Volume
Avg volume
PT Aesler Grup Internasional didirikan pada tanggal 04 Agustus 2017. Kantor pusat PT Aesler Grup Internasional berlokasi di Noble House 36th Floor 3E, Jl. Dr. Ide Anak Agung Gde Agung Kav. E 4.2 No.2 Mega Kuningan, Kuningan Timur, Setiabudi Kel. Kuningan Timur, Kec. Setiabudi, Jakarta Selatan 12950, Indonesia. Ruang lingkup kegiatan usaha RONY adalah bergerak dalam bidang aktitvitas arsitektur, penyelesaian konstruksi bangunan, aktivitas arsitektur dan keinsinyuran serta konsultasi teknis, dan aktivitas perancangan khusus. Saat ini, kegiatan usaha utama RONY adalah bergerak dalam bidang arsitektur aktivitas profesional, ilmia... Read More
$RONY https://cutt.ly/TrMq7BA9
Sejak turun dari DPR, Ahmad Sah-$RONY akan fokus backdoor listing.
Nasdem akan di backdoor kesini? Atau Media Group milik pak SP?
revenue rmb 2.6 miliar itu setara Rp 6 triliun. utk ukuran revenue batubara ini ngga besar. masih jauh dibanding revenue let say ITMG yg setaun Rp 30 triliun.
market cap $RONY yg skrng dah mau sentuh 4T. kurang make sense klo ke harga 50rb
$POLI LK Q2 2025: Banyak Aset Jadi Jaminan Utang
Lanjutan dari postingan di External Community Pintar Nyangkut di Telegram dengan Kode External Community A38138 https://stockbit.com/post/13223345
PT Pollux Hotels Group Tbk adalah emiten yang awalnya dikenal sebagai PT Pollux Investasi Internasional Tbk, berdiri sejak 2009 di Jakarta dan baru aktif beroperasi komersial 2018. Perusahaan ini melantai di Bursa Efek Indonesia lewat IPO pada akhir 2018. Kendali penuh tetap di tangan keluarga Po Sun Kok, yang memegang 56,95% saham, ditopang PT Pollux Properties Indonesia dengan 23% dan sisanya publik. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf
Pendiri grup Pollux adalah Po Sun Kok yang dikenal sebagai pengusaha asal Indonesia dengan posisi sentral dalam ekosistem Pollux baik di Indonesia maupun Singapura. Ia pernah menjabat ketua Pollux Properties Ltd di Singapura sekaligus presiden komisaris di sejumlah entitas dalam grup, mempertegas kendali keluarga. Perjalanan bisnisnya dimulai dari usaha garmen di Semarang pada awal 1970an yang kemudian bertransformasi ke sektor properti. Peralihan dari manufaktur ke real estat inilah yang melahirkan portofolio mall, apartemen, hotel, dan superblok di berbagai kota besar.
Ekspansi regional dijalankan lewat Pollux Properties Ltd yang berbasis di Singapura sebagai payung regional. Lini ini semakin menguat saat Pollux Properties Indonesia berdiri pada 2014 sebagai bagian dari jaringan keluarga Po Sun Kok. Struktur kendali perusahaan sejak awal diarahkan dalam pola keluarga, lalu diteruskan ke generasi kedua. Putranya, Nico Purnomo Po, menduduki posisi CEO Pollux Properties. Ia sempat masuk daftar miliarder baru berkat lonjakan harga saham pada 2019, sementara sang ayah tetap berada di kursi ketua dewan.
Di Indonesia kendali Po Sun Kok tercermin dalam banyak entitas anak dan perusahaan terkait di bawah Pollux Hotels Group Tbk dan Pollux Properties Indonesia Tbk. Ia tercatat menjabat komisaris atau ketua di PT Cakrawala Sakti Kencana, PT Graha Masindo Pratama, PT Bawen Investama Perdana, PT Graha Satu Tiga Tujuh dan berbagai entitas lain yang mengelola aset mall, hotel, maupun residensial. Untuk emiten POLI yang dulu bernama Pollux Investasi Internasional, kepemilikan pengendali tetap dipegang keluarga pendiri. Data bursa menunjukkan Po Sun Kok sebagai pemegang saham lebih dari 5% dan Pollux Properties Indonesia juga lebih dari 5%. POLI sendiri berperan sebagai holding properti yang memayungi aset mall, hotel, serta unit pengelolaan.Upgrade skill https://cutt.ly/ge3LaGFx
Portofolio proyek yang ikonik dan turut membesarkan nama Pollux adalah Meisterstadt di Batam yang digarap bersama keluarga Habibie lewat Pollux Habibie International. Proyek ini menjadi simbol strategi kolaborasi dengan pemilik lahan maupun figur nasional demi mempercepat pembiayaan konstruksi sekaligus mendorong pemasaran. Industri properti memberi pengakuan resmi saat Po Sun Kok meraih penghargaan Indonesia Top Property Leader Award pada 2019.
