Volume
Avg volume
PT Suparma, Tbk adalah perusahaan produsen kertas terkemuka di Indonesia yang difokuskan pada penyediaan handal dan kualitas kertas. Kami berdedikasi untuk terus menerus meningkatkan inline serta produk inovasi untuk memenuhi harapan pelanggan dan stakeholder. Terletak di Surabaya, Indonesia. Bergerak menuju era baru, PT Suparma, Tbk terus menjadi perusahaan yang ramah lingkungan dengan memanfaatkan pulih serat untuk sebagian besar produk itu dan bersertifikat FSC dan ISO 14000.
$SPMA 14 Aug 25
Investor: GRAHA INTI HARAPAN
Source: KSEI
Action: BUY
Shares Traded: +93,062,185 (+2.9505%)
Current: 336,734,079 (10.6761%)
Previous: 243,671,894 (7.7256%)
Broker: SQ
Investor Type: Domestic
Iya, percaya.. Saya disini juga udah lama. Saya mah orangnya sabar. Bertahun² nyangkut disini $SPMA 😌
$IRSX yg akuisisi ternyata perusahaan edutek alqolam , afiliasi dgn pergudangan $SPMA yg ada di jakarta, kyknya mw melanjutkan bisnis animasi makanya backdoor perusahaan sejenis
$SPMA kok loss dan nyangkut gimana ya, Cutloss atau average down ya mohon maaf nubie mohon nasihat dan masukan
$CDIA $COIN
$SPMA LK Q2 2025: Tertolong Kurs
Request salah satu user Stockbit di External Community Pintar Nyangkut di Telegram dengan Kode External Community A38138 https://stockbit.com/post/13223345
PT Suparma Tbk adalah salah satu pemain lama di industri kertas Indonesia yang sudah beroperasi sejak 1978 dan resmi melantai di Bursa Efek Indonesia sejak 14 Oktober 1994. Perusahaan ini berbasis di Warugunung, Karangpilang, Surabaya, Jawa Timur, dengan fokus utama pada produksi dan penjualan kertas serta produk turunannya. Per 30 Juni 2025, jumlah saham yang beredar mencapai 3,15 miliar lembar, dan jumlah karyawan naik tipis dari 808 menjadi 824 orang, yang bisa diartikan sebagai indikasi adanya ekspansi kapasitas produksi atau peningkatan aktivitas operasional. Rantai bisnisnya terbentang dari hulu sampai hilir, di mana bahan baku banyak diimpor dengan memanfaatkan fasilitas kredit impor, sementara penjualan terkonsentrasi di pasar domestik dengan kontribusi 99,6% terhadap total penjualan semester I 2025. Tidak ada satu pun pelanggan besar yang menyumbang lebih dari 10% pendapatan, sehingga basis konsumennya tergolong terdiversifikasi. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf
Pendanaan perusahaan berasal dari kombinasi beberapa sumber seperti pinjaman bank dari BRI, Maybank, dan ICBC, penerbitan Medium-Term Notes (MTN), serta transaksi sale and leaseback dengan PT Mitsubishi HC Capital and Finance Indonesia. Semua utang dijamin dengan aset seperti piutang, persediaan, tanah, bangunan, dan mesin. Perusahaan tunduk pada kovenan pinjaman yang mengatur batasan rasio keuangan seperti Current Ratio minimum 1 kali, Debt to Equity maksimum 1 kali untuk Maybank dan 3 kali untuk BRI, Interest Coverage Ratio minimum 1,5 kali, dan Debt Service Coverage Ratio minimum 1 kali. Hingga 30 Juni 2025 seluruh ketentuan ini masih terpenuhi, menunjukkan kemampuan manajemen menjaga kesehatan struktur modal. Tidak ditemukan adanya sengketa hukum besar yang berpotensi mengganggu kinerja perusahaan.
