Volume
Avg volume
PT Indofood Sukses Makmur Tbk, yang didirikan dengan nama PT Panganjaya Intikusuma di tahun 1990, memiliki berbagai kegiatan usaha yang telah beroperasi sejak awal tahun 1980an. PT. Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF) bergerak dalam bidang makanan olahan, bumbu, minuman, kemasan, minyak goreng, pabrik gandum dan pabrik pembuatan karung tepung.
@odanodan lu aja gak lihat data begok makanya asal ceplos $INDF 6000 udah gede kok minta disuapin situ invest berdasar bacot doang kalah pinter ama hapelu tolol🤣🤣
setuju bang...ada yg spam dr september, tiap minggu ada prediksi $INDF ke 6000 terus...analisanya cuman kurs 🤣...kl di ajak diskusi malah blokir orang...
justru kedepan IDR bs semakin kuat dengan aturan devisa diparkir 100% setahun di Indo, belum lagi soal BRICS, belum lagi kl Trump terus naikin tarif,bisa2 inflasi tinggi di US
Kasih paham ndar $ICBP $INDF buat bocil2 yang analisa cuma bermodalkan kars kurs kars kurs $INKP TKIM
Deviden Ini Gak Penting?
Mungkin lo pernah gak sengaja liat video di media sosial yang bahas soal ini yang bilang "dividen itu gak penting" tapi apakah itu bener? Oke, sebelum kita bahas lebih jauh, bayangin situasi ini: lo punya dua pilihan. Pilihan pertama, lo dapet bonus langsung sekarang. Pilihan kedua, lo nggak dapet bonus sekarang, tapi lo tau duit lo bakal diputerin buat menghasilkan lebih banyak di masa depan. Mana yang bakal lo pilih?
Nah, dalam dunia investasi, ini mirip banget sama perdebatan soal deviden. Beberapa investor pengen dapet deviden, kayak bonus langsung. Tapi yang lain percaya deviden itu nggak sepenting yang dibayangin, karena mereka lebih fokus ke pertumbuhan nilai saham. Dan inilah yang jadi dasar dari Dividend Irrelevance Theory.
Kedengeran rumit? Nggak juga, kok. Yuk, kita bahas!
1. Apa sih Dividend Irrelevance Theory Itu?
Jadi gini, teori ini pertama kali diusulin sama dua ekonom, Merton Miller dan Franco Modigliani (sering disingkat jadi teori MM). Intinya, mereka bilang kalau deviden itu nggak terlalu ngaruh ke nilai perusahaan atau kekayaan investor.
Bayangin gini: lo punya sebuah kue. Kalau lo makan sepotong (deviden), sisanya tetap jadi milik lo. Tapi kalau lo nggak makan sekarang, kue itu bisa "dipelihara" supaya makin besar nanti. Intinya, menurut Miller dan Modigliani, nilai keseluruhan kue lo tetap sama, entah lo makan sepotong sekarang atau enggak.
Tapi tunggu dulu—ini bukan berarti deviden nggak ada manfaatnya. Ini cuma soal perspektif aja, kok.
2. Kok Bisa Deviden Dibilang Nggak Penting?
Menurut teori ini, ada beberapa alasan kenapa deviden dianggap nggak sepenting itu:
2.1. Sumber Penghasilan Bisa dari Jual Saham
Investor nggak harus ngarepin deviden buat dapet uang. Kalau lo butuh dana, lo bisa jual sebagian saham lo, dan nilai aset lo nggak akan terlalu berubah. Jadi, deviden itu cuma satu dari sekian banyak cara buat "mengambil untung."
2.2. Perusahaan Bisa Investasi Ulang
Kalau perusahaan nggak bayar deviden, uangnya bisa dipake buat reinvestasi—misalnya, buat ekspansi bisnis atau riset produk baru. Kalau investasi ini berhasil, nilai perusahaan bakal naik, yang artinya harga saham lo juga ikut naik. Win-win, kan?
2.3. Pajak yang Lebih Rendah
Di beberapa negara, deviden dikenai pajak yang lebih tinggi daripada capital gain (untung dari jual saham). Jadi, kalau perusahaan nggak bayar deviden, investor bisa lebih hemat pajak.
