Volume
Avg volume
PT Hanjaya Mandala Sampoerna Tbk. atau HMSP adalah salah satu pemimpin produsen rokok di Indonesia. Perseroan memproduksi sejumlah merek rokok kretek yang dikenal luas, seperti A Mild, Sampoerna Kretek serta “Raja Kretek” yang legendaris Dji Sam Soe. Perseroan terafiliasi dengan PT Philip Morris Indonesia (PMID) dan bagian dari Philip Morris International Inc. (PMI), perusahaan rokok tembakau terkemuka di dunia. Sampoerna mengoperasikan 7 fasilitas produksi di Indonesia dan bermitra dengan 38 Mitra Produksi Sigaret (MPS). Sampoerna menjual dan mendistribusikan rokok melalui total 106 kantor penjualan yang tersebar di pulau Sumat... Read More
Mending $HMSP yang masih inovasi produk, daripada $GGRM yang malah ngurusin tol. yang bukan core bisnisnya.
@Hoki11 udah dari sejak 2022 banyak orng2 disekitaran sy merk rokoknya sudah beralih dr produk2 $HMSP & $GGRM ke produk2 milik Wismilak & rokok2 murah lain nya krna faktor cukai & ekonomi pribadi masing2
Jd sangat wajar GGRM & HMSP akn terus terjun ke jurang 🥶🥶🥶
Bukan main $WIIM , Segmen Filter Growthnya sekencang ini? Akankah balik 1000++ lagi, saat ini PE dibawah 5x. Kondisi price action bottom bosq.
2025 Tailwind
1. Cukai gak naik, potensi margin lebih membaik dengan asumsi HJE naik dibawah kenaikan tier 1
2. RUPST June potensi DPR mau brp? asumsi 45% ky tahun lalu ajadeh ya, harga skarang yield 9%++ (kalau ky tahun lalu ya, bs jadi nambah bs jadi kurang)
3. Performa segmen Filter diluarnulur grwthnya.
Apakabar Investor $GGRM $HMSP ngeliat WIIM bs diversifikasi bisnis lebih baik gini brotherr?
Harga di pita cukai Rp38.000, tapi di warung dijual Rp35.000. Artinya margin makin ketat
Pemerintah terus naikin cukai, tapi harga jual di lapangan nggak bisa selalu ikut naik!
Pantes aja saham rokok kayak $HMSP & $GGRM cenderung sideways atau turun
Rokok masih dibakar, tapi value sahamnya mulai padam!
(Foto rokok sebagai ilustrasi realita lapangan)
$HMSP
Pembahasan lengkap emiten lainnya $ISAT $WIIM DI https://cutt.ly/ZrdKl5Ug
@Josiah30 benarr, tapi cape banget nunggu ijo wkwkwk
untuk $SIDO, $ANTM dan $HMSP Uda beberapa kali dpt dividen dan ini udah dalam banget menurutku 🙏
$HMSP hit predict tahun lalu. sebenernya kirain bakal baru hit tahun depan, gataunya ada guncangan tahun ini..
Trump dan Keinginan Menurunkan Suku Bunga: Strategi Bisnis atau Ancaman Ekonomi?
Donald Trump, mantan Presiden Amerika Serikat yang juga dikenal sebagai pengusaha kawakan, memiliki kecenderungan kuat untuk menekan bank sentral agar menurunkan suku bunga. Ini bukan tanpa alasan. Suku bunga rendah memberikan stimulus ekonomi dengan membuat biaya pinjaman lebih murah, yang biasanya mendorong konsumsi dan investasi. Namun dalam konteks Trump, banyak analis beranggapan bahwa keinginannya itu tidak murni demi kepentingan rakyat. Alih-alih, ada anggapan bahwa Trump ingin menciptakan lingkungan bunga murah yang sangat menguntungkan bagi mereka yang berorientasi pada utang besar—seperti dirinya sendiri yang dikenal memiliki bisnis berbasis leverage alias pembiayaan utang. Ketika suku bunga turun, biaya bunga pun menurun, sehingga lebih mudah bagi pelaku bisnis untuk memperluas usahanya tanpa harus menanggung beban pembayaran yang tinggi.