Dari sisi tata kelola, jajaran pengurusnya terdiri dari Teny Siti Febriyani sebagai komisaris utama, Brian Praneda komisaris independen, dan duet direksi Handojo Koentoro Setyadi serta Aswin Desmonda Rosidi. Struktur ini menunjukkan bahwa kendali strategis tetap erat di keluarga pendiri.
Direktur utama PT Pollux Hotels Group Tbk saat ini adalah Handojo Koentoro Setyadi. Status ini tercatat resmi di profil emiten Bursa Efek Indonesia dan kembali ditegaskan dalam hasil RUPS Tahunan 2025. Latar belakang akademisnya berasal dari bidang hukum, dengan gelar sarjana hukum yang diraih dari Universitas Tujuh Belas Agustus 1945 Jakarta pada 1992. Beberapa publikasi korporat dan basis data pasar keuangan juga mencatat usia serta kualifikasi akademiknya secara konsisten.Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf
Perjalanan kariernya erat dengan dunia pusat belanja dan properti. Handojo pernah memegang posisi general manager di Malioboro Mall Yogyakarta, kemudian berlanjut ke Plaza Ambarrukmo, Ciputra Semarang, dan sejumlah mal lain sebelum akhirnya masuk ke ekosistem Pollux. Catatan ini terekam pada berbagai direktori eksekutif independen yang menyoroti spesialisasi pengelolaan pusat belanja modern.
Di dalam grup Pollux sendiri, jejak kariernya sudah melintasi banyak peran. Ia sempat berkarya di PT Cakrawala Sakti Kencana dan tercatat pernah duduk sebagai komisaris PT Pollux Hotels Group Tbk pada periode sebelumnya, sebagaimana terlihat pada laporan keuangan konsolidasian 2023. Rangkap jabatan juga dijalani di luar POLI. Ia pernah menduduki posisi pimpinan di Aesler Grup Internasional Tbk RONY serta memegang jabatan puncak di PT Pollux Properties Indonesia Tbk, sehingga terlihat jelas jejaring profesionalnya yang luas di sektor properti.
Komisaris utama PT Pollux Hotels Group Tbk POLI adalah Teny Siti Febryani. Nama ini tercatat jelas dalam profil resmi emiten di Bursa Efek Indonesia dan dikukuhkan kembali melalui hasil RUPS Tahunan pada awal Juni 2025.Upgrade skill https://cutt.ly/ge3LaGFx
Pengangkatan teranyar Teny Siti Febryani sebagai komisaris utama dikukuhkan lewat keputusan RUPS 2025 yang menetapkan struktur dewan baru, dengan dirinya di posisi komisaris utama dan Brian Praneda sebagai komisaris independen. Masa jabatannya berlaku sampai dengan RUPS tahunan kelima sejak tanggal pengesahan. Hal ini sesuai dengan praktik tata kelola perusahaan terbuka yang mengatur masa jabatan dewan komisaris.
Selain di POLI, Teny Siti Febryani juga menduduki jabatan sebagai komisaris utama di PT Golden Flower Tbk. Laporan tahunan 2024 perusahaan tersebut menampilkan namanya sebagai presiden komisaris, lengkap dengan data usia yang saat itu 39 tahun.
Riwayat kariernya memperlihatkan pengalaman di bidang teknis dan manajerial. Ia pernah menjadi site manager di Matsumoto Konstruksi International pada periode 2017 sampai 2020. Setelah itu, ia berkarier di Pollux sebagai project manager sejak 2020. Jalur karier ini memperlihatkan perpaduan pengalaman lapangan dan kemampuan manajerial yang kemudian mengantarnya ke posisi pengawasan strategis.