3. Kenapa Teori Ini Kontroversial
Oke, mungkin lo mikir, "Kalau teori ini bener, kenapa masih banyak perusahaan yang bayar deviden?" Jawabannya, ya, karena dunia nyata nggak sesimpel teori. Ada beberapa hal yang bikin teori ini nggak selalu relevan:
3.1. Investor Suka Deviden
Ada banyak investor yang suka deviden, terutama mereka yang pengen penghasilan rutin, kayak pensiunan. Buat mereka, deviden itu penting banget karena ngasih kepastian.
3.2. Sinyal dari Perusahaan
Perusahaan yang bayar deviden sering dianggap stabil dan terpercaya. Jadi, banyak perusahaan yang bayar deviden buat nunjukin kalau keuangan mereka sehat dan manajemennya kompeten.
3.3. Teori Itu Asumsinya Ideal Banget
Teori MM ini pake asumsi kayak pasar yang efisien, nggak ada pajak, dan semua investor punya informasi yang sama. Tapi di dunia nyata, kan, nggak selalu kayak gitu.
4. Jadi, Deviden Itu Penting atau Enggak?
Jawabannya tergantung. Kalau lo tipe investor yang fokus ke growth atau pertumbuhan nilai saham, deviden mungkin nggak jadi prioritas utama. Tapi kalau lo lebih suka dapet penghasilan pasif secara rutin, deviden bisa jadi sesuatu yang penting buat lo.
Yang paling penting, lo harus ngerti kebutuhan dan tujuan lo sebagai investor. Jangan cuma ngikutin tren atau apa kata orang.
5. Cara Menyikapi Deviden Sebagai Investor
Kalau lo lagi mikir soal deviden, coba ikutin langkah-langkah ini.
5.1. Tahu Tujuan
Apakah lo pengen penghasilan rutin dari investasi, atau lo lebih suka fokus ke pertumbuhan nilai aset? Pilihan ini bakal nentuin gimana lo liat deviden.
5.2. Lihat Strategi Perusahaan
Perusahaan yang nggak bayar deviden mungkin lagi fokus buat investasi ulang. Cek laporan keuangan dan rencana bisnis mereka—apakah strategi mereka bakal bikin perusahaan lebih berkembang di masa depan?
5.3. Jangan Takut Kombinasi
Nggak ada salahnya punya portofolio yang campur-campur. Lo bisa punya saham yang bayar deviden buat penghasilan rutin, sekaligus saham yang nggak bayar deviden tapi punya potensi pertumbuhan besar.
Kesimpulan
Jadi, apakah deviden itu nggak penting? Menurut teori Dividend Irrelevance, deviden nggak ngaruh banyak ke nilai keseluruhan investasi lo. Tapi di dunia nyata, deviden bisa jadi faktor penting tergantung dari kebutuhan dan preferensi lo sebagai investor.
Yang jelas, jangan cuma fokus ke deviden atau nggak sama sekali. Fokuslah pada nilai perusahaan secara keseluruhan dan gimana strategi mereka bisa ngasih manfaat buat lo. Ingat, tujuan investasi itu bukan cuma dapet deviden, tapi juga ngembangin kekayaan lo dalam jangka panjang.
Jadi, lo tim "Deviden Penting" atau "Deviden Nggak Penting"?
$UNVR $INDF $ICBP
Data Inflasi + Inflasi Gaya Hidup.
Tulisan ini dimulai dengan membandingkan data harga pangan pokok Jan 2012 dengan Jan 2025 (rentang 13 tahun), untuk mengetahui rataan inflasi tahunannya.
1. Beras (Medium) = Rp 7.329 -> Rp 13.563 = 4,85% p.a.
2. Jagung = Rp 4.532 -> Rp 6.470 = 2,87% p.a.
3. Terigu = Rp 7.663 -> Rp 11.298* = 3,03% p.a.
4. Kacang Tanah = Rp 15.687 -> Rp 28.000** = 4,56% p.a.
5. Kedelai = Rp 8.646 -> Rp 10.369 = 1,41% p.a.
6. Gula = Rp 11.179 -> Rp 18.138 = 3,79% p.a.
7. Minyak Goreng = Rp 11.327 -> Rp 18.950* = 4,04% p.a.
8. Cabe Merah Keriting = Rp 42.253 -> Rp 56.985 = 2,33% p.a.
9. Cabe Merah Besar = Rp 18.187 -> Rp 55.976 = 9,03% p.a.
10. Bawang Merah = Rp 24.025 -> Rp 38.812 = 3,76% p.a.
11. Daging Sapi = Rp 68.110 -> Rp 134.646 = 5,38% p.a.
12. Daging Ayam Ras = Rp 25.395 -> Rp 37.482 = 3,04% p.a.
13. Telur Ayam Ras = Rp 16.396 -> Rp 29.714 = 4,68% p.a.
Catatan:
Harga tahun 2012 diambil dari sumber laporan Statistik Ketahanan Pangan yang rilis oleh Badan Ketahanan Pangan, Kementerian Pertanian (lampiran gambar slide 1 dan full report pdf di kolom komentar).
