53,575

-1,625

(-2.94%)

Today

3.22 M

Volume

3.4 M

Avg volume

Company Background

PT Dian Swastatika Sentosa Tbk menjalankan kegiatan usaha utama di bidang penyediaan tenaga listrik dan uap, pertambangan dan perdagangan batubara, perdagangan besar bahan-bahan kimia, serta infrastruktur dan multimedia di Indonesia. Perseroan beroperasi secara komersial sejak tanggal 1 Januari 1998 dengan mengoperasikan empat kompleks pembangkit listrik dan uap yang berlokasi di Tangerang, Serang dan Karawang. Perseroan tergabung dalam kelompok usaha Sinarmas.

Mau Cuan dari Saham Energi Surya? Ini Emiten Solar Panel yang Patut Dicermati!

📍 Saham energi terbarukan makin dilirik. Tapi, kalau kamu pengin fokus ke energi surya (solar panel), siapa aja sih pemainnya di BEI?

Langsung ke jawabannya:
Ada dua emiten yang secara spesifik memproduksi panel surya: PT Sky Energy Indonesia Tbk (JSKY) dan PT Semacom Integrated Tbk (SEMA). Sisanya? Mulai masuk ke sektor ini lewat ekspansi portofolio EBT (Energi Baru Terbarukan).

🧩 Daftar Emiten Solar Panel & Energi Surya di BEI

✓ JSKY – Sky Energy Indonesia
Pionir produsen panel surya lokal, menguasai ±40% pasar domestik. Listing sejak 2018, JSKY juga aktif ekspor dan punya kapasitas produksi yang cukup besar untuk skala nasional.

✓ SEMA – Semacom Integrated
IPO awal 2022. Fokus pada manufaktur solusi energi terintegrasi, termasuk solar panel dan inverter. Cocok dipantau buat kamu yang cari saham EBT skala kecil-menengah.

✓ DSSA – Dian Swastatika Sentosa
Anak usaha Grup Sinar Mas. Meski core-nya batu bara, DSSA serius diversifikasi ke EBT—termasuk proyek solar farm dengan mitra Tiongkok. Nggak murni solar, tapi jelas punya roadmap ke sana.

✓ BREN – Barito Renewables Energy
Emiten EBT dengan visi besar. Meski core-nya panas bumi, Barito Group tak menutup kemungkinan ekspansi ke solar seiring transisi energi.

✓ KEEN & ARKO
Fokus ke hidroelektrik, tapi masuk radar energi hijau yang bisa sinergi ke proyek solar dalam jangka panjang.

📊 Kenapa Solar Panel Menarik di 2025?

• Indonesia punya potensi tenaga surya hingga 3.295 GW, tapi pemanfaatannya masih <1% (hanya 12,54 MW terpasang).

• Target Net Zero Emission 2060 bikin pemerintah kebut proyek EBT lewat RUPTL 2025–2034.

• Investor global makin banyak masuk ke proyek solar Indonesia. Bahkan Tiongkok siap invest USD 10 miliar untuk sektor energi hijau nasional.

💡 Tips Buat Investor Retail:

✓ Mau cari growth stock? JSKY & SEMA bisa jadi opsi early-stage. Tapi hati-hati dengan volatilitas dan skala usaha yang masih kecil.
✓ Lebih suka diversifikasi dengan porsi kecil? DSSA dan BREN bisa jadi alternatif buat eksposur ke EBT sambil tetap dapat fundamental kuat.
✓ Cek terus RUPTL dan tender proyek PLN—karena biasanya proyek-proyek EBT skala besar punya dampak signifikan ke saham terkait.

❓ Gimana menurut kamu? Lebih tertarik saham pure solar kayak $JSKY–SEMA atau konglomerat EBT seperti $DSSA dan $BREN?
Pilih mana? Share juga di komunitas biar makin banyak yang bisa belajar investasi energi hijau!