Namun ada strategi yang lebih berisiko yang digunakan Trump untuk memengaruhi arah kebijakan suku bunga: perang dagang dan tarif. Dengan mengenakan tarif tinggi terhadap produk impor, terutama dari China, Trump sebenarnya sedang menekan stabilitas ekonomi global sekaligus domestik. Tarif membuat biaya produksi naik dan harga barang ikut meningkat, yang pada akhirnya dapat menghambat pertumbuhan. Anehnya, kondisi ini bisa digunakan sebagai alasan bagi The Fed untuk menurunkan suku bunga karena pertumbuhan melambat. Di sini muncul teori kontroversial bahwa Trump sengaja menciptakan ketidakpastian dan perlambatan ekonomi sebagai alat tekan agar bank sentral mengambil langkah pelonggaran moneter. Jika benar demikian, maka strategi ini sangat berisiko dan mengorbankan kestabilan jangka panjang demi keuntungan politik atau bisnis jangka pendek.
Dari kacamata seorang pembisnis, Trump tentu paham bahwa bunga rendah menciptakan likuiditas tinggi di pasar. Hal ini bisa meningkatkan harga aset, termasuk saham dan properti, yang notabene menjadi sumber kekayaan utama kalangan elit. Dengan menurunkan suku bunga, Trump secara tidak langsung juga mendorong nilai pasar saham naik, yang akan meningkatkan kepercayaan terhadap pemerintahannya. Dalam dunia bisnis, taktik ini sah-sah saja. Namun jika dilakukan dari posisi sebagai kepala negara, maka langkah tersebut rentan menimbulkan konflik kepentingan. Banyak ekonom mengkritik bahwa kebijakan tersebut lebih menguntungkan orang kaya dan investor besar ketimbang rakyat kecil yang terkena dampak inflasi dan PHK akibat perang dagang.
Jika dilihat dari data yield obligasi pemerintah Amerika seperti dalam grafik yang ditampilkan, tekanan terhadap suku bunga tampak jelas. Yield turun saat ada ketidakpastian dan naik ketika pasar mulai optimis. Trump mungkin memahami pola ini dan menggunakan kebijakan tarif sebagai "senjata" untuk menggiring pasar dan bank sentral ke arah yang ia inginkan. Tapi strategi semacam ini ibarat bermain api. Jika gagal dikendalikan, justru bisa merusak fondasi ekonomi dalam negeri dan mengundang resesi. Maka dari itu, penting untuk melihat lebih jauh apakah kebijakan ekonomi dijalankan demi kestabilan nasional atau hanya sebagai alat untuk memperkuat posisi pribadi dalam politik dan bisnis. Karena jika motifnya adalah yang kedua, maka masyarakatlah yang pada akhirnya harus menanggung risikonya.
$IHSG $HMSP $UNVR
1/2
WB: "Jika Anda berkecimpung dalam bisnis investasi dan memiliki IQ 150, jual 30 poin kepada orang lain karena Anda tidak membutuhkannya. Anda harus cukup cerdas. Namun, Anda tidak perlu menjadi seorang jenius sama sekali. Kenyataannya, hal itu bisa menyakitkan. Anda harus memiliki kestabilan emosional. Anda harus memiliki semacam kedamaian batin berkenaan dengan keputusan Anda. Ini adalah permainan di mana Anda menjadi sasaran rangsangan menit demi menit, di mana orang-orang terus-menerus memberikan pendapat. Anda harus mampu berpikir sendiri. Saya tidak tahu seberapa banyak hal itu bersifat bawaan dan seberapa banyak yang dapat diajarkan. Namun, jika Anda memiliki kualitas itu, Anda akan berhasil dalam berinvestasi jika Anda meluangkan waktu untuk melakukannya."
CM: "Jika Anda mengira IQ Anda 160, padahal IQ Anda 150, Anda adalah bencana. Jauh lebih baik menjadi orang dengan IQ 130 yang mampu bekerja dengan baik dalam dirinya sendiri."