Harga tahun 2025 diambil dari harga rata-rata nasional hari ini 21 Jan 2025 dari website Panel Harga Bapanas (lampiran gambar slide 1 dan 2).
https://cutt.ly/8e36p4hA
Persentase inflasi p.a. (per tahun) dihitung dengan rumus bunga-berbunga future value -> FV = PV (1+r)^n
Kalau di kalkulator manual bisa masukkan input, contohnya untuk beras premium 7.329+4,85%+4,85%+4,85%+4,85%+4,85%+4,85%+4,85%+4,85%+4,85%+4,85%+4,85%+4,85%+4,85% = 13.565 ✔️
**Harga Kacang Tanah saat ini tidak dimaintain di Panel Harga Bapanas. Tapi dengan melihat rata-rata informasi harga pasar di website Pemda Kota/Kab, juga beli langsung di pasar, harganya saya ambil Rp 28.000/kg untuk Jan 2025.
*Harga Tepung Terigu dan Minyak Goreng Jan 2025, saya ambil rata-rata dari harga kemasan dan curah.
......................................................
Dari list harga 13 pangan pokok dengan berselang waktu 13 tahun di atas, dapat disimpulkan bahwa hanya Cabai Merah Besar dan Daging Sapi yang rata-rata inflasi tahunannya di atas 5%, itupun tidak sampai 10%.
Sementara pangan pokok lainnya tidak ada yang rata-rata inflasinya lebih dari 5% setahun.
Kemudian merujuk ke angka inflasi yang dirilis BPS dari Jan 2012 sampai terkini Des 2024 (gambar slide 4).
Tahun 2013-2015 inflasi yoy Indonesia melonjak hingga kisaran 7% sampai 8% lebih.
Tahun 2012 serta 2016-2019 inflasi kerap kali bertahan di atas 3%.
Tahun 2022-2023 inflasi kembali melonjak sampai ke atas 5%.
Hanya di tahun 2020-2021 dan 2024 yang inflasinya di bawah 3%, bahkan Des 2024 hanya 1,57% yoy.
Jadi, dari perbandingan sederhana ini bisa terlihat bahwa data inflasi BPS masih reliabel menggambarkan realitas yang ada.
Masyarakat saat ini merasakan tekanan harga yang berat salah satunya karena pengaruh lonjakan inflasi yang terjadi sebelum-sebelumnya, serta daya beli yang melemah.
Jika inflasi tahun 2024 masih bertahan di atas 3%, maka harga pangan pokok yang saya jabarkan di atas nampaknya akan mengalami rataan inflasi di atas 5% per tahun untuk jangka waktu 13 tahun terakhir.
Tekanan bakal jauh lebih berat dari kondisi riil saat ini.
Jadi, klaim beberapa pihak yang mengatakan 'inflasi real' di atas 5% bahkan sampai belasan persen, jauh lebih tinggi dari data BPS, itu jelas berlebihan.
Belanja pangan itu adalah komponen penyusun terbesar dari keranjang belanja masyarakat (indeks harga konsumen atau IHK).
Jadi kalaupun biaya pendidikan, kesehatan, dll naik tinggi yang dibilangnya sampai belasan puluhan persen, tapi di sisi lain tentu ada komponen belanja lain yang naiknya tidak terlalu tinggi.
IHK sebagai dasar hitungan inflasi BPS sudah memberi bobot yang sesuai untuk tiap komponen pengeluaran secara rinci.
........................................................
Tapi kenapa inflasi 1,57% yoy yang rendah itu terasa berat ?
Sebagian sudah dijelaskan di atas, kalau lonjakan inflasi menurut data BPS yang terjadi di tahun-tahun sebelumnya itu telah membebani konsumen hingga kini.
Tapi jangan lupa faktor berikutnya yakni "Inflasi Gaya Hidup".
Data inflasi IHK menurut BPS, itu 'hanya' merinci naiknya harga seluruh barang dan jasa di dalam keranjang belanja masyarakat sesuai bobotnya secara umum.