---------------
🎯 Gabung komunitas belajar investasi saham & hidden gem EBT: https://cutt.ly/SrTj9lBW




---------------
Disclaimer:
Tulisan ini dibuat untuk tujuan informasi/edukasi semata. Bukan merupakan saran investasi. Semua keputusan investasi sepenuhnya menjadi tanggung jawab masing-masing individu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasi dengan pihak yang kompeten sebelum mengambil keputusan finansial.

Read more...
imageProfile
Potential Junk
Potential Spam

Perubahan aturan di Indonesia akan mengharuskan pedagang daring untuk membayar pajak penghasilan ke platform e- commerce, bukan langsung ke pemerintah, sehingga menghidupkan kembali upaya untuk meningkatkan pengumpulan pajak seiring meningkatnya kekhawatiran fiskal pada ekonomi terbesar di Asia Tenggara tersebut.
Kementerian Keuangan dalam sebuah pernyataan pada hari Kamis menyampaikan pasar daring yang beroperasi di Indonesia akan diharuskan memotong pajak penghasilan dari penjual dengan omzet tahunan di atas 500 juta rupiah.

Mata uang IDR ditutup menguat terhadap USD pada penutupan perdagangan Kamis minggu lalu. USDIDR ditutup pada level 16205 turun 85 poin dibandingkan dengan level penutupan perdagangan hari sebelumnya 16290.

$IHSG Kamis lalu ditutup menguat ke level 6897,40 naik 65,26 poin 0,96%.
LQ45 ditutup menguat pada level 770,58 naik 10,32 poin 1,36%.
10 dari 11 sektor yang ada pada Bursa Efek Indonesia memberikan kontribusi penguatan IHSG yang dipimpin oleh sektor basic materials 1,42%, financials 1,27% dan infrastructures 0,91%.
$BMRI memberikan kontribusi penguatan terbesar IHSG dengan menguat 2,97% sedangkan $DSSA memberikan kontribusi pelemahan terbesar dengan melemah 1,56%.
Investor asing membukukan transaksi net buy sekitar USD 125,01 juta atau ekuivalen IDR 2,02 triliun.

Read more...
imageProfile
Potential Junk
Potential Spam

$DSSA 💩

imageProfile
Potential Junk
Potential Spam

$DCII $DSSA $RATU

Assalamualaikum Wr. Wb.👋

Mohon maaf mengganggu waktunya, Bapak/Ibu/Saudara/I. Saya Nugraha Fitra Irawan. Saat ini, saya sedang melakukan penelitian skripsi yang berjudul *“Dinamika Keputusan Investasi Di Era Digital: Pengaruh Social Media Influencers Credibility, Fear of Missing Out, Pengalaman Investasi, Terhadap Keputusan Investasi, Dengan Literasi Keuangan Sebagai Variabel Moderasi.”*

📌Jika memenuhi kriteria berikut, saya sangat menghargai bantuan kalian untuk mengisi kuesioner ini:

1. Investor berdomisili Jawa Timur
2. Memiliki akun media sosial yang aktif digunakan untuk mencari atau menerima informasi terkait investasi saham yang disampaikan influencer melalui media sosial, (seperti Instagram, TikTok, YouTube, atau platform media sosial lainnya).

Saya memohon kesediaan Bapak/Ibu/Saudara/I untuk meluangkan waktu mengisi kuesioner berikut:

🔗 Link kuesioner:
https://cutt.ly/ZrTyG4WA

Terima kasih banyak atas waktunya! Semoga kebaikan Bapak/Ibu/Saudara/I dibalas dengan yang lebih baik Aamiin 🙏🙏

Wassalamualaikum Wr. Wb.

Read more...
imageProfile
Potential Junk
Potential Spam

$DSSA abis RUPS jadi turun terus hufff...

imageProfile
Potential Junk
Potential Spam

$DSSA tolong borong ndar diriku sudah tak sanggup average down 🙏

imageProfile
Potential Junk
Potential Spam

$DSSA apapaan ini dssa jelek banget

imageProfile
Potential Junk
Potential Spam

@boondancn1019 $TAPG $DSSA Beda sektor, Gak usah di bahas

imageProfile
Potential Junk
Potential Spam

$DSSA Bisnisnya Apa?