— Berkshire Hathaway Annual Shareholders Meeting, 2009
Dalam investasi, kecerdasan yang luar biasa bukanlah faktor penentu kesuksesan. Yang lebih penting adalah kestabilan emosional dan kemampuan untuk berpikir mandiri. Banyak orang percaya bahwa semakin tinggi IQ seseorang, semakin baik ia dalam mengambil keputusan investasi. Namun, kenyataannya, kecerdasan yang terlalu tinggi justru bisa menjadi penghambat jika tidak diimbangi dengan pengendalian diri dan ketenangan dalam menghadapi volatilitas pasar.
Investor sering kali dihujani opini dan informasi yang berubah setiap saat. Mereka yang tidak memiliki ketenangan batin cenderung mudah terpengaruh oleh opini publik, sehingga mengambil keputusan yang impulsif dan merugikan. Sebaliknya, mereka yang mampu berpikir sendiri, menganalisis situasi dengan rasional, dan tetap tenang dalam tekanan memiliki peluang lebih besar untuk sukses. Kemampuan ini bisa berasal dari bakat alami, tetapi juga bisa dikembangkan dengan pengalaman dan disiplin.
Selain itu, seseorang yang menyadari batas kemampuannya dan beroperasi dalam lingkaran kompetensinya justru lebih efektif dibandingkan mereka yang terlalu percaya diri. Merasa lebih pintar dari yang sebenarnya dapat menyebabkan kesalahan besar dalam investasi. Oleh karena itu, yang lebih penting bukanlah memiliki kecerdasan luar biasa, tetapi memiliki keseimbangan antara kemampuan berpikir logis, kestabilan emosional, dan kesadaran akan batas diri.
@Blinvestor
A Business-Oriented and Long-Term Investor
------------------------------
Silahkan cek bio untuk follow channel Telegram @Blinvestor.
Random tags: $ADHI $HMSP $BTPS
Trade War Jilid 1 vs Jilid 2
Diskusi hari ini di External Community Pintar Nyangkut di Telegram dengan Kode External Community A38138 https://stockbit.com/post/13223345
Waktu perang dagang jilid 1 dimulai tahun 2018, banyak pelaku pasar mikir ini cuma taktik politik Trump buat tekan China. Tapi begitu tarif 25% dikenakan ke produk impor senilai USD 34 miliar dan terus melebar sampai USD 550 miliar, semuanya langsung sadar: ini serius. China pun gak tinggal diam, mereka balas dengan tarif USD 185 miliar ke barang-barang dari Amerika. Hasilnya? IHSG jeblok dari 6.600 ke 5.700, rupiah melemah ke Rp15.000/USD, dan pasar obligasi negara berkembang kayak Indonesia ikut kena guncangan. Investor global langsung aktifin mode “selamatkan diri”, pindah ke emas, dolar AS, yen Jepang, dan obligasi US Treasury. Saat itu, emas naik ke USD 1.500 per troy ounce, yield US Treasury 10Y anjlok ke 1,5%, dan indeks VIX alias termometer ketakutan pasar, meledak ke atas 25. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf
Tapi di tengah semua kekacauan, ada satu barang yang tetap kalem: iPhone. Apple rilis iPhone XS Max 512GB dengan harga USD 1.449, dan meski diproduksi di China—yang jadi target tarif utama—Apple nggak naikin harga. Mereka tahan beban biaya sendiri, demi jaga loyalitas konsumen dan stabilitas margin. Strategi ini berhasil. Selama 6 tahun ke depan, harga flagship iPhone hanya naik 10,35%, atau sekitar 1,7% per tahun. Ini jauh di bawah inflasi rata-rata barang elektronik, apalagi barang mewah.
Sekarang tahun 2025, masuk perang dagang jilid 2. Trump kembali ke kursi presiden dan langsung pasang tarif 10% ke hampir semua impor. Tapi nggak sampai di situ. Kali ini dia tambahkan tarif khusus: China dihajar 54%, Vietnam 46%, India 38%, dan Indonesia ikut kena 32%. Kalau dulu cuma dua negara ribut, sekarang ini sudah jadi perang dagang global.
Dampaknya langsung menjalar ke semua lini.
Rupiah amblas ke Rp16.700/USD, dengan kekhawatiran bakal lanjut ke Rp20.000 kalau tekanan berlanjut.
IHSG terkoreksi, terutama saham ekspor dan manufaktur.