Dari sisi kinerja, penjualan bersih naik tipis 0,98% menjadi Rp 1,288 triliun, namun kenaikan beban pokok penjualan lebih cepat hingga totalnya Rp 1,085 triliun. Alhasil laba kotor tergerus 10% menjadi Rp 202,5 miliar, dan margin kotor turun dari 17,65% menjadi 15,72%. Beban penjualan naik dari Rp 61,6 miliar menjadi Rp 67,6 miliar, sedangkan beban umum dan administrasi naik dari Rp 47,9 miliar menjadi Rp 53,8 miliar. Beban keuangan justru sedikit turun dari Rp 23,2 miliar menjadi Rp 22,1 miliar, namun penyelamat terbesar laba bersih datang dari pos selisih kurs yang pada 2024 mencatat rugi Rp 38,2 miliar berubah menjadi laba Rp 3,7 miliar pada 2025. Laba bersih akhirnya tumbuh 8,27% menjadi Rp 53 miliar, sementara laba per saham dasar naik dari Rp 16 menjadi Rp 17. Kenaikan ini jelas bukan hasil dari efisiensi operasional, melainkan dari keuntungan kurs yang sifatnya tidak berulang.
Neraca perusahaan menunjukkan total aset naik 3,25% menjadi Rp 3,50 triliun. Aset lancar bertambah menjadi Rp 1,465 triliun, namun kas dan setara kas turun tajam dari Rp 277,7 miliar menjadi Rp 165,4 miliar. Piutang usaha berkurang dari Rp 232,9 miliar menjadi Rp 191,1 miliar, yang bisa berarti penagihan lebih cepat atau penurunan penjualan kredit. Persediaan melonjak 17% menjadi Rp 1,048 triliun, dan uang muka pembelian meningkat dari Rp 19,2 miliar menjadi Rp 48,7 miliar. Aset tetap neto naik dari Rp 1,888 triliun menjadi Rp 1,975 triliun, menunjukkan ada belanja modal untuk meningkatkan kapasitas. Liabilitas total naik 5,69% menjadi Rp 1,065 triliun, dengan liabilitas jangka pendek meningkat signifikan ke Rp 617,5 miliar akibat utang bank dan MTN yang jatuh tempo, sementara liabilitas jangka panjang turun ke Rp 447,7 miliar. Ekuitas bertambah 2,22% menjadi Rp 2,437 triliun.Upgrade skill https://cutt.ly/ge3LaGFx
Di arus kas, terlihat penurunan signifikan pada kas dari operasi yang anjlok 29,56% menjadi Rp 220,5 miliar. Penyebab utamanya adalah pembayaran kas kepada pemasok yang naik dari Rp 984,7 miliar menjadi Rp 1,115 triliun, sejalan dengan lonjakan persediaan di neraca. Arus kas investasi relatif stabil di minus Rp 31 miliar, dengan belanja modal berkurang dari Rp 31,7 miliar menjadi Rp 22,9 miliar. Arus kas pendanaan justru keluar lebih besar menjadi minus Rp 303 miliar akibat pembayaran utang, meski ada tambahan liabilitas sewa baru. Hasil akhirnya, kas bersih turun Rp 113,9 miliar, berbalik dari kenaikan Rp 28,6 miliar pada tahun lalu.
Rasio lancar menurun dari 2,82 kali menjadi 2,37 kali, masih sehat tapi trennya menurun. Debt to Equity Ratio naik tipis dari 0,42 kali menjadi 0,44 kali, jauh di bawah batas kovenan. Interest Coverage Ratio meningkat dari 2,66 kali menjadi 3,04 kali, menandakan beban bunga masih mudah ditutupi laba operasional. Secara struktural, posisi keuangan tetap kuat, namun penurunan kas operasi dan lonjakan persediaan menjadi sinyal yang perlu diwaspadai.
