Volume
Avg volume
PT Roda Vivatex Tbk merupakan perusahaan yang menyewakan gedung perkantoran melalui anak usahanya. Gedung perkantorannya antara lain adalah RDTX Tower, Menara Standard Chartered, dan Menara PHE. Perseroan mulai berproduksi secara komersial usaha industri tekstil (kain) pada tahun 1983 dan saat ini kegiatan-kegiatan usaha industri tekstil (kain) telah dihentikan operasinya terhitung sejak Juli 2014. Saat ini aktivitas Perseroan meliputi investasi dalam saham entitas anak yang bergerak dalam bidang penyewaan ruang perkantoran.
RDTX: Menunggu Value Unlcok Benoa, BSD, Menteng Dalam.
Emiten ini cocok untuk investor yang ingin mendiversifikasikan portofolio saham berdividennya, namun kurang cocok bagi investor yang berniat memanen capital gain dalam jangka pendek. Bukan karena $RDTX tidak bisa naik harga sahamnya, tetapi karena likuiditas hariannya sangat kering. Bahkan bid-offer pun kadang hanya 1 lot 1 lot. Untuk alokasi Rp100 juta saja, saya rasa sulit untuk akumulasi tanpa menggerakkan harga pasar. Jadi, bagi investor yang tidak cocok dengan kriteria ini, silakan cukup membaca sampai sini. Tapi kalau merasa sesuai, mari lanjut.
Saya pribadi tertarik karena struktur keuangan perusahaan sangat bersih. Ekuitas Rp3 triliun dari total aset Rp3,4 triliun, artinya hanya Rp400 miliar berasal dari kewajiban. Perusahaan sepenuhnya dibiayai oleh modal sendiri, tanpa utang bank, dan memegang kas serta investasi likuid senilai sekitar Rp900 miliar. Ini memberi fleksibilitas besar untuk menghadapi krisis atau ekspansi tanpa ketergantungan pada pinjaman.
Portofolio properti RDTX mencakup empat gedung perkantoran: Menara Mandiri Inhealth, Menara RDTX Square, Menara PHE, dan Menara RDTX Place. Tiga gedung sudah memiliki tingkat okupansi di atas 90%, sementara RDTX Place masih berada di 61%. Namun, meskipun okupansi meningkat, pendapatan sewa stagnan. Contohnya, pendapatan Menara PHE hanya tumbuh 1% meski okupansinya 100%, dan pendapatan RDTX Square justru turun meski okupansi naik. Hanya segmen parkir yang menunjukkan pertumbuhan agresif, meski kontribusinya masih kecil secara total.
Kondisi ini mencerminkan realitas industri. Pasar perkantoran Jakarta masih mengalami oversupply. Menurut Colliers Q1 2025, tingkat okupansi kawasan CBD hanya 74,5% dengan vacancy rate di kisaran 25%. Tidak ada tambahan supply besar tahun ini, namun pertumbuhan permintaan juga stagnan. Knight Frank mencatat pasokan baru 183.000 meter persegi pada 2024–2025, sementara kenaikan harga sewa hanya 4,1% secara tahunan. Dalam kondisi seperti ini, menunda pembangunan gedung baru dan menjaga kas menjadi langkah rasional.
Dari sisi investasi non-operasional, RDTX mengalokasikan dana sekitar Rp521 miliar ke instrumen pasar, dan komposisinya mencerminkan strategi alokasi yang cukup matang. Sekitar Rp265 miliar dialokasikan ke saham perusahaan terbuka, mayoritas adalah emiten yang rutin membagikan dividen. Rp115 miliar ditempatkan di reksa dana pasar uang, dan sisanya ke obligasi pemerintah dan korporasi seperti FR0081, INKP, dan MDKA. Struktur ini menunjukkan pendekatan barbell yang seimbang antara potensi pertumbuhan dan stabilitas. Instrumen ekuitas memberi peluang capital gain sekaligus dividen tahunan meskipun harga saham bisa berfluktuasi. Di sisi lain, obligasi dan reksa dana pasar uang berperan sebagai penyeimbang melalui kupon tetap dan likuiditas harian. Dengan kata lain, RDTX tidak sekadar menyimpan kas pasif, tetapi membangun portofolio investasi yang mampu mengimbangi volatilitas sambil tetap menghasilkan arus kas. Ini menjadi pembelajaran menarik tentang bagaimana perusahaan properti mengelola dana idle secara pruden namun tetap produktif.