Harga emas terbang ke atas USD 2.250
yen Jepang menguat ke 146/USD
indeks dolar (DXY) tembus 104 dan US Treasury 10Y yield turun ke 3,2% karena investor besar pindah ke obligasi aman.
Pasar kembali masuk ke fase risk-off total: investor gak mau ambil risiko, semua balik ke instrumen lindung nilai. Yang dulu jadi tempat kabur, sekarang kembali dicari. Bahkan pola pelariannya hampir sama persis dengan 2018–2019. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf
Dan kembali ke iPhone, Apple rilis iPhone 16 Pro Max 1TB akhir 2024 dengan harga USD 1.599. Kalau hanya lihat nominal, naiknya kecil banget dari iPhone XS Max—cuma USD 150 dalam 6 tahun. Tapi dengan tarif 54% sekarang, biaya produksi iPhone berpotensi naik tajam. Kalau Apple putuskan lempar semua beban ke konsumen, harganya bisa tembus USD 2.300. Skenario moderatnya, mereka tahan sebagian dan naik jadi USD 1.900–2.000.
Masalahnya bukan cuma di harga dolar. Di Indonesia, harga iPhone 16 Pro Max 1TB adalah Rp32.999.000, dengan asumsi kurs Rp16.600/USD. Kalau dolar tembus Rp20.000 dan iPhone naik ke USD 2.000, maka harga dasar bisa tembus Rp40 juta, dan kalau ditambah margin dan pajak, harga iPhone bisa naik ke Rp45–47 juta. Jadi, kita bicara kenaikan Rp12–14 juta, bukan sekadar Rp5 juta. Dan ini bukan karena fitur baru, tapi murni tarif dan pelemahan rupiah. Bahkan kalau Apple tetapin harga dalam USD, kurs bisa bikin semuanya jauh lebih mahal di Indonesia. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf
Dari semua ini, ada banyak pelajaran dari Trade War Jilid 1 yang masih relevan untuk hadapi Jilid 2.
1. Pasar selalu panik dulu, baru sadar belakangan. Di 2018, semua turun drastis, tapi pulih dalam waktu 3–6 bulan setelah ketegangan mereda. Bagi investor yang sabar dan tahu baca sentimen, ini justru momen buat masuk.
2. Aset safe haven selalu jadi tempat pelarian pertama. Emas, US Treasury, yen Jepang, dan dolar AS terbukti jadi primadona setiap krisis muncul. Bahkan sekarang polanya persis sama.
Yang paling kena pukul tetap itu-itu juga seperti
1. Saham ekspor dan manufaktur
2. Komoditas logam industri seperti timah, nikel, dan baja
3. Mata uang negara berkembang
4. Obligasi emerging market
Perusahaan dengan brand kuat dan margin lebar bisa tahan tekanan—tapi nggak selamanya. Apple bisa tahan di 2018, tapi kalau tekanan dari tarif dan kurs sudah terlalu berat, mereka pun harus naikkan harga.
Kurs sangat menentukan harga barang impor. Bahkan kalau harga iPhone tetap USD 1.599, kurs yang naik dari Rp16.600 ke Rp20.000 bikin harga barang naik lebih dari 20%. Jadi kita harus waspadai faktor ini, karena kadang efeknya lebih besar dari tarif itu sendiri.
Geopolitik sekarang lebih besar pengaruhnya daripada inflasi biasa. Harga barang bisa naik bukan karena permintaan, tapi karena satu keputusan di Gedung Putih atau Beijing. iPhone jadi bukti nyata: harganya bisa melesat jutaan rupiah dalam waktu singkat hanya karena perang tarif dan pelemahan rupiah.
Trade War Jilid 2 adalah versi turbo dari Jilid 1. Skalanya lebih luas, tekanannya lebih dalam, dan negara seperti Indonesia yang dulu cuma nonton, sekarang sudah jadi bagian dari skenario. Investor harus mulai sadar: diversifikasi aset, lindungi portofolio, jangan terlalu berharap pada sektor yang terlalu sensitif pada ekspor, dan mulai pertimbangkan alokasi ke aset yang historically tahan banting saat krisis—seperti emas, dolar AS, atau instrumen yield rendah tapi stabil. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf
Dan buat masyarakat umum, kalau harga iPhone atau barang impor lainnya naik drastis tahun ini, jangan kaget. Ini bukan karena Apple makin rakus atau spek makin canggih, tapi karena dunia sedang kembali bermain dalam medan konflik ekonomi. Dan kita, suka atau nggak, lagi-lagi ikut jadi korban dari permainan geopolitik.