Pertanyaan salah satu user Stockbit bukan di External Community Pintar Nyangkut di Telegram dengan Kode External Community A38138 https://stockbit.com/post/13223345

PT Dian Swastatika Sentosa Tbk (DSSA) ini secara singkat bisa dibilang perusahaan yang awalnya anak bungsu Grup Sinarmas, tapi sekarang justru jadi mesin uang paling kencang berkat bisnis batu bara. Sekilas kelihatannya emiten ini beralih ke energi hijau dan teknologi internet, tapi kenyataannya hampir semua duit yang masuk masih dari hasil gali tanah hitam dan jual ke luar negeri. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf

Pendapatan konsolidasian DSSA di kuartal I 2025 mencapai 743 Juta USD, atau sekitar 12.1 Triliun rupiah, dan 90% berasal dari anak usaha tambang batubaranya, terutama GEMS. Sementara sisanya dibagi antara bisnis internet kabel, perdagangan umum, dan energi baru terbarukan yang masih sangat kecil porsinya, baru menyumbang 28 ribu USD, alias tidak relevan untuk saat ini.

Model bisnis DSSA dari hulu ke hilir didominasi oleh sektor pertambangan batubara. Mereka punya IUP (izin usaha pertambangan) lewat berbagai anak usaha seperti PT Golden Energy Mines ($GEMS), KIM, BORNEO, dan lainnya. Batu bara dikorek pakai jasa kontraktor tambang, lalu diangkut via sungai atau kereta, kemudian diekspor atau dijual ke pembeli lokal. Pengiriman kebanyakan via pelabuhan di Kalimantan Tengah dan Selatan. Mereka juga punya entitas trading di Singapura, GEMSTR, yang bisa beli batubara dari luar grup lalu dijual ulang, jadi agak luwes memainkannya.

Risiko mulai muncul ketika piutang dagang ke pihak ketiga naik jadi 227 Juta USD (+11.3% QoQ), sementara pendapatan malah turun 7.4% dibanding periode yang sama tahun lalu. Artinya, penjualan makin ngadat, tapi tagihan makin banyak. Di sisi lain, persediaan naik ke 124.5 Juta USD (+5.2%), menandakan ada batubara yang belum laku atau masih tertahan di pelabuhan. Kalau penjualan tidak segera terserap, bisa jadi beban logistik makin besar atau muncul impairment inventory. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf

Lalu bagaimana dengan bisnis internet dan energi barunya? Di atas kertas sih ada, lewat anak usaha seperti Innovate Mas Utama dan Dalligent, yang menyediakan layanan broadband. Tapi kalau dilihat kontribusinya terhadap pendapatan, cuma sekitar 6% dari total. Margin bisnis ini juga jauh lebih kecil dibanding tambang. Di kuartal I 2025, gross margin segmen teknologi hanya 18%, sementara bisnis tambang mencapai 43%. Jadi meskipun segmen teknologi ini terlihat menjanjikan untuk masa depan, secara keuangan masih beban buat grup. Bahkan goodwill segmen teknologi masih tercatat 17.5 Juta USD padahal labanya belum kelihatan. Kalau sampai nanti gagal menghasilkan EBITDA positif, bisa-bisa harus dilakukan impairment sesuai PSAK 48 dan dampaknya langsung ke bottom line.

Di sisi cashflow, DSSA justru sangat kuat. Arus kas dari aktivitas operasi di kuartal I 2025 sebesar 172 Juta USD (2.8 Triliun rupiah), cukup buat nutupin belanja modal sebesar 134 Juta USD. Jadi masih ada free cash flow positif. Bahkan kalau disetahunkan, CFO-nya bisa tembus 11 Triliun rupiah. Total kas setara kas mencapai 951 Juta USD alias sekitar 15.5 Triliun, sementara utang berbunga total 1.19 Miliar USD, jadi net debt-nya cuma 3.96 Triliun. Dengan EBITDA dan EBIT yang masih tebal, rasio interest coverage-nya mencapai 10 kali. Jadi secara solvabilitas dan likuiditas, DSSA ini lebih kuat dari mayoritas emiten lain di sektor energi. Upgrade skill https://cutt.ly/ge3LaGFx

