


Volume
Avg volume
PT Dayamitra Telekomunikasi Tbk. (MTEL) atau Mitratel adalah salah satu anak perusahaan PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk. yang bergerak di bidang penyediaan infrastruktur telekomunikasi. Mitratel mulai menapaki bisnis menara telekomunikasi sejak tahun 2008. Sampai saat ini, Mitratel telah mengelola lebih dari 28.000 menara telekomunikasi yang tersebar di seluruh Indonesia. Semua operator seluler Indonesia telah menjadi tenant dengan menempatkan perangkat BTSnya di menara Mitratel.
$MTEL tampak akumulasi konsisten udah konfirm A2, dengan volume dan inflow yang rutin terlihat power buy rutin 90 %.. berdasar data vpa makan mtel akn bis tembus ke 700 terdekat

$TOWR $MTEL 5G nunggu ketuk palu untuk dikebut,investor,vendor sdh ketatkan ikan pinggang pengen karejo tok tok tok
FIXED CLOSING
-------------------------------
[WATCHLIST ONLY : 143 EMITEN]
Senin, 24 November 2025 15:59
Saham potensial gap-up/down di CLOSING market, diurut berdasarkan nilai persentase:
(cukup pantau baris paling atas dan paling bawah untuk cek gap terbesar):
GAP UP:
🔼 $INDF gap up ke 7450 (+275 / +3.83%) dari 7175
🔼 $EMTK gap up ke 1295 (+35 / +2.78%) dari 1260
🔼 $MTEL gap up ke 580 (+15 / +2.65%) dari 565
🔼 TLKM gap up ke 3700 (+80 / +2.21%) dari 3620
🔼 LPIN gap up ke 458 (+6 / +1.33%) dari 452
🔼 HMSP gap up ke 840 (+10 / +1.2%) dari 830
🔼 BMRI gap up ke 5100 (+50 / +0.99%) dari 5050
🔼 PTBA gap up ke 2330 (+20 / +0.87%) dari 2310
🔼 TAPG gap up ke 1765 (+15 / +0.86%) dari 1750
🔼 UNVR gap up ke 2670 (+20 / +0.75%) dari 2650
🔼 BTPS gap up ke 1375 (+10 / +0.73%) dari 1365
🔼 ULTJ gap up ke 1425 (+10 / +0.71%) dari 1415
🔼 INKP gap up ke 7625 (+50 / +0.66%) dari 7575
🔼 BBCA gap up ke 8475 (+50 / +0.59%) dari 8425
🔼 ADRO gap up ke 1875 (+10 / +0.54%) dari 1865
🔼 TBIG gap up ke 1980 (+10 / +0.51%) dari 1970
🔼 ITMG gap up ke 22250 (+100 / +0.45%) dari 22150
GAP DOWN:
🔽 BYAN gap down ke 17525 (-50 / -0.28%) dari 17575
🔽 BBRI gap down ke 3980 (-20 / -0.5%) dari 4000
🔽 CPIN gap down ke 4730 (-30 / -0.63%) dari 4760
🔽 TINS gap down ke 3000 (-20 / -0.66%) dari 3020
🔽 HRTA gap down ke 1385 (-10 / -0.72%) dari 1395
🔽 BBNI gap down ke 4390 (-40 / -0.9%) dari 4430
🔽 ANTM gap down ke 2930 (-30 / -1.01%) dari 2960
🔽 PTPP gap down ke 366 (-4 / -1.08%) dari 370
🔽 INCO gap down ke 3860 (-50 / -1.28%) dari 3910
🔽 MDKA gap down ke 2300 (-30 / -1.29%) dari 2330
🔽 GGRM gap down ke 15175 (-225 / -1.46%) dari 15400
🔽 HAIS gap down ke 222 (-4 / -1.77%) dari 226
🔽 WIFI gap down ke 3730 (-70 / -1.84%) dari 3800
🔽 DSNG gap down ke 1670 (-35 / -2.05%) dari 1705
Cek ulang semuanya dan IEP bisa berubah smp menit terakhir. Salam Cuan.