Dari sisi pendidikan, Teny Siti Febryani merupakan lulusan Universitas Padjadjaran. Informasi ini tercatat dalam profil resmi dewan komisaris pada laporan tahunan Golden Flower, menegaskan latar akademisnya yang mendukung kiprah profesional di sektor konstruksi dan properti.
Keterkaitan afiliasi juga dijelaskan secara eksplisit. Laporan tahunan Golden Flower menyatakan bahwa ia tidak memiliki hubungan afiliasi dengan direksi, dewan komisaris lain, maupun pemegang saham pengendali. Pernyataan ini menegaskan independensinya dalam menjalankan fungsi pengawasan.Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf
Di luar lingkup Pollux dan Golden Flower, dia pernah jadi direktur utama Aesler Grup Internasional Tbk $RONY. Ia tercatat memberi pernyataan resmi sebagai direktur utama ketika menanggapi transaksi saham pada Januari 2024. Fakta ini menunjukkan jejaring profesionalnya meluas ke sektor lain, bukan hanya properti dan konstruksi.
Sebagai komisaris utama, perannya berfokus pada fungsi pengawasan, pemberian nasihat kepada direksi, serta memastikan penerapan prinsip good corporate governance. Implementasi tugas ini tampak melalui keterlibatannya dalam rapat dewan komisaris maupun rapat gabungan dengan direksi yang dilaporkan dalam dokumen tahunan.
Kinerja semester pertama 2025 di laporan laba rugi tampak cemerlang. Laba bersih melonjak 186,6% YoY, dari Rp 20,1 miliar menjadi Rp 57,6 miliar. Pendapatan ikut naik hampir dua kali lipat, dari Rp 186,5 miliar menjadi Rp 362,5 miliar atau tumbuh 94,3%. Laba kotor bertambah dari Rp 94,2 miliar ke Rp 172,7 miliar, sementara laba usaha naik dari Rp 60,8 miliar ke Rp 118,4 miliar. Secara akrual, margin bisnis pun impresif: gross profit margin 47,7%, operating margin 32,7%, net margin 15,9%. Di atas kertas, perusahaan terlihat sangat sehat dengan tingkat profitabilitas yang tinggi dibandingkan banyak pemain properti lain.
Namun, kalau dilihat dari arus kas, cerita berubah total. Arus kas dari operasi justru negatif Rp 51,9 miliar, padahal tahun lalu masih positif Rp 11,2 miliar. Penyebabnya adalah pembayaran ke pemasok Rp 193,5 miliar dan bunga utang Rp 53,3 miliar yang lebih besar dari penerimaan kas pelanggan Rp 202,9 miliar. Arus kas investasi juga negatif Rp 4,9 miliar karena akuisisi properti investasi, sementara arus kas pendanaan negatif Rp 11,1 miliar akibat cicilan utang bank lebih besar daripada utang baru. Total kas pun anjlok 68% hanya dalam enam bulan, dari Rp 99,2 miliar menjadi Rp 31,3 miliar. Ini red flag serius yang memperlihatkan kualitas laba rendah karena tidak dikonversi menjadi kas nyata.Upgrade skill https://cutt.ly/ge3LaGFx
Kalau ditelusuri ke segmen bisnis, developer tetap jadi tulang punggung. Dari Rp 180,7 miliar pendapatan segmen ini, Rp 175,2 miliar berasal dari penjualan apartemen. Kontribusinya ke laba bersih Rp 46,9 miliar, atau 81% dari total laba perusahaan. Segmen hotel menghasilkan Rp 54,1 miliar dengan laba Rp 11,6 miliar, sementara mall menyumbang Rp 112,5 miliar tapi ironisnya rugi Rp 679 juta. Badan pengelola dengan pendapatan Rp 15,2 miliar juga rugi Rp 180 juta. Artinya, selain developer, lini bisnis lain belum benar-benar memberikan sokongan laba, bahkan ada yang merugi.
Struktur aset per 30 Juni 2025 menunjukkan total Rp 4,27 triliun. Aset terbesar berupa properti investasi Rp 1,67 triliun (39,1%), persediaan Rp 1,05 triliun (24,6%), dan investasi di entitas asosiasi Rp 505,8 miliar (11,8%). Persediaan mayoritas berupa apartemen dan kondotel yang belum terjual. Dengan lebih dari 60% aset terkunci di properti investasi dan persediaan, tingkat likuiditas aset rendah. Ini berpotensi menjadi masalah jika perusahaan membutuhkan kas cepat untuk bayar kewajiban.