Tapi jangan buru-buru jatuh cinta, karena valuasi pasar DSSA ini bisa dibilang sudah pricing in semua mimpi manis masa depan. Dengan harga saham di 55200 rupiah, kapitalisasi pasar DSSA sekitar 425 Triliun rupiah. Sementara ekuitas konsolidasian hanya 33.6 Triliun. Artinya PBV sudah tembus 12 kali. PER-nya juga tidak murah. Laba kuartal I 2025 mencapai 135 Juta USD, disetahunkan menjadi 540 Juta USD (sekitar 8.8 Triliun). Jadi PER-nya mendekati 48 kali. Bandingkan dengan emiten tambang batubara lain seperti ITMG atau PTBA yang PER-nya masih di bawah 10 kali. Artinya, pasar sudah menghargai DSSA seolah-olah ini adalah perusahaan teknologi dengan pertumbuhan tinggi dan recurring income yang stabil, padahal 90% pendapatannya tetap dari jualan batu bara.

Dari sisi risiko, selain dari valuasi premium, DSSA juga menghadapi potensi sengketa lahan di Jambi dan kewajiban lingkungan yang bisa muncul sewaktu-waktu. Mereka juga berisiko terhadap fluktuasi harga batu bara internasional. Jika harga anjlok di bawah 90 USD per ton, margin bisa langsung tergerus karena cost-nya sekitar 35 USD. Risiko litigasi dan PSAK 57 bisa muncul kalau ada gugatan lingkungan atau kontrak pasokan gagal. Risiko IFRS 15 muncul di transaksi ekspor karena timing pengakuan revenue bisa berubah tergantung shipping term. Transaksi pihak berelasi juga harus terus diawasi, walau porsinya masih di bawah 10%, terutama karena anak usaha kerap bertransaksi satu sama lain, termasuk memakai jasa pertambangan dari entitas internal seperti Karya Mining Solutions. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf

Dari segi strategi bisnis, DSSA sedang mencoba memoles wajahnya agar lebih hijau dan tech-savvy. Tapi kontribusi nyata dari segmen non-batubara masih jauh dari cukup. Hidden gem mungkin bisa muncul kalau mereka sukses IPO kan salah satu konsesi tambangnya, atau proyek PLTU mulut tambang Barasentosa Lestari jalan dan dikontrak PLN jangka panjang. Aset berupa konsesi dan IUP yang belum digarap juga punya potensi kalau siklus komoditas naik lagi. Tapi sebaliknya, value trap akan sangat mungkin kalau harga batu bara global anjlok dan bisnis broadband masih gagal menghasilkan laba operasional.

Idealnya, valuasi DSSA bisa dibilang layak kalau empat syarat terpenuhi. Pertama, revenue batu bara tetap di atas 10 Triliun per kuartal. Kedua, belanja modal tidak lebih dari 60% arus kas operasi. Ketiga, piutang kembali di bawah 25 hari penjualan. Dan keempat, segmen internet menghasilkan EBITDA positif. Kalau salah satu gagal, investor bisa mulai mempertanyakan valuasi super premium ini. Dan biasanya pasar akan cepat mendiskon.

DSSA adalah perusahaan cash-rich dengan fundamental yang sangat kuat di sisi arus kas dan neraca. Tapi valuasinya sudah terlalu optimis. Jadi kalau kita percaya harga batu bara masih akan stay tinggi, dan manajemen berhasil monetisasi segmen internet atau hijau, ini bisa jadi peluang. Tapi kalau katalis itu tak kunjung datang, bukan tidak mungkin saham ini perlahan kembali ke valuasi wajarnya, yang bisa saja cuma sepertiga dari harga sekarang. Jadi ini bukan saham untuk swing trader, tapi untuk investor yang tahu risiko dan menunggu momen katalis konkret. Upgrade skill https://cutt.ly/ge3LaGFx

Ini bukan rekomendasi jual dan beli saham. Keputusan ada di tangan masing-masing investor.