[WATCHLIST ONLY : 143 EMITEN]
Senin, 24 November 2025 15:54
Saham potensial gap-up/down di CLOSING market, diurut berdasarkan nilai persentase:
(cukup pantau baris paling atas dan paling bawah untuk cek gap terbesar):
GAP UP:
🔼 $MTEL gap up ke 585 (+20 / +3.54%) dari 565
🔼 EMTK gap up ke 1295 (+35 / +2.78%) dari 1260
🔼 TLKM gap up ke 3720 (+100 / +2.76%) dari 3620
🔼 INDF gap up ke 7300 (+125 / +1.74%) dari 7175
🔼 ADRO gap up ke 1890 (+25 / +1.34%) dari 1865
🔼 LPIN gap up ke 458 (+6 / +1.33%) dari 452
🔼 INKP gap up ke 7675 (+100 / +1.32%) dari 7575
🔼 HMSP gap up ke 840 (+10 / +1.2%) dari 830
🔼 UNVR gap up ke 2680 (+30 / +1.13%) dari 2650
🔼 BMRI gap up ke 5100 (+50 / +0.99%) dari 5050
🔼 ACES gap up ke 430 (+4 / +0.94%) dari 426
🔼 TUGU gap up ke 1085 (+10 / +0.93%) dari 1075
🔼 BBCA gap up ke 8500 (+75 / +0.89%) dari 8425
🔼 PTBA gap up ke 2330 (+20 / +0.87%) dari 2310
🔼 TAPG gap up ke 1765 (+15 / +0.86%) dari 1750
🔼 JPFA gap up ke 2420 (+20 / +0.83%) dari 2400
🔼 BTPS gap up ke 1375 (+10 / +0.73%) dari 1365
🔼 ITMG gap up ke 22250 (+100 / +0.45%) dari 22150
GAP DOWN:
🔽 BYAN gap down ke 17500 (-75 / -0.43%) dari 17575
🔽 TBIG gap down ke 1960 (-10 / -0.51%) dari 1970
🔽 TINS gap down ke 3000 (-20 / -0.66%) dari 3020
🔽 PTPP gap down ke 366 (-4 / -1.08%) dari 370
🔽 HRTA gap down ke 1380 (-15 / -1.08%) dari 1395
🔽 UNTR gap down ke 27025 (-300 / -1.1%) dari 27325
🔽 ICBP gap down ke 8275 (-100 / -1.19%) dari 8375
🔽 BLUE gap down ke 3060 (-40 / -1.29%) dari 3100
🔽 MDKA gap down ke 2300 (-30 / -1.29%) dari 2330
🔽 ANTM gap down ke 2920 (-40 / -1.35%) dari 2960
🔽 BBNI gap down ke 4370 (-60 / -1.35%) dari 4430
🔽 INCO gap down ke 3850 (-60 / -1.53%) dari 3910
🔽 WIFI gap down ke 3740 (-60 / -1.58%) dari 3800
🔽 BBRI gap down ke 3930 (-70 / -1.75%) dari 4000
🔽 HAIS gap down ke 222 (-4 / -1.77%) dari 226
🔽 $DSNG gap down ke 1655 (-50 / -2.93%) dari 1705
🔽 $GGRM gap down ke 14800 (-600 / -3.9%) dari 15400
Cek ulang semuanya dan IEP bisa berubah smp menit terakhir. Salam Cuan.
$ANTM $MTEL $ADMR media banyak prediksi katanya katanya katanya market akan crash,,, ya kita tungguin crash ajalah ya 🤑
Sumber :
1. Equity Research Ciptadana - Sinergi Inti Andalan Prima (INET) 18 Nov 2025
2. Olahan data sendiri dibentuk ke excel.
A. Tinjauan dan Kondisi Pasar Makro Digital Indonesia
Pasar telekomunikasi dan infrastruktur digital Indonesia menunjukkan kondisi yang unik. Penggunaan layanan digital sudah sangat tinggi, tetapi kualitas dan jangkauan internet rumah (fixed broadband/FBB) masih tertinggal. Karena kesenjangan ini, Indonesia sering digambarkan memiliki “massive untapped potential”, yaitu potensi besar yang belum dimanfaatkan sepenuhnya, sehingga menjadi daya tarik utama bagi investasi infrastruktur digital yang lebih modern.