Dari sisi liabilitas, total utang mencapai Rp 2,18 triliun. Yang terbesar utang bank jangka panjang Rp 1,3 triliun, disusul pendapatan diterima di muka Rp 532,4 miliar dan utang bank jangka pendek Rp 86,2 miliar. Rasio gearing 1,03 kali, menandakan utang sedikit lebih besar dari modal sendiri. Utang terbesar berasal dari Bank Mandiri Rp 914,8 miliar dan BTN Rp 429,7 miliar. Properti investasi dan tanah dijaminkan ke bank untuk fasilitas ini. Catatan lain, perusahaan berkali-kali melakukan restrukturisasi utang dengan Bank Mandiri, sinyal adanya tekanan likuiditas berulang di masa lalu.
Produktivitas juga bisa dihitung dari data karyawan. Dengan kas dari pelanggan Rp 202,9 miliar semester I 2025 dan jumlah karyawan sekitar 573 orang, maka penerimaan kas per karyawan setara Rp 707 juta per tahun. Laba bersih per karyawan Rp 200,8 juta, dan pendapatan per karyawan Rp 1,26 miliar per tahun. Angka ini menunjukkan efisiensi operasional masih cukup baik, tetapi tetap kalah makna karena laba tersebut tidak didukung kas riil.
Cadangan lahan atau land bank Pollux cukup besar, tersebar di Semarang, Karawang, dan Ungaran. Beberapa entitas anak tercatat punya tanah signifikan, seperti PT Besen Citra Permata dengan 277.861 m² di Semarang, PT Scotia Sentosa Indonesia dengan 222.173 m² di Karawang, serta PT Bawen Investama Perdana dengan 159.682 m² di Bawen dan Ungaran. Aset tanah ini kalau dihitung potensi nilainya bisa menjadi modal pertumbuhan, tapi di neraca hanya tercatat di properti investasi. Dengan kondisi pasar properti yang fluktuatif, nilai realisasi tanah ini sangat tergantung pada kemampuan eksekusi proyek.Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf
Perbandingan margin antara laba akrual dan arus kas menunjukkan mismatch besar. CFO margin -14,3%, berbanding jauh dengan NPM 15,9%. Rasio CFO terhadap laba bersih -0,90 kali, artinya setiap Rp 1 laba bersih justru diikuti kehilangan Rp 0,90 kas dari operasi. Bagi investor, mismatch ini jelas alarm. Laba akrual bisa tampak manis, tapi tanpa arus kas, keberlanjutan bisnis diragukan. Situasi makin riskan karena perusahaan juga menanggung bunga utang yang cukup tinggi.
POLI tampil kinclong dengan pertumbuhan dua digit di semua lini profitabilitas. Namun di laporan arus kas, situasi justru memprihatinkan: kas terkuras, arus kas operasi negatif, dan posisi likuiditas melemah drastis. Aset memang besar, tapi terikat di properti dan tanah yang sulit diuangkan cepat. Utang besar, dijaminkan aset, dan beberapa kali restrukturisasi. Ketergantungan pada segmen developer pun memperbesar risiko jika pasar properti melemah. Secara keseluruhan, laba yang ditampilkan sulit dianggap sustainable tanpa perbaikan fundamental di kas operasi.
Neraca POLI sangat berat di aset properti. Jika dikumpulkan, properti investasi dan persediaan mencapai Rp 2,723 triliun atau 63,7% dari total aset. Angka ini turun sekitar 4,0% dibanding 31 Desember 2024 karena dua hal yang terjadi bersamaan, penyusutan pada properti investasi dan penurunan persediaan akibat pengakuan penjualan unit. Dengan struktur seperti ini, kekuatan laporan posisi keuangan jelas bertumpu pada aset yang sifatnya kurang likuid sehingga manajemen kas dan siklus proyek jadi kunci.