Untuk diskusi lebih lanjut bisa lewat External Community Pintar Nyangkut di Telegram dengan mendaftarkan diri ke External Community menggunakan kode: A38138
Link Panduan https://stockbit.com/post/13223345

Kunjungi Insight Pintar Nyangkut di sini https://cutt.ly/ne0pqmLm

Sedangkan untuk rekomendasi belajar saham bisa cek di sini https://cutt.ly/Ve3nZHZf
https://cutt.ly/ge3LaGFx

Toko Kaos Pintar Nyangkut https://cutt.ly/XruoaWRW

Disclaimer: http://bit.ly/3RznNpU
$EXCL

Read more...

1/10

testestestestestestestestestes
imageProfile
Potential Junk
Potential Spam

Kisah Dana x $EMTK x $DSSA

Request salah satu user Stockbit bukan di External Community Pintar Nyangkut di Telegram dengan Kode External Community A38138 https://stockbit.com/post/13223345

Di balik gemerlap persaingan dompet digital di Indonesia, terselip drama korporasi yang cukup seru antara DANA, Emtek (EMTK), Grup Sinarmas lewat DSSA, dan tentu saja Lazada sebagai lengan e-commerce Alibaba. Awalnya, DANA itu anak emasnya Emtek. Perusahaan ini didirikan bareng Ant Financial (Alibaba) sekitar 2017 lewat entitas bernama PT Elang Andalan Nusantara (EAN). Waktu itu Emtek punya kendali penuh dengan kepemilikan 55 persen, sisanya dipegang Ant. Tapi seiring waktu, terutama sejak BI memperketat aturan soal kepemilikan ganda e-money, peta kepemilikan ini mulai goyah. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf

Regulasi BI memang tegas. Satu entitas tidak boleh menguasai lebih dari satu lisensi uang elektronik. Masalahnya, Emtek bukan cuma punya DANA, tapi juga nyelonong masuk ke Grab Indonesia tahun 2021 dengan suntikan dana jumbo 375 juta dolar AS. Saat itu Grab adalah pemegang saham mayoritas OVO. Artinya, Emtek jadi punya akses ke dua e-wallet sekaligus, yaitu DANA dan OVO. Ini jelas bikin deg-degan karena BI bisa turun tangan. Opsi Emtek cuma dua. Pilih salah satu, atau jual semuanya.

Akhirnya Emtek mulai mundur pelan-pelan. Desember 2020 mereka lepas 6 persen saham DANA. Porsi kepemilikan turun dari 55 persen jadi 49 persen. Secara hukum mereka kehilangan status sebagai pemegang kendali. Ini langkah cerdas supaya bisa tetap investasi di sektor fintech tanpa menabrak aturan. Tapi ceritanya belum selesai. Pada Agustus 2022, Emtek mengambil langkah besar. Mereka menjual 38,22 persen saham DANA senilai 304,5 juta dolar AS atau sekitar 4,57 triliun rupiah ke Lazadapay, anak usaha Lazada di Singapura. Sisa saham Emtek tinggal 10,77 persen. Praktis hanya jadi penonton.

Masuknya Lazada bukan kejutan. Alibaba, induk Lazada, memang sudah jadi pemegang saham DANA sejak awal lewat Ant Group. Jadi langkah ini lebih mirip konsolidasi internal ekosistem Alibaba. Tapi yang bikin cerita ini tambah menarik adalah munculnya pemain baru dari dalam negeri, yaitu Grup Sinarmas lewat PT Dian Swastatika Sentosa Tbk (DSSA). Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf

DSSA awalnya bermain di sektor energi dan batubara. Tapi belakangan mereka berbelok arah dengan membentuk anak usaha teknologi bernama PT DSST Mas Gemilang. Dari sinilah muncul nama PT DSST Dana Gemilang. Entitas ini menyuntikkan dana segar sebesar 200 juta dolar AS atau sekitar 3 triliun rupiah langsung ke DANA. Bukan beli saham Emtek, tapi injeksi modal baru. Jadi kalau Lazada beli kursi, Sinarmas bikin kursi sendiri dan duduk bareng.