Tapi kalau tiap individu menambahkan lebih banyak jenis belanjaan, menambah lebih banyak porsi untuk item tertentu ke dalam keranjang belanjanya, termasuk juga meningkatkan kualitas produk yang ia beli.
Maka itulah Inflasi Gaya Hidup, data inflasi 'umum' BPS tentu tidak cover itu karena merupakan ranah pribadi masing-masing.
Ini contohnya :
Dulunya gak ada Netflix YouTube Vidio dll, sekarang harus langganan membership buat dapat hiburan.
Dulu gak ada pesen makanan di Grab, Gojek, masak sendiri, sekarang makin sering pesen online.
Dulu gak pernah jajan mahal, sekarang dikit-dikit jajan ke kafe resto, gak nunggu weekend.
Dulu gak ada Tiktok Tokopedia Shopee, sekarang scroll-scroll checkout.
Dulu nyuci baju gak pake mesin cuci, ngucek-ngucek sendiri, sekarang pake laundry.
Dulu minum air rebusan sumur atau PAM, sekarang beli air galon.
Dulu rumah pake kipas cukup, sekarang tiap kamar pake AC nyala seharian.
Dulu naik angkot, sekarang kemana-mana motoran bahkan mobilan.
Dulu cukup makan bergizi, diet, sekarang kudu pake skincare.
Dulu kerja udah sembari aktivitas fisik (kuli, tani), sekarang harus ikut member gym buat olahraga.
Dulu Esia SMS 1 Rupiah, sekarang harus beli kuota bahkan jaringan internet termahal biar makin kenceng online nya.
Makin tinggi penghasilan, makin tinggi standar pendidikan buat anak, dan makin tinggi kualitas rawatan pengobatan.
Yang sering jalan-jalan ke luar negeri, beli barang impor, atau bisnis trading invest ke luar negeri, tentu terbebani sama kurs USD, sedangkan yang hidupnya di dalam negeri aja tentu tidak terlalu merasakan.
Dan lain-lain banyak sekali contoh Inflasi Gaya Hidup.
Jadi faktornya bukan karena data inflasi BPS yang tidak benar, tapi jelas ada banyak faktor gaya hidup personal.
Hanya memakai sudut pandang pribadi untuk melihat kondisi umum, tentu jadinya bias.
Data Inflasi BPS + Inflasi Gaya Hidup = Inflasi Real (Personal) ✔️
..............................................................
Solusinya gimana ?
Data inflasi BPS atau kenaikan harga real di lapangan tentu tidak bisa kita kendalikan.
Jadi,
1. Kejar income yang makin tinggi secepat mungkin untuk bisa mengejar kenaikan 'inflasi real'.
2. Kurangi faktor Inflasi Gaya Hidup, sehingga inflasi real yang dirasakan individu masing-masing berkurang tekanannya.
Memadukan kedua hal di atas adalah yang paling 👍, tapi saya pribadi cenderung fokus untuk nomor 2 dulu.
Ketika cepat merasa 'cukup', terbiasa dengan gaya hidup sederhana tanpa beban pikiran yang banyak keinginan, maka lebih cepat juga masalah inflasi-inflasi tersebut teratasi.
Psikologis juga lebih tenang, tidak terburu-buru, lebih matang mengambil keputusan, lebih bahagia mengerjakan sesuatu.
Pada akhirnya nomor satu juga tercapai, apalagi semua yang di sini tentu menjadikan investasi sebagai kendaraan.
Kendaraan bikin makin cepat sampai ke tujuan, tapi bahayanya tentu tinggi jika tidak tenang dan terburu-buru mengendarainya.
Balik lagi ke masing-masing, mungkin ada yang lebih nyaman ngebut-ngebut, kemana-mana buru-buru, terus ngomel-ngomel di jalan ngajak ribut pengguna jalan yang lain, ya silakan aja itu kan hobi ya 😁
Postingan ini kelanjutan dari 2 tulisan saya berikut :
https://stockbit.com/post/15907673
https://stockbit.com/post/15181172
Terima kasih.
$INDF $BBRI $GOTO
1/4
@radhyaaw saran sih start 29 bang atau 30 knp????
biar bisa rebutan dulu di harga bawah klo langsung di 40 bisa² semua org yg lirik buy di situ bisa bahaya buat kita langsung yg buy di 40.... tpi klo sdh banyak yg rebutan di harga bawah itu tergolong aman biarpun dia nnti yg terakhir ambil 40 masih ttp bisa aman.... karna sdh ketutup di org² yg buy harga bawah tdi.... saling support lah ibarat nya itu....