Properti investasi adalah kontributor terbesar. Nilai bukunya Rp 1,672,5 triliun, setara 39,1% dari total aset, turun tipis 0,9% dari Rp 1,688,2 triliun di akhir 2024. Penurunan bukan karena pelepasan aset, melainkan laju penyusutan yang menggerus nilai buku. Kalau dilihat dari biaya perolehan, komposisinya didominasi bangunan sekitar 65,1% atau Rp 1,373,1 triliun, disusul tanah 24,0% atau Rp 507,3 miliar, mesin dan instalasi 7,4% atau Rp 155,3 miliar, dan sisanya peralatan serta konstruksi sekitar 3,5% atau Rp 74,6 miliar. Artinya portofolio ini memang berorientasi pendapatan sewa dan kenaikan nilai bangunan, bukan sekadar land banking pasif.Upgrade skill https://cutt.ly/ge3LaGFx
Sisi penting yang tidak bisa diabaikan, porsi besar properti investasi dijadikan agunan kredit. Fasilitas ke Bank Mandiri yang total outstandingnya Rp 914,8 miliar ditopang jaminan tanah dan bangunan Paragon City Mall dan Po Hotel Semarang. Fasilitas ke BTN senilai Rp 429,7 miliar dijaga oleh kombinasi tiga hotel dan apartemen di Semarang serta 843 unit apartemen Pollux Chadstone Cikarang. Ada juga fasilitas lebih kecil ke BNI sekitar Rp 8,5 miliar yang dijamin kondotel Lombok, serta ke OK Bank sekitar Rp 29,1 miliar yang dijamin tanah di Semarang. Implikasinya jelas, ruang manuver untuk menjaminkan aset tambahan makin terbatas dan kewajiban menjaga tingkat hunian serta arus sewa yang stabil jadi semakin krusial agar covenant tetap aman.
Persediaan POLI nilainya Rp 1,050 triliun atau 24,6% dari total aset, turun 8,6% dari Rp 1,148 triliun di akhir 2024. Penurunan ini sejalan dengan realisasi penjualan unit yang sebelumnya tercatat sebagai barang jadi, bukan karena penurunan nilai. Struktur persediaan masih didominasi barang jadi Rp 628,1 miliar atau 59,8% yang hampir seluruhnya unit apartemen Rp 624,3 miliar. Sisanya pekerjaan dalam penyelesaian Rp 415,4 miliar atau 39,5% terbagi antara apartemen Rp 282,0 miliar dan kondotel Rp 133,4 miliar, lalu perlengkapan Rp 6,9 miliar. Dengan komposisi seperti ini, perputaran persediaan akan sangat ditentukan oleh kecepatan serah terima dan penagihan, bukan hanya penjualan marketing secara akrual.
Berbeda dengan properti investasi yang jelas disebut sebagai agunan, LK POLI tidak menegaskan apakah persediaan tertentu juga dijaminkan. Namun melihat pola pengikatan bank terhadap proyek apartemen yang menghasilkan arus kas, wajar mengasumsikan sebagian pipeline yang sudah matang bisa turut menjadi bagian dari paket jaminan. Praktis, pengelolaan proyek harus disiplin waktu agar tidak terjadi mismatch antara jadwal pembayaran ke kontraktor dan arus kas masuk dari pelanggan yang diikat oleh progres fisik dan administrasi KPR.Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf
Cadangan lahan diletakkan di pos properti investasi, bukan persediaan. Lokasinya terkonsentrasi di Semarang dan sekitarnya, dengan kantong penting lain di Karawang serta Bawen dan Ungaran. Beberapa nama entitas anak yang memegang lahan besar antara lain PT Besen Citra Permata sekitar 277.861 m² tersebar di Semarang dan Bukit Sentul, PT Scotia Sentosa Indonesia 222.173 m² di Karawang, dan PT Bawen Investama Perdana sekitar 159.682 m² di Bawen dan Ungaran. Ada pula PT Siliwangi Bimantara Perdana 83.913 m², PT Morindo Masindo 37.592 m², PT Mataram Gemilang Abadi 41.482 m², PT Bumi Wardana 9.265 m², serta bidang yang lebih kecil di koridor Pandanaran dan sekitarnya. Total land bank yang teridentifikasi sekitar 844.185 m².
Sebagian bidang tanah tersebut secara eksplisit sudah terikat sebagai agunan, misalnya tanah milik Bawen Investama Perdana dan Bumi Wardana yang menjadi jaminan fasilitas OK Bank. Sisanya tidak selalu disebut per aset, tetapi kesimpulan umumnya tetap sama, aset tanah yang strategis cenderung melekat pada paket pembiayaan. Konsekuensinya, monetisasi lahan melalui divestasi parsial atau sekuritisasi arus sewa bisa tidak leluasa tanpa persetujuan kreditur. Di sisi lain, ini juga menandakan bank memandang kualitas asetnya memadai untuk dijadikan penyangga risiko kredit.