Modelnya mirip private placement. Tapi tujuannya bukan cari cuan jangka pendek. Fokusnya adalah memperkuat posisi digital Sinarmas di sektor pembayaran dan data center.

Setelah semua transaksi ini, komposisi kepemilikan DANA berubah total. Sekarang yang memegang kendali utama adalah Ant Group sekitar 45 persen, Lazada 38,22 persen, dan Sinarmas (porsinya tidak dipublikasikan, tapi disebut signifikan). Emtek tinggal sisakan 10,77 persen. Bisa dibilang, DANA resmi keluar dari orbit Emtek dan masuk ke dalam kamp Alibaba dan Sinarmas.

Menariknya, meski Emtek mencetak keuntungan 3,06 triliun rupiah dari penjualan saham DANA, harga saham EMTK justru anjlok 6 persen hanya dalam waktu seminggu setelah pengumuman. Investor kecewa karena mereka melihat Emtek seolah menjual anak emasnya di sektor digital dan kehilangan potensi jangka panjang. Padahal, dari sisi manajemen, Emtek hanya ingin aman dari risiko regulasi BI dan fokus ke portofolio lain seperti Grab, $SCMA, Vidio, dan CASS. Tapi ya, kadang pasar lebih suka mimpi unicorn dibanding strategi realistis. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf

Di sisi lain, DSSA justru semakin agresif. Mereka bukan cuma investasi di DANA. Mereka juga sedang membangun data center, ambil alih perusahaan logistik seperti SMPlus, dan mendirikan anak-anak usaha baru di sektor teknologi. DSSA sekarang sudah mulai menyerupai Temasek versi lokal. Dari konglomerat energi klasik, pelan-pelan bertransformasi jadi investor strategis di sektor digital. Investasi mereka ke DANA bukan sekadar cari exit. Mereka sedang bangun sinergi jangka panjang antara pembayaran, logistik, data center, dan ekosistem digital khas Sinarmas.

Kalau disederhanakan, cerita DANA ini seperti operet konglomerat. Emtek yang melahirkan, tapi harus menyerahkan hak asuh karena tekanan regulasi. Lazada datang beli porsi. Sinarmas ikut menyuntik darah segar. Sekarang DANA jadi anak asuh bersama Alibaba dan Sinarmas. Sementara Emtek tinggal jadi wali baptis yang sudah pensiun.

Buat investor, pelajarannya sederhana. Jangan cuma lihat siapa yang mendirikan perusahaan. Lebih penting lihat siapa yang sekarang pegang kendali. Karena dalam dunia korporasi, yang melahirkan belum tentu yang membesarkan. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf

Ini bukan rekomendasi jual dan beli saham. Keputusan ada di tangan masing-masing investor.

Untuk diskusi lebih lanjut bisa lewat External Community Pintar Nyangkut di Telegram dengan mendaftarkan diri ke External Community menggunakan kode: A38138
Link Panduan https://stockbit.com/post/13223345

Kunjungi Insight Pintar Nyangkut di sini https://cutt.ly/ne0pqmLm

Sedangkan untuk rekomendasi belajar saham bisa cek di sini https://cutt.ly/Ve3nZHZf
https://cutt.ly/ge3LaGFx

Toko Kaos Pintar Nyangkut https://cutt.ly/XruoaWRW

Disclaimer: http://bit.ly/3RznNpU

Read more...

1/10

testestestestestestestestestes
imageProfile
Potential Junk
Potential Spam

Net income TTM $TAPG sama $DSSA cuman beda 1T. Tapi beda harganya kayak Bumi sama Matahari. Gak masuk di logika gue.