Catatan :
1. FTTH (Fiber To The Home) adalah jaringan fiber optik yang ditarik langsung sampai ke rumah pelanggan.
Ciri-ciri utama:
100% menggunakan kabel fiber optik dari pusat sampai ke rumah.
Kecepatan stabil (upload dan download biasanya lebih seimbang).
Latency sangat rendah.
Cocok untuk streaming, gaming, CCTV cloud, work from home, dll.
Contoh layanan FTTH di Indonesia:
Indihome Fiber (Telkom)
Biznet Home
MyRepublic
First Media (sebagian wilayah hybrid, tapi semakin banyak ke FTTH)
Oxygen
Iconnet
2. FBB (Fixed Broadband) adalah istilah kategori layanan internet rumah berbasis jaringan tetap (fixed).
Ini adalah kategori besar yang di dalamnya ada berbagai teknologi:
Jenis-jenis yang termasuk FBB:
FTTH (fiber ke rumah)
HFC (Hybrid Fiber Coax – kombinasi fiber & coaxial)
DSL (kabel telepon lama, seperti ADSL/VDSL)
Wireless broadband rumah (fixed wireless)
Jadi FTTH sebenarnya adalah bagian dari FBB.
Analogi:
FBB = “kategori mobil”
FTTH = “mobil listrik” di dalam kategori itu
Potensi pasar yang besar ini didukung oleh basis pengguna digital yang masif. Pada awal tahun 2025, penetrasi internet di Indonesia telah mencapai 74.6%, mencakup 212 juta pengguna dari total 285 juta penduduk. Angka ini diperkuat oleh penggunaan smartphone yang hampir universal di kalangan orang dewasa, yakni sebesar 98.7%. Tingginya angka adopsi perangkat dan internet secara umum menunjukkan permintaan data yang terbukti dan kuat.
Namun, permintaan yang tinggi ini didominasi oleh konektivitas seluler karena kesenjangan infrastruktur FBB. Penetrasi FBB rumah tangga di Indonesia masih sangat rendah, hanya mencapai 27.4% pada tahun 2024, meskipun telah mengalami kenaikan dari 25.7% pada tahun 2023. Kontras antara penetrasi smartphone (98.7%) dan FBB (27.4%) menunjukkan bahwa mayoritas pengguna digital belum memiliki akses ke koneksi rumah tangga yang stabil dan berkecepatan tinggi.
Kondisi ini menciptakan peluang yang luar biasa bagi operator FBB. Pertumbuhan FBB di masa depan tidak hanya akan berasal dari pengguna baru yang baru terhubung, tetapi juga dari migrasi pengguna seluler yang mencari kualitas layanan, stabilitas, dan efisiensi biaya yang lebih baik. Dengan kata lain, operator FBB beroperasi di segmen pasar yang defensif dan siap untuk pertumbuhan substansial, karena konsumen dapat mengubah pengeluaran data seluler yang mahal menjadi langganan FBB yang menawarkan nilai lebih.
B. Status Adopsi Digital dan Dinamika Pertumbuhan Regional
Dinamika pertumbuhan digital Indonesia tidak lagi terbatas pada kota-kota metropolitan besar. Peningkatan pesat kini terlihat di kota-kota tingkat 2 dan 3 (Tier 2-3 cities) seperti Semarang, Makassar, dan Denpasar. Di wilayah-wilayah ini, kontribusi ekonomi digital diproyeksikan tumbuh lima kali lipat pada tahun 2025, didorong oleh peningkatan akses internet, e-commerce, fintech, dan digital payment.