Kalau ditautkan ke kinerja operasional, kombinasi properti investasi yang menghasilkan sewa dan persediaan yang bertransformasi menjadi penjualan unit seharusnya mampu menimbulkan arus kas operasional yang stabil. Kenyataannya semester pertama 2025 justru menunjukkan CFO negatif. Dengan struktur aset yang berat di properti dan sebagian besar diagunkan, setiap perlambatan penagihan, keterlambatan progres, atau kenaikan biaya bunga akan segera terasa ke kas. Risiko paling nyata adalah tekanan likuiditas jangka pendek, bukan hilangnya nilai aset jangka panjang.
Dari kaca mata pengembalian, properti investasi dengan dominasi bangunan menuntut tingkat hunian dan harga sewa yang memadai agar depresiasi yang menggerus nilai buku tertutup oleh hasil sewa bersih. Untuk persediaan, kuncinya ada pada kecepatan konversi WIP menjadi barang jadi, lalu menjadi penjualan kas. Ukuran praktis yang perlu diawasi adalah perputaran persediaan per proyek, rata rata hari piutang serah terima, rasio DP pelanggan yang sudah cair dibanding progres fisik, serta coverage beban bunga oleh arus sewa dan kas pelanggan.Upgrade skill https://cutt.ly/ge3LaGFx
Secara strategis, land bank yang luas di Semarang dan Karawang memberi dua opsi. Pertama, dikembangkan bertahap agar beban modal tersebar dan arus kas proyek saling menopang. Kedua, diolah menjadi sumber pendanaan kreatif seperti joint development, KSO, atau pelepasan terbatas atas bidang non inti untuk memperkuat kas tanpa memperbesar utang berbunga. Pilihan ini akan lebih bernilai kalau disinkronkan dengan profil jatuh tempo fasilitas Mandiri dan BTN agar tidak terjadi puncak kebutuhan kas bersamaan.
Inti ceritanya, aset properti Pollux besar dan relatif strategis, tetapi struktur pembiayaan yang bertumpu pada agunan membuat disiplin eksekusi menjadi garis pembeda antara neraca yang aman dan neraca yang kering kas. Selama properti investasi menjaga okupansi dan yield, serta persediaan berputar sesuai jadwal, nilai buku yang turun tipis karena penyusutan tidak masalah. Begitu ada gangguan ritme, dampaknya langsung ke CFO dan kas, karena ruang refinancing dan top up agunan tidak seleluasa pelaku yang masih memiliki aset bebas. Titik tekannya ada pada kecepatan konversi aset menjadi arus kas, bukan sekadar pertumbuhan nilai buku.
Kondisi keuangan POLI memang unik. Laporan laba rugi terlihat sangat bagus, tetapi laporan arus kas memberi cerita sebaliknya. Laba bersih melonjak 186,6% menjadi Rp 57,6 miliar, namun kas perusahaan justru terkuras habis. Ibarat orang bergaji tinggi, gaya hidup dan cicilan besar bikin dompet tetap kosong setiap akhir bulan. Inilah red flag utama yang patut dicermati.
Jika diperiksa arus kasnya, masalah terlihat jelas. Arus kas operasi justru negatif Rp 51,9 miliar, padahal periode yang sama tahun lalu masih positif Rp 11,2 miliar. Ini berarti pendapatan dari pelanggan tidak cukup untuk menutup pembayaran ke pemasok dan beban bunga yang membengkak. Akibatnya kas turun drastis Rp 67,9 miliar hanya dalam enam bulan, dari Rp 99,2 miliar menjadi Rp 31,3 miliar. Ironisnya, ketiga aktivitas utama operasi, investasi, dan pendanaan sama-sama menyedot kas.
Masalah kas makin berat karena POLI punya utang jangka panjang Rp 1,38 triliun. Dari jumlah ini, bunga yang harus dibayar mencapai Rp 53,3 miliar dalam enam bulan pertama 2025. Tekanan bunga tersebut memakan laba operasi dan membuat profitabilitas akrual sulit dikonversi menjadi uang nyata. Hampir seluruh properti penting seperti Paragon City Mall, Po Hotel, berbagai apartemen dan hotel di Semarang hingga Pollux Chadstone di Cikarang sudah diagunkan ke bank. Jika terjadi gagal bayar, aset vital bisa berpindah tangan.