Di luar aset likuid, ada juga aset non-likuid berupa tanah di lokasi strategis:
• Desa Benoa, Bali, seluas 7,2 hektare
• BSD City, seluas 2,7 hektare
• Menteng Dalam, Jakarta Selatan, seluas 1,4 hektare
Dalam wawancara bersama Kontan tahun 2021, Direktur Utama RDTX, Bapak Wiriady Wijaya, menjelaskan bahwa tanah di Benoa awalnya direncanakan untuk kawasan wisata, namun eksekusinya tertunda karena pandemi. Tanah BSD masih dalam tahap pengurusan dokumen kepemilikan, dan Menteng Dalam disewakan sementara ke pihak ketiga untuk mencegah okupasi liar. Bapak Wiriady menyampaikan, “Setelah selesai, kami baru akan menjajaki pembangunan. Belum ada rencana konkret tapi sepertinya akan bangun gedung perkantoran juga.”
Namun, tanah di Benoa telah dibeli sejak 2010–2012 dan hingga kini belum dimanfaatkan. Berdasarkan PP 20 Tahun 2021 tentang Penertiban Kawasan dan Tanah Telantar, tanah HGB yang tidak dimanfaatkan sesuai peruntukannya selama dua tahun berturut-turut dapat diklasifikasikan sebagai tanah telantar dan dicabut haknya secara administratif. Jika pemerintah menilai lahan ini tidak dimanfaatkan secara nyata, ada potensi kehilangan hak atas tanah. Ini menjadikan Benoa sebagai titik risiko laten yang layak diawasi.
Di sisi lain, jika ketiga lahan tersebut dikembangkan menjadi properti komersial, RDTX berpeluang menambah pendapatan secara signifikan di luar gedung eksisting. Namun hingga kini belum ada pergerakan konkret.
Worst case scenario dari emiten ini adalah stagnasi laba dan dividen, tapi tidak merugi. Struktur tanpa utang dan dividen yield saat ini sekitar 7% menjadikan RDTX tetap menarik bagi investor yang mengutamakan kestabilan pendapatan pasif dibanding pertumbuhan harga jangka pendek. Yang penting, pahami karakter sahamnya: minim utang, aset nyata, namun tidak likuid dan menyimpan risiko regulasi jika tanah non-produktif terus dibiarkan.
$RDTX 27 May 25
Shareholder : Turniady Widjaja
Type : Local
Bought : +600 (+0.01%)
Current : 50,386,700 (18.75%)
Previous : 50,386,100 (18.74%)
$RDTX 23 May 25
Shareholder : Turniady Widjaja
Type : Local
Bought : +200 (0.00%)
Current : 50,386,100 (18.74%)
Previous : 50,385,900 (18.74%)
$RDTX 22 May 25
Shareholder : Turniady Widjaja
Type : Local
Bought : +400 (0.00%)
Current : 50,385,900 (18.74%)
Previous : 50,385,500 (18.74%)
$RDTX 21 May 25
Shareholder : Turniady Widjaja
Type : Local
Bought : +1,000 (0.00%)
Current : 50,385,500 (18.74%)
Previous : 50,384,500 (18.74%)
Tiap lihat saham-saham hype yang lagi naik atau nyungsep, nama Stockbit Sekuritas sering nongol di top buyer-seller. Lumayan aktif. Nah, dari situ saya iseng mikir: “Kalau sekuritas ini IPO dan bagi dividen, bisa jadi saham dividen yang menarik nggak ya?”
Saya coba hitung. Tahun 2024, mereka catat laba bersih sekitar Rp27,8 miliar. Misalnya aja mereka bagi 50% dari laba itu buat dividen, totalnya jadi Rp13,9 miliar.
Lanjut ke pertanyaan berikutnya: biar dapet dividend yield yang menarik katakanlah 8 sampai 10 persen harus beli di valuasi berapa?
Jawabannya:
Kalau mau yield 10%, valuasinya mesti di Rp139 miliar, Kalau mau yield 8%, valuasinya sekitar Rp173 miliar
Artinya, andai mereka IPO dan market ngasih harga segitu, ya ini bisa jadi kandidat menarik buat investor yang suka cuan tahunan model dividen.
Tapi kalau valuasinya ketinggian, ya… dividend yield-nya jadi zonk. Dan kalau suatu hari sahamnya ikutan nyungsep bareng saham-saham yang biasa ditradingin sobat XL mania… ya bisa-bisa malah jadi bahan petuah khas Stream:
“Lah, sekuritasnya aja nyangkut, apalagi kita.”
Soalnya beneran saya mikir aja… gile tiap ada yang nyungsep atau naik nongol muluu ini XL di top 5. asik kali ye kalo IPO, nanti RUPSnya di $RDTX kayak acara ngopi di stockbit 🤣🤣
$RDTX 10 Apr 25
Shareholder : Turniady Widjaja
Type : Local
Bought : +300 (0.00%)
Current : 50,384,500 (18.74%)
Previous : 50,384,200 (18.74%)