TP separo disini sama $TOTL , CL 4% di $DMAS , masih nunggu IHSG nabrak bottom bari koleksi lg🤑
$TOTL 18 Dec 24
Shareholder : Djadjang Tanuwidjaja
Type : Local
Bought : +219,500 (+0.01%)
Current : 354,533,440 (10.4%)
Previous : 354,313,940 (10.39%)
#19 : Laporan Posisi Keuangan (Neraca) -> Liabilitas -> Liabilitas Kontrak
Liabilitas Kontrak adalah kewajiban perusahaan untuk menyelesaikan kontrak atas uang yang sudah diterima dari pelanggan.
Jadi, liabiltas kontrak adalah utang pekerjaan, bukanlah utang yang harus dibayar dengan uang.
.........................…….….….……...
Karena uang dari pelanggan sudah diterima, namun pekerjaannya belum dipenuhi, maka perusahaan belum bisa mencatat sebagai Pendapatan, melainkan sebagai liabilitas.
Jurnal akuntansinya begini :
(Debit) Kas
(Kredit) Liabilitas Kontrak
Kalau pekerjaannya sudah terpenuhi dan sudah serah terima sesuai kesepakatan (kontrak), maka perusahaan baru bisa mencatat Pendapatan.
Jurnal akuntansinya begini :
(Debit) Liabilitas Kontrak
(Kredit) Pendapatan
.................................................
Uang sudah diterima, artinya arus kas sudah masuk.
Tapi pendapatan belum dicatat, berarti kedepannya perusahaan bakalan mencatat itu jadi pendapatan, yang menambah laba perusahaan ketika pekerjaan sudah selesai.
Selanjutnya, walaupun dicatat sebagai liabilitas, sehingga terkesan perusahaan punya utang banyak, tapi liabilitas kontrak ini hanya perlu 'dibayarkan' dengan penyelesaian pekerjaan.
Alias, bukan utang beneran.
Inilah mengapa saya anggap keberadaan liabilitas kontrak ini adalah 'hidden gem'.
.................................................
Kalau pendapatan perusahaan di periode ini turun, laba anjlok, fear bertebaran bilang kondisi emiten itu jelek.
Tapi saldo liabiltas kontrak malah menunjukkan peningkatan, atau nominal saldonya masih besar di situ.
Berarti ada potensi emiten tersebut baru akan mencatat pendapatan di periode selanjutnya. Pekerjaannya belum selesai di periode ini.
Bagi yang tau hal ini, maka tenang-tenang saja, gak termakan fear.
Pendapatan dan laba turun hanya karena pengaruh 'backlog' pekerjaan.
Dan begitu kinerjanya membaik di periode berikutnya, hal itu sudah bisa terprediksi dari jauh-jauh hari.
..........................................
Liabilitas Kontrak ini dapat dipersamakan dengan istilah Uang Muka Pelanggan, atau mirip pula mekanismenya dengan akun Pendapatan Diterima di Muka.
Semuanya sama-sama tercatat di bagian liabilitas.
Yang membedakan antara Liabilitas Kontrak dan Pendapatan Diterima di Muka, adalah pada poin 'Kontrak'.
Liabilitas Kontrak melibatkan 'kontrak' yang umumnya butuh waktu panjang (lebih dari 1 tahun) untuk penyelesaiannya.
Maka saldo ini sering kali dicatat sebagai Liabilitas Jangka Panjang.
Sementara Pendapatan Diterima di Muka biasanya tidak melibatkan pekerjaan yang butuh waktu lama untuk menyelesaikannya.
Dalam jangka pendek setelah uang diterima, sudah bisa dicatat sebagai Pendapatan ketika barang atau jasa atau pekerjaan diberikan.
Oleh karena itu, akun liabilitas kontrak ini lebih banyak ditemui pada sektor emiten yang berkutat dengan kontrak pekerjaan jangka panjang, seperti :
Properti, misal $CTRA $ASRI dkk, yang dari uang muka diterima, sampai lahan digarap, dibangun, dan selesai serah terima ke pembeli butuh waktu lama.
Konstruksi, misal $TOTL dkk, yang kontrak pembangunan suatu proyek perlu waktu panjang dan bertahap sesuai progres (termin) penyelesaiannya.
........................................
Nah karena liabilitas kontrak ini melibatkan kontrak penyelesaian pekerjaan jangka panjang dan ada jumlah uang besar dari pelanggan yang tertahan di perusahaan.
Maka secara akuntansi, nilai liabilitas kontrak tersebut menimbulkan unsur 'bunga', yang ibaratnya sebagai imbal jasa dari perusahaan sudah diperbolehkan pakai uang pelanggan, padahal kewajiban pekerjaannya belum selesai.
Istilah teknis PSAK 72 bagi perusahaan itu adalah 'komponen pembiayaan yang signifikan'.
Misalnya, jika pembeli rumah bayar Rp 1 miliar, tapi rumahnya masih belum dibangun dan belum siap serah terima.