Modal kerja turun dari Rp 927 miliar menjadi Rp 848 miliar. Free cash flow berkurang dari Rp 281,2 miliar menjadi Rp 197,6 miliar, masih positif tetapi jauh lebih kecil. Meski CAPEX berkurang, perusahaan tetap menggarap proyek besar berupa Mesin Kertas No 11 yang diharapkan meningkatkan efisiensi dan kapasitas di masa depan. Risiko utama yang dihadapi adalah risiko kredit yang dikelola dengan memantau piutang, risiko likuiditas yang dinilai rendah karena aset likuid mencukupi, risiko kurs dari eksposur USD, EUR, CNY, dan JPY yang tidak dihedging, serta risiko suku bunga mengambang pada pinjaman bank.
Jika melihat secara keseluruhan, kekuatan utama PT Suparma Tbk ada pada struktur modal yang sehat, likuiditas yang masih tebal, dan diversifikasi sumber pendanaan. Namun ada masalah nyata pada tekanan margin kotor, penurunan drastis kas dari operasi, penumpukan persediaan, dan ketergantungan pada laba selisih kurs. Ke depan, kunci perbaikan ada pada empat hal utama.
1. Pemulihan margin kotor melalui pengendalian biaya atau penyesuaian harga jual
2. Manajemen persediaan yang efisien agar stok cepat berputar menjadi kas
3. Penguatan arus kas operasi sehingga laba bersih selaras dengan kas yang masuk
4. Integrasi investasi mesin baru agar memberi kontribusi pada efisiensi dan pendapatan
Jika langkah ini berhasil, likuiditas akan kembali menguat, profitabilitas inti membaik, dan pertumbuhan perusahaan bisa berlanjut sehat. Namun jika tidak, perusahaan berisiko mengalami profit without cash di mana laporan laba terlihat bagus tapi kas operasional terus menurun, yang pada akhirnya bisa memengaruhi pembayaran dividen, pendanaan ekspansi, hingga kepercayaan investor. Periode laporan berikutnya akan menjadi ujian apakah Suparma mampu mengatasi tantangan ini atau sekadar mempertahankan angka laba di atas kertas.Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf
Dengan harga saham PT Suparma Tbk di Rp 272 per lembar dan jumlah saham beredar 3.154.092.216 lembar, kapitalisasi pasar (Market Cap) berada di kisaran Rp 857,9 miliar. Nilai ini menjadi dasar awal penilaian. Jika melihat rasio harga terhadap laba, untuk periode penuh 2024 laba bersih perusahaan tercatat Rp 104,84 miliar yang setara dengan EPS Rp 33,24 per saham. PER trailing dihitung dengan rumus Harga/EPS = Rp 272/Rp 33,24 = 8,18×. Untuk estimasi 2025, menggunakan EPS semester I 2025 sebesar Rp 17 yang dianualisasi menjadi Rp 34, PER estimasi (Forward PER) = Rp 272/Rp 34 = 8,0×. Pertumbuhan EPS dari 2024 ke estimasi 2025 adalah (Rp 34-Rp 33,24)/Rp 33,24 = 2,29%, sehingga PEG ratio = PER/Growth = 8,18/2,29 = 3,57×.
Nilai buku per saham (BVPS) per 30 Juni 2025 adalah Ekuitas/Jumlah Saham = Rp 2.437.742.684.942/3.154.092.216 = Rp 772,93. PBV = Harga/BVPS = Rp 272/Rp 772,93 = 0,35×. Jika aset tak berwujud sebesar Rp 2,41 miliar dikeluarkan, tangible book value per saham (TBVPS) = (Ekuitas-Intangible)/Jumlah Saham = (Rp 2.437,74 triliun-Rp 2,41 miliar)/3.154.092.216 = Rp 772,17, sehingga P/TBV = Rp 272/Rp 772,17 = 0,35×.