Artinya laba yang dilaporkan tidak berbanding lurus dengan kemampuan bayar. Perusahaan terlihat untung di laporan akrual, tetapi di dunia nyata kas terus terbakar. Situasi ini membuat POLI berada di persimpangan jalan, tetap melanjutkan bisnis dengan kas yang menipis atau mencari pendanaan eksternal agar tidak tergelincir ke masalah likuiditas yang lebih parah.
Ada tiga opsi realistis. Pertama rights issue. Kedua private placement. Ketiga mendatangkan investor strategis. Rights issue relatif berisiko tinggi karena investor publik biasanya mau menaruh uang hanya jika yakin fundamental perusahaan kuat. Dengan arus kas operasi negatif besar dan kas makin menipis, kepercayaan pasar bisa rendah. Kalau minat investor kecil, rights issue bisa gagal dan justru merusak sentimen.
Private placement lebih masuk akal. Prosesnya lebih cepat, tidak bergantung pada publik luas, dan bisa diarahkan ke investor tertentu yang berkapasitas finansial. Investor institusional atau dana properti bisa melihat nilai tersembunyi dari aset dan cadangan lahan POLI. Mereka mungkin berani masuk meski arus kas sedang bermasalah, dengan asumsi jangka panjang lahan-lahan itu bisa dikembangkan.Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf
Opsi terbaik adalah mencari investor strategis. Ini bukan sekadar mencari uang, melainkan mitra yang bisa membawa keahlian, jaringan bisnis, serta akses pembiayaan yang lebih murah. Investor strategis bisa berupa perusahaan properti besar, dana private equity, atau konglomerat. Mereka dapat membantu restrukturisasi utang, memperbaiki manajemen arus kas, dan mempercepat pengembangan cadangan lahan. Masuknya investor strategis juga akan menjadi sinyal positif ke pasar dan kreditur.
Jika ada investor strategis bereputasi baik yang masuk, posisi POLI dalam negosiasi dengan bank menjadi lebih kuat. Restrukturisasi atau perpanjangan jatuh tempo utang bisa lebih mudah dicapai. Investor semacam ini biasanya tidak hanya menyuntikkan dana, tetapi juga menata ulang strategi bisnis agar lebih sehat. Jadi bukan hanya soal menutup lubang likuiditas, melainkan juga memperbaiki fondasi bisnis.
Dengan kondisi laba akrual yang bagus tetapi kas berdarah-darah, POLI perlu bersikap realistis. Rights issue sulit berhasil, private placement mungkin bisa menjadi pilihan jangka pendek, namun strategi jangka panjang tetap mencari investor strategis. Dengan langkah itu, POLI bisa melunasi cicilan utang, memperbaiki likuiditas, sekaligus mengoptimalkan aset dan cadangan lahan yang selama ini hanya tercatat di neraca.
Valuasi saham POLI di harga Rp 765 per lembar sebenarnya punya cerita yang menarik karena di atas kertas terlihat murah, tapi kalau dibedah lebih dalam justru menyimpan banyak tanda tanya. Dari laporan keuangan interim per 30 Juni 2025, POLI mencatat laba bersih Rp 57,6 miliar di enam bulan pertama. Kalau angka ini kita annualise, hasilnya Rp 115,3 miliar setahun dengan pendapatan Rp 725 miliar. Rasio PER di harga sekarang hanya 13,3 kali, masuk akal untuk sektor properti. Dari sisi ekuitas, total modal sendiri Rp 2,09 triliun sehingga nilai buku per saham Rp 1.042. Dengan harga pasar Rp 765, rasio PBV hanya 0,73 kali, terlihat undervalued. Bahkan kalau goodwill dikeluarkan, TBV per saham masih Rp 982 dan rasio P/TBV 0,78 kali, tetap di bawah 1.