Maka diibaratkan ada bunga Rp 100 juta yang harusnya jadi beban perusahaan kalau misalnya dana tersebut diperoleh dari bank, bukan dari pelanggan.
Jurnalnya begini :
(Debit) Kas Rp 1 miliar
(Debit) Beban Bunga Rp 100 juta
(Kredit) Liabilitas Kontrak Rp 1,1 miliar
Nah ketika, rumah selesai dibangun dan sudah terima, maka pekerjaan sudah tuntas dan bunga tersebut diibaratkan terlunasi dalam bentuk rumah yang sudah jadi tersebut. Perusahaan boleh catat jadi Pendapatan
Jurnalnya begini :
(Debit) Liabilitas Kontrak Rp 1,1 miliar
(Kredit) Pendapatan Rp 1,1 miliar
Sudah jelas ya, beban bunga yang timbul dari liabilitas kontrak itu cuma 'bunga-bungaan', yang hanya dicatat karena ketentuan akuntansi saja.
Pada akhirnya pun nilai beban tersebut akan dicatat masuk ke Pendapatan.
...........................................................
Utangnya utang-utangan, bunganya bunga-bungaan.
Maka, Liabilitas Kontrak hanyalah pendapatan yang tertunda.
Jadi proyeksi yang bisa dipakai untuk memperkirakan kinerja laba perusahaan ke depan.
Risiko tetap ada.
Misalnya kalau uang sudah terima, tapi proyek mangkrak.
Pendapatan gak kunjung tercatat, utangnya jadi utang beneran yang harus dibalikin ke customer (refund), bunga-bungaannya pun bergulung membebani laba perusahaan.
Bahkan perusahaan bisa saja digugat pailit karena liabiltas kontrak yang tidak diselesaikan pekerjaannya.
.........................................
Tiga series laporan keuangan sebelumnya:
#16 : Utang Usaha
https://stockbit.com/post/16635947
#17 : Biaya yang Masih Harus Dibayar
https://stockbit.com/post/16702751
#18 : Utang Pajak
https://stockbit.com/post/16729132
1/8
🎶 🆑💯❌⁉️🆙♨️⭕️🆓
Fokus aja yg ini :
GGRM
$ISAT
ITMG :
$MLPT
POWR
SPTO
$TOTL
periode
Hari : Rabu
Tanggal : ⏭️ 18 Desember 2024 ⏮️
Hadir dalam SINYAL #ScreenerDekan™️ di StockBit .
Kita tunggu % Higher to Price sewaktu closing nanti jam 16.00 untuk cross-check hasilnya yang selama ini fitur screener StockBit tidak mengecewakan.
DisclamerOn : bukan saran jual beli, hanya Guideline pribadi 🌈
NRCA - Yang bangun mall pakuwon bekasi dan rajin bagi dividen
Kita akan bahas:
1. Proyek seperti apa yang dikerjakan NRCA?
2. Bagaimana kondisi industri konstruksi di Indonesia?
3. Siapa orang di balik NRCA?
4. Apakah keputusan buyback dan selling manajemen tepat?
Sikat videonya: https://cutt.ly/9eBbm9zM
Tag saham konstruksi: $TOTL $JKON $NRCA
$TOTL 12 Dec 24
Shareholder : Djadjang Tanuwidjaja
Type : Local
Bought : +400,000 (+0.01%)
Current : 354,313,940 (10.39%)
Previous : 353,913,940 (10.38%)
$TOTL 09 Dec 24
Shareholder : Djadjang Tanuwidjaja
Type : Local
Bought : +5,300 (0.00%)
Current : 353,913,940 (10.38%)
Previous : 353,908,640 (10.38%)
$TOTL 06 Dec 24
Shareholder : Djadjang Tanuwidjaja
Type : Local
Sold : -150,000 (0.00%)
Current : 353,908,640 (10.38%)
Previous : 354,058,640 (10.38%)
nambahin kak:
*) Tokopedia dibeli 75% oleh bytedance
*) bank commonwealth diakuisi $NISP
*) $EXCL merger dgn fren
*) kmds dibeli dima group
*) $TOTL jg kalo ga salah ada something, makanya tender offer. something with japanese company.
#18 : Laporan Posisi Keuangan (Neraca) -> Liabilitas -> Utang Pajak.
Utang pajak merupakan kebalikan dari 'pajak dibayar di muka' (kredit pajak) yang pernah saya bahas detail di link postingan berikut :
https://stockbit.com/post/16089851
Utang pajak adalah kewajiban pajak yang masih harus dibayar perusahaan ke kas negara.
.......................................................
Awal timbulnya saldo liabilitas utang pajak ini saya klasifikasikan jadi tiga :
1. Pajak yang dipungut atau dipotong dari pihak lain (karyawan, supplier, customer, dll), tapi belum disetor ke kas negara atau pemerintah daerah (pemda).