Dari sisi arus kas, kas dari operasi semester I 2025 sebesar Rp 220,52 miliar. Dianualisasi menjadi Rp 441,04 miliar, sehingga cash flow per saham (CFPS) = CFO/Jumlah Saham = Rp 441,04 miliar/3.154.092.216 = Rp 139,84. P/CF = Harga/CFPS = Rp 272/Rp 139,84 = 1,95×. Setelah dikurangi belanja modal semester I 2025 sebesar Rp 22,91 miliar (dianualisasi menjadi Rp 45,82 miliar), free cash flow (FCF) = CFO-CAPEX = Rp 441,04 miliar-Rp 45,82 miliar = Rp 395,22 miliar. Free cash flow per saham (FCFPS) = FCF/Jumlah Saham = Rp 395,22 miliar/3.154.092.216 = Rp 125,31. P/FCF = Harga/FCFPS = Rp 272/Rp 125,31 = 2,17×.
Untuk penjualan, pendapatan bersih semester I 2025 sebesar Rp 1,288 triliun jika dianualisasi menjadi Rp 2,577 triliun. Price to sales (P/S) = Market Cap/Penjualan = Rp 857,9 miliar/Rp 2,577 triliun = 0,33×. Ini berarti investor membayar 33 sen untuk setiap satu rupiah penjualan tahunan perusahaan, yang tergolong rendah untuk sektor manufaktur kertas.
Dividen kas terakhir dari laba 2023 sebesar Rp 12 per saham memberi dividend yield = Dividen/Harga = Rp 12/Rp 272 = 4,41% dan payout ratio historis sekitar 21%. Yield ini cukup menarik untuk investor income, namun keberlanjutannya tergantung pada kinerja laba bersih dan kas operasi di periode mendatang.
Jika disatukan, valuasi SPMA pada harga Rp 272 mencerminkan kombinasi yang menarik antara harga rendah terhadap laba, aset, penjualan, dan arus kas. PBV 0,35×, PER 8,0–8,18×, P/S 0,33×, P/CF 1,95×, dan P/FCF 2,17× semuanya mengarah ke posisi undervalued. Namun pertumbuhan laba yang stagnan, margin kotor tertekan, dan penurunan CFO di tengah kenaikan persediaan adalah risiko yang tidak boleh diabaikan.
✅ PER trailing = 8,18×
✅ PER estimasi 2025 = 8,0×
✅ PEG = 3,57×
✅ PBV = 0,35×
✅ P/TBV = 0,35×
✅ P/CF = 1,95×
✅ P/FCF = 2,17×
✅ P/S = 0,33×
✅ Dividend yield ≈ 4,41%
Valuasi rendah ini akan menjadi peluang hanya jika manajemen berhasil memulihkan margin dan memperkuat konversi laba menjadi kas. Jika tidak, harga yang murah bisa saja mencerminkan risiko operasional yang belum terselesaikan.
Ini bukan rekomendasi jual dan beli saham. Keputusan ada di tangan masing-masing investor.
Untuk diskusi lebih lanjut bisa lewat External Community Pintar Nyangkut di Telegram dengan mendaftarkan diri ke External Community menggunakan kode: A38138
Link Panduan https://stockbit.com/post/13223345
Kunjungi Insight Pintar Nyangkut di sini https://cutt.ly/ne0pqmLm
Sedangkan untuk rekomendasi belajar saham bisa cek di sini https://cutt.ly/Ve3nZHZf
https://cutt.ly/ge3LaGFx
Toko Kaos Pintar Nyangkut https://cutt.ly/XruoaWRW
Disclaimer: http://bit.ly/3RznNpU
$INKP $TKIM
1/7
EmitenNews.com - PT Suparma Tbk. (SPMA) per paruh pertama 2025 kali ini, membukukan laba bersih sebesar Rp53,06 miliar tumbuh 8,3% dibanding periode sama tahun sebelumnya yang tercatat Rp49 miliar.
Kinerja laba ditopang oleh laba selisih kurs senilai Rp3,76 miliar, berbalik dari rugi kurs sebesar Rp...
www.emitennews.com