Dampak trade war terhadap harga iPhone bisa dibilang seperti badai yang awalnya sunyi tapi ujung-ujungnya bisa bikin dompet konsumen menjerit. Kita mulai dari perang dagang jilid 1 tahun 2018. Saat itu, Trump menetapkan tarif 25% terhadap barang-barang dari Tiongkok, tempat utama pabrik iPhone. Secara logika, harga iPhone seharusnya naik. Tapi Apple memilih menyerap beban tarif, bukan langsung menaikkan harga. Hasilnya? Harga iPhone XS Max 512GB tetap USD 1.449. Dalam USD, harganya stabil, tapi Apple pasti mengorbankan sebagian margin. Konsumen tetap aman, Apple tetap terlihat tangguh.
Fast forward ke 2025, perang dagang jilid 2 jauh lebih liar. Trump bukan cuma menyasar China, tapi juga Vietnam, India, dan bahkan Indonesia dikenai tarif 32%. China, tempat produksi utama iPhone, dikenai tarif 54%. Ini bikin biaya produksi melonjak signifikan. Apple akhirnya dihadapkan pada pilihan sulit: serap semua biaya lagi (yang sudah terlalu berat) atau mulai naikkan harga. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf
Maka rilis iPhone 16 Pro Max 1TB di akhir 2024 seharga USD 1.599 jadi titik krusial. Kalau Apple akhirnya meneruskan beban tarif, harga bisa naik ke USD 1.900–2.300 tergantung seberapa besar biaya yang dilempar ke konsumen. Kenaikannya bisa 20–40% dibanding harga sebelumnya. Ini belum termasuk efek depresiasi mata uang.
Di Indonesia, dengan kurs Rp16.600/USD, harga iPhone tersebut sudah Rp32.999.000. Kalau kurs melemah ke Rp20.000/USD dan harga iPhone global naik ke USD 2.000, maka harga iPhone bisa tembus Rp40–47 juta. Jadi yang tadinya setara motor matic, bisa naik jadi setara motor sport.
Perang dagang bikin biaya produksi iPhone naik tajam karena tarif.
Apple yang dulu masih bisa tahan, sekarang punya ruang lebih sempit buat menyerap beban.
Harga iPhone dalam USD berisiko naik 20–40%, dan dalam rupiah bisa naik lebih dari Rp12 juta karena kombinasi tarif dan depresiasi rupiah.
Konsumen Indonesia berisiko membayar harga iPhone paling mahal sepanjang sejarah, bukan karena fitur baru, tapi karena konflik antarnegara.
Jadi, iPhone adalah contoh nyata bahwa perang dagang bukan sekadar urusan antarnegara, tapi bisa langsung terasa ke kantong masyarakat di mana pun, termasuk kita. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf
Tapi kita tidak perlu khawatir karena orang desa tidak makan iPhone dan tidak main saham. Yang penting ketahanan pangan.
Ini bukan rekomendasi jual dan beli saham. Keputusan ada di tangan masing-masing investor.
Untuk diskusi lebih lanjut bisa lewat External Community Pintar Nyangkut di Telegram dengan mendaftarkan diri ke External Community menggunakan kode: A38138
Link Panduan https://stockbit.com/post/13223345
Kunjungi Insight Pintar Nyangkut di sini https://cutt.ly/ne0pqmLm
Sedangkan untuk rekomendasi belajar saham bisa cek di sini https://cutt.ly/Ve3nZHZf
https://cutt.ly/ge3LaGFx
Toko Kaos Pintar Nyangkut https://cutt.ly/XruoaWRW
Disclaimer: http://bit.ly/3RznNpU
$GGRM $HMSP $BREN
1/7
Langite peteng, udane soyo deres Klebus tekan atiku
https://cutt.ly/ursKS1pN
PART 5
$LEAD $GEMS $HMSP