Jenis pajak yang masuk kategori ini :
- PPh 4 ayat 2 (sewa tanah bangunan, konstruksi, dll),
- PPh 21 (gaji karyawan, vendor jasa orang pribadi, dll),
- PPh 22 (hasil pertanian, semen, kertas, bensin, dll),
- PPh 23 (jasa, sewa selain tanah bangunan, dividen badan usaha, royalti badan usaha, dll),
- PPh 26 (vendor luar negeri, dll),
- PPN (pajak pertambahan nilai),
- PPnBM (pajak penjualan barang mewah),
- Pajak Restoran (pajak daerah yang dipungut dari customer restoran untuk disetor ke kas pemda),
- dll.
Contoh : potongan pajak dari gaji karyawan (PPh 21), potongan pembayaran tagihan atas pemanfaatan jasa dari vendor (PPh 23), pungutan PPN dari penjualan, dll.
Perusahaan akan menerbitkan bukti potong / bukti pungut atas potongan / pungutan pajak yang dilakukan terhadap pihak yang dipotong / dipungut pajak tersebut.
2. Pajak dari perkiraan dan perhitungan sendiri (self assessment) yang dilakukan perusahaan, yang masih harus dibayar ke kas negara atau pemda.
Jenis pajak yang masuk kategori ini : PPh 25, PPh 29, Pajak Air Tanah, dll.
Contoh : angsuran pajak penghasilan (PPh 25) yang masih harus dibayar tiap bulan, perkiraan besaran pajak penghasilan kurang bayar (PPh 29) yang dihitung setiap periode laporan keuangan namun finalisasi menunggu pelaporan SPT Tahunan, dll.
3. Pajak dari tagihan yang diterbitkan oleh Kantor Pajak (KPP DJP Kemenkeu), Pemda, atau otoritas lainnya, berdasarkan hasil hitung otoritas pajak tersebut, namun belum dibayarkan oleh perusahaan.
Contoh : SPT Terutang Pajak Bumi Bangunan (PBB), Surat Tagihan Pajak (STP) dari KPP, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) dari KPP, dll.
.............................................
Jadi dari 3 klasifikasi di atas, utang pajak klasifikasi nomor 1 bukanlah suatu risiko, karena perusahaan hanya menjalankan kewajiban pemotongan dan pemungutan pajak.
Pada dasarnya itu merupakan uang dari pihak lain yang dititipkan ke perusahaan untuk diteruskan ke kas negara atau pemda.
Justru menjadi masalah bila perusahaan lalai menjalankan kewajiban pemotongan atau pemungutan pajak tersebut.
Kalau utang pajak dari klasifikasi nomor 1 ini meningkat, dari sisi positif bisa dinilai sebagai upaya ekspansi dan peningkatan aktivitas bisnis yang bisa berujung ke peningkatan kinerja kedepannya.
Sementara klasifikasi nomor 2 juga cenderung aman, walaupun ini adalah uang perusahaan sendiri yang harus disetorkan ke kas negara atau pemda, bukan titipan uang pihak lain.
Tapi selama self assessment dilakukan dengan baik, ya memang wajar perusahaan bayar pajak sesuai besaran pendapatan yang diperoleh berdasarkan ketentuan pajak yang berlaku.
Nah agak riskan adalah klasifikasi nomor 3, terutama jika dapat STP dan SKPKB dari KPP. Artinya perusahaan harus ketambahan beban pajak dan pengeluaran kas di luar perkiraan sebelumnya.
Pada dasarnya STP dan SKPKB ini bisa dibilang hal lumrah dalam praktik perpajakan sehari-hari, karena sering kali timbul beda persepsi antara perusahaan dengan petugas pajak, apalagi kalau ada pemeriksaan pajak yang mesti dihadapi perusahaan.
STP dan SKPKB ini juga bisa diajukan keberatan, bahkan bisa dibawa ke pengadilan pajak bila diperlukan. Tapi kalau nilainya kecil biasanya perusahaan bayar-bayar saja daripada repot.
Jika perusahaan menerima STP dan SKPKB dengan nilai yang signifikan, itu bisa menjadi indikasi masalah.
Selain beban yang bertambah, kas yang terkuras, namun juga mencerminkan perusahaan yang tidak menaati ketentuan pajak.
Jika urusan pajak bermasalah, apakah yakin hubungan dengan stakeholders lain misal kreditur, investor, supplier, customer, karyawan, lingkungan, dll bakal beres ?
......................................................
Tiga series laporan keuangan sebelumnya
#15 : Aset Lainnya
https://stockbit.com/post/16470159
#16 : Utang Usaha
https://stockbit.com/post/16635947
#17 : Biaya yang Masih Harus Dibayar (Utang Beban / Beban Akrual)
https://stockbit.com/post/16702751
Tag emiten yang laporan keuangan jadi lampiran contoh tampilan.
$DRMA $INDF $TOTL
1/8
$TOTL haha perkenalan 2 lot untung blm lamsam 🤣 salam kenal TOTL 👍 yg udh lama disini tentang dividen sama fundamental gimana nih 😎😆