Pemerintah juga berupaya menjembatani kesenjangan digital perkotaan-pedesaan melalui program-program seperti Palapa Ring, yang bertujuan untuk memperluas infrastruktur Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK). Meskipun demikian, tantangan konektivitas masih besar, terutama di wilayah terpencil dan pulau-pulau terluar. Ketidakmerataan infrastruktur ini sangat terasa di provinsi-provinsi yang masih berjuang dengan Indeks Pembangunan Manusia (HDI) yang rendah, tingkat kemiskinan yang tinggi, dan infrastruktur fisik yang lemah, seperti Papua Barat, Gorontalo, dan Sulawesi Barat
Keterkaitan antara infrastruktur digital yang lemah dan indikator sosial-ekonomi yang rendah menunjukkan bahwa investasi infrastruktur TIK memiliki dampak kausal yang lebih luas. Lemahnya infrastruktur TIK tidak hanya membatasi inklusi digital, tetapi juga secara fundamental menghambat partisipasi ekonomi dan peningkatan kualitas hidup, sehingga memperlambat perbaikan HDI regional. Oleh karena itu, investasi yang diarahkan ke wilayah yang kurang terlayani (underserved) memiliki dampak ganda: memberikan pengembalian investasi yang tinggi bagi operator sekaligus mendukung agenda pembangunan nasional.
Dalam upaya mengatasi kesenjangan ini, konsolidasi di antara operator seluler (seperti antara XL dan Smartfren) dipandang dapat membantu. Konsolidasi memungkinkan alokasi ulang jaringan Base Transceiver Station (BTS) yang tumpang tindih dari wilayah yang sudah jenuh ke wilayah yang kurang terlayani. Pasar yang lebih terkonsolidasi cenderung lebih efisien dalam alokasi belanja modal (CAPEX) infrastruktur, yang secara tidak langsung meletakkan dasar permintaan data yang lebih merata dan mendorong kebutuhan untuk fixed backbone dan last-mile FBB di masa depan.
C. Perbandingan Regional SEA – Penetrasi Internet Keseluruhan - SEA = Southeast Asia (Asia Tenggara)
Kesenjangan penetrasi internet Indonesia lebih dari 20 poin persentase dibandingkan Malaysia dan Singapura. Kesenjangan ini mengindikasikan bahwa sekitar 50 hingga 60 juta penduduk Indonesia masih menghadapi keterbatasan akses internet, baik karena kendala geografis maupun ekonomi. Masalah utamanya terletak pada infrastruktur yang tidak merata antara wilayah perkotaan yang padat dan pulau-pulau terluar yang terpencil.
Kesenjangan penetrasi internet Indonesia lebih dari 20 poin persentase dibandingkan Malaysia dan Singapura. Kesenjangan ini mengindikasikan bahwa sekitar 50 hingga 60 juta penduduk Indonesia masih menghadapi keterbatasan akses internet, baik karena kendala geografis maupun ekonomi. Masalah utamanya terletak pada infrastruktur yang tidak merata antara wilayah perkotaan yang padat dan pulau-pulau terluar yang terpencil.
Kondisi penetrasi FBB menyoroti tantangan yang lebih akut. Tingkat penetrasi FBB Indonesia hanya mencapai 27.4% pada tahun 2024, meskipun data historis menunjukkan kenaikan dari 25.7% pada tahun 2023. Angka ini sangat rendah, menggarisbawahi fakta bahwa, meskipun populasi telah melek digital, koneksi high-speed yang andal di rumah atau kantor masih merupakan kemewahan bagi sebagian besar penduduk.
Disparitas geografis memperburuk tantangan adopsi FBB. Sementara kota-kota utama Indonesia mungkin terlayani dengan baik oleh jaringan serat optik, daerah terpencil dan pulau-pulau terluar terus menghadapi akses yang terbatas dan kecepatan yang jauh lebih lambat. Untuk tujuan perbandingan, data penetrasi FBB di kawasan SEA menunjukkan bahwa Indonesia berada di belakang banyak negara tetangga, terutama Malaysia.