Tgrndm
$AMRT$INDF$BBRI
$IHSG crypto memang menarik, mudah , murah dan cepat 24 jam 7 hari on terus, sedangkan kalau IHSG itu terbatas jam perdagangannya dan pembelian saham juga masih harus 1 lot nya 100 lembar , mungkin kalau bisa membeli saham 1 lembar atau minimal 1 lot nya jadi 10 lembar,mungkin bisa lebih menarik sih,engga harus 1 lot 100 lembar, jadi kalau mau beli saham yang harga 10 ribuan kalau 1 lotnya 10 masih murah tuh, cukup 100 ribu udah dapet, tpi kalau 1 lotnya 100 lembar ,masih lumayan mahal sih, apalagi kalau orang yang baru belajar saham , biasanya perkenalan sahamnya sama saham perusahaan yang sehari-hari dilihat , kaya bank BBNI BBRI BBCA BMRI dan dari sektor konsumer kaya saham $INDF ,semoga si kedepannya bisa saja terjadi dari 1 lot 100 lembar menjadi 1 lot 10 lembar, dulu saja 1 lot 500 lembar juga bisa diturunkan jadi 100 lembar, seharusnya sekarang juga bisa sih seiring dengan kemajuan teknologi, harus lebih kompetitif sih supaya lebih menarik ,ngga kalah ama crypto
ditegur OJK ga enak kan...
diem2 aja udah dulu sih...
kita cuma serpihan bulu di ekor naga... eh
$CMNP $CBDK $INDF
MAKAN SIANG GAN
Selamat siang gan, jangan lupa jaga psikologi. Nikmati weekend, makan siang bersama-sama kolega, sahabat, keluarga.
Nikmatilah hidupmu, supaya kuat saat bandar ngarungin portomu.
$PZZA $INDF $NASI
1/3
#35 : Laporan Posisi Keuangan (Neraca) -> Ekuitas -> Kepentingan Non Pengendali (dan juga Ekuitas yang Dapat Diatribusikan Kepada Pemilik Entitas Induk).
Ilustrasi :
A adalah perusahaan Tbk (emiten) yang laporan keuangannya dipublikasikan.
Kemudian A memiliki saham di B dengan porsi 80%, maka B telah menjadi entitas anak dari A, sehingga laporan keuangan B dikonsolidasikan ke A. Sementara A adalah 'pengendali' (entitas induk) dari B.
Sisa kepemilikan saham di B sebesar 20% dimiliki oleh C. Maka C adalah pihak 'non pengendali' di B.
Misalnya B punya aset Rp 1 triliun, liabilitas Rp 300 miliar, sehingga aset bersih (ekuitas) B adalah Rp 700 miliar.
Maka 'aslinya' A punya hak atas aset bersih sebesar 80% x Rp 700 miliar = Rp 560 miliar.
Sementara C punya hak atas aset bersih B sebesar 20% x Rp 700 miliar = Rp 140 miliar.
Namun sesuai aturan, A akan melakukan proses konsolidasi atas seluruh komponen laporan keuangan B, tanpa membagi sesuai persentase tadi.
Maka aset B sebesar Rp 1 triliun masuk ke laporan keuangan A sepenuhnya, liabilitas B sebesar Rp 300 miliar juga masuk ke A sepenuhnya.
Baru kemudian A akan menampilkan hak yang dimiliki C atas B sebesar Rp 140 miliar di bagian Ekuitas sebagai saldo dalam 'Kepentingan Non Pengendali'.
Sementara hak aset bersih yang dimiliki A atas B sebesar Rp 560 miliar, itu disebutkan sebagai 'Ekuitas yang Dapat Diatribusikan Kepada Pemilik Entitas Induk'.
'Ekuitas yang Dapat Diatribusikan Kepada Pemilik Entitas Induk' ini juga merupakan total dari Modal Saham, Tambahan Modal Disetor, Penghasilan Komprehensif, Saldo Laba, dll yang telah dijelaskan pada bahasan postingan sebelumnya.
................................................
Selanjutnya jika B punya pendapatan Rp 200 miliar, beban Rp 180 miliar, laba bersih Rp 20 miliar.
Maka, seluruh pendapatan Rp 200 miliar dan beban Rp 180 miliar itu akan dikonsolidasi masuk ke laporan laba rugi A.