$DSSA naiknya dikit. turunnya banyak. naik dikit mulai dah banyak yg jual 🤣

imageProfile
Potential Junk
Potential Spam

$DSSA Terbang plis mau liburan kasih kesan yang menyenangkan meroket dong

imageProfile
Potential Junk
Potential Spam

$DSSA

imageProfile
Potential Junk
Potential Spam

$DSSA berasa $BTC 😄

imageProfile
Potential Junk
Potential Spam

Rights Issue $WIFI dan Mimpi FTTH untuk Rakyat Jelata

Dalam dunia korporasi yang gemar menjual mimpi lewat jargon “inklusi digital”, WIFI memilih langkah lebih berani: rights issue jumbo Rp 5,9 triliun, bahkan lebih besar dari nilai pasarnya sendiri. Ambisinya tidak main-main: membangun internet rumah Rp 100.000 per bulan untuk 4 juta rumah tangga. Di atas kertas, ini terdengar seperti gebrakan visioner. Tapi di balik segala presentasi dan janji ekspansi, ada baiknya kita menengok ulang realitas bisnis ini dengan nalar jernih, bukan sekadar semangat mendukung wacana murah-meriah.

PT Solusi Sinergi Digital Tbk alias WIFI sejatinya bukan pemain baru dalam infrastruktur digital. Portofolionya mencakup periklanan DOOH, sewa jalur serat optik, hingga bisnis layanan digital di lingkungan stasiun kereta. Tapi kali ini, mereka sedang mencoba hal yang lebih besar dan lebih padat modal, yakni menjadi ISP rakyat. Dengan menargetkan segmen rumah tangga kelas menengah ke bawah, WIFI hendak menawarkan internet FTTH 200 Mbps hanya Rp 100.000 per bulan. Sebuah angka yang bahkan membuat penyedia sekelas ICONNET dan XL Home terlihat mahal.

Untuk merealisasikan mimpi ini, mereka mengandalkan rights issue dengan menawarkan 2,95 miliar saham baru seharga Rp 2.000 per saham. Total dana yang dibidik mencapai Rp 5,9 triliun. Rasio 4:5 artinya investor akan terdilusi lebih dari separuh jika tak ikut serta. Untungnya, pemegang saham utama, PT Investasi Sukses Bersama (ISB), sudah menyatakan komitmennya menebus penuh porsi haknya senilai hampir Rp 3 triliun. Namun komitmen itu tak serta-merta menjawab satu pertanyaan besar: apakah pasar ini layak diguyur triliunan modal dengan margin yang masuk akal?

WIFI menyebut dana akan dialirkan ke anak usaha, PT Integrasi Jaringan Ekosistem (IJE), yang akan membangun infrastruktur FTTH untuk menjangkau 4 juta homepass di Pulau Jawa. Dengan tarif Rp 100 ribu per bulan, angka kasar revenue tahunan jika semua homepass aktif hanya Rp 4,8 triliun. Itu pun asumsi yang nyaris mustahil. Dalam praktiknya, konversi homepass ke pelanggan aktif di industri FTTH jarang menyentuh 50 persen. Lebih realistis jika menghitung potensi pendapatan sekitar Rp 2 triliun per tahun, itupun kotor. Maka pertanyaan lanjutan muncul: bagaimana menjaga profitabilitas dengan ARPU serendah itu setelah menggelontorkan investasi triliunan?

WIFI mencoba menurunkan biaya lewat pendekatan unik. Mereka memanfaatkan jalur rel kereta api untuk backbone, menggandeng Nokia dan OREX SAI (JV dari NEC & NTT DoCoMo), serta menjalin aliansi dengan lebih dari 50 ISP lokal. Strategi ini memang terdengar hemat, tapi tetap tak menghilangkan beban biaya akuisisi pelanggan, perawatan jaringan, serta kebutuhan layanan pelanggan skala massal. Semuanya tidak murah. Perusahaan telko besar saja seringkali merugi di segmen B2C harga rendah. Bagaimana WIFI akan bertahan tanpa ekosistem dan neraca sekuat pemain mapan seperti Telkom atau MORA?

Yang menarik adalah momentum rights issue ini terjadi saat kinerja keuangan sedang bagus-bagusnya. Pendapatan 2024 tumbuh 53 persen, EBITDA margin tercatat 73 persen, dan laba bersih melonjak 295 persen. Tapi justru itu yang patut dipertanyakan. Jika arus kas solid dan prospek cerah, mengapa tidak mengambil pinjaman perbankan atau menerbitkan obligasi? Mengapa harus mengorbankan kepemilikan lama lewat rights issue yang sangat dilutif? Apakah manajemen tahu bahwa margin hari ini bukan cermin masa depan ketika tarif Rp 100.000 mulai berlaku?