Pertumbuhan FBB di Indonesia terhambat oleh tiga faktor struktural utama: harga yang tinggi, kecepatan yang rendah, dan lanskap pasar yang terfragmentasi.
I. Isu Keterjangkauan (Affordability) dan Harga
Keterjangkauan terbukti menjadi hambatan terbesar dalam adopsi FBB secara massal. Survei APJII menunjukkan bahwa 44.5% responden menyebut harga yang tinggi sebagai penghalang utama untuk berlangganan FBB. Harga per Mbps di Indonesia saat ini masih relatif tinggi dibandingkan dengan pendapatan rata-rata dan standar regional. Hal ini membuat affordability (keterjangkauan) menjadi isu kunci yang harus diatasi untuk mempercepat penetrasi.
II. Kinerja Kecepatan Jaringan Jauh Tertinggal
Kecepatan internet rata-rata bagi pelanggan FBB Indonesia pada tahun 2024 hanya mencapai 32.1 Mbps. Kinerja kecepatan ini secara signifikan tertinggal dari peers regional :
Singapura: 336.5 Mbps
Thailand: 237.1 Mbps
Vietnam: 163.4 Mbps
Malaysia: 129.5 Mbps
Kecepatan yang sangat rendah ini secara efektif memperburuk masalah harga. Analisis menunjukkan bahwa hambatan harga harus dilihat dalam konteks kualitas layanan. Biaya nominal mungkin terlihat wajar, tetapi biaya efektif per unit layanan (per Mbps) adalah salah satu yang termahal di kawasan. Kinerja yang buruk (32.1 Mbps) menyebabkan konsumen merasakan bahwa harga yang dibayarkan terlalu mahal untuk nilai yang diterima (Value for Money). Oleh karena itu, solusi fundamental untuk mengatasi persepsi "harga tinggi" adalah dengan meningkatkan kecepatan jaringan secara drastis (misalnya, menjadi 150 Mbps atau lebih) untuk secara otomatis menurunkan biaya efektif per Mbps, bahkan jika tarif nominal tidak berubah.
III. Fragmentasi Pasar dan Tata Kelola Infrastruktur
anskap broadband Indonesia dicirikan oleh fragmentasi yang signifikan. Kurangnya infrastruktur open-access (akses terbuka) merupakan hambatan struktural yang mendasari isu harga dan kecepatan. Ketiadaan infrastruktur open-access menghambat berbagi sumber daya penting antar penyedia layanan internet (ISP), yang membatasi persaingan pasar yang sehat.
Secara struktural, kurangnya kebijakan open-access menghasilkan model bisnis di mana setiap operator harus membangun infrastruktur mereka sendiri, sering kali terjadi duplikasi belanja modal (CAPEX). Duplikasi infrastruktur ini menghasilkan biaya operasional dan penyusutan yang tinggi, yang pada akhirnya diteruskan kepada konsumen dalam bentuk harga yang lebih mahal. Fragmentasi ini juga menyebabkan inefisiensi dalam penyebaran jaringan (network deployment) dan menghasilkan pengiriman layanan yang kurang optimal bagi pengguna akhir.
Sebaliknya, kesenjangan ini menciptakan peluang. Peningkatan infrastruktur broadband dan promosi kemitraan open-access akan memungkinkan investasi yang lebih efisien ke dalam pengiriman last-mile dan mendorong kolaborasi antar ISP. Langkah ini dapat meningkatkan kecepatan dan jangkauan secara signifikan, yang pada akhirnya akan mempercepat inklusi digital dan meningkatkan aktivitas ekonomi.