Masalah muncul ketika kita menoleh ke arus kas. CFO sepanjang semester I-2025 justru minus Rp 51,9 miliar, atau kalau diannualise defisit Rp 103,8 miliar. Artinya, laba yang ditunjukkan laporan laba rugi tidak menghasilkan uang masuk ke kas, malah keluar lebih dari Rp 100 miliar setahun untuk menjalankan bisnis. Free Cash Flow setelah dikurangi capex juga negatif Rp 113,6 miliar. Rasio P/FCF otomatis ikut negatif. Jadi valuasi yang terlihat murah di PER dan PBV, dalam kenyataan kas justru mahal karena perusahaan butuh tambahan dana untuk bertahan.
Dari sisi struktur modal, kapitalisasi pasar POLI Rp 1,54 triliun. Utang berbunga total Rp 1,38 triliun, dikurangi kas Rp 31,3 miliar, menghasilkan net debt Rp 1,35 triliun. Maka Enterprise Value tembus Rp 2,89 triliun. Dengan EBIT tahunan Rp 236,9 miliar dan EBITDA Rp 297 miliar, rasio EV/EBITDA 9,7 kali dan EV/EBIT 12,2 kali. Secara teori, angka ini tidak jelek, bahkan EV/EBITDA di bawah 10 kali biasanya dianggap menarik. Beban bunga Rp 106,6 miliar setahun masih tertutup EBITDA dengan DSCR 2,79 kali. Jadi dari sisi profit operasional, POLI masih terlihat sanggup. Masalahnya lagi-lagi kembali ke konversi laba ke kas.
Kalau kita tarik ke aset tanah, justru tersimpan nilai tersembunyi. Lahan di Pekunden Pandanaran misalnya tercatat Rp 10,19 juta per meter, padahal harga pasar di listing bisa Rp 20 sampai Rp 60 juta. Di Pleburan tercatat Rp 3,25 juta per meter, pasar bisa Rp 7 sampai Rp 40 juta. Diskon terbesar ada di Banyumanik dan Bawen yang hanya dicatat Rp 124 ribu sampai Rp 51 ribu per meter, sementara harga pasar sudah Rp 1,8 juta sampai Rp 7,5 juta. Selisih ini menggambarkan bahwa kalau tanah-tanah lama ini dinilai ulang, nilai aset POLI bisa melonjak jauh di atas angka buku. Dengan simulasi sederhana, NAV per saham bisa naik ke kisaran Rp 1.500 sampai Rp 1.800, artinya harga Rp 765 justru di bawah nilai aset riil.
Di sinilah paradoks POLI. Di neraca, perusahaan tampak kaya aset dengan diskon besar terhadap harga pasar. Tapi di laporan arus kas, perusahaan defisit dan butuh utang untuk menopang operasional. Jadi valuasinya seperti koin dua sisi. Dari PER, PBV, dan potensi lahan, terlihat murah. Dari CFO, FCF, dan leverage, terlihat riskan bahkan overvalued. Investor yang mau masuk ke POLI harus yakin manajemen bisa memonetisasi lahan, mempercepat serah terima proyek, dan mengubah backlog Rp 532,4 miliar menjadi kas nyata. Tanpa itu, harga Rp 765 lebih mencerminkan harapan daripada realita keuangan.
Situasi POLI sekarang seperti orang yang punya banyak tanah dan gedung tetapi tidak punya cukup uang di rekening. Untuk bertahan, mereka perlu partner yang bisa membantu bukan hanya dengan modal, tetapi juga dengan strategi. Tanpa itu, laba di atas kertas bisa berubah menjadi sekadar angka yang tidak memberi makna bagi kelangsungan bisnis.
Ini bukan rekomendasi jual dan beli saham. Keputusan ada di tangan masing-masing investor.
Untuk diskusi lebih lanjut bisa lewat External Community Pintar Nyangkut di Telegram dengan mendaftarkan diri ke External Community menggunakan kode: A38138
Link Panduan https://stockbit.com/post/13223345
Kunjungi Insight Pintar Nyangkut di sini https://cutt.ly/ne0pqmLm
Sedangkan untuk rekomendasi belajar saham bisa cek di sini https://cutt.ly/Ve3nZHZf
https://cutt.ly/ge3LaGFx
Toko Kaos Pintar Nyangkut https://cutt.ly/XruoaWRW
Disclaimer: http://bit.ly/3RznNpU
1/9
$RONY https://cutt.ly/VrB36V1Z
saya WTB $RONY
semua urusan kami handle. Senin langsung bisa transaksi, lot kecil maupun besar oke. dm saja kalau tertarik.