Valuasi saham pun sudah premium. PBV 5,06x dan PSR 7,30x, hanya PER yang masih tampak “diskon” di kisaran 21x. Tapi angka ini belum mencerminkan potensi penurunan margin jika proyek FTTH mulai berjalan. Sebagai pembanding, $MORA dan $DSSA (melalui MyRepublic) punya strategi ekspansi jaringan yang lebih konservatif, baik dari sisi pricing, target pasar, maupun sumber pendanaan.

Rights issue ini memang bisa menjadi titik lompatan bagi perusahaan untuk keluar dari bayang-bayang "perusahaan reklame" menjadi penyedia infrastruktur konektivitas. Tapi juga bisa menjadi lonceng alarm jika eksekusinya meleset. Di industri yang padat modal, berdarah-darah di awal, dan sensitif terhadap churn rate, harga murah tidak cukup. Yang dibutuhkan adalah skala, loyalitas pelanggan, efisiensi operasional, dan kekuatan modal kerja yang tidak habis hanya karena gagal mencapai target konversi.

Dalam iklim bisnis yang kian sensitif terhadap narasi pertumbuhan, rights issue senilai Rp 5,9 triliun dengan janji internet murah bukan sekadar aksi korporasi. Ini pertaruhan besar yang menuntut presisi eksekusi. Bagi investor, hak untuk menebus saham baru bukanlah sekadar hak. Ia adalah pilihan: apakah Anda percaya pada mimpi besar, atau sekadar menjadi penonton dari drama yang mungkin berakhir mahal.

Ini bukan rekomendasi jual dan beli saham. Keputusan ada di tangan masing-masing investor.

Read more...
imageProfile
Potential Junk
Potential Spam

$DSSA ntar sore balik ke harga awal lagi kaya nya 🤣🤣🤣

imageProfile
Potential Junk
Potential Spam

$DSSA tertinggi di 302,750 saat stocksplit Juli 2024

$MLBI pernah capai 900,000 per lembar tahun 2013 (saat itu1 lot = 500 lembar)

$SQBI terbesar karena ini harga terakhir saat perdagangan terakhir sebelum delisting.

imageProfile
Potential Junk
Potential Spam

$DSSA MM-nya lagi cengar-cengir di pojokan. wakakaka

imageProfile
Potential Junk
Potential Spam

@ajengnml aduh Sepuh ga tuu wkwk... tapi jujur ya ini saham $DSSA ini bagus buat ngekali 2 in portofolio sih aseli , cuman dia tuh kek nguber $BTC udh agak ketinggian wkwk...

imageProfile
Potential Junk
Potential Spam

@ajengnml Aamiin semoga gak lama 🙏 , lagi gak main di $DSSA saya lagi ke $GEMS hehe

imageProfile
Potential Junk
Potential Spam

ayo kita semangat... holder $DSSA pada kuat2 nih mentalnya

imageProfile
Potential Junk
Potential Spam

nih colek bang @yuswar93.

sesama holder $DSSA di era kegelapan kalo udah patah trend.

DSSA bisa balik ke harga ATH nya, tapi semoga ga lama

imageProfile
Potential Junk
Potential Spam

saya baru punya 4 lot nih avg 56an. ngeri2 sedep juga ya kira2 ada berita apa ya yg bikin $DSSA turun?

imageProfile
Potential Junk
Potential Spam

$DSSA dibawah 50k menarik niy😌

imageProfile
Potential Junk
Potential Spam

ngeri $DSSA

imageProfile
Potential Junk
Potential Spam

$DSSA kacauu

imageProfile
Potential Junk
Potential Spam

$DSSA yak makin merosot ya ges ya

imageProfile
Potential Junk
Potential Spam

$DSSA mempermainkan emosi dan menguji kesabaran... Belum gajian nih kekurangan uang dingin... Semoga bisa 60.000an lagi

2013-2025 Stockbit ·About·ContactHelp·House Rules·Terms·Privacy