D. Benchmarking Kinerja Fixed Broadband Terhadap Negara-Negara Asia Tenggara
Perbandingan kuantitatif kinerja FBB Indonesia dengan peers regional menegaskan keterlambatan yang dihadapi industri ini. Gambar Exhibit 7, menyajikan perbandingan antara metrik FBB utama di Asia Tenggara, menyoroti posisi Indonesia di peringkat bawah, baik dari segi kecepatan maupun harga per Mbps. Kecepatan rata-rata Indonesia (34.4 Mbps) tertinggal lebih dari 90% dari Singapura dan sekitar 76% dari Malaysia. Keterlambatan kuantitatif ini menunjukkan bahwa infrastruktur last-mile Indonesia berada pada tahap perkembangan yang jauh lebih awal dibandingkan negara-negara tetangga.
Perbandingan data harga per Mbps menunjukkan bahwa Indonesia memiliki salah satu rasio nilai terhadap uang (Value for Money) terburuk di kawasan. Pada harga IDR 6,707 per Mbps, harga efektif di Indonesia jauh lebih tinggi daripada Malaysia (IDR 1,472/Mbps) dan Vietnam (IDR 654/Mbps). Negara-negara dengan tingkat penetrasi FBB yang tinggi, seperti Malaysia (48.7%), telah mencapai kecepatan yang tinggi (145.4 Mbps) dengan harga per Mbps yang kompetitif. Keterkaitan ini menyoroti bahwa FBB akan menjadi komoditas pasar massal di Indonesia hanya jika operator berhasil meningkatkan kecepatan secara substansial. Dengan kecepatan FBB rata-rata di kisaran 30-an Mbps, Indonesia tidak hanya tertinggal, tetapi juga membatasi potensi ekonomi digitalnya. Kecepatan ini tidak memadai untuk mendukung tren konsumsi data intensif modern seperti cloud gaming, 4K streaming, atau ekosistem smart home. Peluang strategis yang muncul adalah leapfrogging (melompat), yaitu melewati tahap teknologi lama dan langsung mengadopsi infrastruktur generasi berikutnya. Strategi ini, jika berhasil diimplementasikan, dapat memungkinkan operator menyamai atau bahkan melampaui kinerja peers regional dalam waktu singkat.
Random Tag : $INET , $TBIG , $MTEL
1/7







@mNwIck Sunset gimana orang labanya masih tumbuh wkwkwk, Sunset itu ketika ga ada lagi pertumbuhan laba / inovasi yang dilakuin perusahaan tiap tahunnya.
TOWR sekarang juga lagi banyak ekspansi & akuisisi perusahaan di Industri Infrastruktur digital terutama di Fiber Optic.
Sekarang saya kerja di perusahaan pesaing $TOWR (Big 3 perusahaan TP), Bisnis fiber optic ini mesin penghasil cuan banget karna capex yang dikeluarin perusahaan ga segede pembangunan tower tapi kenceng di cashflow.
Rata2 rasio IRR bisnis FO ini bisa 20 - 50% & BEP paling cepet di tahun ke 3.
Saya ga beli saham tempat saya kerja sendiri karna secara rasio sekarang udah mahal & saya lihat TOWR ini saham perusahaan TP dengan valuasi paling murah dibanding pesaingnya tapi secara size bisnis TOWR ini lebih gede dibanding pesaing Big 2 nya.
$TBIG $MTEL
$TOWR udah kemurahan banget nggak sih. pbv 1.2 tapi income stabil over year. Sebelum market maker sadar... $MTEL $DATA
1/3



Screener Strong Up
Rabu 19 NOV 2025
$CSIS
$MTEL
$VICI
DYOR
analisa ulang
bukan ajakan beli
jangan lupa berbagi
semoga cocok buat scalping

$MTEL
weekly timeframe
veryy big accumulation (it can be boring sideways price action for next few weeks or maybe month)
SL : 6-7% for average entry around 515-510
BOW = 520-565
buy partial, sell partial. do not all in one trade
TP1 = 740
TP2 = 805
TP3 = TBD (it can go to 860-930)
fair value price at the time of writing this post 861
#DoYourOwnResearch
#NotFinancialAdvice