Laba bersih Rp 20 miliar dari B juga akan masuk seluruhnya ke saldo 'Laba Periode Berjalan' di laba rugi A.
Baru kemudian ada pembagian di bagian bawah laporan laba rugi A, yakni :
Laba Bersih yang Dapat Diatribusikan Kepada Pemilik Entitas Induk -> Rp 20 miliar x 80% = Rp 16 miliar.
Kemudian, Laba Bersih yang Dapat Diatribusikan kepada Kepentingan Non Pengendali -> Rp 20 miliar x 20% = Rp 4 miliar, ini yang jadi hak C.
............................................................
Dari ilustrasi di atas sudah jelas harusnya ya. Jika emiten memiliki banyak anak usaha, yang kepemilikan mereka di sana cuma 50% lebih dikit, tidak mendekati 100%, maka makin besar saldo Kepentingan Non Pengendali (KNP) yang muncul di laporan keuangan mereka.
Bisa lihat contoh terlampir, $INDF yang KNP nya hampir 40% dari Total Ekuitas, dan $DILD yang hampir 18%.
Ini artinya aset, liabilitas, pendapatan, beban, dan cash flow yang tampil di laporan keuangan mereka, cukup banyak bagian yang merupakan hak KNP di entitas anak mereka, tidak serta merta punya INDF dan DILD keseluruhan.
Contoh yang KNP nya sangat kecil adalah $CMRY, artinya kepemilikan CMRY di semua anak usahanya hampir 100%.
Maka itu keystats Stockbit mendasarkan angka Book Value (Ekuitas), Net Profit (Laba Bersih), EPS, dll kepada bagian 'Atribusi Entitas Induk'.
Hati-hati dalam melihat besarnya Aset, Utang, Pendapatan, Beban, Cash Flow emiten, jika KNP di Ekuitas saldonya besar.
Lebih baik cari tau dulu dari entitas anak mana angka itu berasal sebelum bikin judgment lebih lanjut. Telusuri kinerja entitas anaknya.
Cari tau kepemilikan emiten di entitas anak tersebut lebih dekat ke 50% atau 100%.
....................................................
Series laporan keuangan bagian Ekuitas sebelumnya :
#29 : Modal Saham
https://stockbit.com/post/16951971
#30 : Tambahan Modal Disetor
https://stockbit.com/post/17014565
#31 : Penghasilan Komprehensif Lain
https://stockbit.com/post/17023343
#32 : Selisih Transaksi Perubahan Ekuitas Entitas Anak
https://stockbit.com/post/17047343
#33 : Saham Treasury
https://stockbit.com/post/17068994
#34 : Saldo Laba (Retained Earnings / Laba Ditahan)
https://stockbit.com/post/17123246
1/10
Jangan dengerin analis dadakan centang ijo centang item, justru malah $ICBP dan $INDF yang Q4 nya bakalan profit gede. Sedangkan $TKIM dan INKP yang busuk. Segala kurs kars kurs. Buktiin aja nanti, pernah ga analisa om badut menyesatkan?
Coba kalau kita ikutin dia si bearish FOMO itu, uda sejak BTC belum lari sampe sekarang uda di 100k masi aja ngomongin fomo.
Apa ga ada stocks yang basicnya funda naik? $INDF dan $ICBP ya running.
Basicnya CA, kaya $PANI WIFI KARW PACK.
Opportunity cost yang hilang gegara takut di PANI WIFI KARW PACK BTC iCBP INDF itu menurut saya besar banget untuk judge bahwa bearishnya salah sejak setahun lalu.
Sejak awal tahun, saham CMNP udah naik 122%! Penyebab utamanya adalah rumor kalau Grup Salim bakal akuisisi CMNP buat ekspansi ke bisnis jalan tol. Meskipun pihak CMNP udah klarifikasi bahwa mereka belum menerima informasi dari pemegang saham ataupun pihak Salim terkait akuisisi tersebut, pasar tetap kasih respons positif karena percaya langkah ini buat diversifikasi portofolio Grup Salim.
Tapi, kenaikan harga saham ini bikin banyak investor FOMO. Padahal, saham yang udah naik tinggi punya risiko besar! Jangan sampai setelah dibeli harga sahamnya tiba-tiba ambles dan malah nyangkut.
Kalau mau beli? Jangan cuma ikut-ikutan! Cek dulu fundamentalnya oke atau gak, terus lihat valuasinya masih murah atau udah mahal karena investasi itu bukan sekedar ikut-ikutan!
$ICBP $CMNP $INDF